Bacalah terlebih dahulu Dua bagian sebelumnya di sini untuk bagian 1 dan di sini untuk bagian 2
Oleh : Daniel B. Wallace, Ph.D
Kedua, Pengakuan dosa melibatkan sebuah pengakuan akan ketidakcukupan dan kebutuhan kita. Ketika saya mengaku, “Tuhanku, Aku mengakui dosa-dosaku. Dan aku berjanji, aku tidak akan melakukannya lagi! Saya sesungguhnya sedang bertindak tidak jujur dengan Tuhan. Dengan nafas yang sama kita mengatakan kepada Tuhan kita telah kacau dan bahwa kita memiliki kemampuan untuk tidak melakukan kekacauan lagi! Tetapi bukankah Yesus berkata,”Diluar Aku , tidak ada yang dapat kamu lakukan”? Dan bukankah Paulus berkata bahwa “tidak satupun yang berbuat baik, tidak seorangpun”—dan bahkan orang-orang percaya secara konstan “kehilangan kemuliaan Tuhan”?
Oleh : Daniel B. Wallace, Ph.D
Kedua, Pengakuan dosa melibatkan sebuah pengakuan akan ketidakcukupan dan kebutuhan kita. Ketika saya mengaku, “Tuhanku, Aku mengakui dosa-dosaku. Dan aku berjanji, aku tidak akan melakukannya lagi! Saya sesungguhnya sedang bertindak tidak jujur dengan Tuhan. Dengan nafas yang sama kita mengatakan kepada Tuhan kita telah kacau dan bahwa kita memiliki kemampuan untuk tidak melakukan kekacauan lagi! Tetapi bukankah Yesus berkata,”Diluar Aku , tidak ada yang dapat kamu lakukan”? Dan bukankah Paulus berkata bahwa “tidak satupun yang berbuat baik, tidak seorangpun”—dan bahkan orang-orang percaya secara konstan “kehilangan kemuliaan Tuhan”?
Pada sisi
lain, adalah baik untuk mengungkapkan
keguncangan dan kengerian atas dosa kita dihadapan Tuhan. Tetapi ketika
kita mengungkapkan ketidakpercayaan (“Bagaimana bisa saya dapat melakukan hal
itu?”) maka kita nyaris dalam bahaya untuk berpikir bahwa kita memiliki
kemampuan untuk kembali ke jalurnya terlepas dari Roh Kudus. Pada dasarnya, pengakuan adalah menjadi jujur dengan Tuhan
mengenai siapakah kita.
Ketiga, konteks untuk pengakuan bukan hanya yudisial: tetapi
juga relasional.
Pada satu sisi, pengakuan dihadapan Tuhan seperti seorang yang melalui
persidangan. Dan dia melaluinya tanpa ada penghukuman bagi mereka yang
telah meletakan iman mereka kepada Kristus. Ada kebenaran yang mahal disini:
karena Kristus telah membayar lunas harga dosa, adalah tidak adil bagi Tuhan
untuk mengenkan sebuah penghukuman pada siapapun yang ada didalam Kristus. Oleh karena itu tidak
perlu bahkan tidak benar untuk memohon kepada Tuhan untuk mengampuni kita. Permohonan semacam ini akan menjadi tamparan di wajah Yesus—Dia telah
membayar lunas! Itu sebabnya adalah adil
bagi Tuhan untuk mengampuni dosa-dosa kita: Yesus telah membayar lunas
harganya.
Sehingga saya dapat sangat setuju dengan mereka yang memandang sebuah konteks yudisial terhadap pengakuan. Tetapi ada lebih banyak lagi—sangat banyak. Jika ini semata sebuah konteks yudisial, kita dapat berharap untuk hanya menemukan istilah-istilah legal yang digunakan. Kita tidak perlu berharap adanya terminologi keluarga dalam bentuk apapun.
Tetapi perhatikan :
Sehingga saya dapat sangat setuju dengan mereka yang memandang sebuah konteks yudisial terhadap pengakuan. Tetapi ada lebih banyak lagi—sangat banyak. Jika ini semata sebuah konteks yudisial, kita dapat berharap untuk hanya menemukan istilah-istilah legal yang digunakan. Kita tidak perlu berharap adanya terminologi keluarga dalam bentuk apapun.
