Oleh: Henry Clarence Thiessen
Bacalah lebih dulu : “Pertobatan Beriman”
Doktrin selanjutnya
yang akan ditinjau adalah pembenaran/justifikasi dan dilahirkan kembali.
I.Doktrin
Pembenaran/Justifikasi
Pertobatan beriman diikuti oleh
pembenaran. Sementara kitab suci memberikan penekanan yang luar biasa pada
doktrin pembenaran, namun dalam perjalanan sejarah, doktrin ini secara luar
biasa telah dilencengkan dan dalam praktiknya telah diabaikan sama sekali. Pada
kejayaan Reformasi Protestan, doktrin ini telah dipulihkan, diletakan kembali
pada tempat dimana seharusnya berada. Kita sedikit banyak kecewa ketika kita
mencari doktrin-doktrin dilahirkan kembali dan pengudusan pada para Reformer;
doktrin ini tidak mendapatkan penekanan yang memadai hingga pada hari-hari Kebangunan Rohani Wesleyan. Tetapi kita dapat
bersuka cita bahwa Reformasi telah
benar-benar mengembalikan kepada gereja doktrin terdasar,
pembenaran/justifikasi. Beberapa aspek dari doktrin ini harus ditinjau seksama.
A.Definisi
Pembenaran atau Justifikasi
Secara natur, manusia tidak hanya
seorang anak kejahatan, tetapi juga seorang pelanggar dan seorang kriminal
(Roma 3:23; 5:6-10; Efesus 2:1-3; Kolose 1:21; Titus 3:3). Dalam dilahirkan
kembali, manusia menerima sebuah hidup baru dan sebuah natur baru; dalam
pembenaran/justifikasi, sebuah manusia
baru tampil. Pembenaran dapat
didefinisikan sebagai tindakan Allah dimana dalam tindakan-Nya itu Dia
mendeklarasikan manusia yang percaya kepada Kristus itu benar. Ladd terkait ini
berkata, ”Akar gagasan dalam pembenaran adalah deklarasi Tuhan, hakim yang
benar, bahwa manusia yang percaya kepada Kristus, walau memang berdosa, dia
menjadi benar, dia benar—dipandang sebagai mahluk benar, karena di dalam
Kristus, dia telah masuk ke dalam sebuah hubungan benar dengan Allah.”[1].
Pembenaran atau justifikasi adalah
sebuah tindakan yang bersifat deklarasi. Pembenaran bukan sebuah tindakan
apapun yang ditempakan secara langsung pada diri manusia, tetapi sebuah
tindakan Allah yang telah mendeklarasikan manusia tersebut. Tindakan
justifikasi dengan demikian tidak serta
merta meluruskan kebengkokan-kebengkokan yang masih bekerja dalam diri manusia itu, tetapi dalam
keadaan yang demikianlah manusia yang percaya kepada Kristus dideklarasikan
benar. Beberapa hal yang terlibat dalam pembenaran atau justifikasi:
1.Penghapusan Hukuman.
Hukuman bagi dosa adalah kematian: rohani, jasmani, dan kekal (Kejadian 2:17;
Roma 5:12-14;6:23). Jika manusia itu harus diselamatkan, hukuman ini
pertama-tama harus disingkirkan. Hukuman
mati telah disingkirkan oleh dan dalam kematian Kristus, yang telah menanggung penghukuman atas dosa-dosa kita
di dalam tubuhnya sendiri di atas kayu
salib (Yesaya 53:5f; 1Petrus 2:24). Karena Kristus telah menanggung hukuman manusia akibat dosa, Allah
sekarang membatalkan penghukuman tersebut
dalam kasus orang yang percaya kepada Kristus (Kisah Para Rasul 13:38f;
Roma 8:1,33f; 2Kor 5:21). Inilah yang dimaksud dengan pengampunan dosa-dosa itu
(Roma 4:7; Efesus 1:7; 4:32; Kolose 2:13).
