Milan, Italy. Famous landmark - the cathedral door. Jesus Christ crucified on the Cross - biblical story. Foto: Tupungato |
Bacalah terlebih dahulu bagian 1 di sini ,dan bagian 2 di sini
Oleh : Charles T. Buntin
Teolog-teolog yang telah membuat doktrin kenotik telah berupaya untuk mengatasi dua masalah. Masalah pertama dalam hal bagaimana mengatasi teks-teks kitab suci tersebut (seperti yang telah digunakan oleh sekte-sekte) yang kelihatannya mengindikasikan bahwa Kristus bukan Tuhan yang sepenuhnya, namun tidak selaras dengan pengajaran Alkitab yang nyata bahwa Dia adalah “ Allah yang sungguh-sungguh Allah.” Permasalahan kedua yang terungkap oleh pemahaman mereka bahwa Dia telah menghidupi kehidupan-Nya dalam penundukan kepada kehendak Bapa, dan sebagian besar sebagai seorang manusia dengan Roh Kudus yang berdiam sepenuhnya. Mereka tidak dapat merekonsiliasi hal itu didalam pikiran-pikiran mereka dengan ketuhanan-Nya yang penuh. Permasalahan dengan guru-guru ini adalah: bahwa mereka secara teologi adalah para liberal—mereka tidak menerima hal verbal, keutuhana, inspirasi Alkitab. Karena hal ini, mereka telah membuat jawaban teologis filosopis yang keliru, dan mengabaikan fakta bahwa masalah-masalah tersebut telah dipecahkan oleh kitab suci, dan telah sepenuhnya diatasi oleh para guru dan pemimpin dari gereja mula-mula selama periode 250-451 M. Upaya perbaikan mereka pada konsili Khalsedon, mereka telah menciptakan lebih banyak lagi masalah daripada menciptakan penyelesaian—dan tidak sungguh-sungguh terselesaikan, apa yang telah mereka hasilkan menjadi masalah-masalah dalam iman Kristen yang orthodox.
A. Dasar-dasar filosopis dan teologis untuk Doktrin Kenosis sangat dicurigai.
Proses berpikirnya dimulai dengan sebuah konsep Allah yang tidak benar sebagai Absolut dan Allah Mahakuasa.
(1)Thomasius dari Erlangen, salah satu dari para penentang yang pertama dan terkemuka, “…membedakan antara atribut-atribut Tuhan yang esensial dan absolute,” dan telah mengajarkan bahwa omniscience -mahatahu, omnipresence-maha hadir, dan omnipotence- kemahakuasaan”…bukan atribut esensial bagi Ketuhanan…”[Berkhof, op. cit. 327.]
Ini sangatlah menggelikan, dan telak tidak memiliki dasar biblikal untuk mengkelaskan tiga atribut “omni” sebagai bukan esensial terhadap Ketuhanan. Teolog-teolog yang filosopis mungkin menemukan sebuah cara untuk menambahkan hal ini, tetapi dalam kata-kata salah satu guru Alkitab hebat abad ini dikatakan, “…tidak ada alternatif lainnya yang mungkin antara seorang Tuhan yang secara absolut tertinggi-supreme, dan tidak ada Tuhan sama sekali”[ A. W. Pink, The Attributes of God (Baker Book House, 1975) hal 29.]. Adalah tidak mungkin untuk membayangkan mahkluk manapun yang layak mengenakan gelar AKU ADALAH ( I AM) yang tidak memiliki atribut-atribut esensial secara terus – menerus dikenakan pada Tuhan oleh Alkitab. Alkitab tidak pernah menyebutkan Tuhan sebagai apapun selain absolut. Tiga atribut tersebut menjadi dipertanyakan, pengetahuan absolut, Potensi, dan Kehadiran, adalah hal mendasar pada siapakah TUHAN itu. Tuduhan-tuduhan sarkastik diungkapkan oleh TUHAN untuk menentang “tuhan-tuhan” palsu yang biasanya berpusat pada ketidaktahuan, ketidakberdayaan, dan imobilitas ( Ulangan 4:28; Yesaya 45:20, Yeremia 10:5,15). Membandingkan dengan berhala-berhala, Yeremia berkata, “Tidaklah begitu Dia yang menjadi bagian Yakub, sebab Dialah yang membentuk segala-galanya, dan Israel adalah suku milik-Nya; nama-Nya ialah TUHAN semesta alam! (Yeremia 10:16). Tentu saja, jika seseorang membaca nas-nas mengagumkan ini seperti Yesaya 40, Ayub 38:1-42:6, Mazmur 90, Roma 11:33-36 dan lain sebagainya, serta juga ayat-ayat dan nas-nas lain yang tidak terhitung memuji dan mengagumi kebesaran TUHAN yang Maha kuasa, tidak akan ada kesimpulan lain lagi selain bahwa Tuhan adalah Absolut. Bukan cara Biblikal bahwa Anak dapat menyerahkan pengetahuan ilahinya, potensi dan kehadiran, dan masih juga tetap “dalam esensi” Tuhan. Pembedaan adalah salah satu filsafat manusia yang ketat. Terkait Kenosis, Charles Hodge, ahli evangelikal Amerika terkemuka pada abad lalu, menuliskan :
Proses berpikirnya dimulai dengan sebuah konsep Allah yang tidak benar sebagai Absolut dan Allah Mahakuasa.
