Oleh: Martin Simamora
Adakah Dewa Baru Muncul Di Yerusalem (2)
Bacalah lebih dulu:”Bagian-1”
Lukas 2:40 dan 2:50 benar-benar untuk menunjukan
bahwa ia memang memiliki kemanusiaan yang sejati, dan sebagaimana semua manusia
maka tubuh manusia Yesus memiliki kebutuhan-kebutuhan jasmaniah yang harus
dipasok untuk membangun kehidupan yang sehat dan kuat bagi tubuh itu sendiri [itu sebabnya kelak kita akan melihat Yesus
juga menggambarkan dirinya sebagai terutama di atas yang segala terutama sumber
makanan dan minuman atau sumber hidup bagi tubuh sekaligus jiwa yang bukan saja
mengenyangkan atau menghilangkan dahaga tetapi membebaskan dari kebergantung
pada sumber hidup dunia yang berada di atas pangkuan iblis atau pemerintahan
kegelapan]. Dua teks tersebut tidak hendak menunjukan bahwa kemanusiaan
Yesus,dengan demikian, juga tak lepas dari kelemahan daging terhadap pemerintahan duniawi
atau kegelapan sebagaimana semua manusia pada umumnya. Tidak pernah demikian
sejak mula Ia datang ke dalam dunia ini melalui anak dara Maria.
Coba perhatikan pernyataan malaikat berikut ini:
Lukas1:31-33
Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan
melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia
Yesus. Ia akan menjadi besar
dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan
kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya, dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai
selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak
akan berkesudahan."
Malaikat
pembawa kabar pun menggambarkan kemanusiaan Yesus yang
bertumbuh sejak dalam
kandungan ibu-Nya atau sebagaimana
semua manusia bahkan sejak dalam kandungan: “engkau akan mengandung
dan akan melahirkan seorang anak laki-laki."
Tetapi
Yesus ini, sejak semula di dunia berada di dalam pemerintahan atau kerajaan
Allah, sehingga apa yang direncanakan Allah akan jadi sebagaimana kehendak-Nya melalui dan di dalam Yesus Sang Mesias, tanpa kemelesetan yang bagaimanapun
juga
baik berdasarkan maksud atau tujuan-Nya,
dan
pikiran/pemikiran-Nya (coba bandingkan ini dengan Yesaya 40:13,
41:28, Roma 11:34 dengan pernyataan Yesus berikut ini: Yohanes 5:19-20,30-32,37; Yohanes 12:49;
Yohanes 14:10,24) atau
kehendak Bapa. Jadi
sebagaimana Bapa memiliki
kuasa serta otoritas pada diri-Nya sendiri maka pada diri
Yesus Sang Mesias juga berdiam kuasa dan otoritas yang sama. Jika tidak, maka mustahil apa yang diucapkan dan
diwujudkan Yesus di bumi ini adalah tepat sebagaimana Bapa di sorga berucap dan
berkehendak agar terjadi di dunia. Di sini, kita, secara prinsip, telah melihat bahwa
relasi Yesus terhadap Bapa itu melampaui
sekedar kesatuan pada pikiran dan kehendak tetapi juga sama dalam kuasa dan otoritas di bumi (pada Yesus Sang Mesias) sebagaimana di sorga
(pada Bapa), melihat tak satupun yang dikerjakan Manusia
Yesus adalah agenda yang dirancang
berdasarkan kapasitas
kemanusiaan Yesus yang sama seperti semua manusia lainnya.
Bagaimana
Ia akan disebut
sudah
menunjukan sebuah keterpisahan dirinya dari realitas dunia yang berada dibawah pemerintahan iblis
dimana kuasa dosa tak terelakan mengendalikan segenap eksistensi manusia.
Perhatikan ini: “Ia akan menjadi besar dan akan
disebut
Anak Allah Yang Mahatinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta
Daud, bapa leluhur-Nya, dan Ia akan
menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan
berkesudahan," yang menunjukan pada ke-Allahan-an, dan
keabadian dan kekekalan pada eksistensi Yesus, itu sebabnya Ia adalah Anak Allah Yang Mahatinggi.
