Oleh: Martin Simamora
Adakah Dewa Baru Muncul Di Yerusalem?
Pada eranya, siapa yang tak mengenal Yesus, telah
menjadi potret sejarah sekaligus melampaui kesejarahan itu sendiri atau abadi
karena kekekalannya yang tak terkurungkan oleh kedagingannya. Ia bahkan begitu
terkenal dan begitu tenar. Ketenaran yang mustahil didekati apalagi disaingin
oleh siapapun juga pada kapanpun juga, sebab beginilah ketenaran itu
digambarkan: “Keesokan harinya ketika orang banyak yang datang merayakan pesta
mendengar, bahwa Yesus sedang di tengah jalan menuju Yerusalem, mereka mengambil daun-daun palem, dan pergi menyongsong Dia
sambil berseru-seru: "Hosana! Diberkatilah
Dia yang datang dalam nama Tuhan, Raja Israel!" (Yohanes
12:12-13) sebuah ketenaran yang telah meletakan Yesus pada sebuah ketinggian
yang tak mungkin dialami oleh manusia yang biasa-biasa saja, sebab sekalipun
manusia jika bukan kebesaran yang
menaklukan kedagingannya sendiri, mustahil begitu megah disambut hingga
menimbulkan keheranan yang menyesakkan jiwa: “Bukankah Ia ini tukang kayu, anak
Maria, saudara Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon? Dan bukankah
saudara-saudara-Nya yang perempuan ada bersama kita?" Lalu mereka kecewa
dan menolak Dia” (Markus 6:33, juga Matius 13:55). Yesus yang diteriaki
sambutan yang begitu brilian dan begitu menggidikan siapapun juga saat
itu,menyeret siapapun kedalam pusaran pesona kabar YESUS DATANG. Begitu magis
tak terjelaskan apa yang terjadi dalam jiwa setiap pendengar ketika tahu Ia
akan datang, bahkan pesta yang dirayakan
secara besar ditinggal demi sambutan spektakuler itu: “Keesokan harinya ketika
orang banyak yang datang merayakan
pesta mendengar, bahwa Yesus sedang di tengah
jalan menuju Yerusalem”- Yoh 12:12” “mereka mengambil daun-daun
palem, dan pergi menyongsong Dia
sambil berseru-seru…”-ayat 13.
Adakah Dewa Baru Muncul Di Yerusalem: Ketika Hidup Dalam
Cangkang Kebimbangan, Siapa Yang Sanggup Menerimanya Adalah Dari Allah dan Sang
Sabda Bersabda?
Siapakah yang
memberitahukan Yesus sedang menuju Yerusalem? Belum tiba dan masih ditengah
jalan, pesta itu tiba-tiba kehilangan magnetnya! Seorang tukang kayu, anak Maria,
saudara Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon tapi disambut sedemikian rupa
sedemikian pentingnya sedemikian dimuliakan? Adakah dewa baru telah muncul di
Yerusalem? Ya… memang tak terelakan ia bagaikan dewa baru sebab Ia
telah dinilai oleh masyarakat Yahudi, telah dinyatakan berdasarkan apa yang
telah dikatakan membuat begitu sukar untuk tak menuding-Nya telah menyamakan
diri dengan Allah sekalipun manusia: “Jawab orang-orang Yahudi itu: "Bukan karena suatu pekerjaan baik maka kami
mau melempari Engkau, melainkan karena Engkau menghujat Allah dan karena Engkau, sekalipun hanya seorang
manusia saja, menyamakan diri-Mu dengan Allah" (Yohanes
10:33). Sementara mereka benar-benar berharap bahwa ialah Mesias itu.
