Oleh : Daniel B. Wallace, Ph.D
Daniel B.Wallace Ph.D Profesor Studi PerjanjianBaru di Dallas TheologicalSeminary |
Melalui
pengalaman penyakit kanker yang diderita
puteraku, saya sampai pada sebuah keyakinan
ketidakcukupan Alkitab saja untuk
menangani krisis-krisis dalam kehidupan.
Saya membutuhkan sebuah
pengalaman yang bersifat eksistensial/ nyata dialami sendiri bersama Tuhan. Saya memulai tahun-tahun awalku sebagai seorang
kharismatik dan mulai merenungkan pada
bagaimana Roh Kudus bekerja pada masa kini. Saya telah memandang kitab suci
dalam sebuah terang baru dan mulai bergulat dengan pertanyan, jika Roh Kudus
tidak mati pada abad pertama, apa yang saat ini sedang dia lakukan dewasa ini?
Esai ini menawarkan 11 tesis mulai
mengeksplorasi jawaban-jawaban atas pertanyaan tersebut.
Tulisan ini aslinya disampaikan sebagai sebuah pidato
dalam sebuah pertemuan di Evangelical Theological Society’s
Southwest Regional tahun 1994 yang diselenggarakan oleh John Brown
University di Arkansas. Tulisan ini telah dimodifikasi untuk selanjutnya
dipublikasikan di Christiany Today, yang terbit pada edisi 12 September 1994. Kini
telah 13 tahun berlalu semenjak puteraku menderita kanker, peristiwa yang
menjadi katalisator esai asli ini. Dia baik-baik saja—begitu baiknya
pada kenyataannya, bahwa dia berkompetisi
dalam tim olahraga sekolah menengah selama
empat tahun dan menjadi wakil kapten
dalam 2 tahun terakhir. Dia kini telah menyelesaikan gelar kesarjanaannya di Universitas Texas, Austin.
Pengantar
Saya seseorang yang percaya bahwa mujizat telah berakhir atau menganut pandangan yang disebut “cessationist”. Saya percaya bahwa karunia-karunia tertentu dari Roh Kudus telah dipertunjukan pada tahap kekristenan perdana untuk mengotentikan bahwa Tuhan telah melakukan sesuatu yang baru. “Karunia tanda-tanda” ini—seperti karunia kesembuhan, bahasa lidah, tanda-tanda ajaib—sudah berhenti bersama dengan kematian rasul terakhir. Inilah yang saya maksud dengan “cessationism.” Beberapa orang dengan pandangan semacam ini berangkali menempatkan dirinya sebagai seorang “cessationist” yang “lembut” dimana mereka hendak mengatakan bahwa beberapa dari karunia tanda masih berlangsung, atau bahwa karunia-karunia tanda hanya bisa terjadi pada tempat-tempat dimana injil disampaikan untuk kali pertama [ Ini apa yang saya sebut cessationism yang kosentrik sebagai lawan dari cessationism yang linear. Ketimbang memilih pendekatan linear , tipe cessationism ini menegaskan bahwa seiringdengan penyebaran injil , seperti efek riak air yang ditimbulkan oleh batu yang dijatuhkan ke dalam kolam air, sebuah ruang waktu dalam lingkaran yang mengembang dari Yerusalem abad pertama, karunia-karunia itu masih ada pada ujung terluar -lingkaran-lingkaran tersebut. Jadi sebagai contoh. Di negara-negara dunia ketiga pada saat berita injil diproklamasikan, karunia-karunia tanda telah diperlihatkan. Pandangan ini kemudian akan meyakini bahwa karunia-karunia tetap ada pada area di garis-garis paling ujung Kekristenan, namun akan menjadi lebih skeptik akan adanya karunia-karunia tanda pada area dimana “injil telah disampaikan dan karunia-karunia telah bekerja kala tersebut.”], atau mereka saat ini menjadi agnostis mengenai karunia-karunia ini, oleh sebab itu bukan seorang (Kristen) yang kharismatik. Untuk kepentingan argumen, saya akan mengambil sebuah garis keras. Dalam hal ini, apapun yang saya teguhkan atau iakan mengenai pelayanan Roh Kudus saat ini tidak harus dipandang sebagai yang dimunculkan dari sebuah lemari kharismatik. Saya ingin membahas sejumlah soal yang saya sendiri, sebagai seorang yang “cessationist”, memiliki perhatian atau kepedulian terhadap peran Roh Kudus masa kini diantara orang-orang Kristen yang berpandangan “cessationist.”
