Oleh : Travis Allen
Director of Internet Ministry
Director of Internet Ministry
Satu
pandangan yang kelihatannya menunjukan pertumbuhan yang kuat dewasa ini
dikalangan evangelical adalah
annihilationism. Ada sejumlah variasi
kecil, namun pandangan ini pada dasarnya mengajarkan bahwa Tuhan pada akhirnya
akan melenyapkan orang-orang tidak percaya dari eksistensinya. Beberapa
Annihilationist memberikan ruang untuk
murka ilahi tetapi mereka tidak membolehkan hal itu berlanjut hingga danau api.
Dengan kata lain, mereka tidak akan
mengizinkan Tuhan melakukan penghukuman dalam kekuatan penuh, yang kekal,
penghukuman yang nyata/dialami secara sadar. Bagi mereka, danau api adalah
tempat yang sepenuhnya membakar dan
pada akhirnya memusnahkan orang-orang berdosa. Apakah mereka melihat kematian
sebagai akhir, ataukah mereka melihat penyiksaan-penyiksaan neraka sebagai yang
berdurasi terbatas, hasilnya sama saja—sebuah penyangkalan neraka yang kekal.
“Tunggu
sebentar,” anda memprotes, “bagaimana dengan semua referensi biblikal mengenai api yang kekal dan penghukuman kekal? Bukankah Matius 25:46 berkata orang
jahat akan menuju penghakiman kekal,
tetapi orang benar menuju hidup kekal?” Pertanyaan yang bagus.
Bukan demi alasan eksegetikal yang baik, beberapa annihilationis telah memahami
kata “kekal” merujuk bukan pada durasi waktu, tetapi kepada kualitas
penghukuman Tuhan. Kekal dalam hal kualitas, walaupun akan memiliki kesudahan. Penganut
annihilationist lainnya berkata “abadi” merujuk pada efek dari penghakiman
Tuhan. Ini hendak mengatakan, Penghakiman Tuhan berujung pada kematian—semacam pemusnahan,
diakhiri atau disudahi keberadaannya—yang merupakan sebuah keadaan tidak
lagi ada yang berlangsung secara kekal.
Jika anda
menghadapi kesukaran untuk dapat
memahami hal ini, anda tidak sendirian. Sukar untuk membayangkan seorang pendosa mengalami sebuah
penghukuman kekal dalam hal kualitas tanpa berlangsung dalam kekekalan. Matius
25:46 dengan jelas mengajarkan bahwa durasi penghukuman dan jangka waktu
berlangsung dalam kekekalan. John MacArthur menjelaskan.
Penghukuman di Neraka didefinisikan oleh kata aionios, yang merupakan kata yang menunjuk pada abadi atau berlangsung selama-lamanya. Ada orang yang akan melakukan pendefinisian ulang kata aionios dan berkata, “Ya… kata itu tidak sungguh-sungguh bermakna selamanya.” Tetapi jika anda melakukanya pada Neraka, anda baru saja melakukan hal yang sama pada surga, karena kata yang sama digunakan untuk menggambarkan keduanya. Jika tidak ada sebuah neraka yang kekal, maka tidak ada sebuah surga yang kekal. Dan saya akan melanjutkan lebih dari hal ini. Kata yang sama digunakan untuk menggambarkan Tuhan. Dan jika tidak ada sebuah neraka yang kekal, maka tidak ada surga yang kekal, dan tidak ada juga Tuhan yang kekal. Jelas bahwa Tuhan itu kekal; dan oleh karena itu, surge itu kekal, dan demikian juga neraka. (John MacArthur, “A Testimony of One Surprised to Be in Hell, Part 2”)
Agustinus menyatakan hal ini secara sederhana
1.500 tahun lalu : “Untuk mengatakan bahwa hidup kekal akan berlangsung tanpa akhir,[tetapi bahwa]
pengukuman kekal akan tiba pada sebuah
kesudahan/pengakhiran merupakan absurditas yang luar biasa.”
Untuk mengatakan nas-nas firman Tuhan seperti Matius 25:46 merujuk pada kekekalan dalam makna kualitas penghukuman tetapi tidak mengatakan apapun tentang durasi/jangka waktu, terutama tanpa dukungan eksegetikal, pada dasarnya sedang mengemis adanya pertanyaan. Makna “kekal” dalam ayat itu jelas—maknanya kekal.
Untuk mengatakan nas-nas firman Tuhan seperti Matius 25:46 merujuk pada kekekalan dalam makna kualitas penghukuman tetapi tidak mengatakan apapun tentang durasi/jangka waktu, terutama tanpa dukungan eksegetikal, pada dasarnya sedang mengemis adanya pertanyaan. Makna “kekal” dalam ayat itu jelas—maknanya kekal.
Para
penganut Annihilationist terkadang
menjelaskan “abadi” dalam pengertian :sebuah efek yang kekal. Mereka mengatakan
bahwa kata-kata penghancuran dan kematian
merujuk pada semacam disintegrasi atau
pelenyapan. Tuhan tidak menghukum orang
jahat untuk sepanjang kekekalan, Tuhan pada dasarnya
mengakhiri/menyudahi keberadaannya, dan efek dari tindakan tunggal tersebut
berlangsung abadi. Sebagaimana yang telah kita
catat diatas, mereka akan mengizinkan adanya murka Allah hingga pada
pucaknya, tetapi hanya untuk
sesaat. Untuk mengatakan bahwa
penghukuman Tuhan berlangsung kekal akan
membuat hal ini terlampau jauh;
menjadikan neraka merupakan bentuk
penghukuman yang keji dan tidak lazim.
Pada akhirnya, mereka percaya
Tuhan akan melenyapkan orang yang jahat itu sehingga keberadaan dirinya lenyap/hilang , dan kondisi non eksistensi semacam ini berlangsung kekal.
