Bacalah terlebih dahulu bagian 1 di sini dan bagian 2 di sini
Oleh : Bob Deffinbaugh, Th.M
(2)Kelegaan didalam Janji Kristus. Ini membawa kita kepada basis kedua terkait kelegaan dalam kehadiran kematian, dan itu adalah janji dari Tuhan kita kala Dia berkata ,
(25) Jawab Yesus: "Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati, (26) dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepada-Ku, tidak akan mati selama-lamanya. (Yohanes 11:25,26a)
Janji Yesus kepada dua bersaudari tersebut, bahkan disampaikan pada saat pemberitahuan awal sakit yang diderita Lazarus adalah : bahwa sakit yang dideritanya tidak akan berujung pada kematian ( ayat 3,4). Janji dari sang Guru adalah sumber kelegaan besar, bahkan dalam ketidakhadiran-Nya. Tetapi bagi kita, janji itu adalah jaminan kekal ketika Tuan kita sendiri bangkit dalam kemenangan dari kubur. Jika kematian tidak dapat menahan Dia, maka tidak juga ada yang bisa menghalangi antara Dia dan kita. Pengharapan kita akan hidup setelah kubur didasarkan pada janji-Nya, dan janji-Nya adalah pasti karena kuasa-Nya atas kematian dan kubur (bandingkan dengan 1 Korintus 15:12 dan seterusnya).
(3)Kelegaan dalam Pribadi Tuhan kita Maria dan Marta tidak hanya menemukan kelegaan didalam kehadiran-Nya, dan didalam janji-Nya, tetapi didalam pribadi-Nya. Janji Tuhan kita kepada Maria dan Marta berakar dalam pribadi-Nya. Yesus berkata kepada mereka ,” Jawab Yesus: "Akulah kebangkitan dan hidup” (Yohanes 11:25a). Mereka yang memahami Yesus semata seorang yang baik, seorang guru yang terkenal, tidak akan mendapatkan kelegaan besar didalam Dia pada saat kematian dan kesedihan. Berangkali pengakuan iman yang diekspresikan oleh Marta bahkan lebih besar daripada yang dinyatakan oleh Petrus, karena bahkan pada saat pencobaan dan ujian hebat berlangsung, Marta mampu membuat peneguhan iman kepada pribadi Kristus : “Jawab Marta: "Ya, Tuhan, aku percaya, bahwa Engkaulah Mesias, Anak Allah, Dia yang akan datang ke dalam dunia" (Yohanes 11:27).
Mereka yang meletakan iman mereka dalam diri Yesus Kristus sebagai Anak Allah yang telah masuk kedalam dunia untuk menyelamatkan orang-orang berdosa, Dia adalah kebangkitan dan hidup, tidak perlu lagi merasa takut dalam menghadapi kematian. Mereka yang mempercayakan dirinya kepada pribadi-Nya diyakinkan akan kehadiran-Nya (Ibrani 13:5 Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau), dan dapat tinggal didalam janji-janji-Nya.
Kelegaan dalam Kuasa Kristus Atas Kematian
(Yohanes 11:38-44)
Ciri paling mengagumkan dari mujizat ini adalah kesingkatan dan kesederhanaan paparannya. Tidak akan ditemukan di bagian lain manapun adanya imbuhan-imbuhan tulisan-tulisan palsu lainnya dari masa ini. Yesus hanya memerintahkan batu itu disingkirkan [“Menurut Lampe-pakar Talmud, mengutip dari Maimonides, adalah terlarang untuk membuka sebuah kubur setelah batu ditempatkan menutupnya. Disamping bahaya lainnya, mereka mencemaskan menjadi najis menurut hukum oleh kontak dengan mayat. Oleh karena itu mereka menghindar mendekati sebuah kubur lebih dari empat hasta.” Brown, The Four Gospels, hal. 419.], dan dengan suara yang nyaring,memerintahkan Lazarus untuk keluar [Suara nyaring Yesus di kubur Lazarus kontras dengan bisik dan komat-kamit para penyembuh magis (bandingkan dengan Yesaya 8:19).Juga, Kita mesti memperhatikan bahwa andaikan Yesus tidak menyebutkan Lazarus secara khusus sebagai orang yang harus keluar, setiap mayat dalam jangkauan suaranya semestinya keluar dari kubur-kubur mereka.]. Bahkan setelah empat hari berada didalam kubur, ketika semua pengharapan untuk sembuh telah lenyap [“Adalah pemikiran umum pada orang-orang Yahudi bahwa jasad mulai rusak pada hari ke-empat, dimana empedu sudah terlepas, yang disebabkan oleh pedang malaikat dan menyebabkannya meninggal, kemudian efeknya mulai bekerja, dan wajahnya berubah dan jiwanya melakukan perjalanan akhir meninggalkan tempat tubuhnya disemayamkan.” Edersheim, Life and Times, II, hal. 324-325.], Lazarus keluar dari kubur.
