Oleh
: Bob Deffinbaugh, Th.M
(Yohanes 11:1-53)
Saya hendak membagikan kepada saudara-saudari sebuah peristiwa mujizat terbesar dalam hidup dan pelayanan Yesus, membangkitkan Lazarus dari kubur. Sebuah kisah yang hanya dicatat dalam injil Yohanes, bab 11 [Ahli-ahli Liberal kebanyakan menggunakan fakta semacam ini, menyatakan ketiadaan mujizat ini dalam injil-injil synoptik (Matius, Markus dan Lukas) sebagai bukti bahwa tidak pernah ada sama sekali mujizat semacam ini. Shepard merangkumkan posisi orthodox ketika dia menulis, “Tidak ada dasar yang kuat untuk mempertanyakan ketepatan literal dari catatan evangelikal ini. Keberatan yang dikemukakan, bahwa mujizat ini tidak disebutkan oleh injil-injil synoptik, diimbangi oleh fakta bahwa injil Yohanes juga tidak menyebutkan pembangkitan anak perempuan Yairus (Matius 9:22,26) dan juga tidak menyebutkan kisah anak janda di Nain (Lukas 7:11-17). Fakta yang ada, Yohanes memberikan penekanan spesial dalam injilnya pada pelayanan Yerusalem dan Yudea, sementara itu pada injil-injil Synoptik lebih menekankan pada pelayanan Galilea. Terlebih lagi, ketajaman detail yang dramatis, penggambaran pribadi-pribadi yang luar biasa, dan banyaknya peristiwa yang menyentuh catatan sejarah, menyingkirkan ruang untuk meragukannya, bahwa seorang saksi mata telah menuliskan kejadian ini. Yohanes menggunakan kisah ini untuk memperlihatkan pribadi ilahi dari Juru selamat. Tanda ini terkait dengan keseluruhan argumen yang tak terpisahkan dari injil ke-empat. Dia yang mempertanyakannya akan juga meragukan keilahian Kristus dan kebangkitan-Nya dari kematian.” J. W. Shepard, The Christ of the Gospels (Grand Rapids: Eerdmans, 1939), hal 432.Untuk diskusi yang lebih utuh terkait isu-isu ini, bandingkan dengan Leon Morris, The Gospel According to John (Grand Rapids: Eerdmans, 1971), hal. 532-536. Interpretasi-interpreatasi liberal lainnya didiskusikan dan disanggah oleh Alford Edersheim, The Life and Times of Jesus the Messiah (Grand Rapids: Eerdmans, New American Edition 1965), II, hal. 310-312.].
(Yohanes 11:1-53)
Saya hendak membagikan kepada saudara-saudari sebuah peristiwa mujizat terbesar dalam hidup dan pelayanan Yesus, membangkitkan Lazarus dari kubur. Sebuah kisah yang hanya dicatat dalam injil Yohanes, bab 11 [Ahli-ahli Liberal kebanyakan menggunakan fakta semacam ini, menyatakan ketiadaan mujizat ini dalam injil-injil synoptik (Matius, Markus dan Lukas) sebagai bukti bahwa tidak pernah ada sama sekali mujizat semacam ini. Shepard merangkumkan posisi orthodox ketika dia menulis, “Tidak ada dasar yang kuat untuk mempertanyakan ketepatan literal dari catatan evangelikal ini. Keberatan yang dikemukakan, bahwa mujizat ini tidak disebutkan oleh injil-injil synoptik, diimbangi oleh fakta bahwa injil Yohanes juga tidak menyebutkan pembangkitan anak perempuan Yairus (Matius 9:22,26) dan juga tidak menyebutkan kisah anak janda di Nain (Lukas 7:11-17). Fakta yang ada, Yohanes memberikan penekanan spesial dalam injilnya pada pelayanan Yerusalem dan Yudea, sementara itu pada injil-injil Synoptik lebih menekankan pada pelayanan Galilea. Terlebih lagi, ketajaman detail yang dramatis, penggambaran pribadi-pribadi yang luar biasa, dan banyaknya peristiwa yang menyentuh catatan sejarah, menyingkirkan ruang untuk meragukannya, bahwa seorang saksi mata telah menuliskan kejadian ini. Yohanes menggunakan kisah ini untuk memperlihatkan pribadi ilahi dari Juru selamat. Tanda ini terkait dengan keseluruhan argumen yang tak terpisahkan dari injil ke-empat. Dia yang mempertanyakannya akan juga meragukan keilahian Kristus dan kebangkitan-Nya dari kematian.” J. W. Shepard, The Christ of the Gospels (Grand Rapids: Eerdmans, 1939), hal 432.Untuk diskusi yang lebih utuh terkait isu-isu ini, bandingkan dengan Leon Morris, The Gospel According to John (Grand Rapids: Eerdmans, 1971), hal. 532-536. Interpretasi-interpreatasi liberal lainnya didiskusikan dan disanggah oleh Alford Edersheim, The Life and Times of Jesus the Messiah (Grand Rapids: Eerdmans, New American Edition 1965), II, hal. 310-312.].
