Oleh : Bob Deffinbaugh, Th.M
Berangkali kita semua pernah mengalami kedatangan tamu yang jumlahnya diluar perkiraan kita, maksudnya, tamu yang datang jumlahnya jauh lebih besar dari yang telah ditetapkan. Dan kala tamu sudah mulai berdatangan dan memperhatikan jumlahnya lebih besar maka untuk mengantisipasinya maka isteri mengolah sejumlah makanan yang dimasak dengan oven. Ditengah-tengah keasyikan menjamu para tamu, tanpa disadari asap memenuhi ruangan dan segera saja menyadari bahwa asap pasti berasal dari oven model lama tanpa indikator yang sedang digunakan, dan kekuatiran besar segera melanda ketika isteri melihat bahwa makanan didalam oven telah menghitam, bahkan menjadi abu. Situasi sungguh mencemaskan sebab itu berarti persediaan makanan untuk menjamu semua tamu pasti tidak cukup, pasti sangat kurang.
Anda dapat membayangkan kekuatiran yang melanda rumah kami pada saat itu. Situasi semacam ini berangkali dapat dibandingkan dengan situasi yang tercatat dalam Yohanes bab 6 dimana disuatu tempat sekitar 20.000 orang hadir dan menanti jamuan makan malam. Ini, sebagaimana anda nanti mengetahuinya, merupakan situasi yang dihadapi Yesus Kristus dan murid-muridnya sebelum mujizat memberi makan 5000 orang untuk yang laki-laki saja terjadi.
Signifikansi dari mujizat ini bahkan terlihat pada permukaannya, karena ini
merupakan satu-satunya (dengan pengecualian pada kebangkitan) mujizat yang
dicatat di semua empat injil. Atau jauh
lebih penting, peristiwa ini sungguh-sungguh “waktu untuk membuat keputusan”
bagi bangsa Israel. Yesus sejak dahulu telah dituliskan sebagai seorang kandidat Mesias oleh para pemimpin
Yahudi, tetapi popularitasnya dikalangan
banyak orang ada di puncaknya. Diskursus tentang “roti hidup” yang
merupakan kelanjutan mujizat ini merupakan faktor penentu bagi banyak orang yang menyebabkan mereka berhenti
mengikut Yesus sebagai Mesias yang potensial. Untuk alasan inilah maka kita akan memberikan perhatian kita pada
peristiwa krusial ini dalam kehidupan dan pelayanan Yesus Kristus kita.
Memberi Makan 5000 Orang
(Yohanes 6:1-15)
Hanya ketika kita menyatukan semua catatan-catatan injil dan mendapatkan sebuah gambar komposit (gabungan) maka kita dapat menentukan situasi yang melatari dan melingkupi mujizat hebat ini. Yesus pergi ke sisi lain Danau Galilea untuk beberapa alasan. Pertama dari semuanya, Herodes baru saja menghukum mati Yohanes Pembaptis (Matius 14:1-12), dan Herodes juga ingin sekali bertemu dengan Yesus (Lukas 9:9). Bukan tanpa pertimbangan yang baik bahwa Yesus menjauhkan diri ke sebuah tempat gurun di pegunungan dekat Bethsaida, area yang berada diluar yuridiksi Herodes.
Kedua, murid-murid sudah diutus sebagai
rasul-rasul untuk memproklamasikan berita Kerajaan (Markus 6:7-13).Sebagai
akibat dari pelayanan mereka yang
menempuh perjalanan jauh, Yesus
mengetahui perlunya untuk istirahat dan relaksasi, serta juga waktu
untuk melakukan refleksi. Ini menjadi sebuah waktu untuk menarik diri dari
keramaian dan kesibukan ,Markus 6:31, “Lalu Ia berkata kepada mereka: "Marilah
ke tempat yang sunyi, supaya kita sendirian, dan beristirahatlah
seketika!" Sebab memang begitu banyaknya orang yang datang dan yang pergi,
sehingga makanpun mereka tidak sempat.”