Dengan obsesi masa
kini terkait kehidupan setelah kematian,manusia
zaman sekarang memiliki hasrat
untuk mengetahui lebih detail akan apa yang dialami Lazarus selama empat hari
tersebut. Kita mestinya senang mendengar percakapan-percakapan dalam catatan
injil Yohanes yang berlangsung antara orang-orang yang dipersatukan kembali,
tetapi tanpa komentar Yohanes melewatkan hal-hal semacam ini. Muizat ini
dilakukan sebagai sebuah tanda. Doa
Tuhan kita ditujukan terutama untuk keuntungan mereka yang berdiri bersama-Nya. Apa yang penting adalah respon
manusia terhadap mujizat yang telah
terjadi ini.
Puncak Penghukuman Kristus Yang Membawa Kematian
(Yohanes 11:45-43)
Dalam beberapa hal, ya ada banyak orang-orang Yahudi yang terpikat untuk mengakui Yesus menjadi Mesias mereka melalui mujiazat ini, seperti halnya Marta yang telah mengakui Yesus adalah Mesias(ayat 45, bandingkan dengan ayat 21). Pembangkitan Lazarus adalah sebuah tanda bagi mereka yang tidak dapat diabaikan. Akibatnya, banyak yang menjadi percaya kepada Yesus Kristus.
Puncak Penghukuman Kristus Yang Membawa Kematian
(Yohanes 11:45-43)
Dalam beberapa hal, ya ada banyak orang-orang Yahudi yang terpikat untuk mengakui Yesus menjadi Mesias mereka melalui mujiazat ini, seperti halnya Marta yang telah mengakui Yesus adalah Mesias(ayat 45, bandingkan dengan ayat 21). Pembangkitan Lazarus adalah sebuah tanda bagi mereka yang tidak dapat diabaikan. Akibatnya, banyak yang menjadi percaya kepada Yesus Kristus.
Bagi mereka yang memilih untuk tidak percaya, mujizat ini
bukanlah sebuah hal yang bisa diabaikan
juga. Ketika perihal ini dengan cepat diketahui oleh para pemimpin Yahudi di
Yerusalem ( ayat 46), mereka mengadakan
rapat Sanhendrin untuk memutuskan apa yang seharusnya dilakukan. Mereka
harus mengakui bahwa itu adalah sebuah mujizat. Mereka bahkan membenarkan bahwa
itu adalah sebuah tanda ( ayat 47 "Apakah yang harus kita buat? Sebab orang itu membuat banyak mujizat.).
Tetapi oleh keras kepalanya mereka telah
menolak untuk sampai pada kesimpulan
bahwa ini tak terelakan adalah tanda.
Walaupun mereka telah menolak untuk percaya, orang banyak kelihatannya menjadi
yakin bahwa Yesus adalah Mesias.
Jikapun pernah ada keraguan yang menjadi alasan nyata
mengapa para pemimpin Yahudi menolak untuk mengakui Yesus sebagai Mesias, ayat
48 ,mengungkapkannya dengan penjelasan yang
teramat jelas :” Apabila kita biarkan Dia, maka semua orang akan percaya kepada-Nya dan
orang-orang Roma akan datang dan akan merampas tempat suci kita serta bangsa
kita." Uang dan kekuasaan, dua hal inilah yang membuat para
pemimpin Yahudi menolak untuk
menjatuhkan diri mereka di kaki Yesus. Kerajaan Yesus tidak seperti yang telah
mereka angan-angankan. Mereka menginginkan kedudukan yang
mereka miliki dalam rejim yang
terlihat jauh lebih hebat daripada apa yang Dia hendak tawarkan
kepada mereka. Mereka, seperti juga halnya semua yang menjadi bagian “kelompok
kemapanan,” menginginkan status quo (mengekalkan keadaan yang sedang dimiliki).
Mereka memiliki kekuasaan, pengaruh, gengsi. Lebih dari ini, mereka memiliki kekayaan.