Tetapi perhatikan :
- Ayat 2-3---“Bapa” digunakan dua kali; “persekutuan” ada disebutkan (Kita tidak dapat memiliki persekutuan dengan seorang hakim)
- Ayat 6-7 (kembali, kita tidak memiliki persekutuan dengan serang hakim)
- 2:1 (Yesus adalah pengantara kita, ya!tetapi dengan Bapa! Yohanes mencampurkan metaforanya disini. Ini merupakan gambaran yang luar biasa dari 2 macam cara kita semestinya berelasi dengan Tuhan.)
Saya percaya bahwa Katekisasi Wesminster versi yang lebih pendek sangat tepat ketika menyatakan :”Apakah tujuan utama manusia? Untuk memuliakan Tuhan dan menikmati dia selama-lamanya.” Sampai kita tiba pada pandangan Tuhan sebagai Bapa, kita tidak hanya tidak dapat menikmati dia; kita juga tidak akan memahami apa makna sesungguhnya mengakui dosa-dosa kita kepada dia.
Tuhan bukan sebuah tempat dimana kita membuang dosa-dosa kita. Tuhan adalah sebuah pribadi; dia adalah Bapa kita. Memahami hubungan semacam ini membantu kita untuk memahami poin berikutnya.
Keempat, pengakuan dosa selalu melibatkan pertobatan. Nas-nas
kitab suci sangat jelas bahwa seseorang tidak dapat masuk kedalam sebuah hubungan dengan Tuhan
tanpa pertobatan; dan ini sama jelasnya
bahwa seseorang tidak dapat melanggengkan
persekutuan dengan Tuhan tanpa pertobatan.
Ketika Lukas berbicara
tentang keselamatan dia menggunakan
istilah-istilah seperti “bertobat,
percaya,” dan “berbalik dari dosa-dosa.” Semua istilah-istilah ini digunakan
cukup sering dalam kitab Kisah Para
Rasul. Terkadang hanya “percaya” yang disebutkan , yang dengan percaya
menyelamatkan orang itu. Kita semua sangat mengenal Kisah Para Rasul 16:31—“Percayalah kepada Tuhan Yesus
Kristus dan engkau akan selamat.” Beberapa orang suka berpikir bahwa seluruh
injil tersimpulkan didalam kata-kata
ini. Dalam banyak hal, memang benar.
Tetapi perhatikan, apa yang
terhilang : tidak ada satu kata yang menyebutkan apakah yang dipercayai.
Siapakah Yesus Kristus ini yang harus
dipercayai oleh orang Filipi yang ditahan ini? Mungkinkah dia mempercayai
apapun juga tentang dia yang dia inginkan—dan masih diselamatkan? Jelas tidak. Misalnya
,dia tidak dapat menyangkali kebangkitan. Apa yang sedang berlangsung disini
sangat kerap terjadi dalam Perjanjian
Baru—sesuatu yang terkait dengan sebuah peringkasan teologikal. Paulus pasti
telah mengkomunikasikan isi-isi dari
injil kepada tahanan tersebut pada
waktu-waktu sebelumnya. Ketika waktunya tepat, dia cukup berkata, “percaya.”
Ditempat lainya dalam Kisah Para Rasul, “percaya” bahkan tidak disebutkan, namun demikian jelas bahwa iman diperlukan. Perhatikan Kisah Para Rasul 3:19—“Karena itu sadarlah dan bertobatlah, supaya dosamu dihapuskan.” Apakah Lukas sedang mengatakan bahwa dosa-dosa seseorang dapat diampuni terlepas dari Iman? Atau apakah dia sedang mengatakan ada dua cara berbeda untuk diselamatkan; Satu, oleh iman dan yang satunya lagi oleh pertobatan? Tidak bisa! Dia pada dasarnya menggunakan peringkasan teologikal, berfokus pada satu aspek pada teks ini.
