Oleh: Martin Simamora
Maka
Kamu Telah Dimerdekakan Dari Perbudakan Dosa dan Penggembalaan Iblis
Ketika seorang
menjadi percaya kepada Yesus Sang Mesias, apakah dasar aktual dan ilahinya
untuk sebegitu percayanya kepada dia, bahkan bagi manusia-manusia moderen dewasa
ini, seperti saya ini? Apakah relevansi ruang dan waktu bagi saya kepada Dia,
sehingga sabda Kristus harus ditaati
olehku pengikut Kristus kontemporer atau masa kini? Manusia moderen mengikuti
kebenaran manusia purba dan primitif dibandingkan dengan pengajaran para guru
dunia yang lebih maju, terdidik dan barangkali multi doktoral?
Yesus Sang Mesias
sendiri pernah membicarakan dirinya terhadap para muridnya dalam relevansi
ruang dan waktu, dalam sebuah pengunjukan betapa ia mahapenting dan mahapenentu
atas kehidupan, bukan saja bagi para muridnya tetapi bagi dunia ini. Mari kita
melihat sejumlah perkataan atau ucapan atau logos atau firman atau sabda Sang Mesias berikut ini:
“Maka
Yesus berkata pula kepada orang banyak, kata-Nya: "Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut
Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan
mempunyai terang hidup."- Yohanes 8:12
Jika kita
memperhatikan relevansi atau keterhubungan Yesus Sang Mesias dengan ruang
di mana ia berada, berdasarkan jawabnya, ruang kehadirannya adalah ia ada di: “bumi
ini” atau “alam semesta/ dunia ini” atau “atas segala isi atau penghuni dunia
ini termasuk segala manusia yang menerima dirinya atau yang menolak dirinya”
atau “segala budaya dan nilai-nilai yang
ada di dunia ini” atau kosmos [lihatlah pada “kosmos” dan “analisa teks Yohanes 8:12”], dan, dengan demikian, ia sedang menyatakan
sebagai satu-satunya manusia yang kehadirannya atau eksistensinya di dunia ini,
sementara hanya dihadapan sekelompok manusia dari masyarakat tertentu pada
geografis begitu terbatas, ia ada bagi segenap dunia. Tak hanya itu, Sang Mesias menyatakan bahwa
segenap kosmos atau dunia ini diliputi oleh kegelapan yang tak dapat diatasi
oleh dunia kosmos dalam cara apapun selain oleh dirinya saja: “mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam
kegelapan.” Mengatakan realitas kosmos yang demikian, bukan sekedar
kenegatifan atau sekedar kejelakan tetapi sebuah bahaya yang mengerikan
sehingga membutuhkan pertolongan dari luar eksistensi kosmos itu sendiri, yaitu diri Sang Mesias.
Ketika Sang Mesias menyatakan “Akulah
terang dunia” maka jika hanya sampai di situ maka itu tak lebih seperti
peninggian diri secara puitis yang bisa jadi mengindikasikan sebuah kemuliaan
dan keluhuran dirinya diantara semua mahkluk dan semua norma atau
spiritualistas yang ada di dalam kosmos ini; dengan kata lain, sekalipun
demikian berkatanya, Sang Mesias hanyalah menjadi salah satu diantara banyak
kemuliaan dan keluhuran lainnya yang telah lebih dahulu ada di dunia ini.
Tetapi, Sang Mesias, bukan bermaksud mempresentasikan dirinya adalah salah satu
diantara terang-terang yang lebih redup atau lebih terbatas dan lokalitas,
sebagai terang dunia atay yang bersifat global dan universal untuk melengkapi
yang telah ada. Tidak bermaksud demikian
sebab Sang Mesias meneruskannya dengan berkata: “barangsiapa mengikut
Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan.” Ketika Yesus berkata” barangsiapa mengikut Aku” maka dengan
demikian setiap pendengarnya telah dimintakan untuk meninggalkan apapun juga
yang selama ini telah dianutnya atau telah diyakininya sebagai kebenaran hidup
yang mulia. Mengapa harus ditinggalkan, atau apakah dasarnya? Apakah karena
yang selama ini dianut itu semacam “edisi lama “ yang sudah habis masa
berlakunya atau semacam “kurang lengkap atau sempurna meskipun tetap baik kalau
diirawat secara tekun?” Apakah dalam makna perbandingan yang masih bernilai
positif, sehingga keterdesakannya bukan
berdasarkan sebuah keunggulan atau kebenaran yang absolut terhadap semuanya?