Kematian
Kristus membuat pengampunan mungkin, tetapi bukan dalam makna itu adalah
sebuah keharusan atau kewajiban bagi
Kristus, karena Kristus telah mati secara sukarela. Allah masih harus menyatakan pada kondisi-kondisi apa
orang dapat menerima pengampunan. Ini telah dia lakukan dalam mendeklarasikan
bahwa dia mengampuni mereka yang bertobat dan percaya kepada Anak-Nya. Daud
berkata,” Berbahagialah orang yang diampuni pelanggarannya, yang
dosanya ditutupi!” (Mazmur 32:1f).
“Doktrin
pembenaran bermakna bahwa Allah telah
mengumumkan keputusan berkekuatan hukum pada sebuah sidang pengadilan bahwa
seseorang yang telah didakwa bersalah
sebagai tidak bersalah secara eskatologi (berkaitan dengan pengadilan terakhir)
pada manusia yang beriman saat ini juga, mendahului pengadilan terakhir.” (2)
2.Pemulihan keberkenanan dihadapan Tuhan. Orang
berdosa tidak sekedar layak ditimpakan hukuman sebagai akibat perbuatannya,
tetapi juga dia kehilangan keberkenanan Tuhan (Yohanes 3:36; Roma 1:18;5:9;
Galatia 2:16 dst). Justifikasi lebih dari sekedar seseorang yang didakwa sebagai kriminal dalam
pengadilan dinyatakan tak bersalah; penghapusan hukuman adalah satu hal lain, pemulihan
keberkenanan terhadap Allah adalah hal
lainnya lagi. Orang yang telah dibenarkan menjadi seorang sahabat Allah ( 2
Tawarikh 20:7; Yakobus 2:23). Orang itu dijadikan seorang pewaris yang
berkekuatan hukum dan seorang yang juga berhak turut serta mewarisi apa yang
dimiliki Kristus (Roma 8:16 dst; Galatia 3:26; Ibrani 2:11).
3.Imputasi Kebenaran. Karena
pembenaran adalah menjadikan seseorang benar tepat dihadapan hukum, orang
berdosa itu tak hanya diampuni akan dosa-dosa masa lampaunya tetapi juga telah
dipasok dengan sebuah kebenaran positif sebelum dia dapat memiliki persekutuan
dengan Allah. Kebutuhan ini dipasok dalam sebuah proses yaitu penempatan
kebenaran yang hanya didapatkan dan dimiliki pada diri Kristus secara utuh di
dalam diri orang percaya, sehingga itu dimiliki dalam sebuah kesamaan yang
mutlak. Ini disebut Imputasi. Mengimputasikan berarti memperhitungkan kebenaran
yang dimiliki Kristus pada diri orang percaya. Paulus meminta Filemon untuk
memperhitungkan hutang Onesimus pada dirinya (Filemon18-19). Daud
mendeklarasikan bahwa manusia yang diberkati adalah “dia yang kepadanya Tuhan
tidak memperhitungkan/mengimputasikan
kesalahannya” (Mazmur 32:2). Paulus berdasarkan pernyataan mengemukakan bahwa Daud berkata “berbahagia orang yang dibenarkan
Allah bukan berdasarkan perbuatannya” (Roma 4:6). Bagaimana
bisa Allah melakukannya?
Dengan
mengimputasikan atau memperhitungkan pada diri orang percaya kebenaran yang
hanya dimiliki Kristus, sehingga juga kebenaran itu sama adanya dimiliki pada diri
orang percaya itu. “Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa
karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah” (2Korintus 5:21).
Kristus “yang oleh Allah telah menjadi hikmat bagi kita. Ia membenarkan dan
menguduskan dan menebus kita”(1 Korintus 1:30). Kebenaran dari Allah ini
disingkapkan dalam injil, dan ini dari iman
menuju iman (Roma 1:17). Kita harus
perhatikan saksama bahwa ini bukan
Tuhan sedang menyatakan ada sebuah kebenaran yang muncul dari diri kita yang
bersumber dari diri kita sendiri, karena iman kita tidak ada kaitannya sama
sekali dengan itu, tetapi dengan kebenaran yang Allah telah sediakan bagi orang
yang percaya kepada Kristus. Jadi Allah memulihkan kita untuk berkenan baginya oleh memperhitungkan
pada diri kita kebenaran yang dimiliki Kristus. Ini adalah adalah pakaian
pernikahan yang siap sedia bagi setiap orang
yang menerima undangan jamuan
makan (Matius 22:11dst; bandingkan dengan Lukas 15:22-24).
