Bacalah terlebih dahulu bagian 1 di sini
Oleh : Bob Deffinbaugh, Th.M
Kelegaan dalam Kemungkinan akan Kematian
(Yohanes 11:7-16)
Kepedulian utama murid-murid bukan terhadap kesedihan atas kematian Lazarus (karena mereka belum memahami bahwa dia memang telah mati-ayat 13), tetapi atas kemungkinan, atau lebih tepatnya lagi, probabilitas atas kematian yang dapat menimpa diri mereka sendiri jika mereka pergi ke Yudea bersama dengan Yesus. Setelah dua hari kematian Lazarus, Yesus menyatakan kepada murid-murid-Nya [“Dari hal tidak disebutkannya nama Petrus dan Tomas yang menonjol, hal ini setidaknya telah menimbulkan keraguan, apakah semua murid ada di sana.” Edersheim, Life and Times, II, hal. 313, catatan kaki no. 1.] bahwa mereka akan pergi ke Yudea. Bagi mereka, ini adalah bunuh diri (ayat 8 “Murid-murid itu berkata kepada-Nya: "Rabi, baru-baru ini orang-orang Yahudi mencoba melempari Engkau, masih maukah Engkau kembali ke sana?"). Pada titik ketakutan akan masa depan terkait kepastian yang nampak pasti semacam ini, Yesus telah meletakan prinsip lainnya bagi orang-orang Kristen di generasi manapun terkait bahaya dalam melayani sang Guru :
Oleh : Bob Deffinbaugh, Th.M
Kelegaan dalam Kemungkinan akan Kematian
(Yohanes 11:7-16)
Kepedulian utama murid-murid bukan terhadap kesedihan atas kematian Lazarus (karena mereka belum memahami bahwa dia memang telah mati-ayat 13), tetapi atas kemungkinan, atau lebih tepatnya lagi, probabilitas atas kematian yang dapat menimpa diri mereka sendiri jika mereka pergi ke Yudea bersama dengan Yesus. Setelah dua hari kematian Lazarus, Yesus menyatakan kepada murid-murid-Nya [“Dari hal tidak disebutkannya nama Petrus dan Tomas yang menonjol, hal ini setidaknya telah menimbulkan keraguan, apakah semua murid ada di sana.” Edersheim, Life and Times, II, hal. 313, catatan kaki no. 1.] bahwa mereka akan pergi ke Yudea. Bagi mereka, ini adalah bunuh diri (ayat 8 “Murid-murid itu berkata kepada-Nya: "Rabi, baru-baru ini orang-orang Yahudi mencoba melempari Engkau, masih maukah Engkau kembali ke sana?"). Pada titik ketakutan akan masa depan terkait kepastian yang nampak pasti semacam ini, Yesus telah meletakan prinsip lainnya bagi orang-orang Kristen di generasi manapun terkait bahaya dalam melayani sang Guru :
(9)Jawab Yesus: "Bukankah ada dua belas jam dalam satu hari? Siapa yang berjalan
pada siang hari, kakinya tidak terantuk, karena ia melihat terang dunia ini.(10)
Tetapi jikalau seorang berjalan pada malam hari, kakinya terantuk, karena
terang tidak ada di dalam dirinya."(Yohanes 11:9-10)
Yesus telah diperlihatkan sebagai
terang dunia ( Yohanes 8:12; 9:5). Jika terang dunia ada didalam diri kita (
sebab Dia memang jelas terang dunia ketika kita kita terlibat dalam
pelayanan-Nya), maka tidak ada bahaya akan
celaka atau terluka yang terjadi
diluar kehendak Tuhan. Manusia hanya tersandung kala terang tiada. Murid-murid
tidak perlu kuatir akan bahaya
bersifat fisik karena terang dunia ada bersama dengan mereka. Prinsipnya
kemudian bermuara pada hal ini : TIDAK
ADA RESIKO DALAM MENJALANKAN TUGAS YANG
TUHAN BERIKAN, HANYA AKAN ADA JIKA
MENGABAIKANNYA.