Ditempat lainya dalam Kisah Para Rasul, “percaya” bahkan tidak disebutkan, namun demikian jelas bahwa iman diperlukan. Perhatikan Kisah Para Rasul 3:19—“Karena itu sadarlah dan bertobatlah, supaya dosamu dihapuskan.” Apakah Lukas sedang mengatakan bahwa dosa-dosa seseorang dapat diampuni terlepas dari Iman? Atau apakah dia sedang mengatakan ada dua cara berbeda untuk diselamatkan; Satu, oleh iman dan yang satunya lagi oleh pertobatan? Tidak bisa! Dia pada dasarnya menggunakan peringkasan teologikal, berfokus pada satu aspek pada teks ini.
Dalam beberapa teks,
Lukas mengkombinasikan baik iman dan pertobatan. Perhatikan Kisah Para Rasul
20:21. Ini merupakan jantung perkabaran Injil yang dilakukan oleh Paulus.
Konstruksi dalam bahasa Yunani
menunjukan kemungkinan yang amat
dekat pada hubungan antara pertobatan dan iman. Faktanya, seseorang dapat
berkata bahwa semua iman yang murni
mencakup pertobatan.
Apa yang saya dapatkan adalah ini : sebagaimana percaya dan iman tidak selalu harus disebutkan didalam teks bagi kita untuk mengetahui bahwa kedua hal itu ada didalamnya, maka demikian juga dengan pertobatan tidak selalu harus disebutkan.
Apa yang saya dapatkan adalah ini : sebagaimana percaya dan iman tidak selalu harus disebutkan didalam teks bagi kita untuk mengetahui bahwa kedua hal itu ada didalamnya, maka demikian juga dengan pertobatan tidak selalu harus disebutkan.
Kembali kepada 1 Yohanes 1:9:Kini anda mungkin berkata: “Tetapi
kata pertobatan bahkan tidak disebutkan dalam teks ini. Bagaimana bisa menjadi
bagian dari pengakuan?” Karena menginterpretasikan kitab suci tidak sekedar
mengerjakan studi dan etimologi terhadap setumpuk kata Yunani yang tidak
berkaitan. Interpretasi memeriksa
kata-kata yang oleh penulis tertentu digunakan dalam konteks-konteksnya.
Setiap siswa seminari mengetahui bahwa kitab-kitab dalam
Alkitab harus diinterpretasikan dalam terang penggunaan ekspresi-eskpresi dan terminologi-terminologi
yang dipakai penulis. Beberapa penulis
lebih menyukai kata “bertobat” untuk mengatakan bagaimana kita, sebagai orang-orang Kristen, semestinya
berhubungan dengan Tuhan. Beberap penulis menggunakan kata “percaya”;
sementara yang lainya menggunakankata “patuh” atau “mengaku.” Kesemunya hendak
mengatakan bahwa kita ini bobrok/bejad
dan terhilang—kita membutuhkan baik
belas kasih Tuhan dan kuasanya untuk menghadapi dosa. Agar dapat memahami
kata-kata didalam konteksnya, anda harus memahami bagaimana si penulis menggunakan istilah-istilah. Mari saya
gambarkan:
- Katakanlah, ibuku menulis sebuah surat. Dalam surat tersebut, dia berkata:”Ayah sedang mengalami depresi ringan hari-hari ini.” Saya akan memandang hal tersebut sebagai kabar peringatan! Ayahku seorang yang tangguh, dapat diandalkan, tidak pernah lemah.
- Tetapi anggaplah seseorang yang lain yang ibu tuliskan dalam sebuah surat dengan kata-kata yang persis sama. Anak yang menerima surat tersebut berangkali berpikir ini merupakan kabar baik!”hanya agak depresi” berarti dia melakukan hal yang hebat. Mengapa? Karena biasanya ayah ini selalu mengalami depresi.
Ingat, membaca surat-surat
Perjanjian Baru seperti mendengarkan setengah
percakapan dalam telepon… kecuali
anda tahu pihak di sisi satunya, sangatlah untuk mengatakan apa yang sedang
dikatakan.