Orang
yang telah dibenarkan, karena itu, telah mengalami dosa-dosanya diampuni dan penghukuman
atas dosa-dosanya telah dibatalkan sebagai karunia; dia juga telah dipulihkan
pada keberkenanan Tuhan oleh imputasi atau memperhitungkan kebenaran Kristus
pada dirinya. Dia walau demikian tidaklah benar pada dirinya sendiri, walau
kata sifat dikaios kadang digunakan
untuk perilaku benar, tetapi orang itu benar dalam makna yang bersifat
forensik, dari sudut pandang Legal. Katolik Roma mendefinisikan pembenaran sebagai penghapusan dosa dan pemasukan kebiasaan-kebiasaan baru yang
berasal dari kasih karunia. Jadi dalam hal ini, justifikasi diperlakukan sebagai
sebuah pengalaman subyektif dan bukan sebagai hubungan obyektif. Pandangan
ini melawan apa yang telah dikemukakan
para Reformer. Para Reformer menyatakan bahwa pembenaran adalah sesuatu yang berbeda dari pengudusan, yang pertama adalah sebuah tindakan yang
bersifat deklarasi oleh Allah, menjadikan orang-orang berdosa sebagai yang
memenuhi tuntutan dalam hubungannya dengan hukum dan keadilan Allah, dan yang
kedua (pengudusan) adalah sebuah tindakan yang efisien, mengubah karakter
bagian dalam diri orang berdosa. Inilah pandangan yang benar sebagaimana
dinyatakan dari banyak nas kitab suci.
B.Metoda
Pembenaran
Seperti permulaan pada era Ayub, kita
menemukan manusia bertanya,”Bagaimana
kemudian seorang manusia dapat menjadi benar di hadapan Allah? Atau bagaimana
bisa manusia menjadi suci, dia yang dilahirkan dari perempuan?” (Ayub
25:4). Pemazmur menunjukan sesuatu
agar tak main-main dengan Allah
dan berkata “Janganlah beperkara dengan hamba-Mu ini, sebab di antara yang
hidup tidak seorangpun yang benar di hadapan-Mu” (Mazmur 143:2). Namun untunglah, para pencari Tuhan di era
Perjanjian Lama tidak perlu menunggu hingga Paulus dilahirkan untuk menemukan
sebuah jawaban untuk pertanyaan mereka. Paulus mengingatkan kita bahwa
Abraham telah dibenarkan oleh Iman
14 tahun sebelum dia disunat
(Roma 4:1-5, 9-12; bandingkan dengan Kejadian 15:6; 16:15 dst; 17:23-26) dan
bahwa Daud telah bersukacita dalam fakta
sebuah kebenaran yang telah diimputasikan atau telah diperhitungkan menjadi ada
di dalam dirinya (Roma 4:6-8). Doktrin Perjanjian Baru, pembenaran bukanlah
sebuah inovasi; doktrin ini adalah sebuah kebenaran yang memang
sudah lebih dahulu dikenal dalam era Perjanjian Lama, dan kebenaran telah didapatkan dalam cara yang sama dalam hari-hari sebagaimana
dalam kovenan atau sistem Perjanjian
Baru.
Apakah
metoda pembenaran?
1.Pembenaran tidak oleh melakukan hukum.