Saya seseorang yang percaya bahwa mujizat telah berakhir atau menganut pandangan yang disebut “cessationist”. Saya percaya bahwa karunia-karunia tertentu dari Roh Kudus telah dipertunjukan pada tahap kekristenan perdana untuk mengotentikan bahwa Tuhan telah melakukan sesuatu yang baru. “Karunia tanda-tanda” ini—seperti karunia kesembuhan, bahasa lidah, tanda-tanda ajaib—sudah berhenti bersama dengan kematian rasul terakhir. Inilah yang saya maksud dengan “cessationism.” Beberapa orang dengan pandangan semacam ini berangkali menempatkan dirinya sebagai seorang “cessationist” yang “lembut” dimana mereka hendak mengatakan bahwa beberapa dari karunia tanda masih berlangsung, atau bahwa karunia-karunia tanda hanya bisa terjadi pada tempat-tempat dimana injil disampaikan untuk kali pertama [ Ini apa yang saya sebut cessationism yang kosentrik sebagai lawan dari cessationism yang linear. Ketimbang memilih pendekatan linear , tipe cessationism ini menegaskan bahwa seiringdengan penyebaran injil , seperti efek riak air yang ditimbulkan oleh batu yang dijatuhkan ke dalam kolam air, sebuah ruang waktu dalam lingkaran yang mengembang dari Yerusalem abad pertama, karunia-karunia itu masih ada pada ujung terluar -lingkaran-lingkaran tersebut. Jadi sebagai contoh. Di negara-negara dunia ketiga pada saat berita injil diproklamasikan, karunia-karunia tanda telah diperlihatkan. Pandangan ini kemudian akan meyakini bahwa karunia-karunia tetap ada pada area di garis-garis paling ujung Kekristenan, namun akan menjadi lebih skeptik akan adanya karunia-karunia tanda pada area dimana “injil telah disampaikan dan karunia-karunia telah bekerja kala tersebut.”], atau mereka saat ini menjadi agnostis mengenai karunia-karunia ini, oleh sebab itu bukan seorang (Kristen) yang kharismatik. Untuk kepentingan argumen, saya akan mengambil sebuah garis keras. Dalam hal ini, apapun yang saya teguhkan atau iakan mengenai pelayanan Roh Kudus saat ini tidak harus dipandang sebagai yang dimunculkan dari sebuah lemari kharismatik. Saya ingin membahas sejumlah soal yang saya sendiri, sebagai seorang yang “cessationist”, memiliki perhatian atau kepedulian terhadap peran Roh Kudus masa kini diantara orang-orang Kristen yang berpandangan “cessationist.”
Sementara
saya masih memandang diri saya sendiri sebagai seorang Kristen yang
berpandangan “cessationist,” beberapa tahun belakangan ini telah memperlihatkan
kepadaku bahwa kehidupan rohaniku telah keluar dari jalurnya—bahwa agaknya
saya, bersama dengan banyak rekan lainnya
dalam tradisi teologia yang saya pegang, telah belajar untuk bekerja tanpa Pribadi ke-tiga dari Tritunggal.
Namun hal
ini tidak menghalangi kerja akademisku.
Imanku telah menjadi sebuah iman yang kognitif (pada tatar intelejensia—red)—sebuah
kekristenan yang berasal dari leher ke
atas. Sejauh saya dapat mengontrol teks, saya telah berbahagia. Saya menjalani
kehidupan dalam realita yang tidak utuh
bahwa artikulasi teologia hanya menjadi
valid manakala hal itu didasarkan pada eksegesis yang baik dan tidak ada hal
lainnya lagi. Seperti pepatah kodok didalam air yang mendidih secara perlahan-lahan dalam
pot, saya tidak merasakan bahwa saya sedang berada dalam perjalanan menuju penghancuran diri sendiri.
Karya : Daniel B. Wallace, tabel isi buku dapat dilihat di sini |
Tiga belas
tahun lampau, Yang Mahakuasa tiba-tiba
saja dan secara bermurah hati menaikkan panasnya. Dia telah memberikanku sebuah
panggilan yang membangunkanku untuk keluar dari pot tersebut. Saya sekarang membagikan kesaksianku dengan
pengharapan-pengharapan bahwa banyak yang lainnya yang sedang berada didalam
kuali-kuali yang mereka buat sendiri berangkali dapat menyadari bahayanya—dan keluar.