Mari saya jelaskan lebih lanjut dengan menggunakan Kitab suci.
Mari saya jelaskan lebih lanjut dengan menggunakan Kitab suci.
- Injil Yohanes : disebut “Injil Percaya.” Namun kata benda “percaya” atau “iman” tidak pernah muncul idalam injil ini ( saya sedang merujuk pada teks dalam bahasa Yunani). Akankah kita mengatakan kemudian bahwa ide tentang iman tidak hadir didalam Yohanes karena istilah itu tidak pernah digunakan? Jelas tidak. Kita memahami apa yang sedang dimaksudkan si penulis bukan oleh kata-katanya, tetapi dengan bagaimana dia menggunakan kata-katanya.
Ini benar-benar sebuah konsep yang sangat penting untuk dipegang. Sangat gampang bagi
kita untuk terperangkap dalam kata-kata
dari sebuah teks dan kita melupakan maknanya. Jadi mari saya ilustrasikan
lebih lanjut :”Ibuku dahulu suka memanjat tanaman anggur” [My mother used
to like climbing vines]. Apa yang sedang saya maksudkan dengan kalimat tersebut?
(Ada dua pilihan disini. ibuku dahulu suka dengan tanaman anggur yang merambat, atau
bisa juga dia dahulu suka memanjat tanam anggur yang merambat. Bagaimana anda
dapat mengatakan apakah yang sedang saya maksudkan dengan kalimat-kalimat ini
kecuali anda mengenalku atau mengenal ibuk?)
Sekarang kembali ke 1 Yohanes 1:9 (kembali!): walaupun Yohanes tidak menggunakan kata “bertobat” dia secara pasti menyiratkanya. “Bertobat” adalah sebuah terminologi, faktanya, bahwa Yohanes tidak pernah menggunakan kata itu—baik dalam Injil Yohanes, atau didalam 1 Yohanes , atau 2 Yohanes, atau 3 Yohanes. Tetapi itu tidak berarti bahwa Yohanes menentang pertobatan terlebih lagi dia menentang iman. Karena ketika dia menulis kitab Wahyu, ketika dia mengutip Tuhan Yesus yang telah bangkit dan telah dimuliakan dalam instruksi-instruksinya kepada 7 jemaat, tiba-tiba saja mendadak pertobatan muncul didalam tulisan-tulisan Yohanes. Dan delapan kali Tuhan mengatakan kepada Jemaat-jemat untuk bertobat. Pada satu titik, dia bahkan berkata,” Barangsiapa Kukasihi, ia Kutegor dan Kuhajar; sebab itu relakanlah hatimu dan bertobatlah!”[Wahyu 3:19]. Bertobat, kemudian, merupakan bagian dari bagaimana orang-orang Kristen secara berkelanjutan berelasi dengan Tuhan.
Sekarang kembali ke 1 Yohanes 1:9 (kembali!): walaupun Yohanes tidak menggunakan kata “bertobat” dia secara pasti menyiratkanya. “Bertobat” adalah sebuah terminologi, faktanya, bahwa Yohanes tidak pernah menggunakan kata itu—baik dalam Injil Yohanes, atau didalam 1 Yohanes , atau 2 Yohanes, atau 3 Yohanes. Tetapi itu tidak berarti bahwa Yohanes menentang pertobatan terlebih lagi dia menentang iman. Karena ketika dia menulis kitab Wahyu, ketika dia mengutip Tuhan Yesus yang telah bangkit dan telah dimuliakan dalam instruksi-instruksinya kepada 7 jemaat, tiba-tiba saja mendadak pertobatan muncul didalam tulisan-tulisan Yohanes. Dan delapan kali Tuhan mengatakan kepada Jemaat-jemat untuk bertobat. Pada satu titik, dia bahkan berkata,” Barangsiapa Kukasihi, ia Kutegor dan Kuhajar; sebab itu relakanlah hatimu dan bertobatlah!”[Wahyu 3:19]. Bertobat, kemudian, merupakan bagian dari bagaimana orang-orang Kristen secara berkelanjutan berelasi dengan Tuhan.