Kelegaan dalam Tujuan Kematian
(Yohanes 11:1-6)
Dari ayat terakhir pada Yohanes bab 10, kita dapat menyimpulkan bahwa Yesus ada di Perea, kira-kira 20 mil dari rumah Maria, Martha, dan Lazarus ketika berita sampai kepada sang Guru bahwa Lazarus sudah dalam keadaan amat sekarat ( Yohanes 11:3). Kala kita menyatukan bersama-sama rincian-rincian dari kisah ini, terlihat bahwa bahkan pada saat berita itu sampai kepada Juru selamat, Lazarus sudah meninggal dunia [Ketika Yesus menerima berita mengenai Lazarus yang sakit, dia menunggu dua hari sebelum meninggalkan rumah Maria dan Marta di Bethany. Perjalanan dapat memakan waktu satu hari, total 3 hari sejak kematian. Tetapi ketika Yesus sampai, Lazarus sudah berada didalam kubur selama empat hari. Jadi kita dapat menyimpulkan bahwa Lazarus telah mati tak lama setelah pembawa pesan meninggalkan Marta dan Maria dan beberapa jam sebelum sampai pada Yesus dengan berita dari Maria dan Marta]. Maria dan Marta kita ketahui dari Lukas 10:38-42. Pada Yohanes bab 12, kita diberitahukan Maria mengurapi kaki Yesus dalam persiapan kematian dan penguburan-Nya. Dalam berita penting yang dikirimkan kepada sang Guru, jelas terlihat sebuah keyakinan dan iman terhadap Dia baik sebagai Juru selamat dan Sahabat. Yesus hanya diinformasikan mengenai keadaannya. Tidak ada permintaan yang diajukan terkait tindakan yang seharusnya dilakukan oleh Yesus. Mereka tahu bahwa Yesus akan melakukan apa yang terbaik.
Apa yang
sebenarnya telah dilakukan Yesus sepenuhnya mengejutkan, karena kita akan
mengharapkan Dia untuk menyembuhkan (atau membangkitkan) Lazarus dari jauh (bandingkan
dengan Matius 8:5-13). Setidak-tidaknya, kita akan mengharapkan
Dia untuk segera pergi ke Bethany.
Tetapi sebaliknya Dia berniat untuk
tetap tinggal dulu selama dua hari (ayat 6). Murid-murid pastilah tidak mempertanyakan keputusan
Yesus, dengan mengasumsikan bahwa hal
ini adalah soal logika. Bethany hanya
sejauh dua mil dari Yerusalem (ayat 13), dan orang-orang Yahudi telah berupaya
untuk menghukum mati Yesus di sana ( Yohanes 8:59; 10:39). Tidak masuk diakal
memasukan kepalamu kedalam mulut singa. Tetapi kepedulian terhadap keamanan
pribadi bukanlah hal yang dipedulikan sama sekali bagi Yesus, sebagaimana yang akan kita lihat
nanti. Alasan bagi Yesus untuk menundanya terkait dengan tujuan ilahi pada
kematian Lazarus.