Bagaimanakah Yesus
Sang Mesias menunjukannya adalah mencengangkan bagi siapapun tak saja dahulu
tetapi juga masa kini, sebab ia menautkan pengikutan dirinya begitu menentukan
manusia itu apakah berjalan atau hidup dalam kegelapan ataukah tidak. Kegelapan atau “skotia” [mengenai ini, bacalah
“Skotia”]
di sini, bukan sama sekali merupakan “kegelapan
yang menimbulkan kesadaran akan butuh
terang” seperti kalau saya dan anda di rumah secara mendadak PLN
melakukan pemadaman listrik maka kita berharap lampu darurat segera hidup atau
setidaknya menyalakan lilin di rumah. Jika
demikian adanya maka tentu seketika Yesus datang maka semua manusia akan
berbondong-bondong mendapatkan Yesus demi terang sebagaimana sabdanya sendiri.
Jadi Yesus sedang menyatakan bahwa semua kebenaran dan spiritualisme di dalam
kosmos ini adalah berada di dalam kegelapan, atau tidak berkuasa melepaskan
keadaan manusia “berjalan dalam kegelapan.” Jadi, ini bisa seperti manusia yang menjaga pola makan dan kesehatan jasmaniahnya dengan
pola hidup yang benar dan sehat namun sekalipun demikian tak bisa mencegah diri
dari proses penuaan yang akan menurunkan kualitas kesehatannya hingga pada
akhirnya meninggal dunia, atau berkuasa
untuk mencegah diri terpapar infeksi. Sementara mengikut Yesus akan memberikan kuasa untuk tidak berjalan
dalam kegelapan.
Ini dengan demikian
telah menunjukan sebuah relevansi ruang sekaligus waktu yang tak dapat disentuh
oleh eksistensi manusia dan kemanusiaan manusia itu sendiri. Jika Yesus
menghakimi kosmos beserta kemuliaan dan kekayaannya secara demikian, lalu siapakah
dirinya?
Dan memang pada
akhirnya, itulah yang menjadi persilangan tajam antara dirinya dan para
pendengarnya:
“Kata
orang-orang Farisi kepada-Nya: "Engkau
bersaksi tentang diri-Mu,
kesaksian-Mu tidak benar."- Yohanes 8:13
Sebagaimana yang
Yesus maksudkan, maka orang-orang Farisi memahami sebagaimana Yesus maui bahwa
yang sedang dipresentasikan oleh Yesus Sang Mesias itu adalah dirinya sendiri
adalah kebenaran dan terang atau sabda
dan terang yang harus diterima dan ditaati. Itu sebabnya yang menjadi fokus penolakan
adalah pada “bersaksi tentang dirinya sendiri?” Siapakah ia, memangnya?
Sang Mesias telah
menunjukan dirinya sebagai satu-satunya manusia yang memiliki kuasa atas segala
realitas manusia yang telah dihakiminya sedang berjalan di dalam kegelapan,
sekalipun pada kasus orang Yahudi, walaupun mereka memiliki kebenaran yang
diyakininya dan mereka pun memiliki Kitab Suci
yang juga dipercayai oleh Yesus, tetap dikatakan sebagai “berjalan didalam
kegelapan.” Sebuah vonis yang menunjukan ketakberdayaan ketaatan daging
terhadap kitab suci untuk memiliki hidup, sementara memang benar dapat
menghasilkan karakter dan spiritualitas
hidup yang berkualitas. Kita harus paham bahwa Yesus Sang Mesias mengapresiasi
kehidupan yang bertekun dalam kitab suci dan mempraktikannya tetapi juga
menyatakan bahwa dalam hal itu tak menjadikan mereka berkuasa untuk berjalan di
dalam terang, sebagaimana Yesus pernah bersabda akan hal ini:
Kamu
menyelidiki
Kitab-kitab Suci, sebab kamu menyangka bahwa oleh-Nya kamu mempunyai
hidup yang kekal, tetapi walaupun Kitab-kitab Suci itu memberi kesaksian
tentang Aku, namun kamu tidak mau datang kepada-Ku
untuk memperoleh hidup itu.- Yohanes 5:39-40
Kalau ditanyakan
apakah bukti bahwa tanpa Yesus maka manusia itu akan selama-lamanya berjalan
dalam kegelapan yang berarti maut atau tak memperoleh hidup, buktinya adalah “menyelidiki kitab-kitab suci yang memberikan
kesaksian tentang Yesus namun sekalipun demikian tetap tidak mau menerima dan
mentaati sehingga datang atau mengikut Yesus demi hidup itu sendiri.”