Ketika kita mengkomitmenkan diri kita untuk melakukan kehendak
Tuhan, maka kita memiliki, boleh dikatakan, sebuah hidup yang memesona asalkan kita memenuhi maksud Tuhan dalam
kehidupan kita. Ketika kita berada didalam bahaya yang nyata adalah ketika
kita menjauhkan diri dari tugas ilahi
untuk mengejar hasrat-hasrat kedagingan
kita yang egois. Orang-orang mengalami penderitaan dan meninggal dalam melayani
sang Raja (sebagaimana yang dialami oleh Yesus sendiri), tetapi hal semacam ini
adalah maksud dan rencana Tuhan bagi mereka ketika mereka melayani Tuhan. Tak
peduli seberapa besar bahaya yang dapat
muncul, itu semata adalah ilusi ketika kita berada pada tugas ilahi yang telah
ditunjukan bagi kita. Asalkan Tuhan
bekerja bagi kita untuk melakukannya dan
kita sepenuhnya terlibat didalam
pekerjaan itu, kita tidak dapat dihancurkan.
Setelah meletakan
prinsip ini, Yesus Kristus melanjutkan dengan menjelaskan kepada
murid-murid-Nya bahwa Lazarus memang
mati, dan bahwa kematian ini , menjadi bagian, untuk menguatkan iman
mereka sendiri. Murid-murid tidak sepenuhnya memahami apa yang telah dikatakan
Yesus, tetapi sebagaimana Tomas[“Satu keeping kecil bukti yang mendukung pandangan
bahwa Petrus tidak ada adalah fakta bahwa Tomas menjadi juru bicara bagi 12
murid dalam ayat 16. Normalnya kita harus mengharapkan Petrus untuk mengisi
peran itu.” Morris, John, hal. 535.] yang telah digambarkan
sebagai juru bicara mereka menyatakan, “Lalu Tomas, yang disebut Didimus,
berkata kepada teman-temannya, yaitu murid-murid yang lain: "Marilah kita
pergi juga untuk mati bersama-sama dengan Dia."(Yohanes
11:16).
Mereka bersedia lebih baik mati bersama dengan Dia daripada hidup tanpa Dia. Orang-orang ini sangat tidak takut untuk mati demi sang Juru selamat sebab mereka tidak yakin terkait bagaimana mereka dapat hidup tanpa Dia.
Mereka bersedia lebih baik mati bersama dengan Dia daripada hidup tanpa Dia. Orang-orang ini sangat tidak takut untuk mati demi sang Juru selamat sebab mereka tidak yakin terkait bagaimana mereka dapat hidup tanpa Dia.
Kelegaan dalam Menghadapi Kematian
(Yohanes 11:17-37
Saya akan melewatkan banyak detail dari kisah kematian dan penguburan Lazarus [“Empat hari yang menyedihkan dan hari-hari pergumulan berat bagi Maria dan Marta yang berduka. Mereka telah berpuasa pada hari pemakaman dan tidak makan apapun sejak itu kecuali telur atau kacang-kacangan hanya pada saat tertentu saja. Prosesi pemakaman sangatlah muram dengan lagu penguburan yang dialunkan seruling dan para sahabat yang menangis meratapi, mereka menangis sebagai orang yang tak memiliki pengharapan.’ Semua kemuraman yang mewarnai prosesi ini diikuti oleh Maria dan Marta,para tetangga, dan para saudara. Di kuburan, orang-orang melantunkan lagu Mazmur 90 dan mengelilingan tempat jasad disemayamkan sebanyak tujuh kali, sementara itu para sahabat mengucapkan kata-kata penghiburan kepada mereka dalam tuturan yang formal. Betapa mereka mengharapkan Sahabat agung mereka, Yesus,, dalam jam-jam menantikan yang melelahkan, dan berkali-kali melemparkan pandangan kegelisahan ke arah jalan Yeriko. Didalam rumha mereka yang terpencil mereka duduk di lantai sepenuhnya tertutupi dengan kain, dengan kaki tak beralas, dikelilingi oleh para sahabat yang menangisi, dengan pakaian sewaan mereka dan debu yang menutupi kepala mereka.” J. W. Shepard, The Christ of the Gospels, hal. 436.], agar dapat mengangkat faktor-faktor signifikan yang memberikan kelegaan/penghiburan kepada Marta dan Maria dalam menghadapi kematian Lazarus. Yesus telah membawa kelegaan oleh kehadiran-Nya, janji-Nya dan pribadi-Nya.
