Oleh: Martin Simamora
Sekarang
Jiwa-Ku
Terharu Dan Apakah Yang Akan Kukatakan?
Bacalah lebih dulu: "bagian 2"
Yesus
memang benar sebagai manusia mengalami
pertumbuhan sebagaimana manusia, tetapi
bagaimanakah seharusnya setiap orang memahami
tumbuh kembang Yesus sejak dalam kandungan, bayi, kanak-kanak, hingga
menjadi seorang pemuda? Maka tidak bisa tidak anda harus memperhatikan
ketetapan Allah akan siapakah Ia yang telah menjadi manusia melalui peristiwa
kelahiran manusia pada umumnya dan sekaligus sangat tak lazim sebab melalui konsepsi yang tak melibatkan seorang
pria. Tetapi apa yang lebih penting
bagaimana turut terkandung dan dikahirkan ke dunia ini didalamn dirinya
sendiri: pikiran dan kehendak Allah yang secara sempurna berdiam didalam Anak
itu, yang secara megah telah dinyatakan malaikat kepada Maria: “Sesungguhnya engkau
akan mengandung dan akan melahirkan seorang
anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus. Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Dan Tuhan
Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya, dan Ia akan menjadi raja atas kaum
keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya
tidak akan berkesudahan (Lukas 1:31-33)." Dinyatakan oleh malaikat itu
bahwa “Yesus akan menjadi besar dan akan
disebut Anak Allah Yang Mahatinggi,” sebuah
pesan kuat dan tegas bagi Maria untuk memahami siapakah SESUNGGUHNYA IA
yang sedang dikandungnya saat itu, akan dilahirkannya saat itu, akan
digendongnya saat itu, akan dirawatnya saat itu, akan dikasihinya saat itu,
yang akan tinggal di dalam kehidupannya di dalam rumah dan akan mewarnai
kehidupan mereka. Siapakah dia sesungguhnya yang mungil, yang menggemaskan dan
memberikan sukacita besar baginya sebagai seorang ibu kala menggendong,
menyusui hingga mengasupkan makanan-makanan yang lebih keras kelak. Bahwa Maria
dan Yusuf harus senantiasa menyadari bahwa kehadiran anak itu bukanlah untuk diri
mereka, bukanlah tempat bagi mereka untuk boleh berharap dan mencita-citakan
kelak semoga ia akan menjadi seseorang yang akan menjadi….. Sesuatu yang pasti
secara alami tak akan terelakan pasti akan lahir dari diri Maria sang ibu dan
Yusuf ayahnya, tapi tak akan pernah bisa terwujud. “Sesungguhnya
engkau akan mengandung dan melahirkan,”
merupakan pesan yang pasti tak akan bisa begitu saja dapat dikandung oleh
kemanusiaan Maria sekalipun rahimnya dimampukan untuk mengandung dan melahirkan
yang akan disebut:”Anak Allah Yang Mahatinggi,” sebuah gelar yang mustahil
ditanggung dan apalagi untuk dikuasai oleh tubuh manusia- Maria bukanlah
seorang manusia yang sanggup menerima eksistensi bakal bayi bernama Yesus
bahkan sejak detik pertama pengandungan itu dilaksanakan Allah pada rahim
Maria, itu sebabnya terkait ketakberdayaan tubuh Maria dan kemustahilan tubuh
manusia Maria untuk mengandung Anak Allah, maka kita membaca hal yang begitu
krusial ini: "Roh Kudus
akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang
Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu
anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah”- Lukas 1:35, pernyataan malaikat yang semacam itu,
lebih besar daripada pertanyaan ketakmengertian
Maria yang berteriak dalam jiwanya:”Bagaimana hal itu mungkin
terjadi, karena aku belum bersuami?”-1:34, sebuah tanya yang
menunjukan secara sempurna bahwa
ketakmengertian manusia terhadap Yesus SESUNGGUHNYA telah dimulai dari ibunya
sendiri. “Bagaimana mungkin tanpa suami aku hamil?”
