Oleh: Edwin Yamauchi, Ph.D (Professor of History)
Penyaliban dan Kristologi Penderitaan Yesus Di Kayu Salib Tidak Nyata - Doketik (2)
Bacalah
lebih dulu Bagian 1
II.Doketisme
Kata-kata
“doketisme” dan “doketik” diambil dari kata Yunani dokein
yang berarti “terlihat atau disangka nyata tetapi bukan,” merujuk pada kepercayaan-kepercayaan dalam
sebuah penampakan ketimbang sebuah
inkarnasi yang nyata diri Kristus[27].
Hyppolytus(VIII.3.2.5) telah merujuk pada sebuah kelompok spesifik yang disebut
Docetae, namun istilah-istilah tersebut diaplikasikan secara lebih luas[28].
Doketisme adalah sebuah bidat atau pengajaran sesat yang tak muncul secara tersendiri, namun merupakan,
sebagaimana ditunjukan oleh J.N.D. Kelly:”Sebuah perilaku yang telah diinfeksi
sejumlah kesesatan, utamanya Marcionisme dan Gnostikisme.”[29]
Sebagaimana Irenaeus (Adv.Haer. III.11.3) telah
mengenalinya, ada sebuah variasi besar pandangan-pandangan dikalangan para dekotis. Beragam posisi yang
merentang dari dokestisme murni hingga semi-atau konsepsi-konsepsi Kristus yang
serupa dengan doketik. Beberapa diantaranya mengikuti Plato yang telah
menyangkal realita seluruh fenomena yang dapat ditangkap oleh indera. Yang
lainnya telah menyangkal bahwa Yesus memilik tubuh jasmani yang sejati, atau
bahwa dia sungguh telah menderita di atas salib. Beberapa telah mengakui bahwa
Kristus memang telah memiliki sebuah
tubuh daging tetapi telah meyakini bahwa tubuh dagingnya sangat berbeda dengan
kemanusiaan pada manusia umumnya[30].
Davies
mengindentifikasi empat tipe doketisme sehubungan dengan poin-poin penyimpangannya: (1)mereka yang menerima dari
gagasan-gagasan ketuhanan atau substansi
Tuhan (Godhead) didalam Kristen, seperti Tuhan tidak dapat menderita, merasa sakit atau mengalami
bahaya (impassibility) dan tidak dapat mengalami perubahan (immutability); (2)mereka yang menekankan kosmologi,
berpandangan bahwa substansi fisik milik dunia Demiurge (Pencipta alam) –sebuah ketuhanan CIPTAAN (semi tuhan) dalam Gnostikisme dan
agama-agama lain yang bertanggungjawab atas kosmos material- dan tidak mampu untuk melakukan penyelamatan;(3)mereka yang berpusatkan pada antropologi, berpandangan bahwa
tubuh daging adalah jahat dan jiwa
adalah manusia sesungguhnya;(4)mereka yang telah menolak inkarnasi (Sang
Firman mengambil rupa manusia) karena pandangan-pandangan Kristologi mereka,
menolak penyaliban Mesias sebab hal demikian dapat membuat utusan Tuhan lebih
rendah daripada malaikat-malaikat[31]. Dalam aktualitasnya banyak dari tema-tema
ini telah dikombinasikan oleh kelompok-kelompok doktetis manapun.
III.Doketisme
dan Perjanjian Baru
Seperti
dalam isu Gnostikisme yang lebih besar dan Perjanjian Baru, beberapa ahli,
utamanya para Bultmannian, percaya bahwa mereka dapat mendeteksi baik pengaruh dan polemik melawan
doketisme dalam Perjanjian Baru. Banyak ahli percaya bahwa para penentang
Paulus di Korintus menganut atau menyokong sebuah doketik jika bukan itu maka
sebuah pandangan Gnostik pada kebangkitan[32]. Tidak sedikit yang percaya bahwa “Carmen
Christi”(atau himne bagi Kristus) Filipi 2:5-11 memiliki asal-usulnya dari
sebuah kelompok yang memiliki kecondongan-kecondongan doketik[33].
Menentang pandangan semacam ini,
sebagaimana yang telah dikemukakan oleh E.Lohmeyer dan E.Kasemann, J.A.T.