Secara negatif, pembenaran atau justifikasi bukan oleh melakukan hukum. Memang
benar adanya bahwa Yesus telah merujukan
seorang penguasa kaya yang muda pada
hukum atau taurat ketika dia telah ditanyakan bagaimana caranya agar dia dapat mewarisi hidup kekal
(Markus 10:17-22), tetapi nyata bahwa apa yang telah Yesus lakukan pada dasarnya mendemonstrasikan kepada anak
muda tersebut bahwa keselamatan mustahil didapatkan berbasiskan hukum. Dia yang
mau dibenarkan berdasarkan usaha-usaha menggenapi hukum harus melanjutkan dalam
segala hal yang tertulis di dalam taurat (Galatia 3:10; Yakobus 2:10). Hal
semacam ini tidak ada seorangpun pernah dan telah melakukannya. Paulus
mendeklarasikan bahwa oleh perbuatan-perbuatan memenuhi tuntutan hukum semata berperan
atau berfungsi untuk menyingkapkan keberadaan dosa itu untuk menjadi semakin
nyata atau terlihat kuat (Roma 3:20; 7:7), dan
untuk menyebabkan seseorang memiliki hasrat pada jiwa yang berdosa untuk
berlari menuju Kristus (Galatia 3:24). Yesus, pada kesempatan lainnya, telah
mengajarkan bahwa “pekerjaan Allah” adalah agar menjadi “percaya kepada Dia yang telah Dia utus” (Yohanes 6:29).
Orang-orang tidak diselamatkan oleh melakukan upaya terbaik yang dapat dilakukannya, selain dari pekerjaan menjadi percaya pada Tuhan Yesus.
2.Pembenaran oleh kasih karunia Allah.
Dua nas kitab suci dapat dikutip: “dan
oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam
Kristus Yesus” (Roma 3:24) dan “supaya kita, sebagai orang yang dibenarkan oleh
kasih karunia-Nya, berhak menerima hidup yang kekal”(Titus 3:7). Nas-nas ini menunjukan
sumber pembenaran atau justifikasi kita. Pembenaran bukan karena mengerjakan
kebenaran-kebenaran yang telah kita lakukan, tetapi berdasarkan belas
kasihnya sehingga dia telah
menyelamatkan kita (Titus 3:5; bandingkan dengan Efesus 2:4dst,8). Pembenaran
dengan demikian berasal dari atau mengalir dari
hati Allah. Menyadari bukan hanya ketakcukupan atau tak memadainya
kebenaran kita, tetapi juga ketakmampuan kita
untuk menuntaskanya hingga pada kesudahannya, dia dalam kemurahannya
telah menentukan untuk menyediakan sebuah kebenaran bagi kita. Itu adalah kasih
karunianya sehingga membawa dia untuk menyediakannya; dia tidak dibawah
kewajiban atau keharusan apapun untuk melakukannya. Dalam anugerahnya dia telah
mempertimbangkannya terhadap kesalahan kita, dan dalam belas kasihnya, terhadap kemalangan kita.
3.Pembenaran oleh darah Kristus.
Tidak hanya orang percaya itu dibenarkan oleh anugerahnya, tetapi juga oleh
darah Kristus. Paulus telah menuliskan, “karena kita sekarang telah dibenarkan
oleh darah-Nya, kita pasti akan diselamatkan dari murka Allah” (Roma 5:9).
Alkitab lebih lanjut berkata “Dan hampir segala sesuatu disucikan menurut hukum
Taurat dengan darah, dan tanpa penumpahan darah tidak ada pengampunan” (Ibrani
9:22). Ini meletakan dasar bagi pembenaran kita. Karena Kristus telah
menjadi penanggung hukuman atas dosa-dosa kita di dalam tubuhnya
sendiri, dosa-dosa tidak untuk dimaklumi namun telah dihukum dalam
pribadi Kristus, sang substitusi/pengganti. Kebangkitan Kristus
adalah salah satu bukti bahwa kematiannya di atas Salib telah memuaskan
klaim-klaim Tuhan terhadap diri kita (Roma 4:25; 1 Yohanes 2:2). Karunia Roh
Kudus adalah hal lain lagi. “Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh kita, bahwa
kita adalah anak-anak Allah” (Roma 8:16; bandingkan dengan Galatia 4:5 dst).
4.Pembenaran oleh Iman.