Di sinilah pada “sampai selama-lamanya” dan “tidak
akan berkesudahan” telah menjadi problem begitu keras bagi bangsa Yahudi untuk
menerima Yesus, sebab Mesias tidak
diekspektasikan sebagai Anak Allah Yang
Mahatinggi sehingga adalah
manusia yang tak takluk pada kematian bahkan tak berada di dalam pemerintahan
ruang, waktu dan materi yang memiliki keberakhirannya sekalipun dapat berusia
begitu lanjutnya. Dengan kata lain, seorang Mesias tidak
boleh dinyatakan atau menyatakan dirinya sebagai bernilai sedemikian Allahnya sehingga menyamakan
diri dengan Allah sekalipun ia hanyalah manusia, sebagaimana memang inilah yang menjadi problem terkeras pada relasi Yesus Sang Mesias terhadap orang-orang Yahudi
itu sendiri, sebangsanya:
Yohanes
10:30-33,36“Aku
dan Bapa adalah satu.” Sekali lagi orang-orang Yahudi
mengambil batu untuk melempari Yesus. Kata Yesus kepada mereka: "Banyak
pekerjaan baik yang berasal dari Bapa-Ku yang Kuperlihatkan kepadamu; pekerjaan
manakah di antaranya yang menyebabkan kamu mau melempari Aku?" Jawab orang-orang Yahudi itu:
"Bukan karena suatu pekerjaan baik maka kami mau melempari Engkau,
melainkan karena Engkau menghujat Allah dan karena Engkau, sekalipun hanya
seorang manusia saja, menyamakan diri-Mu dengan Allah."… masihkah kamu
berkata kepada Dia yang dikuduskan oleh Bapa dan yang telah diutus-Nya ke dalam dunia: Engkau menghujat Allah! Karena Aku
telah berkata: Aku Anak Allah?
Bapa
mengutusnya ke dalam dunia? Sebagai apa?
Apakah sebagai Malaikat? Tidak, sebab ia telah diutus sebagai anak
manusia. Tetapi bagaimanakah sesungguhnya eksisten si manusiaYesus
sebagai yang diutus Bapa ke dalam dunia namun
menyebut dirinya adalah Anak Allah?
Surat Ibrani membantu kita untuk dapat mendekati
kemuliaan yang terbungkus di dalam rupa seorang hamba manusia:
Ibrani
2:6-9 “Ada orang yang pernah memberi kesaksian di dalam suatu nas, katanya:
"Apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya, atau anak manusia, sehingga
Engkau mengindahkannya? Namun Engkau telah membuatnya untuk waktu yang
singkat sedikit lebih rendah
dari pada malaikat-malaikat, dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan
hormat, segala
sesuatu telah Engkau taklukkan di bawah kaki-Nya." Sebab dalam menaklukkan
segala sesuatu kepada-Nya, tidak ada suatupun yang Ia kecualikan, yang tidak takluk
kepada-Nya. Tetapi sekarang ini belum kita lihat, bahwa segala sesuatu telah
ditaklukkan kepada-Nya. Tetapi Dia, yang untuk
waktu yang singkat dibuat sedikit
lebih rendah dari pada malaikat-malaikat, yaitu Yesus, kita lihat,
yang oleh karena penderitaan maut, dimahkotai dengan kemuliaan dan hormat,
supaya oleh kasih karunia Allah Ia mengalami maut bagi semua manusia.
Ini
tidak hendak menunjukan Yesus dalam
kemanusiaannya secara hakikat lebih rendah daripada malaikat-malaikat sebab
faktanya Surat Ibrani menyatakan:
Ibrani
1:6 Dan ketika Ia membawa pula Anak-Nya yang sulung ke dunia, Ia berkata:
"Semua
malaikat Allah harus menyembah Dia."
Jika begitu,
apakah Anak Allah secara hakikat lebih rendah (jika ya maka berarti ada Allah yang lebih tinggi dan
ada yang lebih rendah!)?
Apakah gelar Anak Allah hendak
menunjukan kelas keilahian atau atau kelas ketuhanan yang lebih rendah daripada
Bapa, sehingga dengan demikian Bapa dan Anak tidak sehakikat dan dengan
demikian terpisahkan satu sama lain bagaikan 2 individu manusia yang terpisah secara total
sehingga memiliki “kepribadian yang terpisah satu sama lain?” Apakah “pribadi”
yang semacam ini yang hendak digunakan dalam menjelaskan relasi Yesus Sang Anak
Allah terhadap Bapa?
Menjawab ini, Surat Ibrani, mengenai eksistensi
Yesus menjelaskan begini:
Ibrani
1:8 Tetapi tentang Anak Ia
berkata: "Takhta-Mu, ya Allah [Theos], tetap
untuk seterusnya dan selamanya, dan tongkat kerajaan-Mu adalah tongkat
kebenaran.