Dalam
kegelapan atau berjalan dalam kegelapan,dengan demikian, semua manusia merasa memiliki kebenaran dan
memiliki hak untuk hidup berdasarkan kebenaran masing-masing yang diyakininya,
dan juga memiliki kekuatan dan dasar kokoh untuk melawan takdir “ di luar Yesus
tak memiliki hidup,” berdasarkan kebenaran diri dan pengupayaan kebenaran yang
senilai atau bahkan lebih mulia
Sehingga memang
pernyataan Yesus Sang Mesias yang demikian, bagi manusia-manusia yang berjalan
di dalam kuasa kegelapan yang menyanderanya, begitu angkuh! Siapa kamu sangkamu??
Maka
kata mereka kepada-Nya: "Siapakah Engkau?"- Yohanes 8:25
Ini bukan sekedar
rejeksi atau penolakan yang membabi buta. Ini adalah penolakan berdasarkan
kebenaran yang mereka miliki namun telah
gagal mengenali siapakah Yesus, sehingga
aku perlu percaya pada perkataannya
yang berbunyi: “barangsiapa mengikut Aku,
ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang
hidup.”
Sehingga isunya di
sini bukanlah
kompetisi kebenaran, rivalitas
kebenaran, siapakah atau apakah yang paling menjamin ke sorga. Bukan,
bahkan Yesus Sang Mesias tak perlu berlarut-larut untuk berdebat kepada manusia
yang telah dijelaskan namun tetap
menolak dan mempertanyakan terus-menerus apa yang telah dijawabnya:
Jawab
Yesus kepada mereka: "Apakah gunanya lagi Aku berbicara dengan
kamu? Banyak yang harus Kukatakan
dan Kuhakimi tentang kamu; akan tetapi Dia, yang mengutus Aku,
adalah benar, dan apa yang Kudengar dari pada-Nya, itu yang Kukatakan kepada
dunia."- Yohanes 8:25-26
Sewaktu Yesus Sang
Mesias berkata: "Akulah terang dunia;
barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan,
melainkan ia akan mempunyai terang hidup," Ia memang sedang menghakimi
segenap kosmos atau dunia ini sementara ia sedang menghakimi bangsa Yahudi,
bangsa pilihan secara biologis atau secara biologis keturunan Abraham: “Jawab
mereka: "Kami adalah keturunan Abraham dan tidak pernah menjadi hamba
siapapun. Bagaimana Engkau dapat berkata: Kamu akan merdeka?" (Yohanes 8:33).
Sang Mesias sedang
menunjukan bahwa Dialah satu-satunya kebenaran yang ada di dunia ini dari Allah
yang sanggup dan berkuasa penuh untuk memerdekakan manusia dari perbudakan
iblis: “Maka kata-Nya kepada orang-orang Yahudi yang percaya kepada-Nya: "Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku dan kamu akan mengetahui
kebenaran, dan kebenaran itu
akan memerdekakan kamu." (Yohanes 8:31-32).