Ketika Yesus
mendengar kabar itu, Ia berkata: "Penyakit itu
tidak akan membawa kematian, tetapi akan menyatakan kemuliaan Allah, sebab oleh
penyakit itu Anak Allah akan dimuliakan." (Yohanes 11:4)
Adalah kehendak Tuhan agar Lazarus mati, sementara Juru selamat yang dapat menyembuhkan dia ada sejauh dua puluh mil. Jika Tuhan adalah Tuhan atas semuanya, Yesus adalah Tuhan atas semuanya. Maka mustahil bagi Tuhan adalah Tuhan dan tidak mengemban tanggung jawab (pada puncaknya) atas semua hal yang sedang berlangsung. Dengan kalimat ini saya tidak sedang bermaksud untuk mengatakan bahwa Tuhan adalah sumber atas semua hal yang jahat, tetapi bahwa Tuhan bertanggungjawab termasuk atas keberadaan hal yang jahat, tragedi, dan penderitaan dalam rencana-Nya. Tuhan tidak menyebabkan dosa, tetapi Dia memang memiliki tujuan untuk menggunakan peristiwa dosa yang terjadi untuk menjalankan maksud-maksudnya (bandingkan dengan Kejadian 50:20 BIS “(20) Kalian telah bermupakat untuk berbuat jahat kepada saya, tetapi Allah mengubah kejahatan itu menjadi kebaikan, supaya dengan yang terjadi dahulu itu banyak orang yang hidup sekarang dapat diselamatkan.”)
Adalah kehendak Tuhan agar Lazarus mati, sementara Juru selamat yang dapat menyembuhkan dia ada sejauh dua puluh mil. Jika Tuhan adalah Tuhan atas semuanya, Yesus adalah Tuhan atas semuanya. Maka mustahil bagi Tuhan adalah Tuhan dan tidak mengemban tanggung jawab (pada puncaknya) atas semua hal yang sedang berlangsung. Dengan kalimat ini saya tidak sedang bermaksud untuk mengatakan bahwa Tuhan adalah sumber atas semua hal yang jahat, tetapi bahwa Tuhan bertanggungjawab termasuk atas keberadaan hal yang jahat, tragedi, dan penderitaan dalam rencana-Nya. Tuhan tidak menyebabkan dosa, tetapi Dia memang memiliki tujuan untuk menggunakan peristiwa dosa yang terjadi untuk menjalankan maksud-maksudnya (bandingkan dengan Kejadian 50:20 BIS “(20) Kalian telah bermupakat untuk berbuat jahat kepada saya, tetapi Allah mengubah kejahatan itu menjadi kebaikan, supaya dengan yang terjadi dahulu itu banyak orang yang hidup sekarang dapat diselamatkan.”)
Akibat yang
segera timbul dari kehendak Tuhan atas Lazarus adalah agar dia menjadi mati (
ayat 14), tetapi tujuan puncaknya adalah agar dia hidup (ayat 23). Inilah yang
menjadi alasan sang Guru mengatakan
kondisi kematiannya yang sementara sebagai tidur, karena dia akan segera
dibangunkan dari kematian.
Tujuan Tuhan
dalam kematian Lazarus adalah untuk memuliakan diri-Nya sendiri, melalui
pemuliaan Anak-Nya (ayat 4). Walaupun ada
waktu-waktu lainya dimana Yesus telah membangkitkan orang dari kematian,
peristiwa ini dilakukan setelah Lazarus
mati selama empat hari. Sementara pada peistiwa yang lain telah dibangkitkan
dari kematian di tempat-tempat yang lebih tertutup-tempat yang agak pelosok ( bandingkan dengan Matius 9:22-26; Lukas
7:11-17), pada peristiwa Lazarus terjadi
tepat di jantung Yudea,hanya dua mil dari Yerusalem. Ini merupakan penanda
level tinggi dari mujizat-mujizat yang
dilakukan Yesus. Pada pembangkitan Lazarus, Yesus telah diperlihatkan menjadi “kebangkitan dan hidup” (ayat 25).