Jawab malaikat terhadap Maria, sekali lagi, hendak memberitahukannya, bahwa
anak yang dikandungnya bukanlah milik
kepunyaannya sebab bukan ia ibunya yang memiliki maksud atau tujuan (harapan dan cita-cita kelak akan menjadi
apa),tetapi Allah, yaitu: “anak yang
akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah.” Ia disebut Kudus karena Ia Allah pada
hakikatnya, bukan karena Ia sukses menguduskan diri sehingga dapat menjadi
Allah. Itulah juga sebabnya, ada 2 hal yang terjadi atau lebih tepatnya, 2 hal yang harus dialami Maria agar kemanusiaannya dapat mengandung
dan melahirkan Anak Allah yang bukan
sekedar sebutan tetapi memang eksistensi Yesus memang Anak Allah bahkan sejak
detik pertama pengandungan itu dimulaikan oleh Allah, yaitu: (1)Roh Kudus turun atas Maria, dan (2) Kuasa Allah
Yang Mahatinggi akan menaungi engkau.
Apa
yang hendak ditunjukan dan dinyatakan malaikat kepada Maria, sesungguhnya
tetaplah merupakan kesukaran yang begitu pelik untuk dapat dimengertinya secara
jitu sehingga ia akan senantiasa siap, pada puncaknya, untuk menerima
realitas kesudahan Yesus tanpa sebuah
linangan air mata dan ketakpercayaan yang memberatkan jiwa, bahwa kematiannya
akan berujung pada kebangkitan dalam kematian yang sedemikian hina, yang
terjadi begitu dekat dengan dirinya
untuk dipandangnya tanpa dapat berbuat apapun walau dekat:
“Sambil memikul salib-Nya Ia pergi ke luar ke
tempat yang bernama Tempat Tengkorak, dalam bahasa Ibrani: Golgota. Dan di situ
Ia disalibkan mereka dan bersama-sama dengan Dia disalibkan juga dua orang
lain, sebelah-menyebelah, Yesus di tengah-tengah. Dan Pilatus menyuruh memasang
juga tulisan di atas kayu salib itu, bunyinya: "Yesus, orang Nazaret, Raja
orang Yahudi." Banyak orang Yahudi yang membaca tulisan itu, sebab tempat
di mana Yesus disalibkan letaknya dekat kota dan kata-kata itu tertulis dalam
bahasa Ibrani, bahasa Latin dan bahasa Yunani…. Sesudah prajurit-prajurit itu
menyalibkan Yesus, mereka mengambil pakaian-Nya lalu membaginya menjadi empat
bagian untuk tiap-tiap prajurit satu bagian--dan jubah-Nya juga mereka ambil.
Jubah itu tidak berjahit, dari atas ke bawah hanya satu tenunan saja. Karena
itu mereka berkata seorang kepada yang lain: "Janganlah kita membaginya
menjadi beberapa potong, tetapi baiklah kita membuang undi untuk menentukan
siapa yang mendapatnya." …
Dan dekat salib Yesus berdiri ibu-Nya dan saudara ibu-Nya, Maria,
isteri Klopas dan Maria Magdalena. (Yoh 19:17-25). Di momen ibu-Nya berdiri
dekat dengan anaknya yang kini tersalib dalam kehinaan semacam itu, anaknya
pada salib itu memberikan padanya tatapan terakhir seorang anak sebelum
kematian sambil berkata pada ibunya
sekaligus amanat untuk para murid-murid-Nya: “Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya,
berkatalah Ia kepada ibu-Nya: "Ibu, inilah, anakmu!" Kemudian kata-Nya kepada murid-murid-Nya: "Inilah ibumu!" Dan sejak saat itu murid itu
menerima dia di dalam rumahnya”- Yohanes 19:27-28.