Adakah Mesias lahir
dari keluarga tukang kayu? Haruskah Mesiah
begitu ilahi dan bukan sekedar mesias? Tekanan pada kehidupan agama Yahudi
begitu kuat dan begitu menekan sendi-sendi kehidupan beriman mereka. Bagaimana mungkin
mereka tak tahu sama sekali kalau Mesias sudah datang? Masakan Allah tak
memberitahukan para pemimpin agama mereka? Problem bagi mereka sehingga tak gampang untuk memvonis Yesus bukan Mesias begitu saja, sekalipun
Ia begitu memuliakan dirinya sebagai ilahi (Yohanes
10:30): “Jawab orang-orang Yahudi itu: "Bukan karena suatu pekerjaan baik maka kami mau
melempari Engkau, melainkan karena Engkau
menghujat Allah”- Yohanes 12:33. Ini sukar, tak ada wahyu yang
mendatangi para pemimpin agama mereka,
tak kecuali yang paling tulus dan memberi hormat begitu pribadi pada Yesus pun
harus mengendap-endap menjumpau Yesus yang kemudian harus menghadapi kebenaran tentang
keselamatan yang mustahil untuk dikerjakannya dan apa lagi untuk dimengerti
sebagai kebenaran (Yohanes 3:3-8), Nikodemus telah berdialog
dalam sebuah momen yang begitu mahal yang pernah dimiliki seorang manusia di
muka bumi untuk berbicara 4 mata, sebagaimana teks ini menyingkapkannya:”Adalah seorang Farisi yang bernama
Nikodemus, seorang pemimpin agama Yahudi. Ia datang pada waktu malam kepada
Yesus dan berkata: "Rabi, kami
tahu, bahwa Engkau datang sebagai guru yang diutus Allah; sebab tidak ada
seorangpun yang dapat mengadakan tanda-tanda yang Engkau adakan
itu, jika
Allah tidak menyertainya”- Yoh 3:1-2."
Jika Allah yang benar
dan yang diakui oleh Nikodemus menyertai Yesus, mengapa Allah yang diakui oleh
bangsa Yahudi tak berbicara pada para pemimpin agama, sehingga mereka tidak hidup dalam kebimbangan.
Siapakah dia? Mesiaskah? Tapi mengapa ia
mengatakan hal-hal yang mengujat Allah? Jika Allah yang benar itu menyertainya
sebagaimana diakui Nikodemus, mengapa Allah tak menampar mulut-Nya? Mesiaskah Ia? Bagaimana kami bisa
mengetahui kebenarannya, mengapa Allah tak mengatakan apapun pada para pemimpin
agama kami? Haruskah kami, kalau begitu, bertanya saja padanya langsung? Semua
orang Yahudi pun pada akhirnya tak dapat memiliki kepastian, seorang Nikodemus
pun tak berani tampil untuk menyatakan kebenaran, bangsa ini akhirnya mengambil langkah sendiri
melangkahi otoritas pemimpin agama Yahudi sebagai satu-satunya sumber
kebenaran: “Maka orang-orang Yahudi mengelilingi Dia
dan berkata kepada-Nya: "Berapa lama lagi Engkau membiarkan kami hidup dalam
kebimbangan? Jikalau Engkau
Mesias, katakanlah terus terang kepada kami-
Yohanes 10:2”
Ini adalah sebuah
problem divinitas yang akan menghantui para pemimpin agama Yahudi hingga mereka
menghadirkan Yesus sebagai pesakitan dihadapan mereka (Markus 14:57-61). Mengapa?
Karena Tuhan tak berbicara sepatahpun pada mereka sekalipun mereka begitu ketat
meneliti kitab suci.
Para pemimpin agama
tak memiliki satu petunjuk apapun terhadap Yesus sekalipun tak dapat sama
sekali membantah apapun yang dikerjakan oleh Yesus secara menakjubkan. Yesus
bukan saja tak dapat dipahami sehingga
telah dipahami sebagai yang menghujat Allah, atau dengan kata lain, Ia telah
dipahami sebagai semacam dewa baru di Yerusalem yang berusaha keras menyamakan
dirinya dengan Allah sekalipun hanya manusia, yang pengaruhnya atas kehidupan
beriman umat, mencakup pengajaran kitab
suci dan tafsirnya yang diakui sebagai pengajaran dan tafsir yang penuh kuasa
tidak seperti ahli-ahli Taurat pada umumnya:
Matius
7:28-29 “Dan setelah Yesus mengakhiri
perkataan ini, takjublah orang banyak itu mendengar pengajaran-Nya, sebab Ia mengajar mereka sebagai orang
yang berkuasa, tidak seperti ahli-ahli
Taurat mereka.”
Yesus memang manusia yang mengalami pertumbuhan baik jasmaniah dan hikmat, dan Lukas menyajikan
perspektif kemanusiaan Yesus secara sempurna
Lukas
2:40 Anak itu bertambah besar dan menjadi kuat, penuh hikmat, dan kasih karunia Allah ada pada-Nya.
Lukas
2:52 Dan Yesus makin bertambah besar dan
bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi
oleh Allah dan manusia.