Artikel
memiliki dua bagian. Pertama sebuah testimoni
atau kesaksian pribadi. Saya berharap ini berkaitan dengan anda, pada beberapa hal panjang lebar mengulas tentang siapakah saya dan bagaimana Tuhan sedang bekerja didalam kehidupanku.
Kedua, saya memiliki sebelas tesis yang
akan saya letakan diatas meja—tesis-tesis yang berhubungan dengan kekurangan-kekurangan kita dalam hal bagaimana kita berhubungan dengan Roh
Kudus. Banyak dari hal-hal ini, seperti halnya juga dengan beberapa orang lain, telah dibukakan oleh
penulis-penulis buku ini (artikel ini merupakan salah satu isi dari buku berjudul :Who's Afraid of The Holy Spirit- red). Menjadi doa kami bahwa volume ini akan menjadi sebuah
pemicu untuk menggerakan orang-orang Kristen lainnya yang berpandangan “cessationist” dimana mereka semua harus bertanya kepada diri
mereka sendiri : Jika Roh Kudus tidak
mati saat pada abad pertama,apakah yang
sedang Dia lakukan di dunia pada saat
ini?
Perjalanan Spiritualku
Saya tumbuh besar dalam sebuah gereja Baptis yang konservatif di California selatan. Saya menjadi seorang yang percaya pada usia empat tahun ketika sata mengikuti Liburan Sekolah Alkitab pada musim panas 1956. Saudara laki-lakiku, pada usia lima setengah tahun, menuntunku kepada Kristus. Ironisnya, dia bukan seorang yang percaya pada saat itu. Dua belas tahun kemudian saya menjadi alat untuk membawanya kepada Juru selamat.
Perjalanan Spiritualku
Saya tumbuh besar dalam sebuah gereja Baptis yang konservatif di California selatan. Saya menjadi seorang yang percaya pada usia empat tahun ketika sata mengikuti Liburan Sekolah Alkitab pada musim panas 1956. Saudara laki-lakiku, pada usia lima setengah tahun, menuntunku kepada Kristus. Ironisnya, dia bukan seorang yang percaya pada saat itu. Dua belas tahun kemudian saya menjadi alat untuk membawanya kepada Juru selamat.
Saya tumbuh
besar didalam gereja. Masa mudaku
ditandai dengan sifat malu-malu: saya
bagaikan seorang Clark Kent yang tidak
memilki kepribadian lainnya. Saya
seorang yang takut akan kehidupan, takut untuk mengeksplorasi, takut untuk bertanya dengan suara lantang. Walaupun demikian—atau
berangkali oleh karena ini, saya
menjadi seorang pemimpin
dalam kelompok pemuda. Tetapi saya
memiliki pertanyaan-pertanyaan yang tak pernah disampaikan—pertanyaan-pertanyaan
mengenai apakah saya telah memiliki sebuah pengalaman Kristen yang otentik.
Pada usai enam tahun saya berada
ditengah-tengah kehidupan yang sedang
diancam krisis: haruskah atau tidakah
bertanya pada Terri C. Ketinggalan zaman? Karena kekacauan yang melanda jiwaku,
saya dengan segera menyetujui ketika
seorang teman mengundang saya ke sebuah
acara Kharismatik di Melodyland di Anaheim, California. Gedung dipenuhi
banyak orang; beberapa ribu memenuhinya. Pembicaranya berkata beberapa hal yang
mengganggu saya secara intelektual. Ketika dia memberikan sebuah panggilan ke
depan/altar call, saya sudah siap untuk maju kedepan dan memberikan kepada dia
sebuah pemikit. Ketika saya beranjak dari tempat dudukku, Roh Kudus meraih
hatiku dan berkata, “Tidak, ini bukanlah
dasar bagimu untuk maju kedepan. Kamu harus benar dihadapan Tuhan.” Saat itu,
Dia tidak berbicara secara audible (suara yang dapat didengar secara
langsung. Kata-kata ini tidak
dituliskand alam huruf-huruf berwarna
merah. Tetapi selagi saya beranjak berdiri, sebelum, saya mulai melangkahkan kaki saya, saya diliputi
sebuah kesadaran akan dosaku. Roh Tuhan
jelas ada di tempat itu.