Jika Yesus digaung-gaungkan sebagai Raja Israel, Roma dapat memandang ini
sebagai pengkhianatan. Para pemimpin Yahudi dapat dimintai pertanggung jawaban,
dan seluruh kemapanan akan dirampas dari tangan mereka. Ini adalah sebuah harga yang terlampau
mahal untuk mereka bayar.
Apa yang telah
dipikirkan secara diam-diam oleh semua anggota konsili Sanhedrin kini dinyatakan secara berani oleh
Kayafas, seorang imam tinggi Saduki :” "Kamu tidak tahu apa-apa, dan kamu
tidak insaf, bahwa lebih berguna bagimu, jika satu orang mati untuk bangsa kita
dari pada seluruh bangsa kita ini binasa" (Yohanes 11:48b,
50).
Pernyataan Kayafas ini dipahami pada dua level. Hal terutama, Kayafas
bermaksud untuk mengatakan bahwa itulah satu-satunya yang masuk akal bahwa
satu orang harus dikorbankan demi
melindungi dan melestarikan sebuah bangsa. Lebih baik mengorbankan seseorang daripada sebuah
bangsa, itu yang dapat kita katakan.
Apa yang dahulu masih menjadi maksud yang tidak resmi para pemimpin
Yahudi kini telah menjadi kebijakan dan
sikap yang resmi. Ini adalah
permulaan kesudahan.
Tetapi karena posisinya sebagai imam besar,
kata-katanya dimaksudkan untuk
dijalankan dalam sebuah makna yang jauh
lebih dalam. Mereka benar-benar sebuah nubuat kematian korban Kristus bagi
dosa-dosa dunia (ayat 51,52). Bahkan sebagaimana telah diprediksikan oleh
nabi-nabi dalam Perjanjian Lama, Tuhan akan mengutus Mesias-Nya sehingga
melalui kematian-Nya yang bersifat substitusi,
manusia menjadi dapat direkonsiliasikan dengan diri-Nya sendiri.
Kesimpulan dan Aplikasi
Interprerasi Sejarah
Berdasarkan sejarah, sejauh injil Yohanes mengemukakannya, pembangkitan Lazarus adalah titik penyingkapan yang tinggi akan diri Yesus kepada manusia. Ini tak diragukan merupakan mujizat terbesar dalam pelayanan-Nya. Dalam bahasa manusia, tidak ada pengharapan pemulihan, namun demikian pada titik ketakberdayaan dan ketakberpengharapan absolut, Yesus telah memberikan hidup kepada yang mati. Keterkaitan rohani jelas terlihat, karena semua manusia adalah “mati” didalam pelanggaran-pelanggarana dan dosa-dosa ( Efesus 2:1-3). Ketika kita tiba pada titik yang jelas-jelas tak berpengharapan dan ketidakpercayaan diri, kita mendapatkan bahwa apa yang tidak pernah dapat kita lakukan untuk mendapatkan hidup kekal, Tuhan telah sedikan sebagai pemberian gratis ( Roma 3:20-25; Efesus 2:8-10). Yesus Kristus telah datang, tidak untuk membantu manusia dalam perjuangan mereka menuju surga, tetapi untuk memberikan hidup kepada mereka yang mati. Sebagaimana Dia telah memberikan hidup kepada Lazarus, demikian juga Dia sedang menawarkan kehidupan rohani kepada semua manusia, diatas dasar iman.
Sebagaimana dipahami bahwa mujizat ini adalah titik pewahyuan yang tinggi akan diri Yesus sebagai Mesias, Anak Allah, maka juga menjadi indikator perlawanan dan penolakan yang tinggi terhadap diri Kristus. Dihadapan bukti yang paling tidak bisa dibantah, para pemimpin Yahudi memilih untuk mengesampingkan bukti demi mempercepat dan menghukum mati Juru selamat. Sekali lagi, penolakan manusia bukan didasarkan pada bukti yang lemah, tetapi pada pembusukan moral dan penolakan sepenuh hati akan kebenaran. Yesus tidak dikejutkan oleh keadaan ini, karena Dia telah berkata dalam injil Lukas ,”Jika mereka tidak mendengarkan Musa dan nabi-nabi, maka tidak juga mereka diyakinkan jika ada seseorang yang bangkit dari kematian” (Lukas 16:31).