Pada
puncaknya, Yesus bukanlah milik ibunya sekalipun ia yang mengandung dan
melahirkannya untuk kemudian menyusui dan merawatnya penuh kasih dan cinta yang
luar biasa padanya… cintanya pada anaknya itu begitu kuat dan begitu tak
terjelaskan dalam kesunyian dan dalam hiruk pikuk dan dalam riuh rendah
kebencian dengan latar belakang pesta pora penistaan anaknya. Ia sebagai ibu
begitu kuat untuk memandang realitas
yang begitu pahit untuk seorang ibu, sekuat kasihnya padanya, sehingga,
sekalipun tak mungkin ia mengerti, namun masih juga: ia berdiri dekat salib anaknya, anaknya yang sedang melakukan dan
menggenapi kehendak Bapa-Nya di sorga yang tak mungkin dipahami begitu saja
oleh kemanusiaan setiap manusia, bahwa Ia harus lebih mencintai kehendak
Bapa-Nya dan bahwa Ia memang telah datang ke dalam dunia ini sebagai
satu-satunya yang memiliki tubuh kemanusiaan yang sanggup, sebab tubuh Sang
Mesias itu sanggup menanggung apa yang
harus ditanggungnya pada salib itu untuk digenapinya karena sejak detik pertama
pengandungan itu berlangsung tak pernah dimulai tanpa kehadiran Roh Kudus dan
kuasa Allah Yang Mahatinggi pada Maria: “Roh Kudus akan
turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi
akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah.” Dia yang
tersalib itu adalah memang benar anak yang ayahnya Yusuf dan ibunya Maria
(bandingkan misal Yohanes 6:42) yang dikenal secara baik oleh kebanyakan orang
yang mengelu-elukannya untuk disalibkan, tetapi ia adalah manusia yang adalah Anak Allah
Yang Mahatinggi.
Sejak
sebelum detik pertama pengandungan Yesus dalam rahim seorang perempuan bernama
Maria, Allahlah pemilik kehidupan manusia Yesus dan Allahlah pemilik maksud dan
tujuan Yesus lahir ke dalam dunia ini ,
itu sebabnya pemberitaan Yesus bagi manusia hanya memiliki satu
pondasi yang di atasnya menjulang pilar yang begitu tinggi, megah dan
mulia, yaitu: dirinya sendiri dan perkataan serta perbuatannya
sendiri (perhatikanlah ucapan-ucapan Yesus yang berikut ini: Yohanes 12:49;
Yohanes 14:10,24,31; Yohanes 17:8) yang didalamnya berdiam dan bekerja secara
sempurna apakah maksud Bapanya dalam
pengutusannya ke dunia yang akan berpuncak
pada penggenapan kitab suci olehnya sendiri (Yohanes 5:39-40,46-47;
Yohanes 13:18;Matius 5:17-18;Lukas 24:44) sebagaimana pada pengajaran-pengajarannya
yang bertumpu pada dirinya sendiri adalah jalan, kebenaran dan hidup (Yohanes
14:6), yang diajarkannya baik kepada pihak-pihak ahli Taurat, orang Farisi, dan
pada para murid-Nya sendiri:
Matius
12:39-40 Pada waktu itu berkatalah beberapa ahli Taurat dan orang Farisi kepada
Yesus: "Guru, kami ingin melihat suatu tanda dari pada-Mu." Tetapi
jawab-Nya kepada mereka: "Angkatan yang jahat dan tidak setia ini menuntut
suatu tanda. Tetapi kepada mereka tidak akan diberikan tanda selain tanda nabi
Yunus. Sebab seperti Yunus tinggal di dalam perut ikan tiga hari tiga malam,
demikian juga Anak
Manusia akan tinggal di dalam rahim bumi tiga hari tiga malam.
Matius
16:21-23 Sejak waktu itu Yesus mulai menyatakan kepada murid-murid-Nya bahwa Ia harus pergi ke Yerusalem dan menanggung banyak penderitaan dari pihak tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli
Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan
pada hari ketiga. Tetapi
Petrus menarik Yesus ke samping dan menegor Dia, katanya: "Tuhan, kiranya
Allah menjauhkan hal itu! Hal itu sekali-kali takkan menimpa Engkau." Maka
Yesus berpaling dan berkata kepada Petrus: "Enyahlah Iblis. Engkau suatu
batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau
bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang
dipikirkan manusia."
Yohanes
10:17-21 Bapa mengasihi Aku, oleh karena Aku memberikan nyawa-Ku untuk menerimanya kembali. Tidak seorangpun
mengambilnya dari pada-Ku, melainkan
Aku memberikannya menurut kehendak-Ku sendiri. Aku
berkuasa memberikannya dan berkuasa
mengambilnya kembali. Inilah tugas yang Kuterima
dari Bapa-Ku." Maka timbullah pula pertentangan
di antara orang-orang
Yahudi karena perkataan itu. Banyak di antara mereka berkata:
Ia
kerasukan setan dan gila; mengapa kamu mendengarkan Dia? Yang lain berkata:
"Itu bukan perkataan orang yang kerasukan setan; dapatkah setan memelekkan
mata orang-orang buta?"