Saya tidak dapat melihat adanya perbedaan yang besar antara “bertobat”
disatu sisi dan “pengakuan” pada sisi lainnya. Jika pengampunan dijanjikan bagi
mereka orang-orang Kristen yang bertobat
pada satu sisi, dan kepada orang-orang Kristen yang mengaku pada sisi lainnya., apakah ini merupakan
tindakan yang tidak diperlukan? Tentu tidak. Itu pada dasarnya bermakna
bahwa terminologi-terminologi yang digunakan adalah berbeda [secara kebetulan,
hanya Yesus dikatakan untuk “mengaku” apapun dalam kitab Wahyu. Hal ini kembali
menggambarkan kekeliruan dalam
menghubungkan kata-kata dengan konsep-konsep]. Dan begitu kebetulanya Yohanes lebih suka untuk
menggunakan istilah mengaku sementara Yesus lebih suka menggunakan istilah bertobat.
Kecuali kita hendak
mengatakan bahwa Yohanes tidak sepakat dengan Yesus, saya pikir yang terbaik
dengan melihat pengakuan sebagai yang termasuk dalam pertobatan.
Mengapa hal ini begitu penting? Persisnya karena bagaimana anda memandang pengakuan mengindikasikan bagaimana anda
memandang Tuhan. Apakah Dia semata Hakim Agung yang memberikan anugerah kapanpun kita “menyebutkan
dosa-dosa kita,” atau apakah dia Bapa
kita?
- [ilustrasi] Saya memiliki seorang sahabat yang menyukai golf. Faktanya, dia memiliki sebuah ruangan khusus yang didedikasikan untuk olah raga ini. Kini anggaplah puteranya suatu hari melakukan kesalahan didalam ruangan khsusus pria ini. Dan anak laki-laki tersebut mulai mengayunkan sebuah stik golf dan secara tidak sengaja memotong atau merobek gambar Byron Nelson yang dibubuhi tanda tangannya. Kemudian, dia mengakui dosanya kepada ayahnya. Dan percakapannya berlangsung seperti ini :
“Yah, saya telah merobek gambar pada leher Byron. Saya menyesal akan hal itu!” Dan dia melangkah keluar dari ruangan itu untuk bermain. Apakah itu sebuah pengakuan yang benar? Saya pikir tidak. Mengapa? Karena dia tidak peduli dengan hubungan. Dia hanya menggunakan ayahnya.
Tetapi jika dia datang menemui ayahnya dan berkata,”Yah, ada sesuatu yang harus saya akui. Hari ini, saya telah melakukan kesalahan di sekitar ruang belajarmu. Dan saya telah melakukan hal yang salah. Saya telah merusak gambar Byron Nelson. Saya tahu betapa pentingnya hal tersebut bagi anda. Itu adalah kebodohan yang saya lakukan bermain-main di ruang belajarmu. Saya sungguh-sungguh menyesal.
Itu menjadi pengakuan yang benar.
Tak satu skenariopun diatas dimana anak muda itu berpikir bahwa ayahnya tidak akan mengampuninya. Tetapi hanya pada skenario kedua dia sungguh-sungguh melakukan pengakuan sejati. Pengakuan dihadapan seorang hakim tidak akan melibatkan pertobatan—Untunglah, anda tidak akan pernah melihat hakim itu kembali; tetapi pengakuan di hadapan Bapa selalu melibatkan pertobatan, karena kamu hidup dengan Bapa.
Kelima, pengakuan melibatkan pengakuan dosa-dosa kita dan dosa kita. Kita harus mengaku tidak hanya akan apa yang telah kita lakukan, tetapi juga keadaan kita (1 Yohanes 1 ayat 8). Kita tidak jujur kepada Tuhan jika kita sekedar mengakui “gejala-gejalanya,” atau semata merasa menyesal atas konsekuensi-konsekuensi.
