Bacalah rangkaian esai-esai pendek sebelumnya : esai 1, esai 2
Oleh : Daniel B. Wallace, Ph.D
Matius 22:39 sederhananya dibaca,” Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Dalam komunitas-komunitas Kristen populer ayat ini kerap ditampilkan sebgai sebuah teks yang mengajarkan bahwa kita diperintahkan untuk mengasihi diri kita sendiri. Dengan demikian makna tersirat ayat ini adalah, ”Anda harus mengasihi sesama seperti halnya anda seharusnya mengasihi dirimu sendiri.” Pandangan semacam ini nampaknya berasal dari para psikolog sekuler (yang mengajarkan aktualisasi diri sendiri sebagai peringkat teratas dalam rangkaian target-target seseorang). Dari sanalah kelihatannya menjadi jalan untuk masuk kedalam risalah-risalah atau paparan-paparan psikologi Kristen.
Tujuan kita dalam esai yang singkat ini bukan untuk melacak sejarah interpretasi semacam ini, tetapi untuk mengajukan argumentasi bahwa interpretasi semacam ini keliru. Membongkar atau mempreteli makna ayat tersebut menghasilkan terjemahan yang diluaskan sebagai berikut: ”Kamu harus mengasihi sesama sebagaimana kamu telah mengasihi dirimu sendiri.” Jadi, mengasihi diri sendiri merupakan asumsi dalam teks ini, bukan perintah.
Oleh : Daniel B. Wallace, Ph.D
Matius 22:39 sederhananya dibaca,” Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Dalam komunitas-komunitas Kristen populer ayat ini kerap ditampilkan sebgai sebuah teks yang mengajarkan bahwa kita diperintahkan untuk mengasihi diri kita sendiri. Dengan demikian makna tersirat ayat ini adalah, ”Anda harus mengasihi sesama seperti halnya anda seharusnya mengasihi dirimu sendiri.” Pandangan semacam ini nampaknya berasal dari para psikolog sekuler (yang mengajarkan aktualisasi diri sendiri sebagai peringkat teratas dalam rangkaian target-target seseorang). Dari sanalah kelihatannya menjadi jalan untuk masuk kedalam risalah-risalah atau paparan-paparan psikologi Kristen.
Tujuan kita dalam esai yang singkat ini bukan untuk melacak sejarah interpretasi semacam ini, tetapi untuk mengajukan argumentasi bahwa interpretasi semacam ini keliru. Membongkar atau mempreteli makna ayat tersebut menghasilkan terjemahan yang diluaskan sebagai berikut: ”Kamu harus mengasihi sesama sebagaimana kamu telah mengasihi dirimu sendiri.” Jadi, mengasihi diri sendiri merupakan asumsi dalam teks ini, bukan perintah.
Ada dua alasan untuk mengargumenkan
bahwa inilah yang menjadi makna teks ini. Pertama, sebuah perbandingan normalnya menampilkan sebuah standard atau norma terhadap sejumlah posisi yang diajukan.
Partikel wJ" (seperti) dalam bahasa Yunani
merupakan sarana utama yang biasanya
digunakan untuk menunjukan perbandingan semacam ini dalam Perjanjian Baru
( dan digunakan dalam Matius 22:39). Sebagai contoh, dalam Matius 12:13, Yesus
menyembuhkan tangan seseorang,”membuatnya
utuh kembali.” Tangan yang utuh/lengkap merupakan standard yang diukurkan terhadap tangan yang sekarang sedang disembuhkan. Dalam Matius
17:2 Wajah Yesus “bersinar seperti
(wJ") matahari.” Jelas
sekali, matahari merupakan standard yang digunakan untuk menjadi perbandingan.
Dalam Matius 28:4, para prajurit penjaga kubur Yesus “menjadi seperti
orang -orang mati” ketika mereka melihat
malaikat. Dalam Roma 9:27, sejumlah anak-anak Israel menjadi “seperti
(wJ") pasir di laut.” Dalam 2
Timotius 2:9 Paulus berkata bahwa dia dibelenggu “seperti (wJ")
seorang penjahat. 1Petrus 1:24 berkata “Semua yang hidup “seperti (wJ")
rumput.” Pada semua teks ini ( dan
teks-teks lainnya seperti ini dalam Perjanjian Baru) sebuah perbandingan
dibuat. Pada setiap perbandingan dimulai dengan sebuah standard atau norma.
Tetapi jika Matius 22:39 menyiratkan dua
perintah, maka tidak ada standard perbandingan. Berpendapat bahwa kita harus
mengasihi sesame kita sebesar kita harus mengasihi diri kita sendiri membentuk
ketiadaan standard, dan ketiadaan norma.