Problem
Yesus bukan pada apakah ia berdaya atau tak berdaya
menghadapi beratnya tugas Bapa atas dirinya sehingga ia, sebagai manusia
sebagaimana pada semua manusia, memiliki potensi-potensi gagal yang melekat
pada dirinya pada kemanusiaannya pada kedagingannya kala siapapun membaca
semacam ini: “Maka Ia maju sedikit, lalu sujud dan berdoa, kata-Nya: "Ya
Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan
ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki,
melainkan seperti yang Engkau kehendaki," doa semacam ini bukanlah
doa permintaan seorang manusia yang tak tahu menahu apakah yang harus
dilaluinya, sebab Ia tahu sekali apa yang akan segera dihadapinya:
Matius
26:20-23 Setelah hari malam, Yesus duduk makan bersama-sama dengan kedua belas
murid itu. Dan ketika mereka sedang makan, Ia berkata: "Aku berkata
kepadamu, sesungguhnya seorang di antara kamu akan menyerahkan Aku." Dan
dengan hati yang sangat sedih berkatalah mereka seorang demi seorang
kepada-Nya: "Bukan aku, ya Tuhan?" Ia menjawab: "Dia yang
bersama-sama dengan Aku mencelupkan tangannya ke dalam pinggan ini, dialah yang
akan menyerahkan Aku.
Matius
26:24-25 Ia menjawab: "Dia yang bersama-sama dengan Aku mencelupkan
tangannya ke dalam pinggan ini, dialah yang akan menyerahkan Aku. Anak Manusia
memang akan pergi sesuai dengan yang ada tertulis tentang Dia, akan
tetapi celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan. Adalah lebih
baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan. Yudas, yang hendak menyerahkan Dia
itu menjawab, katanya: "Bukan aku, ya Rabi?" Kata Yesus kepadanya:
"Engkau telah mengatakannya."
Matius
26:26-29 Dan ketika mereka sedang makan, Yesus mengambil roti, mengucap berkat,
memecah-mecahkannya lalu memberikannya kepada murid-murid-Nya dan berkata:
"Ambillah, makanlah, inilah tubuh-Ku." Sesudah itu Ia
mengambil cawan, mengucap syukur lalu memberikannya kepada mereka dan berkata:
"Minumlah,
kamu semua, dari cawan ini. Sebab inilah
darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi
banyak orang untuk pengampunan dosa. Akan tetapi Aku
berkata kepadamu: mulai dari sekarang Aku tidak akan minum lagi hasil pokok
anggur ini sampai pada hari Aku meminumnya, yaitu yang baru, bersama-sama
dengan kamu dalam Kerajaan Bapa-Ku."
Matius
26:30- Sesudah menyanyikan nyanyian pujian,
pergilah Yesus dan murid-murid-Nya ke Bukit Zaitun. Maka
berkatalah Yesus kepada mereka: "Malam ini kamu semua
akan tergoncang imanmu karena
Aku. Sebab ada tertulis:
Aku akan
membunuh gembala dan kawanan domba itu akan tercerai-berai. Akan tetapi
sesudah Aku bangkit, Aku akan mendahului kamu ke Galilea."
Mengapa,
jika begitu, Ia masih berkata “jikalau
sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku?”
Sebab apa yang harus dialaminya- dialami
oleh tubuh insaninya yang dapat disakiti, dapat dilukai, dapat MENUMPAHKAN
DARAH sehubungan dengan “Sebab inilah darah-Ku,
darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk
pengampunan dosa” yang berarti semua kesengsaraan panjang dan
menguras stamina seorang manusia lebih dari kesakitan insani, bukan! Sebab jika darahnya ditumpahkan
terkait dengan “darah perjanjian” dan itu sebuah perjanjian bagi banyak orang
untuk pengampunan dosa maka kemanusiaannya sedang secara sempurna mulai
memasuki penderitaan dan kengerian dosa yang membawa maut dan sedang
melanda tubuhnya, itu sebabnya ia berkata “jika mungkin… jika mungkin berlalu.”