Mujizat ini juga mengantisipasi datangnya kematian Yesus dan menjamin fakta
bahwa Dia akan bangkit dari kematian, sebagaimana yang telah Dia katakan kepada murid-murid-Nya (bandingkan dengan Matius 16:21;
20:18-19). Jika Yesus memiliki kuasa
atas kematian dan kubur, maka pastilah kematian tidak dapat menahan Dia didalam
kubur.
Implikasi dan Aplikasi
Menambahkan alasan-alasan utama yang dikemukana injil Yohanes untuk mujizat ini, ada sejumlah pelajaran bagi kita dalam cara penarapan yang praktis. Pertama, mujizat ini memperhadapkan manusia dengan keputusan yang sama sebagaimana dibuat oleh orang-orang pada era Yesus : Apa yang akan engkau lakukan dengan Yesus ? Anda haru menerima Dia sebagai Juru selamat dan Anak Allah, atau anda harus menolak Dia sebagai seorang yang palsu dan seorang penipu. Dia tidak bisa tidak salah satu diantaran. Jika kita menerima kisah-kisah injil secara serius sepenuhnya maka kita harus menghadapi takdir keputusan menentukan yang sama sebagaimana mereka yang telah menyaksikan pekerjaan-pekerjaan-Nya kala berada di bumi.
Juga, kita diperlihatkan dengan sebuah pandangan Kristen
mengenai kematian. Kematian yang dihadapi dengan iman kepada pribadi dan karya
Tuhan Yesus Kristus tidak akan menakutkan, karena Dia adalah kebangkitan dan
hidup. Jika kita mempercayakan seluruh keberadaan kita didalam Dia sebagai Anak
Allah dan Juru selamat yang datang,
sebagaimana juga dengan Marta, maka kita
tidak perlu ketakutan dengan kubur.
Orang Kristen dapat percaya dengan
pasti bahwa kematian ada dalam kehendak Tuhan dan maksudnya adalah untuk
mendatangkan kemuliaan Tuhan. Kematian, dalam terminologi Kristen hanyalah tidur, karena kematian
adalah keadaan sesaat, yang akan berakhir pada saat panggilan Kristus kepada semua yang menjadi milik-Nya (bandingkan dengan 1
Tesalonika 4:13-13; 1 Korintus 15). Walaupun kita akan meratap sebagaimana
Maria dan Marta, kesedihan kita
sangatlah berbeda dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki
pengharapan ( 1 Tesalonika 4:13).
Ada banyak yang
harus dipelajari pada soal penderitaan Kristen. Tujuan Tuhan adalah bukan agar tidak seorangpun milik-Nya mengalami
penderitaan, karena bahkan Anak-Nya
mengalami penderitaan yang tak terkatakan. Tujuan Tuhan dalam penderitaan
adalah untuk memperkuat iman (bandingkan dengan Yohanes 11:14-15). Kerap kali
orang-orang Kristen menentang
kemungkinan penderitaan terlihat menganggap bahwa maksud atau tujuan Tuhan tertinggi agar kita
menjadi bebas dari derita, ketika
tujuan-Nya adalah untuk membangun
iman kita melalui pencobaan-pencobaan dan ujian-ujian (bandingkan dengan
Yakobus 1:2-4).
Dalam cara yang sangat indah nas kita ini memberitahu
kita bahwa maksud-maksud Tuhan dan kuasa-Nya tidak pernah dapat dipisahkan dari
kasih-Nya yang kekal bagi milik-Nya. “Yesus menangis.” Itu adalah ayat yang
saya ingin anda untuk mengingat terkait nas ini, karena “Yesus menangis” adalah
kasih-Nya yang besar, dikombinasikan dengan kuasanya yang tak terbatas
menuntaskan mujizat ini. “Yesus menangis”
adalah kasih-Nya yang tak terukurkan, yang memotivasi maksudnya yang tak
terselami untuk membuat penderitaan mendatangkan kemuliaan bagi Diri-Nya
sendiri dan untuk menguatkan iman mereka
yang menjadi milik-Nya. Sobatku, mari kita jangan pernah berupaya untuk mencari
dalih
terhadap tindakan-tindakan Tuhan, terkait apakah itu hal menyakitkan
atau menyenangkan, itu untuk kemuliaan Tuhan.
Selesai
Selesai
The Resurrection and the Life (John 11:1-53)| diterjemahkan dan diedit oleh : Martin Simamora
No comments:
Post a Comment