Hampir semua orang Kristen memiliki pandangan atas dosa yang naïf dan simplistik. Pada dasarnya, kita memandang dosa dalam terminologi-terminologi perbuatan dan konsekuensi-konsekuensi, bukan dalam terminologi sikap perilaku dan penyebab-penyebab. Tetapi perbuatan-perbutan dosa pada dasarnya merupakan hasil akhir dari sebuah proses.
- Ilustrasi : Jika anda melihat seorang bayi dengan ibunya, anda tahu bahwa hal itu bukan hal yang terjadi begitu saja. Itu merupakan hasil dari sebuah proses yang dimulai beberapa bula sebelumnya, dan, hampir dapat dipastikan , telah melibatkan orang lain.
Yakobus berkata ketika hawa nafsu menggoda, hal itu membuahkan dosa dan dosa membawa kematian ( Yakobus 1:14-15). Dengan kata lain, ada sebuah gerakan dari hawa nafsu menuju godaan untuk terbuka pada dosa menuju kematian. Ketika kita memplester dosa yang menganga, kita tidak berurusan dengan keseluruhan masalah. Kita sesungguhnya sedang berbohong pada diri kita sendiri mengenai akar penyebab-penyebab dosa.
Pendekatan semacam ini
terhadap dosa seperti mengusir godaan, tetapi meninggalkan alamat surat!
3. Mengakui Perbuatan-Perbuatan Dosa Masa Lampau ( 1 Yohanes 1:10)
Ketika kita merasionalisasikan mengenai apa yang telah kita perbuat, hal ini seolah-olah kita sedang memanggil Tuhan “si Iblis.” Teks dalam bahasa Yunani berangkali semestinya diterjemahkan demikian, “Jika kita berkata kita tidak memiliki dosa, kita membuat dia [Tuhan] menjadi pembohong, dan kebenaran tidak ada didalam kita.” Menyangkali dosa kita sama dengan membuat surga menjadi neraka dan neraka menjadi surge. Kita harus jujur dengan Tuhan mengenai siapakah kita kini dan siapakah kita dahulu.
Kesimpulan
Saya semakin diyakinkan bahwa dasar-dasar dari apa yang Tuhan harapkan dari diri kita dapat diletakan atau dinyatakan dengan sangat sederhana. Kehidupan Kristen tidaklah sulit untuk dimengerti; hanya tidak mungkin untuk dilakukan secara menyeluruh—hal itu jika terlepas dari karya Roh didalam hidup kita. Pada dasarnya, Tuhan menginginkan kita menjadi jujur dengan dia mengenai keadaan kita yang sebenarnya dan siapakah Dia. Kita harus mengakui baik keadaan kita dan menerima ketetapan Tuhan. Kita harus hidup didalam ketergantungan yang terus menerus kepada Dia. Kehidupan Kristen tidak dapat dihidupi tanpa iman. Tidak juga dapat dihidupi jika kita menyangkali keberdosaan kita yang sangat.
3. Mengakui Perbuatan-Perbuatan Dosa Masa Lampau ( 1 Yohanes 1:10)
Ketika kita merasionalisasikan mengenai apa yang telah kita perbuat, hal ini seolah-olah kita sedang memanggil Tuhan “si Iblis.” Teks dalam bahasa Yunani berangkali semestinya diterjemahkan demikian, “Jika kita berkata kita tidak memiliki dosa, kita membuat dia [Tuhan] menjadi pembohong, dan kebenaran tidak ada didalam kita.” Menyangkali dosa kita sama dengan membuat surga menjadi neraka dan neraka menjadi surge. Kita harus jujur dengan Tuhan mengenai siapakah kita kini dan siapakah kita dahulu.
Kesimpulan
Saya semakin diyakinkan bahwa dasar-dasar dari apa yang Tuhan harapkan dari diri kita dapat diletakan atau dinyatakan dengan sangat sederhana. Kehidupan Kristen tidaklah sulit untuk dimengerti; hanya tidak mungkin untuk dilakukan secara menyeluruh—hal itu jika terlepas dari karya Roh didalam hidup kita. Pada dasarnya, Tuhan menginginkan kita menjadi jujur dengan dia mengenai keadaan kita yang sebenarnya dan siapakah Dia. Kita harus mengakui baik keadaan kita dan menerima ketetapan Tuhan. Kita harus hidup didalam ketergantungan yang terus menerus kepada Dia. Kehidupan Kristen tidak dapat dihidupi tanpa iman. Tidak juga dapat dihidupi jika kita menyangkali keberdosaan kita yang sangat.