Ketiga, untuk menempatkan semua faktor dalam sebuah tempat yang sama, pengharapan-pengharapan Mesianik pada masyarakat sedang berada pada puncaknya disepanjang waktu, membuat situasinya menjadi begitu bahayanya. Karena Yohanes Pembaptis telah mati, semua mata tertuju kepada Yesus sebagai penggantinya. Orang-orang Yahudi telah bersiap untuk memberontak melawan Roma. Lebih lanjut, rasul-rasul baru saja melakukan sebuah kampanye memberitakan kabar baik Kerajaan Tuhan. Sehingga, pengharapan-pengharapan sedang meninggi kala itu. Akhirnya, tibalah saat Paskah ( Yohanes 6:4); ada banyak orang-orang Yahudi yang penuh semangat melakukan perjalanan ziarah ke Tanah Suci dan semangat serta antusiasme pengharapan agama sehubungan perayaan Paskah, luar biasa tinggi. Semua faktor ini telah berkombinasi untuk membuat sebuah situasi yang eksplosif, keadaan yang semestinya diredakan jika hal itu dimungkinkan untuk dilakukan.
Karena
alasan-alasan inilah, Yesus Kristus dan murid-murid-Nya pergi ke sisi lain
danau itu dengan menggunakan kapal, ketimbang melalui jalan darat sehingga
tidak menarik perhatian. Berangkali karena kapal itu sudah dikenal baik, kapal
itu dikenali selagi berlayar menuju sisi lain dari danau itu. Sehingga banyak
orang bergegas mendatangi sisi lain danau itu melalui jalan darat, berkumpulah masa yang semakin lama semakin banyak selagi
murid-murid itu dalam pelayaran ke seberang danau. Beberapa dari masa ini sebenarnya telah tiba lebih dahulu daripada
kapal kecil ini, sementara orang banyak
lainnya tiba agak belakangan.
Ketika Yesus
melihat domba-domba ini tanpa ada satu
gembalapun (ingat bahwa Yohanes sudah meninggal), Yesus digerakan belas kasih, mulai mengajar mereka mengenai banyak hal Kerajaan
Allah, serta juga menyembuhkan banyak orang yang sakit ( Lukas 9:11). Nampakya
sejak awal hari itu Yesus Kristus telah mengajukan pertanyaan bagaimana
kerumunan besar ini harus diberi makan (Yohanes 6:5 dan seterusnya). Ketika hari
menjadi siang, dampak pertanyaan Yesus sebelumnya tadi mulai mencengkram murid-murid. Solusi
mereka adalah membubarkan kerumunan
orang banyak dan membiarkan mereka untuk mencari makan bagi diri mereka
sendiri. Berangkali ada sebuah masalah besar dengan kemanusiaan mereka yang
terungkap disini, karena mereka semula
datang dengan mengharapkan sebuah hari
yang tenang bersama dengan Tuhan untuk diri mereka sendiri. Mereka berangkali
telah bertemu dengan semua orang yang mereka pedulikan ini dalam tur
penyampaian kabar baik.
Kemustahilan
situasi ini disampaikan dalam diskusi Yesus dengan Filipus. Shepard berpendapat[J. W. Shepard, The Christ of the
Gospels (Grand Rapids: Eerdmans, 1939), hal. 262.], Filipus, berlaku
seperti seorang pencatan keuangan, melakukanpenghitungan biaya dari setiap orang untuk menerima bahkan untuk
sekeping makanan kecil. Ketika murid-murid diperintahkan untuk menilai situasi secara lebih seksama ,
lima roti (bukan roti dalam pengertian yang kita kenal tetapi lebih seperti biskuit)
dan dua ikan kecil seperti sarden yang didapat dari bekal seorang anak
laki-laki. Tetapi bagaimana ini dapat membantu?
