Oleh : Dr. R.C Sproul
"...Saya sedang membicarakan manusia sabar yang paling terkenal di sepanjang masa—Ayub. Jika pernah ada seorang pria dipanggil untuk menggantungkan imannya dan pengabdiannya kepada Tuhan ditengah-tengah penderitaan, itu adalah Ayub...
...Ayub bukan sabar dalam arti bahwa dia memiliki sebuah senyum plastik pada wajahnya dan bersiul-siul disepanjang kesengsaraan dan penderitaan. Sebaliknya, Ayub sabar dalam arti bahwa dia telah melakukan dua hal: dia telah bergantung pada Tuhan dan dia telah menolak untuk mengutuk Tuhan.
...Ditengah-tengah kesengsaraan yang luar biasa buruk dia berteriak,”Walaupun dia (Tuhan) membunuhku, aku akan berharap padanya”..."
Saya telah berbicara di lebih banyak konferensi-konferensi daripada apa yang dapat saya ingat, dan salah satu peristiwa yang sangat menarik dari acara-acara tersebut adalah menandatangani buku para peserta acara yang mendatangi para pembicara konferensi dan para pembicara menandatangani buku-buku mereka. Hal menandatangani ini sebuah kesempatan khusus karena mereka sekilas menunjukan dampak pada diri mereka dari kata-kata yang telah disampaikan oleh pembicara. Saya telah bercakap-cakap dengan para seminaris, para ibu yang telah bercucu,para pebisnis, dan siapa saja yang dapat kamu pikirkan selama menandatangani buku-buku ini. Pada satu kesempatan, anak-anak bahkan memberikanku gambar-gambar yang mereka gambarkan untukku.
Dapat sama menyenangkannya dengan menandatangani buku-buku, ada satu fenomena yang saya belum bisa terbiasa sepenuhnya, dan itu adalah permintaan untuk menandatangani sebuah buku yang tidak saya tulis—Alkitab. Saya bahagia melakukannya, akan tetapi, dan kerap orang-orang yang menginginkanku menandatangani Alkitab mereka, menanyakanku, ayat kehidupan. Pertama kali seseorang menanyakanku sebuah ayat semacam ini, saya bingung. “Apakah itu ayat kehidupan?” Saya bertanya, belum pernah mendengar tradisi ini dimana orang memilih satu ayat dari Alkitab untuk mendasarkan kehidupan mereka. Dalam kesempatan apapun, saya memilih Roma 12:12, pertama kali saya diminta untuk memberikan sebuah ayat kehidupan kala menandatangani sebuah buku. Ayat ini bagian penting dari rangkuman-rangkuman hebat Paulus mengenai hidup Kristen: ”Bersukacita dalam pengharapan, bersabarlah dalam penderitaan, berdoalah terus-menerus.”
Ketika aku berpikir apakah maknanya bersabar dalam penderitaan, berdoa terus-menerus, dan menemukan sukacita dalam pengharapan kita yang terbentang di depan, saya memikirkan seseorang yang mewujudkan tiga serangkai keutamaan itu lebih daripada hampir siapapun juga dalam sejarah. Saya sedang membicarakan manusia sabar yang paling terkenal di sepanjang masa—Ayub. Jika pernah ada seorang pria dipanggil untuk menggantungkan imannya dan pengabdiannya kepada Tuhan ditengah-tengah penderitaan, itu adalah Ayub.
Saya yakin
kita semua mengetahui benar kisah Ayub.
Kisah yang dibuka dengan sedikit penglihatan
sekilas dalam surga. Setan telah menantang Tuhan dan menyatakan dengan semacam nyanyian jahat bahwa manusia telah memberontak melawan Penciptanya dan tidak
lagi berdiri di sisi-Nya. Tuhan meresponnya dengan mengajukan Ayub sebagai sebuah contoh seorang pria yang masih
mengasihi dan melayani Dia. Tetapi Setan
membalas bahwa Ayub telah melayani Tuhan hanya karena apa yang dia dapat peroleh dari pelayanan itu,
sehingga Tuhan meletakan Ayub dalam tes untuk
memperlihatkan kepada si Pendakwa bahwa dia salah. Apa yang terjadi adalah: Setan telah menyerang Ayun secara lebih
kejam daripada yang dia telah lakukan pada siapapun juga dalam sejarah dunia
terkecuali Yesus.
Untuk memperburuk keadaan, Ayub kemudian harus berhadapan dengan tiga “sahabat” yang telah berkata kepadanya bahwa dia telah menderita karena dosa-dosanya sendiri. Tetapi Ayub dalam sabar dan berulang kali menegaskan ketakbersalahannya, menuntut untuk mengetahui alasan-alasan atas penderitaan karena dia adalah orang benar yang tidak melakukan apapun yang membuatnya pantas untuk mengalami penderitaan seperti ini.
Ayub bukan sabar dalam arti bahwa dia memiliki sebuah senyum plastik pada wajahnya dan bersiul-siul disepanjang kesengsaraan dan penderitaan. Sebaliknya, Ayub sabar dalam arti bahwa dia telah melakukan dua hal: dia telah bergantung pada Tuhan dan dia telah menolak untuk mengutuk Tuhan.