Deskripsi
pertumbuhan Yesus semacam ini, bahwa ia “bertambah besar dan menjadi kuat,
penuh hikmat dan kasih karunia Allah ada pada-Nya” dan kembali dinyatakan
“makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin
dikasihi oleh Allah dan manusia,” untuk apakah atau apakah siginifikansinya
bagi Yesus? Apakah hendak menunjukan bahwa ia ketika menjadi manusia
sungguh-sungguh terbelenggu juga oleh ketakbedayaan manusia pada umumnya terhadap dosa? Atau singkatnya Yesus dapat
berdosa sehingga ia pun perlu sungguh belajar menjadi taat pada Allah?
Deskripsi kemanusiaan
semacam itu justru menunjukan Yesus sama sekali tak berada di dalam taklukan
dosa sehingga ia secara hakikat kemanusiaan-Nya juga tidak dibawah ini:
Roma
5:12 Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang,
dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah
menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah berbuat
dosa.
Allah Sang Firman
(Yohanes 1:1) ketika Ia menjadi manusia (Yohanes 1:14) tidak sama sekali mengalami
apa yang
merupakan realitas universal dan absolut dunia pada segenap manusia
sepanjang peradaban dunia, yaitu: “oleh
dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang,”
sebaliknya Ia ketika menjadi manusia bukan sekedar : “Dalam Dia ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia” (Yohanes
1:4) dan “Terang itu bercahaya di dalam kegelapan
dan kegelapan itu tidak menguasainya” (Yohanes 1:5), tetapi Ia di dalam
menjadi manusia di bumi adalah Sang Penyata Bapa yang ada di pangkuan Bapa: “Tidak
seorangpun yang pernah melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah, yang ada di
pangkuan Bapa, Dialah yang menyatakan-Nya” (Yohanes 1:18).
Jadi, begitu penting mengetahui untuk
apa atau apakah tujuan Allah Sang Firman menjadi manusia.
Kembali ke Lukas 2:40
dan Lukas 2:52, itu justru membuktikan
bahwa sejak kanak-kanak ia tak berada dibawah pemerintahan maut di dalam
kemanusiaannya. Di dalam kemanusiaannya untuk menunjukan bahwa sejak semula di
kandungan perawan Maria tidak berada
dalam taklukan maut maka Lukas menunjukan kualitas kemanusiaan Yesus sebagai
satu-satunya yang tak terpisahkan dari Allah. Perhatikan: “penuh hikmat dan
kasih karunia Allah ada pada-Nya” dan “makin dikasihi Allah,” yang merupakan,
dengan demikian tak terelakan itulah kehakikatan
dan kemanusiaan Yesus. Natur semacam ini begitu kontras dengan manusia-manusia
yang tak memiliki pengenalan akan Allah dan pengenalan akan Allah pada
bagaimana Ia melakukan penyelamatan manusia: “… dunia dijadikan oleh-Nya, tetapi dunia tidak mengenal-Nya” (Yohanes 1:10)
dan “…orang-orang kepunyaan-Nya itu tidak
menerima-Nya.”
Sehingga, harus
dikatakan, bahwa Lukas 2:40 dan Lukas 2:52 memang merupakan sebuah deskripsi
kemanusiaan Yesus yang mengalami pertumbuhan jasmani termasuk kejiwaan sejak ia
dikandung Maria, sebagaimana semua
manusia sebab Ia telah menjadi manusia (Yohanes 1:1-14). Tetapi ia tidak sama
sekali mengalami pencarian kehendak Allah sebagai ia tak tahu menahu dan
kehilangan segala memorinya dan kehilangan segala apakah yang harus
dilakukannya kala ia menjadi manusia (bandingkan
dengan Yohanes 5:19-47 yang menunjukan bahwa ia tahu sekali akan siapakah
dirinya bahkan menyatakan ketakterpisahannya dengan Kitab Suci dan menyatakan
nabi Musa menunjuk pada dirinya: ayat 46-47). Yesus, faktanya, kemudian,
oleh Lukas sendiri setelah menggambarkan kemanusiaan Yesus semacam 2:40 dan
2:52, kemudian menunjukan bahwa Allah semakin mengasihi-Nya, ini menunjukan
kasih yang sejak semula dimiliki Bapa terhadap Anak sebagaimana yang disaksikan
dalam salah satu peristiwa mulia berikut ini: “Ketika seluruh orang banyak itu
telah dibaptis dan ketika Yesus juga
dibaptis dan sedang berdoa, terbukalah langit dan turunlah
Roh Kudus dalam rupa burung merpati ke atas-Nya. Dan terdengarlah suara dari langit: "Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan”-Lukas 3:21-22
Ia sedang berdoa
lalu:
►terbukalah
langit
►turunlah
Roh Kudus
Siapakah
manusia itu sehingga kala berdoa langit terbuka dan Roh Kudus turun? Apakah isi
doanya? Mengapa langit merespon doanya dan mengapa Roh Kudus turun sementara ia
sedang berdoa?