Kedua dan lebih spesifik lagi, wJ" terkadang ditemukan dalam sebuah perintah berikut ini. Ketika partikel ini muncul, kata kerja apa yang harus diartikan dalam anak kalimat wJ"? Di sepanjang masa, indikatif atau yang menunjukan harus dibaca [Tidak jarang, kata kerja sebetulnya disebutkan. Indikatif merupakan susana yang ditemukan. Bandingkan dengan Matius 5:48 (Jadilah sempurna sebagaimana Bapamu di surga adalah sempurna); 6:12 (“ampunilah kesalahan kami, sebagaimana kami telah mengampuni yang bersalah) "); 8:13; 15:28; 18:33; 27:65; Kol 3:18; Wah 18:6; dll.]. Karena itu, perbandingan bukan merupakan sebuah perintah untuk sebuah perintah, tetapi sebuah perintah untuk sebuah standard yang sudah dilakukan. Perhatikanlah contoh-contoh berikut ini [Anda bahkan mungkin ingin menguji contoh-contoh ini dengan memberikan sebuah bentuk perintah atau bentuk pengandaian dalam anak kalimat “seperti (wJ"). Sebagai contoh, dalam Matius 6:5,”Ketika kamu berdoa janganlah seperti apa yang seharus dilakukan orang-orang munafik. Jelas, ini menjadi tidak masuk akal.] :
- Matius 6:5--- “Ketika kamu berdoa, jangan menjadi seperti orang-orang munafik [berdoa]”
- Matius 6:10---“Jadilah kehendak-Mu diatas bumi seperti [kehedak-Mu] di dalam surga”
- Matius 6:12—“jika kamu berpuasa, jangan terlihat murung seperti [yang dilakukan] orang-orang munafik”
- Matius 10:16—“Cerdiklah seperti ular, dan tulus seperti merpati”
- Matius 18:3—“jadilah seperti anak-anak”
- Lukas 15:19—“Jadikanlah aku seperti salah seorang hamba-hamba upahanmu”
- Lukas 22:26—“Biarlah yang terbesar diantaramu menjadi seperti yang paling kecil”
- Galatia 4:12—“Menjadi seperti[ aku adanya]”
- 2 Tesalonika 3:15—“Jangan memandang dia seperti[anda akan lakukan] seorang musuh, tetapi perlakukan dia sebagai seorang saudara”
- 1 Tim 5:1 “Tegurlah orang yang lebih tua seperti [anda akan lakukan] seorang ayah”
- Filemon 17—Terimalah dia seperti[kamu akan menerima] diriku”
Sebagai penutup, apakah mengasihi diri sendiri biblikal?Sebenarnya, ya. Itu hal yang biblikal dalam artian hal itu diasumsikan menjadi hal yang benar (bandingkan dengan Efesus 5:29 “Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatinya, sama seperti Kristus terhadap jemaat.”).
Tetapi apakah mengasihi diri sendiri diperintahkan? Tidak sama sekali. Bukti teks primer semacam Matius 22:39 [Efesus 5:33 memiliki konstruksi yang serupa dan seharusnya diinterpretasikan dengan cara yang serupa. “ Suami-suami, kasihilah isteri-isterimu seperti dirimu sendiri” tidak bermakna “kasihilah isterimu seperti anda seharusnya mengasihi diri anda sendiri,” tetapi seperti anda telah mengasihi diri anda sendiri.”]. Dan sebagaimana telah kita coba lakukan untuk mendemonstrasikan, bahwa teks yang bermakna mengasihi diri sendiri merupakan hal yang diasumsikan, bukan merupakan perintah. Lebih jauh lagi ada sejumlah teks yang menyarankan bahwa kehidupan kita harus ditujukan untuk orang lain. Makna gamblang dari sebuah nas seperti Filipi 2:3 (“dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri”) semestinya mengimbangi pengartian atau gagasan bahwa fokus kita dalam kehidupan seharusnya pada diri sendiri. Contoh dari Tuhan Yesus Kristus yang mengikuti pernyataan yang bersifat programatik dalam Filipi 2:3. Dalam ayat 6-11 Yesus dipandang sebagai contoh tertinggi untuk pengorbanan diri sendiri. Ayat 5 menautkan sikap Yesus dengan apa yang seharusnya menjadi sikap yang harus kita miliki :” menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus.” Kita juga harus mengikuti langkah-langkah Guru dan mengarahkan kehidupan-kehidupan kita keluar dan keatas.
Pemahaman semacam ini yang mengacu diri sendiri merupakan hal yang endemik bagi sifat manusia dan secara khusus menjadi pilar yang berasal dari Barat. Kita mendorong diri kita sendiri dengan cepatnya menuju narsisisme dan anarki karena sikap-sikap semacam ini. Alkitab dengan gambling berbicara menentang hal ini.
Is Self-Love Biblical? Matthew 22:39 | diterjemahkan dan diedit oleh : Martin Simamora
No comments:
Post a Comment