Pembanding
dalam versi
NIV
But about the Son he
says, "Your throne, O God, will last for ever and ever; a scepter
of justice will be the scepter of your kingdom
KJV
But unto the
Son he saith, Thy throne, O God, is for ever and ever: a sceptre of
righteousness is the sceptre of thy kingdom.
Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa Yesus Anak Allah memiliki ketuhanan yang
sehakikat atau tidak lebih rendah sedikitpun daripada Bapa, sebab
jika demikian maka Yesus adalah Allah
yang lebih rendah selain Bapa yang merupakan Allah yang lebih tinggi atau yang tersempurna. Itu sebabnya dikatakan, mengenai siapakah Yesus itu senantiasa
tidak begitu saja dinyatakan sebagai manusia dalam kedefinitifan manusia yang
kehilangan keeksistensian Allah sebagaimana Ia Allah dalam identifikasi
linguistik semacam ini : “Namun
Engkau telah membuatnya untuk waktu yang singkat sedikit lebih rendah” dengan maksud untuk mempertahankan jati diri Yesus
sebagaimana Yesus sendiri bersabda tentang dirinya sendiri (bandingkan dengan Yohanes 5:19-47).
Jika Yesus dibuat
lebih rendah untuk sesaat lamanya mengakibatkan atau bahkan dijadikan
dasar untuk menyatakan Yesus lebih tinggi daripada malaikat-malaikat namun
lebih rendah daripada Allah, maka sangat tidak mungkin bagi Yesus untuk
menyatakan: “Aku
dan Bapa Satu.” Hal ini juga yang sedari awal telah diantisipasi
oleh rasul Yohanes dalam pembukaan injilnya kepada para pembacanya, bahwa Yesus dalam kemanusiaan yang membungkus
keilahiannya,
memiliki kesetaraan yang tak dapat dipisahkan atau digradasikan satu sama lain
didalam Ia dan Bapa memang (tak
terelakan) dapat dibedakan:”Tidak seorangpun yang pernah
melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah, yang ada di pangkuan Bapa, Dialah yang menyatakan-Nya” yang ketika anda membaca
“Dialah yang menyatakan-Nya,” jangan pernah
dibayangkan sebagai tindakan “menyatakan”
(apa yang tak dapat dilihat) sebagaimana pada
seorang pembuat sketsa. Mengapa
demikian? Karena bagaimanapun juga
“tidak seorangpun yang pernah melihat Allah,” atau ini adalah menyatakan Dia yang mustahil dinyatakan secara visual dan
inderawi sebab Ia bukan dalam jangkauan jiwa atau inderawi manusia.
Yesus Sang Mesias bukan sedang menyatakan
Bapa bagaikan seorang pembuat sketsa atau bagaikan seorang deskriptor atau
bagaikan seorang yang yang hanya mengenal Bapa dari luar tanpa mengenal secara
sempurna apakah pikiran dan kehendak Bapa. Atau hanya mengenal bagi dirinya sendiri tetapi tak berkuasa untuk
menyatakan-Nya pada manusia sebagaimana Ia adanya tanpa sedikitpun reduksi. Ketika anda membaca “Anak Tunggal Allah, yang ada di pangkuan Bapa,” itu
sedang menunjukan bahwa “Dialah yang menyatakan-Nya” telah dilakukannya
sebagai yang memiliki kesehakikatan dengan Bapa secara tak
bercela sekalipun didalam
kemanusiaan-Nya.
Karena itulah Ia
sanggup dan berkuasa untuk menyatakan Bapa.
Dengan demikian, Rasul
Yohanes bukan berkonsepsi ketika menuliskan bagian ini. Demikian juga penulis Surat Ibrani kala
menuliskan: “Ia adalah cahaya kemuliaan Allah dan
gambar wujud Allah”-Ibrani 1:3 bukan
sebuah konsepsi yang dibangun berdasarkan persepsi-persepsi dan gambar-gambar
mental yang terbangun berdasarkan pengalaman berinteraksi dengan Yesus kala di
bumi dan berdasarkan persepsi atas
kehidupan umat Kristen mula-mula yang begitu terpesona oleh Yesus yang telah
tidak ada lagi di tengah-tengah mereka. Bukan itu sama sekali sepert itu, tetapi karena Yesus
pernah berkata kala di dunia dalam
kemanusiaannya bahwa “Aku dan Bapa adalah satu.”
Bersambung ke bagian 3
Segala Kemuliaan Hanya Bagi Allah
No comments:
Post a Comment