Selagi saya maju kedepan, empat atau lima
ratus orang mengalir maju kedepan
menuju panggung. Dengan ratusan orang disana, saya sangat takjub ketika
pembicara dengan mikropon di tangan, memilih diriku. “Mengapa kamu maju
kedepan, anak muda?”dia menyelediki.” Saya datang untuk mendedikasikan kembali
hidupku kepada Kristus,” Saya menjawab. Sebuah hal yang baik bahwa Roh Kudus
telah mengubah hatiku sebelum bibirku berkata!
Malam itu, 6 Januari 1969, merupakan titik balik besar dalam kehidupanku. Saya masih merayakannya sebagai ulang tahun rohaniku ( kerena tanggal persis dimana pertobatanku terjadi pada uisa empat tahun masih merupakan peristiwa yang agak kabur).
Malam itu, 6 Januari 1969, merupakan titik balik besar dalam kehidupanku. Saya masih merayakannya sebagai ulang tahun rohaniku ( kerena tanggal persis dimana pertobatanku terjadi pada uisa empat tahun masih merupakan peristiwa yang agak kabur).
Sebelum saya
meninggalkan Melodyland malam itu, seorang pria mengundangku untuk mengunjungi
sahabatnya di Huntington Beach. Saya bergabung
dengan kelompok tersebut dan saya menjadi seorang kharismatik. Kelompok
ini sangat bersemangat dalam beribadah, berapi-api dalam penginjilan.
Imanku hidup. Kehidupan doaku berkembang. Dan,untuk kali pertama dalam
hidupku, saya memiliki semangat.
Saya dapat
berdoa selama berjam-jama setiap
harinya, meminta Tuhan untuk menganugerahkan padaku karunia berbahasa lidah.
Setelah pertemuan malam akhir minggu, ketika salah satu “rasul” (rasul Bob, saya yakin [ Saat itu ada 12
rasul di Light House. Kita saling mengenal
satu sama lain hanya dengan nama pertama mereka, kerena seperti kata
rasul Bob, “para rasul asli” hanya
memiliki satu nama.”], mengetahui bahwa saya tidak memiliki karunia berbahasa lidah, dia
bertanya apakah saya telah dibaptis dengan Roh Kudus. Ketika saya menjawab
tidak, dia menumpangkan tangannya atas
diriku dan hal itu dilakukan di pinggir jalan. Mengamati bahwa tidak terjadi
apapun, dia meragukan keselamatanku.
Sehingga
saya diam-diam meninggalkan kelompok
tersebut. Pada bulan-bulan berikutnya, saya bersekutu di Calvary Chapel,
dimana gerakan Kharismatik baru/neo charismatic bermula. Pada
akhirnya, dan dalam cara yang cukup alami, saya meninggalkan gerakan
kharismatik sama sekali. Saya telah
melihat banyak penyimpangan, dan
telah mengamati bahwa banyak hal tidak
sesuai dengan kitab suci. Tetapi
semangatku bagi Tuhan tidak padam. Saya
menjadi bagian gerakan Yesus sebagai
seorang non kharismatik. Saya masih terus
berdoa, menginjili, dan membaca
Alkitabku. Pada kenyataanya, ada sebuah bentang waktu yang panjang dimana saya
membaca Perjanjian Baru, dari depan ke belakang, setiap minggunya. Saya melihat
tangan Tuhan didalam setiap hal. Dan Tuhan menganugerahku sebuah takaran
semangat yang tidak dan pasti tidak secara alami berasal dari diriku
sendiri. Walaupun saya telah
meninggalkan gerakan kharismatik, memerlukan waktu yang panjang bagi saya untuk menggantikan hasratku bagi Yesus
Kristus dengan sebuah hasrat untuk Alkitab.
Isi buku ini dapat dilihat di sini |
Karena
ketertarikanku akan hal-hal spiritual, saya memutuskan untuk berkuliah di
sebuah akademi seni-seni liberal Kristen. Saya
masuk ke Biola University, menikahi seorang gadis Irlandia yang juga belajar di perguruan tinggi itu, dan kemudian saya masuk ke Dallas untuk
mendapatkan pelatihan teologia yang lebih lagi.
