Jemaat HKBP Filadelfia adakan kebaktian |
Jemaat HKBP Filadelfia di Tambun, Bekasi, Jawa Barat masih harus
beribadah di pinggir jalan sejak gereja mereka disegel pemerintah
setempat. Ibadah digelar lesehan beralaskan terpal. Ini sudah
berlangsung selama dua tahun. Segala upaya telah mereka tempuh, sampai
ke lembaga pengadilan tertinggi.
Pertengahan tahun ini, Mahkamah Agung sudah memerintahkan Pemda
Bekasi untuk membuka segel gereja. Namun apa daya, hukum tak mampu
ditegakkan di negeri ini. Sebagai catatan akhir tahun soal toleransi
beragama, Reporter KBR68H Novri Lifinus menyorot ibadah jemaat HKBP
Filadelfia dan nasib serupa rumah ibadah lainnya.
Minggu pagi, seperti biasa, jemaat gereja HKBP Filadelfia beribadah.
Bukan di dalam bangunan gereja, tapi di luar gerbang. Tepatnya, di
pinggir jalan Desa Jejalenjaya. Sekitar 100-an jemaat duduk di tanah,
beralaskan terpal biru. Agar tak tersengat matahari, dipasang juga
terpal biru. Di sekitar, banyak warga lalu lalang.
Ibadah di pinggir jalan seperti ini sudah berlangsung dua tahun bagi
jemaat HKBP Filadelfia, sejak gereja mereka disegel bupati Bekasi.
“Bangunan ini disegel berdasarkan Perda No. 7 tahun 1996.” Itulah
tulisan berwarna merah di depan pintu gerbang atau di tembok luar HKBP
Filadelfia. Sudah sejak dua tahun ini gereja disegel oleh pemerintah
Kabupaten Bekasi.
Pintu gerbang setinggi dua meter, berwarna hitam, sudah banyak karat.
Juga gemboknya sudah berkarat. Di balik tembok atau pagar, berdiri
bangunan gereja yang sebenarnya belum tampak jadi. Hanya ada bangunan
berupa seng ditopang beberapa balok kayu.
Kotoran hewan
Di awal penyegelan, ibadah jemaat sering didemo sekelompok massa.
Bahkan menurut pendeta jemaat, Palti Panjaitan, banyak ditemukan kotoran
hewan di tempat ibadah.
“Pada awalnya kita banyak diganggu ibadah di sini (di pinggir jalan).
Gangguannya ketika Minggu pagi ketika kita bersiap ibadah, kita sudah
menemukan banyak kotoran hewan, bangkai-bangkai hewan, telur busuk di
tempat kita ibadah itu. Jadi artinya malam Minggu atau Minggu subuh
dilumuri orang-orang tertentu. Itu berlangsung sampai tiga bulan.”
Segel gereja harusnya dibuka sejak jemaat memenangkan gugatan di
tingkat Mahkamah Agung pertengahan tahun ini, demikian Pendeta Palti
Panjaitan. “Setelah terbit surat dari MA menolak kasasi, berarti 90 hari
kerja, beliau (Bupati) harus melaksanakan putusan.”
Tapi sampai sekarang sudah lebih dari 90 hari, tidak ada pelaksanaan
putusan. “Kemungkinan pihak gereja akan menyurati pengadilan agar
pengadilan nanti yang memaksa Bupati untuk melaksanakan putusan. Mungkin
hanya itu yang bisa.”
Berbagai dukungan dihimpun, sampai ke wakil rakyat di parlemen. Nihil. Harapan terakhir: menunggu campur tangan Presiden.
Pelanggaran
Forum Kerukunan Umat Beragama Kabupaten Bekasi menilai ada
pelanggaran saat gereja mengajukan Izin Mendirikan Bangunan, IMB. Jemaat
Filadelfia dianggap belum mengajukan permohonan pembangunan rumah
ibadah kepada Forum. Padahal ini adalah salah satu syarat, kata Ketua
Forum di Kabupaten Bekasi, Sulaiman Zackawerus.
“Kalau sudah ada permohonan itu kan kita bisa lihat, persyaratan
administratifnya apa, sudah lengkap atau tidak. Kemudian kalau secara
faktual keberadaan rumah ibadahnya itu kondusif, memenuhi syarat, ya why
not. Kita nggak ada halangan untuk memberi rekomendasi. Persoalan
sekarang adalah ketika ini sudah masuk ke pengadilan, kan porsinya jadi
bergeser.”