Ini memang hal yang telah diantisipasi
dan telah dinantikan oleh Yesus Sang Mesias bahkan ketika tubuh kemanusiaannya
belum mendekati perjalanan untuk mengalami maut dan menaklukannya sehingga
melahirkan pengampunan dosa, ia telah menyiaratkan betapa itu akan menjadi
sebuah pengalaman bagi tubuh kemanusiaannya. Tetapi didalam ia menyiaratkannya
secara tajam, ia sendiri telah menutup segala kemungkinan akan sebuah pemikiran
terkait “potensi-potensi gagal menggenapi kehendak Bapa oleh karena kelemahan
daging.” Mari perhatikan ini:
Sekarang
jiwa-Ku terharu dan apakah yang akan Kukatakan? Bapa, selamatkanlah
Aku dari saat ini? Tidak, sebab untuk itulah Aku datang ke dalam
saat ini.- Yohanes 12:27
“selamatkanlah
Aku dari saat ini” tepat senilai dengan “jikalau
sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku?” yang
menunjukan bahwa ini adalah momen yang sangat dikenali oleh kelemahan tubuh
manusia terhadap sakit, penderitaan dan kematian sebagai sebuah kealamian
tetapi pada saat yang sama bukan sama sekali kelemahan tubuh manusia yang
berada di dalam perbudakan dosa atau perhambaan iblis, tetapi kelemahan tubuh
manusia terhadap sakit, penderitaan dan kematian yang berada di dalam
persekutuan kehendak dengan kehendak Bapa-Nya dan yang berada di dalam
ketetapan: untuk apakah tubuhnya itu dihadirkan di dunia ini, sebagaimana
katanya sendiri:
Aku berkata kepadamu:
Sesungguhnya jikalau biji gandum
tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi
jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah.
(Yohanes 12:24)
dan Aku, apabila Aku ditinggikan dari bumi, Aku akan menarik semua
orang datang kepada-Ku." Ini dikatakan-Nya untuk menyatakan bagaimana caranya Ia akan mati.
(Yohanes 12:32-33)
apa
yang saya tebalkan dan garis bawahkan merupakan ketetapan bagi tubuh manusia
Yesus bahwa ia harus mati dalam sebuah cara yang telah terlebih dahulu
ditetapkan: “apabila Aku ditinggikan dari bumi.”
Jadi
“jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari
pada-Ku?” memang bukan hal yang remeh sebab memang begitu
kritikal, tetapi bukan terkait :” Yesus nyaris gagal memenuhi kehendak Bapa
kalau ia tak menang melawan pertarungan terhadap dagingnya yang bisa berdosa
atau dibawah perbudakan dosa.” Tidak, tetapi
karena tubuhnya adalah tubuh yang dapat merasakan kelemahan-kelemahan
dan berbagai ketakberdayaan kita termasuk terhadap penderitaan dan maut. Bahwa
memang tubuhnya dalam dapat merasakan dan menunjukan ketakutan terhadap maut
dan kematian jelas terlihat dalam pernyataan Yesus yang berbunyi: “Sekarang jiwa-Ku terharu dan apakah yang akan Kukatakan? Bapa, selamatkanlah
Aku dari saat ini?”