Terlepas
dari problem metafisika ( Bagaimana bisa sesuatu yang tidak lagi eksis bisa dikatakan berlangsung
kekal?), ada sebuah masalah yang sangat serius dengan pandangan “berhenti dari eksistensi” – pandangan
ini gagal menjelaskan pemberi Hukum yang tidak terbatas dan kekal adanya.
Kejamnya penghinaan menjadi terukur, tidak sekedar oleh sifat dari perbuatan itu sendiri, tetapi juga dalam
kaitan terhadap pribadi yang diserang. Sebagai contoh, jika seorang pria
meninju pria lainnya di sebuah pojok jalan, dia dapat menerima beberapa konsekuensi—tuduhan; mengganggu kedamaian, tindakan penyerangan,
atau tindak kejahatan menyerang orang
lain secara fisik. Tetapi meninju
Presiden Amerika Serikat berakibat sangat tinggi; ketika Secret
Service selesai dengan pelaku, maka si
pelaku akan menjalani sejumlah masa penjara yang serius.
Seperti
itulah dengan tindakan melawan Tuhan yang kudus. Karena sebuah serangan
terhadap pemberi hukum yang terbatas adalah terbatas, penghukuman untuk mengganjar serangan juga
terbatas. Inilah prinsip dibalik Keluaran 21, mata ganti mata ( ayat 23-25). Tetapi sebuah
serangan atau kejahatan terhadap yang tidak terbatas, Pemberi hukum kekal yang tidak terbatas; hukumannya tidak terbatas dan kekal. Bergantung
pada hakim untuk menentukan seberapa berat pelanggaran itu sendiri—misalkan mengucapkan
kebohongan “putih” versus tindak
pembunuhan—tetapi sifat pelanggaran diukur dengan sifat Tuhan yang kudus dan
kekal. Demikian juga Tuhan yang sempurna
dalam kebenaran, menentukan keadilan dari
tuntutan-tuntuan sebuah pelanggaran. Berdasarkan Firman-Nya,penghukuman untuk sebuah penentangan Tuhan yang kudus
adalah penghukuman kekal di neraka.
Pada tatar
manusia, dapat dipahami ketika orang
menyusutkan pengajaran penghukuman kekal dalam Alkitab. Penghukuman kekal merupakan tindakan yang benar-benar mengerikan, doktrin yang
menakutkan. Tidak mungkin bagi kita untuk membayangkan sebuah kejahatan yang demikian sadis—bahkan kejahatan-kejahatan
oleh orang-orang yang terkenal karena kekejamannya seperti Hitler, Stalin, Pol Pot, Mao, dan Osam
Bin Laden—sebagai yang layak menjalani penghukuman kekal, tersiksa dalam
ratapan yang digambarkan dalam Alkitab. Tetapi hal ini memperlihatkan betapa kecilnya pengertian kita sebenarnya akan kepenuhan dosa sebuah dosa pada satu sisi,
dan kekudusan Tuhan pada sisi lainnya.
Jalan Tuhan
lebih tinggi daripada jalan-jalan kita, dan pikiran-pikiran-Nya lebih tinggi
daripada pikiran-pikiran kita—kita tidak dapat sepenuhnya memahami Dia ( Yesaya
55:8-9). Dalam jalan yang pilu dan menusuk
tak menyenangkan , doktrin neraka kekal memperhadapkan kesetiaan kita, menyingkapkan otoritas kita
yang sebenarnya, dan menuntut agar kita mengesampingkan apa yang kelihatannya memiliki
dasar bagi kita dan percaya kepada
penghukuman Tuhan yang kudus. Ketika
kita menerima doktrin-doktrin Alkitab yang keras, maka ini menjadi salah satu
bukti signifikan yang nyata, Tuhanlah pemberi iman.
Doktrin biblikal
neraka yang kekal memberikan kepada kita satu lagi alasan untuk memuji Tuhan
karena Injil. Injil membawa pribadi yang
kekal untuk menjalani sebuah penghukuman kekal
terhadap dosa, hal yang membuat seluruh ras manusia tidak layak, kecuali
satu Pribadi—Yesus Kristus. Dia adalah Anak Manusia dan Anak Allah yang kekal. Ketika Yesus menyerahkan nyawa-Nya,
pengorbanannya memenuhi setiap syarat yang ditetapkan untuk keadilan ilahi. Bagi mereka yang percaya
kepada Yesus Kristus sebagai Substitusi mereka, kematian-Nya telah menuntaskan murka Tuhan yang benar dan kekal. Dia menanggung penghukuman kita didalam
tubuh-Nya, menerima murka Tuhan yang kekal. Tetapi bagi mereka yang tidak menerima Kristus, mereka
bergantung pada diri mereka sendiri—mereka menanggung kesalahan mereka yang melawan Tuhan yang kekal, dan
mereka akan menderita karena perlawanan tersebut secara kekal, tidak pernah
dapat menuntaskan murka-Nya yang kekal.
Saya harap doktrin penghukuman kekal membuat anda mengerti/tenang. Semoga hal ini memenuhimu dengan puji kepada Tuhan karena menyelamatkan anda dari penghukuman kekal, karena memberikan kepada anda hidup kekal sebagai gantinya. Semoga doktrin ini membuat anda rendah hati ketika anda menyadari bahwa anda tidak mendapatkan apa yang semestinya anda terima atau alami. Dan semoga doktrin ini memantikkan sebuah hasrat untuk memproklamasikan inji kepada mereka yang miskin jiwanya, mereka yang tidak menyadari terror yang sedang menanti mereka diluar belas kasihan Tuhan.
Is Hell Really Endless? | diterjemahkan oleh : Martin Simamora
No comments:
Post a Comment