Siapakah
Ia, hanya sorga yang tahu dan sorga harus mendeklarasikan diri anak manusia
yang benar-benar manusia sebagaimana digambarkan Lukas pada 2:40 dan 2:52 tadi,
dan Ia adalah SATU-SATUNYA ANAK MANUSIA YANG PADANYA SAJA ALLAH BERKENAN.
Inilah kesaksian Allah sendiri akan siapakah dia dan apa yang tersaksikan di
sini bukan sama sekali Yesus yang belajar untuk taat dan mencari tahu apakah
kehendak Bapa-Nya tetapi menunjukan sebagai orang yang berkuasa di
bumi terhadap sorga di dalam kemanusiaannya dalam ia: “sedang
berdoa.” Apakah yang diucapkan Yesus sehingga terbukalah langit dan
turunlah Roh Kudus. Tak ada yang dapat memastikan selain Ia Yang Berkuasa. Dan,
dengan demikian, turunnya Roh Kudus tidak
ada kaitan sama sekali dengan Yesus membutuhkan-Nya agar Ia berkuasa dan agar dengan demikian Ia menjadi Anak .Dan,
bahkan, keberkenanan Bapa terhadap Yesus, tidak terjadi
setelah Roh Kudus turun atasnya. Sebab faktanya sebelum Roh Kudus turun
atasnya, langit dan Roh Kudus mendengarkan
Ia yang sedang berdoa. Sebuah keberkenanan yang tak mungkin oleh manusia
dalam perhambaan dosa!
Dan
memang kemanusiaan Yesus bukanlah
kemanusiaan yang membuat Yesus membuatnya kehilangan memori dan kuasa atas kehendak Allah atas dirinya di bumi dan
bagaimana cara mewujudkannya sesuai kehendak Bapa, dalam proses ia telah menjadi manusia. Injil
Yohanes menunjukan hal ini secara sempurna dalam peristiwa Yesus dibaptis:
Yohanes
3:13-17 ”Maka datanglah Yesus dari Galilea ke
Yordan kepada Yohanes untuk dibaptis olehnya. Tetapi Yohanes mencegah Dia,
katanya: "Akulah yang perlu dibaptis oleh-Mu, dan Engkau yang datang
kepadaku?" Lalu Yesus
menjawab, kata-Nya kepadanya: "Biarlah hal itu
terjadi, karena demikianlah sepatutnya kita menggenapkan seluruh kehendak Allah."Dan Yohanespun menuruti-Nya. Sesudah dibaptis, Yesus
segera keluar dari air dan pada waktu itu juga langit terbuka dan Ia melihat
Roh Allah seperti burung merpati turun ke atas-Nya, lalu terdengarlah suara
dari sorga yang mengatakan: "Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah
Aku berkenan."
Perhatikan
baik-baik pada “demikianlah sepatutnya KITA.” Bagaimana bisa Yesus memiliki
pengetahuan bahwa penggenapan kehendak Bapa, pada momen ini, melibatkan satu
lagi yang telah ditetapkan Bapa untuk berjumpa dengan Yesus sehingga SELURUH kehendak Allah digenapkan.
Apakah
Yesus mengetahui realitas purba dalam sabda yang menantikan penggenapan pada
hari tersebut, yaitu:
Matius
3:3 Sesungguhnya
dialah
yang dimaksudkan nabi Yesaya ketika ia berkata: "Ada suara orang
yang berseru-seru di padang gurun: Persiapkanlah jalan untuk Tuhan, luruskanlah
jalan bagi-Nya."
Yesaya
40:3 Ada suara yang berseru-seru: "Persiapkanlah di padang gurun jalan
untuk TUHAN, luruskanlah di padang belantara jalan raya bagi Allah kita!