Pernyataan
di Getsemani itu, bukan berbicara dan menunjukan Yesus berpotensi untuk berdosa
sehingga ia berada dalam taklukan dosa dan dengan demikian ucapan Yesus bahwa
Ia datang untuk menggenapi hukum Taurat adalah dusta?? Tetapi menunjukan memang
untuk itulah tubuhnya
dipersembahkan kepada dunia: untuk
menggenapi hukum Taurat dan memberikan keselamatan kepada manusia berdasarkan
dirinya sendiri: “Di dalam hukum
Taurat hanya terdapat bayangan saja dari keselamatan yang akan datang, dan
bukan hakekat dari keselamatan itu sendiri. Karena itu dengan korban yang sama,
yang setiap tahun terus-menerus dipersembahkan, hukum Taurat tidak mungkin
menyempurnakan mereka yang datang mengambil bagian di dalamnya. Sebab jika hal
itu mungkin, pasti orang tidak mempersembahkan korban lagi, sebab mereka yang
melakukan ibadah itu tidak sadar lagi akan dosa setelah disucikan sekali untuk
selama-lamanya. Tetapi justru oleh korban-korban itu setiap tahun orang
diperingatkan akan adanya dosa. Sebab tidak mungkin darah lembu jantan atau
darah domba jantan menghapuskan dosa. Karena itu ketika Ia masuk ke dunia, Ia
berkata: "Korban dan persembahan tidak Engkau kehendaki--tetapi Engkau telah menyediakan tubuh bagiku--. Kepada
korban bakaran dan korban penghapus dosa Engkau tidak berkenan. Lalu Aku
berkata: Sungguh, Aku datang; dalam gulungan kitab ada tertulis tentang Aku
untuk melakukan kehendak-Mu, ya Allah-Ku." Di
atas Ia berkata: "Korban dan persembahan, korban bakaran dan korban
penghapus dosa tidak Engkau kehendaki dan Engkau
tidak berkenan kepadanya" --meskipun
dipersembahkan menurut hukum Taurat—Ibrani
10:1-8.
Sehingga
memang bukan sama sekali sebuah indikasi adanya potensi-potensi besar pada diri
Yesus untuk gagal, sebab kemudia Yesus mengeluarkan pernyataan penting yang
menunjukan kepada siapakah tubuh manusianya bertuan-dan itu menunjukan bahwa
benar tubuhnya memiliki kelemahan pada penderitaan, kematian dan maut tetapi
tidak menunjukan tubuhnya dalam perbudakan kehendak dunia dan kerajaan iblis,
sebagaimana oleh pernyataan Yesus berikut ini: “tetapi
janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki.”
Inilah momen permulaan penggenapan:”Sekarang berlangsung penghakiman atas dunia
ini: sekarang juga penguasa dunia ini akan dilemparkan ke luar” (Yohanes
12:31) sekaligus poin terpenting yang menunjukan bahwa di dalam ia memasuki
penderitaan dan kesengsaraan yang menggentarkan dagingnya, ia sedang menghakimi
dunia dan melemparkan penguasa dunia!
Kalau
saja eksekusi “tetapi
janganlah seperti yang Kukehendaki” bergantung pada determinasi jiwa
manusia semata, maka memang harus dikatikan, dalam poin tersebut, dengan dugaan
potensi kegagalan yang begitu besar pada Yesus. Tetapi sebagaimana tadi Yesus
sendiri telah menunjukan, ini bukan sama sekali masalah determinasi jiwa
manusia Yesus, sebab ini bukanlah sekedar kematian yang martir atau sekedar
Bapa menuntut dirinya mati dalam cara demikian, dan selesai pada mati itu
sendiri, dan lalu menantikan ia bangkit jika saja sukses dan sempurna dalam
mengeksekusi “tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang
Engkau kehendaki,” sehingga kalau gagal maka tak bangkit. Tidak
demikian sama sekali.
Kematian
manusia Yesus bukan sama sekali kematian orang tak bersalah yang harus mati
sebagai penjahat dan kemudian matilah ia sebagai martir. Juga bukan sekedar
kematian yang seperti kematian semua
manusia lainnya. Tidak sama sekali!
Mengapa?
Sebab Yesus telah terlebih dahulu telah menunjukan natur kematiannya yang
melampaui kematian biasa dan apalagi sekedar kematian seorang martir, tetapi
inilah kematiannya menurut Yesus sendiri:
-Aku berkuasa memberikannya dan berkuasa mengambilnya kembali. Inilah tugas yang Kuterima
- Anak Manusia memang akan pergi sesuai dengan yang ada tertulis tentang Dia
-
Sebab inilah
darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi
banyak orang untuk pengampunan dosa
“Jika mungkin cawan
itu berlalu” sebab yang akan diminumnya adalah melampaui
cawan penderitaan jasmaniah dan melampaui cawan kematian daging yang
semata nyawa merenggang dari tubuh, tetapi kematian dalam murka Allah terhadap
manusia-manusia yang berdosa dan
kematian yang menghasilkan pembebasan dari perbudakan maut atas manusia (Ibrani 2:14-15). Jika tidak
melampaui secara demikian, maka pun jika
BERHASIL dalam meminum cawan itu, tak pernah akan berdampak sama sekali
bagi pengampunan dosa manusia-manusia lain,
atau sabda Yesus yang berbunyi: “inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang
ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa” tak akan pernah terjadi
atau tergenapi!