Sepanjang tahun-tahun tersebut, setelah masuk ke sebuah perguruan Kristen dan sebuah seminari yang berpandangan “cessationist,” saya mulai tergelincir menjauh dari hubungan awalku dengan Tuhan yang bersemangat. Pengertianku akan kitab suci semakin meninggi, tetapi perjalananku bersama Tuhan melambat hingga merangkak. Saya memilih postur pembelaan dan apologetik dalam studi-studi kitab suci. Dalam beberapa tahun terakhir, Saya mulai mempertanyakan kecukupan pendirian semacam ini—mengakui, dan menyadari pada akhirnya bahwa hal tersebut tidak memuaskan kerinduan-kerinduanku yang demikian mendalam.
Sepanjang tahun-tahun tersebut, setelah masuk ke sebuah perguruan Kristen dan sebuah seminari yang berpandangan “cessationist,” saya mulai tergelincir menjauh dari hubungan awalku dengan Tuhan yang bersemangat. Pengertianku akan kitab suci semakin meninggi, tetapi perjalananku bersama Tuhan melambat hingga merangkak. Saya memilih postur pembelaan dan apologetik dalam studi-studi kitab suci. Dalam beberapa tahun terakhir, Saya mulai mempertanyakan kecukupan pendirian semacam ini—mengakui, dan menyadari pada akhirnya bahwa hal tersebut tidak memuaskan kerinduan-kerinduanku yang demikian mendalam.
Joe Aldrich,
presiden Multnomah Bible College, sekali waktu berkata kepada saya, “Rata-rata
membutuhkan lima tahun bagi para lulusan
untuk mencairkan diri dari pengalaman
semacam itu.” Kebanyakan lulusan
seminari, saya duga, proses pencairan
itu bisa datang dari perjalanan peristiwa-peristiwa alami. Tetapi membutuhkan
sejumlah krisis sebelum Tuhan mulai menghangatkanku kembali. Satu hal yang
sungguh-sungguh memberikan panas yang
luar biasa adalah apa yang telah terjadi pada puteraku, Andy, tiga belas tahun lampau—ketika dia berusia
delapan tahun.
Pada
Desember 1991, Andy ditendang pada
perutnya dalam sebuah peristiwa kekerasan di sekolah. Dia mengalami
sejumlah kesakitan pada perutnya yang
berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Kepribadiannya berubah. Dia tidak lagi anak yang bahagia
serta kocak; dia muram, ketakutan, dan letih. Dua bulan kemudian,
melalui sebuah tindakan tidak bijak
yang dituntun untuk terjadi, Andy
membiarkan pintu kamar mandinya terbuka ketika isteriku melintasinya. Isteriku
melihat sesuatu yang menakutkannya: air seninya berwarna coklat. Pada hari yang sama itu, dia membawanya ke dokter keluarga kami. Ini memulai serangkaian pertemuan dengan para
dokter dan para spesialis. Tidak satupun dari mereka memiliki petunjuk apa yang
salah. Pada akhirnya, Andy dimasukan ke Rumah Sakit Anak pada 20 April 1992,
dijadwalkan untuk menjalani biopsi ginjal.
Video : dialog antara Bart Ehrman Vs Daniel B Wallace. Ehrman seorang anti Kristen- 14-Febuari 2012
Video : dialog antara Bart Ehrman Vs Daniel B Wallace. Ehrman seorang anti Kristen- 14-Febuari 2012
Sebelum biopsi
dilakukan, terlebih dahulu dilakukan sonogram. Kita mengantisipasi terjadinya
penggumpalan darah pada ginjal, tetapi sonogram memperlihatkan bahwa sesuatu
yang lebih serius ditemukan. Berangkali itu ada sebuah tumor. Seorang dokter menyarankan operasi untuk penyelidikan/eksplorasi
ketimbang biopsi. Ini terdengar gila bagiku!
Membedah “Beaker”ku![ nama julukan Andy. Sejak usia 4 tahun dia
menirukan suara-suara karakter beaker,
tokoh dalam Sesame Street di program PBS]. Kami setuju, dengan perasaan berat,
untuk menjalani prosedur ini.