(1)Thomasius dari Erlangen, salah satu dari para penentang yang pertama dan terkemuka, “…membedakan antara atribut-atribut Tuhan yang esensial dan absolute,” dan telah mengajarkan bahwa omniscience -mahatahu, omnipresence-maha hadir, dan omnipotence- kemahakuasaan”…bukan atribut esensial bagi Ketuhanan…”[Berkhof, op. cit. 327.]
Ini sangatlah menggelikan, dan telak tidak memiliki dasar biblikal untuk mengkelaskan tiga atribut “omni” sebagai bukan esensial terhadap Ketuhanan. Teolog-teolog yang filosopis mungkin menemukan sebuah cara untuk menambahkan hal ini, tetapi dalam kata-kata salah satu guru Alkitab hebat abad ini dikatakan, “…tidak ada alternatif lainnya yang mungkin antara seorang Tuhan yang secara absolut tertinggi-supreme, dan tidak ada Tuhan sama sekali”[ A. W. Pink, The Attributes of God (Baker Book House, 1975) hal 29.]. Adalah tidak mungkin untuk membayangkan mahkluk manapun yang layak mengenakan gelar AKU ADALAH ( I AM) yang tidak memiliki atribut-atribut esensial secara terus – menerus dikenakan pada Tuhan oleh Alkitab. Alkitab tidak pernah menyebutkan Tuhan sebagai apapun selain absolut. Tiga atribut tersebut menjadi dipertanyakan, pengetahuan absolut, Potensi, dan Kehadiran, adalah hal mendasar pada siapakah TUHAN itu. Tuduhan-tuduhan sarkastik diungkapkan oleh TUHAN untuk menentang “tuhan-tuhan” palsu yang biasanya berpusat pada ketidaktahuan, ketidakberdayaan, dan imobilitas ( Ulangan 4:28; Yesaya 45:20, Yeremia 10:5,15). Membandingkan dengan berhala-berhala, Yeremia berkata, “Tidaklah begitu Dia yang menjadi bagian Yakub, sebab Dialah yang membentuk segala-galanya, dan Israel adalah suku milik-Nya; nama-Nya ialah TUHAN semesta alam! (Yeremia 10:16). Tentu saja, jika seseorang membaca nas-nas mengagumkan ini seperti Yesaya 40, Ayub 38:1-42:6, Mazmur 90, Roma 11:33-36 dan lain sebagainya, serta juga ayat-ayat dan nas-nas lain yang tidak terhitung memuji dan mengagumi kebesaran TUHAN yang Maha kuasa, tidak akan ada kesimpulan lain lagi selain bahwa Tuhan adalah Absolut. Bukan cara Biblikal bahwa Anak dapat menyerahkan pengetahuan ilahinya, potensi dan kehadiran, dan masih juga tetap “dalam esensi” Tuhan. Pembedaan adalah salah satu filsafat manusia yang ketat. Terkait Kenosis, Charles Hodge, ahli evangelikal Amerika terkemuka pada abad lalu, menuliskan :
‘Teori yang dimaksud tidak konsisten dengan doktrin yang jelas baik , agama yang diwahyukan dan alami terkait natur Tuhan. Tuhan adalah sebuah Roh, tidak terbatas,kekal, dan tidak dapat berubah. Teori apapun, oleh karena itu, yang mengasumsikan bahwa Tuhan mengesampingkan omnipotence, omniscience, dan omnipresence, dan menjadi lemah, tidak memiliki pengetahuan, dan dibatasi sebagai bayi, bertentangan dengan prinsip utama semua agama…”[Hodge, op cit, hal 439.]