Kematiannya
didahului dengan lagu pujian, kita tidak tahu apakah isi lagu itu tetapi jelas
dikatakan demikian (Matius 26:30).
Yesus
telah meminum cawan itu sebagai ORANG YANG BERKUASA UNTUK MEMINUM CAWAN ITU.
Mengapa harus dikatakan demikian, sebab Ia sebelumnya telah berkata bahwa Ia
BERKUASA memberikannya dan BERKUASA
mengambilnya kembali yang merupakan PENUGASAN BAPA ATAS DIRINYA DI DUNIA
INI SEBAGAI MANUSIA.
Sebagai
manusia yang berdoa di taman getsemani dan berkata dalam doanya “tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki,
melainkan seperti yang Engkau kehendaki,” Ia telah berucap sebagai
manusia berdaging sehingga dapat merasakan kengerian kematian dan dahsyatnya
murka Allah terhadap keberdosaan, bukan sebagai manusia berdaging dalam
perbudakaan dosa sebagaimana semua manusia. Mengapa? Sebab ia adalah Sang
Firman yang menjadi manusia YANG BERKUASA untuk melakukan tugas dari Bapa
baginya untuk meminum cawan sebagaimana yang telah dituliskan oleh Kitab Suci
tentang dia.
Kemanusiaan
Yesus yang menunjukan momentum kengerian akibat penderitaan yang sudah begitu
dekat dan mustahil untuk dilakukan oleh manusia sebagai ketetapan Allah jika ia
bukan Anak Allah, haruslah dipahami sebagai memang aspek kemanusiaan Yesus
sebagaimana Lukas telah menjelaskannya:
Lukas
2:40 Anak itu bertambah besar dan menjadi kuat, penuh hikmat, dan kasih karunia Allah ada pada-Nya.
Lukas
2:52 Dan Yesus makin bertambah besar dan
bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi
oleh Allah dan manusia.
Ia
pasti mengalami proses-proses kemanusiaan. Sebagaimana manusia gentar dengan
penderitaan dan kematian, maka Yesus pun begitu. Satu-satunya yang membuat Yesus
tak memiliki potensi untuk
gagal menggenapi kehendak Bapa sekalipun
ia dibaluti tubuh manusia sejati sehingga ia pun diliputi
ekspresi-ekspresi jiwa manusia sealami manusia ketika memandang penderitaan dan
kematian, adalah: padanya memerintah KASIH KARUNIA ALLAH, bukan maut yang
memerintah, dan padanya ada HIKMAT yang bertambah besar bukan perbudakan
dosa yang makin besar. Kuasa Kasih Karunia Allah telah menjaga dirinya sebagai
manusia untuk tidak melayani segala kealamian tubuh jasmani sehingga mendikte jiwanya menuju jalan
kehendak dirinya sehingga memberontak terhadap Bapanya sendiri.
Ia
pasti mengalami proses-proses kemanusiaan, tetapi ia tak hidup berdasarkan kemanusian yang berproses pada
dirinya, tetapi Ia hidup berdasarkan
kuasa yang melekat pada dirinya untuk
MENGAMPUNI DOSA BANYAK ORANG MELALUI PENUMPAHAN DARAHNYA PADA PENYALIBAN DAN
KEMATIANNYA DI SALIB.
Jika
manusia Yesus bergantung pada determinasi jiwanya, maka potensi gagalnya bisa
100 persen. Siapa yang mau mati konyol? Tetapi tidak begitu kenyataannya,
bahkan mustahil berdasarkan determinasi manusia akan menghasilkan PENGAMPUNAN DOSA BAGI BANYAK ORANG tepat pada
kematiannya: SAAT DARAH ITU TERCURAH?? Manusia jenis apakah
yang darahnya berkuasa mengampuni dosa banyak orang?
Bersambung ke bagian 5
Segala
Kemuliaan Hanya Bagi Allah
No comments:
Post a Comment