Operasi
dilakukan pada Rabu , 22 April. Itulah saat mimpi buruk dimulai. Salah satu
dokter mentaklimat kami sedari awal:
Tuan dan ibu Wallace, Saya tidak terlalu mengkhawatirkan operasi ini. Apa yang diperlihatkan Sonogram berangkali hanyalah sebuah gumpalan darah. Dan jika itu bukan gumpalan darah, maka, paling mungkin, itu adalah sebuah tumor yang jinak. Dan jika itu tidak jinak, maka itu berangkali sebuah tumor Wilm (tumor ginjal pada anak yang diduga cacat bawaan pada ginjal dan kerap terjadi pada anak kembar , jika ingin tahu lebih informatif baca di sini – red]. Ini merupakan kanker ginjal bawaan yang dijumpai pada anak-anak. Penyakit ini dapat ditangani dan disembuhkan. Akan tetapi jika ini bukan tumor Wilm, ada sebuah kemungkinan kecil bahwa apa yang dimiliki anak anda merupakan sel carcinoma ginjal. Tetapi yang semacam ini merupakan kanker yang jarang terjadi pada anak-anak yang kemungkinannya sangat kecil.
Jam-jam selama dan setelah operasi dilangsungkan, kami mendapatkan diri kami terpukul oleh gelombang demi gelombang berita menakutkan. Andy, benar-benar, mengidap Renal Cell Carcinoma (RCC). Dan yang diidapnya bukanlah jenis yang normal—yang itu saja sudah mematikan. Andy mengidap jenis RCC yang lebih ganas. Pada 1992 kurang lebih sepuluh anak-anak telah didiagnosa di seluruh dunia telah menjalani kehidupan selama dua tahun dengan jenis RCC ini. Tanpa operasi radikal, jelas-jelas penyakit ini tidak dapat ditangani dan disembuhkan, demikian sejauh ilmu kedokteran mengetahuinya.
Ada
kabar-kabar baik dalam semuanya ini,
berita-berita yang yang menjaga karakter, berita-berita yang telah memberikan
kepada kita pengharapan bahwa anak lelaki kami dapat hidup. Pertama, pelaku
kekerasan yang telah menendang Andy pada perutnya berangkali telah
menyelamatkan nyawanya. Hanya sepertiga
kasus-kasus RCC mengalami gejala air seni yang berdarah. Gejala-gejala lain yang bisanya terjadi
adalah sakit perut ringan dan demam suhu
rendah yang jarang terjadi [ Kasus
pertama telah dilaporkan di Amerika (1934) juga
sakit perut yang ringan, kenyataanya, anak tersebut telah meninggal
sebelum kedua orang tuanya menduga apapun juga yang pantas untuk mendapatkan
perhatian dokter]. Tendangan ke perut itu berangkali telah memicu air seni berdarah. Kedua, salah seorang
dokter yang bersikeras untuk melakukan operasi penyelidikan/eksplorasi, bukannya melakukan biopsi juga telah menyelamatkan kehidupan Andy. RCC sangat berpotensi menjadi
kanker pada setiap kasus yang tercatat
dimana sebuah biopsi yang dilakukan
berakhir dengan kematian pasien. Ditengah-tengah keheranan, dalam kebingungan,
dalam teriakan kepada Tuhan, aku masih melihat Tangan Tuhan dalam semua
ini.
Ginjal Andy
telah diambil dalam operasi dan menjalani sejumlah ragam tes yang tidak
menyenangkan dimana tubuhnya diperiksa untuk mengetahui adanya kemungkinan
sisa-sisa kanker. Uji sumsum tulang adalah hal yang paling traumatik. Isteriku
yang berani menggendong Andi dalam dekapan tangannya selam 20 menit selagi
putera kecilnya mencengkramnya, berteriak di telinganya,”Hentikan mereka,
Mami!Hentikan mereka! Enam hari pengujian
menunjukan tidak ada jejak kanker.
RCC Pada
anak begitu langka dan kasus yang
dialami Andy merupakan yang pertama dilaporkan di Amerika Serikat sejak 1984.
Secara global, Andy merupakan anak yang ke-161 yang pernah didiagnosa
mengidapnya. Tidak ada kelompok-kelompok pendukung. Sebelum Andy keluar dari rumah
sakit, sebuah tim yang terdiri dari 10 orang dokter tidak dapat
memutuskan apakah perlu menjalankan kemoterapi. Tindakan ini secara terbatas
menjadi upaya pencegahan, tetapi untuk RCC, pencegahan adalah segalanya.
Jika kanker berkembang kembali tapi pada
bagian tubuh lainnya, dia akan meninggal (sejauh statistik mengatakannya). Tak
ada anak yang selamat setelah terkena RCC. Pilihan ada pada kami apakah
menjalani kemoterapi atau tidak.