Harus diperlihatkan disini bahwa Hodge sepenuhnya telah menerima doktrin inkarnasi, bahwa Tuhan telah datang didalam tubuh manusia, sebagai seorang bayi dan seorang laki-laki. Akan tetapi, dia telah melihatnya dalam terang Kristologi historis, sebagaimana telah dibicarakan dalam bagian IV, bahwa meskipun semuanya itu benar, Kristus tidak dikurung pada wujud seorang hamba, dan tidak dibatasi oleh wujud seorang hamba, kecuali bahwa Dia secara sukarela telah menyerah untuk tidak mempertunjukan Kemuliaan-Nya, dan terkadang memilih untuk tidak menggunakan kuasa-kuasa-Nya yang lain, walaupun Dia masih memegang dalam kepemilikannya secara penuh.
Berkhof menyinarinya lebih terang lagi pada penyebab Kenosis secara filosopis ketika dia menulis :”Teori
ini didasarkan pada konsepsi panteistik bahwa Tuhan dan manusia tidak berbeda secara absolute tetapi
bahwa salah satu dapat ditransformasikan menjadi yang lainnya. Pemikiran aliran
Hegel menjadi diterapkan pada Tuhan, dan garis demarkasi atau pemisah yang absolut
dilenyapkan”[ Berkhof, op. cit. hal 328.].
Para teolog yang telah mengarang bidat
ini adalah para ahli Jerman yang telah direndam dengan filsafat Hegel yang
tersembunyi dan membahayakan, sebuah
filsafat yang telah menjadi pembuka jalan baik bagi komunisme dan fasisme.
B.Doktrin
Imutabilitas ( tidak dapat berubah-abadi) kini sepenuhnya telah
dihancurkan oleh pengajaran Kenotik
Bandingkan dengan Malaiki 3:6 ; Yakobus 1:17; Ibrani 13:8
Bandingkan dengan Malaiki 3:6 ; Yakobus 1:17; Ibrani 13:8
(1)Secara Biblikal, tidak ada perubahan esensial pada natur Pribadi Kedua Tritunggal dalam Inkarnasi-Nya, karena Dia tidak kehilangan atribut-atribut Ketuhanan yang esensial, Dia telah mengambil tubuh manusia dan sebuah natur manusia. Didalam esensi-Nya sendiri, Dia tidak berubah ( Ibrani 13:8 “Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya.”)
(2)Lebih jauh lagi efeknya atas imutabilitas (ketidakberubahan) Anak, dapat menghancurkan integeritas Allah Tritunggal jika Yesus telah berhenti menjadi sepenuhnya dan seutuhnya Absolut Tuhan selama inkarnasi-Nya. “Ini bermakna kehancuran yang sesungguhnya pada Tritunggal, dan oleh karena itu mengambil Tuhan kita yang sejati. Anak yang telah dimanusiakan, telah mengosongkan diri dari atribut-atribut ilahi-Nya, tidak dapat lagi menjadi sebuah eksistensi yang nyata dan berkualitas dalam hidup Trinitarian”[ Ibid. 329]
C.Jika Tuhan-Manusia yang telah mati di kayu salib bukan sepenuhnya Tuhan dan sepenuhnya manusia,maka integeritas penebusan dihancurkan.
Darah yang
telah menebus Gereja adalah “Darah
Tuhan.” Kisah Para Rasul 20:28 “Karena
itu jagalah dirimu dan jagalah seluruh kawanan, karena kamulah yang ditetapkan
Roh Kudus menjadi penilik untuk menggembalakan jemaat Allah yang diperoleh-Nya dengan darah Anak-Nya
sendiri.” Jika Dia (Yesus) sedikit saja kurang dari Tuhan, maka darah korban-Nya tidaklah berkuasa penuh tak terhingga
dan dapat menebus semua orang yang
percaya di setiap abad.
Bersambung ke Bagian 4
The Empty of God | diterjemahkan dan diedit oleh : Martin Simamora
Bersambung ke Bagian 4
The Empty of God | diterjemahkan dan diedit oleh : Martin Simamora
No comments:
Post a Comment