(1)Kelegaan dalam kehadiran Yesus. Lebih dari faktor lain manapun, adalah ketiadaan Yesus pada saat kematian Lazarus yang telah mengusik Marta dan Maria. Tidak diragukan lagi, pemikiran semacam ini telah diungkapkan oleh dua bersaudari ini kepada Yesus seriing diulangi satu sama lainnya selama ketiadaan sang Guru :” Tuhan, sekiranya Engkau ada di sini…”(Yohanes 11:21,32)
Hanya dengan kehadiran Yesus saja sudah cukup untuk
menenangkan hati yang gundah gulana kedua bersaudari yang sedang berduka atas
kematian saudara laki-laki mereka, Lazarus. Adalah dengan kehadiran
jasmaniah-Nya itu Dia telah
memanifestasikan kepedulian-Nya yang mendalam dan simpati atas penderitaan yang
dialami oleh milik kepunyaan-Nya. Yesus menagis [Kata yang digunakan di sini (menangis)
sangat berbeda dari kata yang digunakan dalam ayat 33 (klaio„) yang menunjuk pada meratap dengan nyaring. Tangisan Yesus
tertahan dan bermartabat. Badingkan dengan David Brown, The Four Gospels
(Carlisle, Pennsylvania: The Banner of Truth Trust,Cetakan ulang, 1976), hal.
419.] (ayat 35 ‘Maka menangislah Yesus’) dan hatinya demikian
masygullah (ayat 33,38 “Ketika Yesus melihat Maria
menangis dan juga orang-orang Yahudi yang datang bersama-sama dia, maka
masygullah hati-Nya”).
Beberapa orang menyatakan bahwa disini kita sedang melihat kemanusiaan aktual Yesus telah disingkapkan dalam ekspresi emosi dan kesedihan-Nya. Saya pribadi lebih suka melihat hal ini sebagai sebuah refleksi keilahian Yesus. Ketika Yesus demikian masygul hatinya atas kedukaan dan penderitaan anak-anak-Nya, maka itu bukan dia semata sebagai manusia, tetapi sebagai Tuhan. Belas kasih adalah sebuah atribut ilahi, lebih daripada sekedar manusia. Tuhan demikian tersentuh oleh penderitaan-penderitaan kita. Ini bukan soal keburukan dosa yang membuat Yesus meneteskan air mata, juga bukan karena kesadarannya akan kematian-Nya yang akan datang atau kemunafikan mereka yang berdiri disana, namun lebih karena hatinya masygul oleh kesedihan mereka yang Dia kasihi (bandingkan dengan ayat 33).
Beberapa orang menyatakan bahwa disini kita sedang melihat kemanusiaan aktual Yesus telah disingkapkan dalam ekspresi emosi dan kesedihan-Nya. Saya pribadi lebih suka melihat hal ini sebagai sebuah refleksi keilahian Yesus. Ketika Yesus demikian masygul hatinya atas kedukaan dan penderitaan anak-anak-Nya, maka itu bukan dia semata sebagai manusia, tetapi sebagai Tuhan. Belas kasih adalah sebuah atribut ilahi, lebih daripada sekedar manusia. Tuhan demikian tersentuh oleh penderitaan-penderitaan kita. Ini bukan soal keburukan dosa yang membuat Yesus meneteskan air mata, juga bukan karena kesadarannya akan kematian-Nya yang akan datang atau kemunafikan mereka yang berdiri disana, namun lebih karena hatinya masygul oleh kesedihan mereka yang Dia kasihi (bandingkan dengan ayat 33).
Selanjutnya : Kelegaan dalamKuasa Kristus Mengatasi Kematian
The Resurrection and the Life (John 11:1-53)| diterjemahkan dan diedit oleh : Martin Simamora
No comments:
Post a Comment