Tidak ada bukti yang lebih besar dari diri Yesus dapat ditemukan di semua catatan-catatan
Injil.
Ini adalah kata-kata menghibur, balasan Yesus kepada Marta dan Maria : Lazarus hanya sesaat saja mati, dan yang lebih baik lagi kematiannya yang sesaat akan digunakan untuk memuliakan Tuhan melalui peninggian Anak. Dan hal ini, sahabat-sahabatku, memang pada hal inilah kita harus mendapatkan penghiburan juga. Kapanpun orang Kristen berhadap-hadapan dengan kematian, apakah merupakan kenyataan yang dialami sendiri, seorang anggota keluarga atau seorang sahabat, atau seorang yang tidak kita kenal, apakah sudah selamat atau belum selamat—kita harus menemukan kelegaan pada fakta kematian ini, setiap kematian adalah untuk kemuliaan Tuhan.
Ini adalah kata-kata menghibur, balasan Yesus kepada Marta dan Maria : Lazarus hanya sesaat saja mati, dan yang lebih baik lagi kematiannya yang sesaat akan digunakan untuk memuliakan Tuhan melalui peninggian Anak. Dan hal ini, sahabat-sahabatku, memang pada hal inilah kita harus mendapatkan penghiburan juga. Kapanpun orang Kristen berhadap-hadapan dengan kematian, apakah merupakan kenyataan yang dialami sendiri, seorang anggota keluarga atau seorang sahabat, atau seorang yang tidak kita kenal, apakah sudah selamat atau belum selamat—kita harus menemukan kelegaan pada fakta kematian ini, setiap kematian adalah untuk kemuliaan Tuhan.
Anda akan
paham bahwa saya untuk sesaat keluar
dari teks kita, tetapi kita telah sampai pada sebuah titik yang terlampau krusial untuk dilewatkan
tanpa komentar. Mari saya ajukan
beberapa alasan mengapa kematian adalah
untuk kemuliaan Tuhan. Hal terutama dari semuanya, kematian
menyingkapkan Tuhan itu kudus dan adil, Tuhan yang tidak dapat mengabaikan
dosa, tetapi yang harus menghukum dosa. Dia adalah Tuhan yang bersikap tegas terhadap dosa. Berabad-abad
lampau Tuhan telah mengatakan kepada Adam terkait buah terlarang,
“tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati." (Kejadian 2:17)
Paulus menuliskan bahwa “upah dosa adalah maut” (Roma 6:23). Berlawanan dengan pandangan populer, kematian tidak membuat Tuhan terlihat buruk. Kematian memperlihatkan betapa menghinanya dosa dalam pandangan Tuhan. Kematian menyingkapkan kekudusan dan keadilan Tuhan dengan memperlihatkan betapa kerasnya penghukuman terkait dosa. Fakta bahwa setiap manusia akan mati menyingkapkan bahwa Tuhan itu konsisten secara absolut dan tak tergoyahkan dalam penghakiman-Nya atas dosa.
“tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati." (Kejadian 2:17)
Paulus menuliskan bahwa “upah dosa adalah maut” (Roma 6:23). Berlawanan dengan pandangan populer, kematian tidak membuat Tuhan terlihat buruk. Kematian memperlihatkan betapa menghinanya dosa dalam pandangan Tuhan. Kematian menyingkapkan kekudusan dan keadilan Tuhan dengan memperlihatkan betapa kerasnya penghukuman terkait dosa. Fakta bahwa setiap manusia akan mati menyingkapkan bahwa Tuhan itu konsisten secara absolut dan tak tergoyahkan dalam penghakiman-Nya atas dosa.