Kami memutuskan untuk menjalani kemoterapi, karena resikonya jika tidak melakukan, bertanya-tanya apakah kemoterapi akankah membunuhnya, merupakan hal yang terlampau besar untuk kami tanggung. Saya tidak dapat menggambarkan dengan cukup baik akan seperti apakah enam bulan kedepan—bagi Andy, bagiku dan bagi maminya, bagi tiga saudara laki-lakinya. Tetapi saya dapat katakan kepada anda bahwa saya berada dalam kegundahan emosi yang amat sangat. Saya marah kepada Tuhan dan mendapatkan Dia menjadi jauh. Disini anak lelaki kecil kami tersayang kehilangan rambutnya, dan kehilangan bobot badannya. Pada satu titik dia hanya berbobot empat puluh lima pound (atau sekitar 20 kilogram lebih sedikit-red). Saudara kembarnya pada saat itu berbobot delapan puluh lima pound. Andy begitu lemah sehingga kita harus menggendongnya kemanapun, bahkan ke kamar mandi.
Kami memutuskan untuk menjalani kemoterapi, karena resikonya jika tidak melakukan, bertanya-tanya apakah kemoterapi akankah membunuhnya, merupakan hal yang terlampau besar untuk kami tanggung. Saya tidak dapat menggambarkan dengan cukup baik akan seperti apakah enam bulan kedepan—bagi Andy, bagiku dan bagi maminya, bagi tiga saudara laki-lakinya. Tetapi saya dapat katakan kepada anda bahwa saya berada dalam kegundahan emosi yang amat sangat. Saya marah kepada Tuhan dan mendapatkan Dia menjadi jauh. Disini anak lelaki kecil kami tersayang kehilangan rambutnya, dan kehilangan bobot badannya. Pada satu titik dia hanya berbobot empat puluh lima pound (atau sekitar 20 kilogram lebih sedikit-red). Saudara kembarnya pada saat itu berbobot delapan puluh lima pound. Andy begitu lemah sehingga kita harus menggendongnya kemanapun, bahkan ke kamar mandi.
Melalui
pengalaman ini, saya mendapatkan bahwa Alkitab
tidak memadai. Saya membutuhkan Tuhan dalam sebuah cara yang personal—bukan
sebagai obyek studiku, tetapi sebagai sahabat, pemandu, dan penghibur. Saya
membutuhkan sebuah pengalaman eksistensial (nyata dialami langsung) dari Dia
yang Kudus. Terus terang saja, saya
menemukan Alkitab bukanlah jawaban. Saya mendapatkan bawah Kitab suci membantu—bahkan
secara otoritas membantu—sebagai pemandu. Tetapi tanpa merasakan
Tuhan, Alkitab hanya memberikan sedikit
pelipur lara. Di tengah-tengah “musim panas dari neraka,” Saya mulai
memeriksa apa yang telah menjadi imanku. Saya menemukan kerinduan untuk menjadi lebih dekat kepada Tuhan, tetapi
mendapatkan diriku tidak dapat melakukannya
melalui sarana-sarana normal: eksegesis, pembacaan kitab suci, eksegesis
lagi. Saya percaya bahwa saya memiliki
Tuhan yang kepribadiannya
dilucuti sebegitu hebatnya sehingga ketika saya
benar-benar membutuhkan-Nya saya tidak tahu bagaimana berhubungan dengan Dia. Saya
merindukannya, tetapi menemukan banyak komunitas dengan
begitu banyak batasan-batasannya dalam lingkungan kristenku yang
berpandangan “cessationist.” Saya mencari Tuhan, tetapi yang kudapati hanyalah sebuah kematian karena tercekik oleh Roh tradisi evengelikalku demikian juga
dengan hatiku sendiri.
Selanjutnya : SEBELAS TESISKU
Introduction: Who's Afraid of the Holy Spirit? The Uneasy Conscience of a Non-Charismatic Evangelical| diterjemahkan dan diedit oleh : Martn Simamora
Selanjutnya : SEBELAS TESISKU
Introduction: Who's Afraid of the Holy Spirit? The Uneasy Conscience of a Non-Charismatic Evangelical| diterjemahkan dan diedit oleh : Martn Simamora
No comments:
Post a Comment