Padahal masyarakat di sekitar gereja tak mempermasalahkan. Ketua RW
setempat, Bongkon, bahkan memimpin langsung pengamanan saat kebaktian
tiap pekan.
“Kalau warga RW 09 itu tidak ada masalah apa-apa. Semua itu (dukungan
warga) sudah memenuhi syarat dari tahun 2007, dari tanda tangan itu.
Kalau keamanan ada warga setempat, pemuda karang taruna ada juga, dari
ormas ada yang kiranya membantu agar jangan terjadi apa-apa tentang
kegiatan sembahyang di HKBP Filadelfia.”
Menentang
Gereja Protestan Indonesia bagian Barat GPIB Galilea di Bekasi, Jawa
Barat juga mengalami masalah serupa. Saat ini mereka sedang membangun
gedung gereja. Awal 2010, gereja sempat didemo, lagi-lagi soal IMB.
Massa sampai memasang seng di sekeliling gereja dan meminta pembangunan
gereja dihentikan.
Pendeta GPIB Galilea, Martinus Tetelepta mengatakan, saat ini masih
saja ada sekelompok orang yang suka datang dan menentang pembangunan
gereja. Padahal izin sudah di tangan sejak Februari 2010.
“Ada beberapa orang yang memang datang. Kadang 4, 6, 8 orang itu
mengatasnamakan ormas tertentu dan mendesak para tukang di sini
menghentikan pekerjaannya. Karena ini legal, para tukang mencari makan
dengan bekerja, mereka katakan ‘Kami mencari nafkah. Kami tidak tahu
menahu izin dan lain-lain.’”
Data LSM keberagaman SETARA Institute tahun ini menunjukkan
pelanggaran kebebasan beragama meningkat. Tercatat ada lebih 200
peristiwa, meningkat dibanding tahun lalu. SETARA menilai, institusi
pengadilan yang seharusnya dipatuhi, justru dilawan.
Politik diskriminasi
Di tingkat eksekutif tak banyak membantu – hanya basa-basi dan obral
kampanye toleransi tanpa bukti, kata Ismail Hasani, Peneliti SETARA
Institute.
“Lima tahun kita menyusun laporan kebebasan beragama berkeyakinan,
pada tahun kelima inilah habis, habis harapan kita kepada Presiden SBY,
hingga kita menyimpulkan bahwa Presiden SBY lebih memilih praktik
politik diskriminasi. Artinya, politik diskriminasi adalah
kehendak-kehendak penyelenggara negara untuk memilih jalan diskriminatif
dalam menangani kehidupan kebebasan beragama berkeyakinan.”
Sejumlah tokoh agama sebenarnya mencantumkan tahun 2011 sebagai tahun
toleransi. Tapi ini toh tak mempan. Praktek intoleransi agama terus
terjadi, terutama soal pembangunan rumah ibadah. Ini terjadi lantaran
kokohnya Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama,
soal izin mendirikan rumah ibadah.
Tidak paham
Namun Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama FKUB Kabupaten Bekasi,
Sulaiman Zackawerus mengatakan, sebenarnya banyak pejabat daerah yang
tidak paham aturan ini.
“Jadi ketika SKB tahun 2006 itu keluar, sampai sekarang pun masih
banyak pejabat negara, jangan-jangan Bupatinya juga nggak ngerti,
Walikotanya. Apalagi di tingkat yang lebih bawah, Kepala Desa dan RT RW.
Jadi perlu sosialisasi sehingga tidak ada salah kaprah dalam
mengaktualisasikan aturan itu dalam membangun rumah ibadah.”
Menurut Sulaiman, jika masyarakat setempat sudah rukun dan tak mempersoalkan pembangunan gereja, FKUB bakal diam.
“Sebelum peraturan ini muncul, orang mau ibadah masa iya sih
dilarang. Itu kan pintar-pintarnya pendeta setempat membangun
sosialisasi dengan masyarakat Islam setempat. Kemudian tempat kebaktian
itu perlahan menjadi gereja walaupun bisa dicap ilegal dalam tanda
petik. Tapi karena situasinya kondusif, mereka rukun-rukun saja. Tapi
ketika dia akan membangun gereja permanen, maka harus kembali pada
aturan.”
Pendeta jemaat HKBP Filadelfia Palti Panjaitan masih berharap, segel gereja segera dibuka.
“Semua langkah tidak ada realisasinya. Kita tinggal pasrah ke Tuhan
saja. Tuhan, segala upaya sudah kami lakukan. Sekarang Kamulah yang
melakukan. Nggak mungkin saya angkat senjata kan?”
No comments:
Post a Comment