Kedua, kematian membawa kemuliaan bagi Tuhan dalam
hal kematian adalah “musuh terakhir” yang atasnya Tuhan kita Yesus Kristus
akan mengalahkannya, dan dengan
melakukannya Yesus akan manifestasikan diri-Nya sebagai Tuhan atas semuanya ( bandingkan
1 Korintus 15:20-28). Ketiga, saya akan menyatakan bahwa kematian
dirancang untuk membawa kemuliaan bagi Tuhan melalui kesaksian kemenangan para
orang kudus-Nya dihadapan kematian. Dunia takut dan menghindari setiap pemikiran
tentang kematian. Orang Kristen tidak bersuka
dalam kematian, karena kematian adalah
sebuah pengingat yang buruk akan dosa, tetapi orang Kristen tidak takut
pada kematian. Sebaliknya, orang Kristen menganggap kematian adalah sebuah
musuh yang telah ditaklukan. Kematian
bagi orang Kristen adalah sebuah langkah yang diperlukan dalam memasuki
kediaman Tuhan yang hidup (bandingkan dengan 1 Korintus 15:50-58; Filipi
1:19-24; 2 Korintus 5:1-8).
Saya sudah
lama berpegang pada fakta bahwa kematian
adalah sebuah bagian dari maksud dan
rencana Tuhan untuk mendatangkan kemuliaan bagi diri-Nya sendiri. Dalam hal
ini, kita dapat menemukan kelegaan. Tetapi ditengah-tengah fakta bahwa Tuhan
telah menetapkan tujuan kematian untuk
memuliakan diri-Nya sendiri, marilah kita tidak kehilangan bagian lainnya yang
jelas dan mengumandang, menyeruak dari enam ayat pertama pada Yohanes 11—yaitu kedalaman
persahabatan dan kasih yang ada antara
Yesus dan Lazarus dan saudari-saudarinya: “Yesus memang
mengasihi Marta dan kakaknya dan Lazarus” (Yohanes 11:5).
Pada keseluruhan kisah pembangkitan Lazarus, persahabatan dan kasih yang intim dari Yesus terhadap keluarga ini digarisbawahi. Dan pada hal ini merupakan salah satu dari semua prinsip yang paling menghibur/melegakan untuk memperkuat dan melegakan kita dalam menghadapi kematian : TUJUAN TUHAN TIDAK PERNAH DIPISAHKAN DARI KASIHNYA TERHADAP MILIKNYA SENDIRI.
Terlalu sering mereka yang berdiri kokoh pada kebenaran akan kedaulatan Tuhan (sebagaimana juga saya doakan) cenderung mendepresiasi-menurunkan kasih Tuhan. Tujuan Tuhan tidak pernah mengorbankan kepentingan terbaik dari milik-Nya. Kasih Tuhan bagi milik-Nya tidak pernah menyerah terhadap tujuan-tujuan-Nya. Keduanya bergandengan tangan. Betapa melegakan seharusnya kita temukan dalam kebenaran semcam ini!
Selanjutnya : Kelegaan dalam Kemungkinan akan Kematian
The Resurrection and the Life (John 11:1-53)| diterjemahkan dan diedit oleh : Martin Simamora
Pada keseluruhan kisah pembangkitan Lazarus, persahabatan dan kasih yang intim dari Yesus terhadap keluarga ini digarisbawahi. Dan pada hal ini merupakan salah satu dari semua prinsip yang paling menghibur/melegakan untuk memperkuat dan melegakan kita dalam menghadapi kematian : TUJUAN TUHAN TIDAK PERNAH DIPISAHKAN DARI KASIHNYA TERHADAP MILIKNYA SENDIRI.
Terlalu sering mereka yang berdiri kokoh pada kebenaran akan kedaulatan Tuhan (sebagaimana juga saya doakan) cenderung mendepresiasi-menurunkan kasih Tuhan. Tujuan Tuhan tidak pernah mengorbankan kepentingan terbaik dari milik-Nya. Kasih Tuhan bagi milik-Nya tidak pernah menyerah terhadap tujuan-tujuan-Nya. Keduanya bergandengan tangan. Betapa melegakan seharusnya kita temukan dalam kebenaran semcam ini!
Selanjutnya : Kelegaan dalam Kemungkinan akan Kematian
The Resurrection and the Life (John 11:1-53)| diterjemahkan dan diedit oleh : Martin Simamora
No comments:
Post a Comment