Di sepanjang dialog
inilah menjadi begitu terang apakah realitas dibalik sabda yang berbunyi: “Terang telah datang ke dalam dunia, tetapi manusia lebih menyukai kegelapan dari
pada terang” (Yohanes 3:19). Ketika kita membaca: tetapi manusia lebih menyukai
dalam sebuah komparasi yang mustahil terjadi secara nalar atau akal budi yang
sehat maka inilah realitas aktual dari : “berjalan dalam kegelapan sekalipun
bertekun dalam kebenaran kitab suci atau dalam moralitas atau bertekun dalam
membangun karakter baik dan unggulan hingga kesudahannya.” Perbudakan oleh “skotia”
dengan demikian telah sanggup membuat manusia lebih menyukai tetap berjalan
dalam kegelapan sekalipun terang telah ada, sebab mereka telah melihat
kebenaran Yesus sebagai sebuah penghujatan kebenaran dan spiritualitas dunia ini:
“siapakah Engkau?”
Sang Mesias sementara
berkata “barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan,
melainkan ia akan mempunyai terang hidup,” maka ini bukan sama sekali kehidupan
doktrinal belaka yang miskin kuasa untuk benar-benar memiliki hidup yang
menunjukan saya dan anda memang tidak lagi berjalan dalam penggembalaan
kegelapan tetapi berjalan dalam penggembalaan Yesus Sang Mesias, sebab
berdasarkan pemberitaan atau pembacaan firman, saya dan anda datang kepada
Yesus untuk memperoleh hidup-Nya (Yohanes 5:39-40; Yohanes 10:7-12) sehingga:
"Jikalau
kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku dan kamu akan
mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu." (Yohanes
8:31-32)
“Aku
berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang berbuat dosa, adalah hamba
dosa. Dan hamba tidak tetap tinggal dalam rumah, tetapi anak tetap tinggal
dalam rumah. Jadi apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamupun benar-benar
merdeka." (Yohanes 8:34-36)
Dari yang berjalan
dalam kegelapan menjadi “anak yang tetap tinggal di dalam rumah.” Dua kehidupan
yang berbeda: dari hidup dalam kegelapan menjadi tinggal di dalam rumah dimana
terang berada. Itu hanya terjadi jika Anak memerdekakanmu.
Sehingga kala Yesus
berbicara dosa maka Yesus tidak sedang membicarakannya dalam tatar
skandal-skandal moralitas yang bagaimanapun, tetapi secara tak terpisahkan pada
apakah manusia itu telah berada di dalam rumah berdasarkan pemerdekaan oleh
Anak atau apakah manusia itu masih berada di
luar rumah. Itulah yang akan menentukan selamat atau tidak dari berjalan dalam kegelapan. Menuju ke rumah
itu, sayangnya, juga bukan berdasarkan kemurnian dan kemuliaan moralitas diri,
tetapi berdasarkan apakah Anak itu membebaskanmu.
Sehingga, juga, kala
Yesus berbicara atau bersabda jangan lagi menjadi hamba dosa, maka Yesus tidak
sedang membicarakannya dalam tatar keunggulan-keunggulan moralitas tetapi
berdasarkan karena anda sudah menjadi anak berdasarkan pembebasan Anak, maka
kini anda dan saya memang benar-benar
berkuasa untuk menghasilkan pada kehidupanmu perlawanan-perlawanan terhadap
dosa di sepanjang hidup ini, sebab saya dan anda adalah anak-anak Bapa
berdasarkan pembebasan Anak. Jadi itu adalah kehidupan, bukan
ketaatan yang legalistik; kehidupan di dalam rumah Bapa adalah kehidupan
berdasarkan pembebasan oleh Anak dari perbudakan kegelapan, jadi setiap anak
manusia yang telah dibebaskan oleh Yesus Sang Anak Manusia memiliki jiwa yang melayani
apakah kehendak Bapa atau melayani keinginan-keinginan Bapa. Bukan ini:
“Apakah
sebabnya kamu tidak mengerti bahasa-Ku? Sebab kamu tidak dapat menangkap
firman-Ku. Iblislah yang menjadi bapamu dan kamu ingin melakukan
keinginan-keinginan bapamu. Ia adalah pembunuh manusia sejak semula dan tidak
hidup dalam kebenaran, sebab di dalam dia tidak ada kebenaran. Apabila ia
berkata dusta, ia berkata atas kehendaknya sendiri, sebab ia adalah pendusta
dan bapa segala dusta.”- Yohanes 8:43-44
Amin
Segala Kemuliaan Hanya Bagi Allah
No comments:
Post a Comment