Yesus telah menginstruksikan murid-murid-Nya untuk mengatur mereka dalam kelompok-kelompok yang terdiri 50 atau 100 orang, kaum perempuan dan anak-anak duduk terpisah dari laki-laki, menurut tata cara Yahudi [“Berdasarkan kebiasaan-kebiasaan timur, maka anak-anak dan wanita dipisahkan. Inilah yang menjelaskan mengapa, sebagaimana dikisahkan injil sinoptik, hanya laki-laki saja yang dihitung, padahal ada perempuan dan anak-anak.” Godet, dikutip oleh R. C. Trench, pada bagian catatan-catatan Miracles of Our Lord (Grand Rapids: Baker, 1949), hal. 166, catatan kaki no.3.]. Setelah memberkati roti dan ikan [“Pasti ada sedikit keraguan, therefore, that the words which Jesus spake, whether in Aramean, Greek, or Hebrew, were those so well known: ‘Blessed art Thou, Jehovah our God, King of the world, Who causes to come forth … bread from the earth.’” Edersheim, Life and Times, I, p. 684.], Yesus membagikan makanan melalui sarana-sarana yaitu murid-murid. Walaupun bukan makanan yang mewah [“Ketika kita membaca lima roti jelai,kita mempelajari dari hal ini,tanpa sedikit keraguan , jamuan makan dari Tuhan dan para pengikut-Nya adalah jamuan makan dengan makanan yang paling buruk. Memang benar,roti jelai, dalam makna peribahasa yang paling dalam adalah paling kasar. Oleh karena itu,sebagaimana Mishnah , sementara semua orang lain menyajikan makanan yang terbuat dari gandum, makanan yang dibawa oleh perempuan yang dituduh sebagai pelacur pasti terbuat dari jelai, karena (sebagaimana R. Gamaliel tuliskan), ‘seperti tindak-tanduknya berasal dari binatang, sehingga sajiannya juga merupakan makanan untuk binatang.’” Edersheim, Life and Times, I, hal. 681-682.], makanan itu sangat cukup, bagi semua yang makan ada terpenuhi (Yohanes 6:12). Sisa-sisa porsi makanan dikumpulkan sehingga tidak terbuang percuma, dan, secara signifikan, tersisa 12 keranjang [“Kata untuk keranjang disini (kophinos) , berarti sebuah wadah makanan dari anyaman semacam yang digunakan para murid untuk membawa persediaan-persediaan dalam sebuah perjalanan. Juvenal menyebutkan wadah anyaman ini biasa digunakan oleh orang Roma Yahudi yang miskin. Mereka membawa sendiri bekal makanan mereka agar makanan itu tidak tercemar oleh makanan orang bukan Yahudi.” Ralph Earle, The Gospel According to Mark (Grand Rapids: Zondervan, 1957), hal. 87.] penuh, satu orang menerima satu keranjang untuk dibawa, hal ini menjadi sebuah obyek pelajaran yang saya mau ambil.
Yesus telah menginstruksikan murid-murid-Nya untuk mengatur mereka dalam kelompok-kelompok yang terdiri 50 atau 100 orang, kaum perempuan dan anak-anak duduk terpisah dari laki-laki, menurut tata cara Yahudi [“Berdasarkan kebiasaan-kebiasaan timur, maka anak-anak dan wanita dipisahkan. Inilah yang menjelaskan mengapa, sebagaimana dikisahkan injil sinoptik, hanya laki-laki saja yang dihitung, padahal ada perempuan dan anak-anak.” Godet, dikutip oleh R. C. Trench, pada bagian catatan-catatan Miracles of Our Lord (Grand Rapids: Baker, 1949), hal. 166, catatan kaki no.3.]. Setelah memberkati roti dan ikan [“Pasti ada sedikit keraguan, therefore, that the words which Jesus spake, whether in Aramean, Greek, or Hebrew, were those so well known: ‘Blessed art Thou, Jehovah our God, King of the world, Who causes to come forth … bread from the earth.’” Edersheim, Life and Times, I, p. 684.], Yesus membagikan makanan melalui sarana-sarana yaitu murid-murid. Walaupun bukan makanan yang mewah [“Ketika kita membaca lima roti jelai,kita mempelajari dari hal ini,tanpa sedikit keraguan , jamuan makan dari Tuhan dan para pengikut-Nya adalah jamuan makan dengan makanan yang