Kita telah tercekoki
dengan sebuah mitos besar
kekudusan. Kita berpikir bahwa semakin
lama kita menjadi orang-orang Kristen,
semakin kudus kita jadinya—dan menjadi lebih kudus kita rasakan.
Bukan ini pokoknya. Pertumbuhan rohani tidak
berarti bahwa kita merasa kudus. Malah sebaliknya:
kekudusan bermakna bahwa kita merasa sangat berdosa—dan kita tahu bahwa Tuhan
telah mengampuni dosa kita. Hal ini berarti bahwa selagi kita melangkah lebih
jauh dan lebih jauh lagi kedalam terang
Tuhan, maka kotoran, kuman, sarang
laba-laba di sudut-sudut yang gelap dalam jiwa kita menjadi tersingkap. Sekalipun kita berpikir rumah kita telah
rapih, Tuhan menyinari pada sudut-sudut yang diabaikan dengan lampu sorot
berkekuatan besar. Itu adalah tempat- tempat
yang sudah lama ada, yang kita pikir merupakan bagian dari pola lantai.
Tetapi Tuhan mengatakan itu adalah kotoran, dan kita tiba pada kesetujuan. Anda tidak dapat
berbantah dengan lampu sorot berkekuatan besar. Tetapi kita tidak dapat
menyingkirkan tempat tersebut. Hanya Roh
Kudus yang dapat. Dan ketika kita mengakui kepada Tuhan bahwa itu adalah
kotoran dan kita tidak dapat membersihkannya, namun DIA DAPAT, maka kita sedang
jujur dengan Tuhan!
Garis besarnya, pengakuan melibatkan kejujuran dalam sebuah hubungan dengan Bapa kita. Itu sebabnya saya secara pribadi tidak peduli terhadap ekspresi : “Bangkit kembali dan terus bergerak.” Karena terlalu banyak orang Kristen yang memaknainya:
Garis besarnya, pengakuan melibatkan kejujuran dalam sebuah hubungan dengan Bapa kita. Itu sebabnya saya secara pribadi tidak peduli terhadap ekspresi : “Bangkit kembali dan terus bergerak.” Karena terlalu banyak orang Kristen yang memaknainya:
- bangun sebuah “pit stop” di stasiun pengisian bbm di Kalvari dan buanglah semua sampah disana
- dan kemudian isilah segera tangki dengan bbm Roh Kudus beroktan tinggi
- dan bayarlah di pompa bensin dengan Visa Card milik Bapa
- Kemudian, keluarlah secepat-cepatnya,dan kembali ke jalan raya dimana kita dapat mengendarai mobil seperti setan.
Jika ini yang dimaksud “ Bangkit kembali dan terus bergerak”, saya tidak akan melakukan
apapun juga dengan slogan ini. Kita menerima pengampunan Tuhan—Ya!Tetapi kita
juga menerima Tuhan sebagai Bapa kita!
Dia bukanlah sarana/alat untuk mencapai tujuan, atau sebuah pit atau perhentian istirahat dan perbaikan
sesaat disepanjang jalan. Dia adalah tujuan itu, Dia adalah sasaran kita.
“Apakah tujuan utama manusia? Untuk memuliakan Tuhan dan menikmati Dia selama-lamanya.”- Westminster Shorter Catechism.
Selesai
Honestto God! Or, God is not a Pit Stop (1 John 1:5-10)| diterjemahkan dan diedit oleh : Martin Simamora
“Apakah tujuan utama manusia? Untuk memuliakan Tuhan dan menikmati Dia selama-lamanya.”- Westminster Shorter Catechism.
Selesai
Honestto God! Or, God is not a Pit Stop (1 John 1:5-10)| diterjemahkan dan diedit oleh : Martin Simamora
No comments:
Post a Comment