Ayub jelas sekali berkeluh kesah— nyaring—dan dia telah menantang Tuhan, menanyakan Tuhan dengan banyak Tanya. Tetapi tidak seperti “sahabat-sahabat”nya, Ayub selalu berbicara secara benar mengenai Tuhan ( Ayub 42:8). Lebih lagi, ditengah-tengah semua penderitaannya, Ayub telah membuat apa yang saya yakini adalah salah satu pernyataan paling heroik seorang manusia yang pernah dilontarkan. Ditengah-tengah kesengsaraan yang luar biasa buruk dia berteriak,”Walaupun dia (Tuhan) membunuhku, aku akan berharap padanya” (Ayub 13:15 – ditambahkan oleh editor Anchor : cek juga perkataan ini pada NIV,ESV, NASB, NET bandingkan denganKJV,GNV,CEV).
Credit : The Gospel Coalition |
Untuk memperburuk keadaan, Ayub kemudian harus berhadapan dengan tiga “sahabat” yang telah berkata kepadanya bahwa dia telah menderita karena dosa-dosanya sendiri. Tetapi Ayub dalam sabar dan berulang kali menegaskan ketakbersalahannya, menuntut untuk mengetahui alasan-alasan atas penderitaan karena dia adalah orang benar yang tidak melakukan apapun yang membuatnya pantas untuk mengalami penderitaan seperti ini.
Ayub bukan sabar dalam arti bahwa dia memiliki sebuah senyum plastik pada wajahnya dan bersiul-siul disepanjang kesengsaraan dan penderitaan. Sebaliknya, Ayub sabar dalam arti bahwa dia telah melakukan dua hal: dia telah bergantung pada Tuhan dan dia telah menolak untuk mengutuk Tuhan.
Ayub jelas sekali berkeluh kesah— nyaring—dan dia telah menantang Tuhan, menanyakan Tuhan dengan banyak Tanya. Tetapi tidak seperti “sahabat-sahabat”nya, Ayub selalu berbicara secara benar mengenai Tuhan ( Ayub 42:8). Lebih lagi, ditengah-tengah semua penderitaannya, Ayub telah membuat apa yang saya yakini adalah salah satu pernyataan paling heroik seorang manusia yang pernah dilontarkan. Ditengah-tengah kesengsaraan yang luar biasa buruk dia berteriak,”Walaupun dia (Tuhan) membunuhku, aku akan berharap padanya” (Ayub 13:15 – ditambahkan oleh editor Anchor : cek juga perkataan ini pada NIV,ESV, NASB, NET bandingkan denganKJV,GNV,CEV).
Kitab suci berkata orang benar akan hidup oleh iman, yang tidak
bermakna percaya sesuatu ketika kamu
tidak yakin jika itu benar. Itu bermakna bahwa orang benar akan hidup oleh memercayai Tuhan. Paulus menyulingkan esensi hidup Kristen
ketika dia berkata, “Bersukacitalah
dalam pengharapanmu,” karena sukacita kita sepenuhnya dan tanpa syarat telah
dijaminkan sebagai hak yang sah di masa
mendatang yang Tuhan telah janjikan bagi umatnya. Sukacita kita
sebagai orang-orang asing dan
pesinggah-pesinggah sementara dalam lembah air mata dimana Tuhan telah
mempersiapkan sebuah tempat bagi kita—sebuah dunia yang lebih baik yang akan
diwujudkan pada kedatangan Kristus yang
kedua kali.
Penggunaan “pengharapan” oleh Paulus
bukan dalam cara yang kita gunakan saat ini untuk merujuk pada hal-hal yang
tidak pasti. Dia dan para penulis Alkitab lainnya membicarakan pengharapan
yang pasti, pengharapan yang tidak dapat gagal, dan pengharapan yang tidak akan
pernah mengecewakan atau memalukanmu (Roma 5:5).
Perjanjian Baru menyebut pengharapan
adalah jangkar/sauh bagi jiwa ( Ibrani 6:13-20).
Mengapa?Apakah
itu yang membuat pengharapan pasti? Jawabnya
adalah janji-janji Tuhan yang pasti dan demonstrasi kesetiaannya dalam sejarah
Israel, dalam kehidupan rasul-rasul,dan,
yang paling jelas, dalam pribadi dan karya Yesus Kristus.
Ayub memiliki sedikit sukacita, tetapi masih ada sebuah bagian dari jiwanya
yang bersukacita ditengah-tengah kesengsaraannya. Pada bagian lain dia berujar,
“Aku tahu
bahwa Penebusku hidup, dan aku akan melihat Dia berdiri pada hari itu
(cek perkataan ini pada : Ayub 19:25;
bandingkan dengan versi NIV, ASV, CEV,
ESV, KJV).” Dia telah mengetahui bahwa ada Dia yang akan membenarkan/mengonfirmasikan doa-doanya,
yang akan merestorasi dia pada suatu hari.
Rincian persis konfirmasi yang ada didalam benaknya terbuka untuk spekulasi,
karena dia hidup jauh sebelum kepenuhan pewahyuan Tuhan didalam Kristus. Tetapi kita tahu bahwa Ayub pasti akan satu hal, yaitu, bahwa
Tuhan tidak akan mengizinkan
kesakitan,penderitaan, dan
kesengsaraan sebagai bab terakhir. Ayub mengerang akan apa yang dialami saat itu, tetapi
dia tidak pernah kehilangan keyakinan
akan masa depan.
A Sure Hope for The Future –
Tabletalk Magazine, Ligonier Ministries and R.C. Sproul |diterjemahkan dan
diedit oleh : Martin Simamora
No comments:
Post a Comment