paling buruk. Memang benar,roti jelai, dalam makna peribahasa yang paling dalam adalah paling kasar. Oleh karena itu,sebagaimana Mishnah , sementara semua orang lain menyajikan makanan yang terbuat dari gandum, makanan yang dibawa oleh perempuan yang dituduh sebagai pelacur pasti terbuat dari jelai, karena (sebagaimana R. Gamaliel tuliskan), ‘seperti tindak-tanduknya berasal dari binatang, sehingga sajiannya juga merupakan makanan untuk binatang.’” Edersheim, Life and Times, I, hal. 681-682.], makanan itu sangat cukup, bagi semua yang makan ada terpenuhi (Yohanes 6:12). Sisa-sisa porsi makanan dikumpulkan sehingga tidak terbuang percuma, dan, secara signifikan, tersisa 12 keranjang [“Kata untuk keranjang disini (kophinos) , berarti sebuah wadah makanan dari anyaman semacam yang digunakan para murid untuk membawa persediaan-persediaan dalam sebuah perjalanan. Juvenal menyebutkan wadah anyaman ini biasa digunakan oleh orang Roma Yahudi yang miskin. Mereka membawa sendiri bekal makanan mereka agar makanan itu tidak tercemar oleh makanan orang bukan Yahudi.” Ralph Earle, The Gospel According to Mark (Grand Rapids: Zondervan, 1957), hal. 87.] penuh, satu orang menerima satu keranjang untuk dibawa, hal ini menjadi sebuah obyek pelajaran yang saya mau ambil.
Mujizat ini
telah dijelaskan dalam ragam cara. Kaum
liberal, berusaha dengan segala daya untuk menghindari aspek supernatural, kelompok liberal telah menjelaskan ini
sebagai sebuah ‘mujizat’ didalam hati
kerumunan orang banyak. Kerumunan yang
egois ini memiliki banyak makanan yang
mereka bawa, kita diberitahu mengenai ini, tetapi mereka tidak ingin
membagikannya dengan mereka yang tidak memiliki. Ketika contoh anak
laki-laki murah hati ditunjukan didepan
orang banyak oleh Yesus, setiap orang
merasa malu dan mengeluarkan bawaan makanan mereka untuk dibagikan dengan yang
lain. Pasti ini tidak sesuai dengan catatan injil.
Kelompok
lainnya bahwa itu adalah makanan sacramental, dimana setiap orang hanyalah
menerima penganan kecil, seperti kita menerima roti dalam perjamun kudus. Sangatlah sulit untuk melihat
bagaimana kerumunan orang banyak ini
dapat ‘dikenyangkan” dengan potongan
kecil seperti itu. Juga sulit untuk
melihat sebagaimana para penulis injil telah mencatatnya sebagai sebuah mujizat sepenuh-penuhnya. Jika kita tidak mau
menerima hal semacam ini, maka mari kita
katakana para penulis injil adalah para penipu dan semua karya
tulis mereka adalah fiksi belaka.
Matius dan Markus memberitahukan kepada kita bahwa Yesus telah menginstruksikan secara tegas kepada murid-murid-Nya untuk naik keatas perahu dan pergi mendahuluinya ke Bethsaida, sementara Dia tetap tinggal untuk membubarkan kerumuan orang banyak. Yohanes mengatakan kepada kita alas an yang terlihat sangat tidak biasa bagi murid-murid ini : kerumunan orang banyak ini bersikukuh untuk menjadikan Yesus sebagai raja mereka. Yesus berupaya mejauhi kerumunan orang banyak ini, sehubungan dengan meningginya pengharapan-pengharapan mesianik, tetapi sebaliknyalah yang dilakukan Yesus, tidak membiarkan mereka mengerumuninya dan mempertunjukan mujizat yang dapat menjadi bahan bakar tambahan untuk menggelorakan api pengharapan-pengharapan Mesiah. Cukup sulit untuk menghadapi kerumunan besar ini sendirian. Murid-murid-Nya (yang juga memiliki pengharapan mesianik tersendiri yang juga meninggi, berangkali lebih tinggi darpada kerumunan itu) akan dapat membuat situasi menjadi buruk.
Selanjutnya : Berjalan di atasAir, Percakapan tentang Roti Hidup
Israel’s Hour of Decision (John 6:1-71)| diterjemahkan dan diedit oleh : Martin Simamora
No comments:
Post a Comment