Jika
Yohanes Pembaptis adalah “dialah”: yang dimaksudkan nabi Yesaya sebagai yang
akan mempersiapkan dan menyambut penggenapan kedatangan Dia yang dijanjikan
Allah untuk datang ke dunia sebagai Allah yang datang ke dalam dunia (Yohanes
1:14) yang oleh nabi Yesaya digambarkan sebagai: “persiapkanlah jalan untuk
Tuhan, luruskanlah jalan bagi-Nya,” maka dapat dipastikan ketika Yesus berkata
“demikianlah sepatunya KITA menggenapkan” telah menunjukan bahwa Yesus adalah
pemasti bagi Yohanes Pembaptis dan yang membawa masuk nabi Yohanes Sang Pembaptis
ke dalam penggenapan nubuat nabi Yesaya.
Itulah
sebabnya ketika kemanusiaan Yesus disajikan secara utuh oleh Lukas: “Anak itu bertambah
besar dan menjadi kuat, penuh hikmat, dan kasih
karunia Allah ada pada-Nya” maka, haruslah dipahami tepat sebagaimana rasul Yohanes melukiskan siapakah
Yesus dalam kemanusiaannya yang sama sekali tidak berada dibawah pemerintahan
dosa sekalipun ia mengalami tumbuh kembang yang manusiawi: “Firman itu telah menjadi manusia, dan diam
di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang
diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran” (Yohanes 1:14).
Yesus
tak pernah berjuang keras bagaikan seorang budak dosa atau setidak-tidaknya
budak kehendak diri sendiri untuk memenuhi kehendak Bapa-Nya dalam arti Ia
berada di dalam kemanusiaan yang hakikatnya
berada dalam pendudukan pemerintahan
kegelapan dan harus berjuang keras untuk keluar dari sana. Ini berbeda dengan
nabi Yohanes Pembaptis yang tak memiliki kebenaran atas momentum Yesus dibaptis,
sebab ia dapat mengetahui kebenaran
setelah Yesus yang menariknya keluar dari CANGKANG KEBIMBANGAN ATAU
CANGKANG KEGELAPAN, sementara Yesus tahu begitu pasti tanpa ragu: “Maka datanglah Yesus dari Galilea ke Yordan kepada
Yohanes untuk dibaptis olehnya. Tetapi Yohanes mencegah Dia.”
Sejak
semula nabi Yohanes Pembaptis membutuhkan pertolongan Allah agar ia tidak
justru melawan Allah atau tidak taat pada Allah. Ketaatan nabi Yohanes Pembaptis terjadi setelah Yesus
bersabda atau menginstruksikannya dengan berkata: “Lalu Yesus menjawab, kata-Nya kepadanya: "Biarlah hal itu terjadi, karena demikianlah sepatutnya
kita menggenapkan seluruh kehendak Allah." Dan Yohanespun menuruti-Nya.”
Ketaatan
nabi Yohanes Pembaptis telah menyelamatkan dirinya dari pemberontakan terhadap
Allah, dan berbuah manis bagi nabi Yohanes Pembaptis: “Sesudah dibaptis, Yesus segera keluar dari air dan pada waktu itu juga
langit terbuka dan Ia melihat Roh Allah seperti burung merpati turun ke
atas-Nya, lalu terdengarlah suara dari sorga yang mengatakan: "Inilah
Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan”- Yohanes 3:16-17.
Siapakah Yesus?
Mesiaskah Dia? Lalu apakah ia memiliki kemanusiaan
yang sama seperti semua manusia lainnya yang lahir dari seorang ibu, maka
berarti ia pun berada dalam pemerintahan kuasa maut? DAPAT BERDOSA sebab
kehakikatan kemanusiaannya berada dalam pangkuan ibu pertiwi Maut?
Jelas
tidak, sebagaimana yang telah kita lihat tadi. Terkait ini, rasul Yohanes pada pembukaan injilnya menuliskan poin yang
begitu penting untuk memahami karakteristik kemanusiaan Yesus:
Yohanes
1:18 Tidak
seorangpun yang pernah melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah,
yang ada di pangkuan Bapa,
Dialah yang menyatakan-Nya.
Bersambung
ke Bagian 2
Segala
Kemuliaan Hanya Bagi Allah
No comments:
Post a Comment