Alkitab berkata, “Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam
damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus” (Roma 5:1),
dan “Karena dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang
mengaku dan diselamatkan”(Roma 10:10). Alkitab lebih lanjut menyatakan bahwa “Seorang
manusia tidak dibenarkan oleh
mengerjakan Hukum tetapi melalui iman dalam Kristus Yesus” (Galatia 2:16;
bandingkan dengan Kisah Para Rasul 13:38 dst;
Roma 3:28; Galatia 3:8,24). Inilah ketentuan bagi pembenaran kita, bukan
berdasarkan pada pencapaian kebaikan moralitas atau kelayakan yang dihasilkan
oleh diri seorang manusia.”[3]. Sang rasul secara konstan menentang sebuah
pembenaran atau justifikasi oleh usaha-usaha manusia (Roma 3:27 dst; Galatia
2:16). Itu bukan karena iman sehingga kita dibenarkan, tetapi oleh iman. Iman
bukanlah harga justifikasi atau pembenaran, tetapi sarana untuk layak menerimanya. Itu nyata pada orang-orang kudus Perjanjian Lama yang telah dibenarkan sebagaimana
juga orang-orang percaya Perjanjian Baru (Kisah Para Rasul 13:38f; Roma 4:5-12;
Galatia 3:8).
C.Hasil-Hasil
Pembenaran/Justifikasi
Hasil-hasilnya dapat dirangkumkan secara
ringkas:
(1)Ada penghapusan hukuman
(Roma 4:7 dst; 2 Korintus 5:19). Penghukuman lenyap (Roma 8:1, 33 dst), dan ada
damai dengan Allah (Roma 5:1; Efesus 2:14-17).
(2)Ada pemulihan terhadap keberkenanan
Tuhan (Roma 4:6; 1 Korintus 1:30; 2 Korintus 5:21).
(3)Ada pengimputasian atau
diperhitungkannya kebenaran milik Kristus ke dalam diri orang percaya
(Roma 4:5). Orang percaya kini dibaluti dalam sebuah kebenaran yang bukan
miliknya sendiri, tetapi telah disediakan baginya oleh Kristus, dan karena itu
telah diterima dalam persekutuan dengan Tuhan.
(4)Ada keahliwarisan.
Paulus berkata,” sebagai orang yang dibenarkan oleh kasih
karunia-Nya, berhak menerima hidup yang kekal, sesuai dengan pengharapan kita”
(Titus 3:7).
(5)Ada juga sebuah hasil langsung dalam kehidupan
praktis. Pembenaran menuntun pada hidup benar. Kitab suci berkata “penuh dengan
buah kebenaran yang dikerjakan oleh Yesus Kristus untuk memuliakan dan memuji
Allah” (Filipi 1:11). Yohanes menulis “Anak-anakku, janganlah membiarkan
seorangpun menyesatkan kamu. Barangsiapa yang berbuat kebenaran adalah benar,
sama seperti Kristus adalah benar” (1 Yohanes 3:7). Hal inilah yang Yakobus tekankan; dia memiliki fokus bahwa
seorang yang memiliki iman sedemikian akan memberikan hasil dalam
perbuatan-perbuatan, yang disebut, sebuah iman yang hidup (Yakobus 2:14-26).
(6)Orang yang telah dibenarkan dijamin
bahwa dia akan diselamatkan dari murka Allah yang akan datang (Roma 5:9; 1
Tesalonika 1:10). Dan
(7)Orang yang dibenarkan juga dijamin pada pemuliaan
(Matius 13:43; Roma 8:30; Galatia 5:5).
Semua hasil-hasil di atas berhubungan
secara langsung dengan pembenaran.
Bersambung ke “II.Doktrin Dilahirkan Kembali”
Lectures In Systematic Theology, Chapter
30 p.275|diterjemahkan dan diedit oleh: Martin Simamora
Catatan
Kaki
1Ladd,
A Theology of the New Testament, p. 437.
2Ladd,
A Theology of the New Testament, p. 446.
3Berkhof,
Systematic Theology, p. 521.
No comments:
Post a Comment