Robinson menulis:
Dibawah ‘wujud seorang budak,” morphe doulou (yang mana ini dimaksudkan bukan sama sekali doketik yang sekecil apapun, tetapi merupakan penggambaran yang paling realistik akan kondisi kemanusiaan yang telah jatuh dalam dosa),Kristus memimpin hidup yang seutuhnya selaras dalam hubungan yang proper/tepat dengan kehendak Tuhan...[34]
Robert
Gundry percaya bahwa himne 1 Timotius 3:16 diarahkan melawan “doketisme gnostik”[35]
Segelintir
ahli telah dapat mendeteksi varian-varian doketik dan antidoktetik di dalam
2 Injil[36]. C.H. Talbert telah
berpendapat penuh semangat bahwa realisme Lukas dalam Injilnya dan dalam Kisah
Para Rasul telah menyingkapkan sebuah kepedulian anti doketik:
Ketika penginjil Ketiga (Lukas) mengatakan bahwa Yesus adalah Anak Allah yang telah dilahirkan, telah diurapi oleh Roh, dan bahwa bahwa dia telah telah melakukan perjalanan ke Yerusalem dimana dia telah wafat dan telah dibangkitkan sebelum naik secara jasmanis ke dalam sorga, dia sedang berkata “Tidak” kepada sebuah doketisme yang telah mengklaim bahwa sang penebus spiritual telah turun pada manusia Yesus saat pembastisan dan telah meninggalkannya saat penderitaannya. Setidaknya sebuah sisi besar Kristologi Lukas adalah sebuah cara mengatakan pada doketisme bahwa Juruselamat jemaat adalah benar-benar manusia sejak pertama (lahir) hingga akhirnya (naik ke sorga)[37]
Ketika
setelah kebangkitan, Yesus telah digambarkan sedang makan ikan di hadapan murid-muridnya,
Lukas 24:39-43:
Lihatlah tangan-Ku dan kaki-Ku: Aku sendirilah ini; rabalah Aku dan lihatlah, karena hantu tidak ada daging dan tulangnya, seperti yang kamu lihat ada pada-Ku." Sambil berkata demikian, Ia memperlihatkan tangan dan kaki-Nya kepada mereka. Dan ketika mereka belum percaya karena girangnya dan masih heran, berkatalah Ia kepada mereka: "Adakah padamu makanan di sini?" Lalu mereka memberikan kepada-Nya sepotong ikan goreng. Ia mengambilnya dan memakannya di depan mata mereka.
menurut Benoit, “Dengan
mencatat hal itu, Lukas tidak bermaksud bahwa tubuh yang telah dimuliakan
membutuhkan makanan; hanya saja Yesus
menyesuaikan dirinya sendiri kepada pengertian mereka dan memberikan
murid-murid-Nya sebuah bukti bahwa Dia dapat makan dan karena itu dia bukanlah
hantu tetapi benar seorang manusia”[38]. Jeremian
mencatat bahwa “Sebuah varian Lukas 24:42 dst mencatat bahwa murid-murid memberikan
Tuan yang Telah Bangkit, madu serta juga ikan,
yang mana sisa makanan tersebut telah dikembalikan Tuan Yang Telah
Bangkit...”[39].
Banyak
yang berpendapat bahwa Injil Yohanes adalah doketik, tidak ada orang yang
secara blak-blakan seperti E.Kasemann, yang menuduh penginjil ini sebagai "doketisme
naif”[41].
Bultmann dan murid-muridnya telah mengasumsikan bahwa Injil ke empat merupakan sebuah adaptasi material Gnostik
terdahulu[41].
Sekalipun apa yang dia sebut itu adalah
tampilan yang kelihatannya “doketik”, J.A. Robinson mencatat bahwa sang
Penginjil bukan tak peduli dengan
kesejarahan[42].
Cullman tentu saja berpendapat bahwa Injil Yohanes adalah tegas berjangkar pada sejarah: “Setiap hal
yang dikatakan dalam pembukaan Yohanes
mengenai permulaan segala sesuatu, ditinjau dari perspektif pernyataan yang mutlak
dan tajam, ‘Dan sang Firman telah menjadi daging/manusia dan telah tinggal di
antara kita (Yohanes 1:14)”[43]. Pollard menyimpulkan: “Karena sebuah
penekanannya pada sang Ilahi Kristus, Kristus baginya adalah seorang manusia (30;iv.29;viii.40;ix.11,16;x.33);...”[44].
Tentu
saja, contoh-contoh paling jernih
nas-nas antidoktetik dapat ditemukan dalam epistel-epistel Yohanes, dimana kita
membaca sebagai berikut: 1Yohanes 4:2; 2 Yohanes7:
Demikianlah kita mengenal Roh Allah: setiap roh yang mengaku, bahwa Yesus Kristus telah datang sebagai manusia, berasal dari Allah,
Sebab banyak penyesat telah muncul dan pergi ke seluruh dunia, yang tidak mengaku, bahwa Yesus Kristus telah datang sebagai manusia. Itu adalah si penyesat dan antikristus.
Penekanan
positif pada 1 Yohanes1:1 menghujam
pokok utama kepedulian Yohanes: “Apa
yang telah ada sejak semula, yang telah kami dengar, yang telah kami lihat dengan mata kami, yang
telah kami saksikan dan yang telah kami raba
dengan tangan kami tentang Firman hidup--itulah yang kami tuliskan kepada
kamu.”
Tetapi
bagaimana ayat-ayat ini harus diinterpretasikan? Apakah ayat-ayat tersebut
harus dipandang sebagai pernyataan-pernyataan melawan dekotisme murni atau yang
menyerupainya? Apakah ayat-ayat ini bukti sebuah Gnostikisme yang telah
berkembang?I.H. Marshall dalam
komentarnya menghadirkan interpretasi-interpretasi alternatif:
Mengacu pada U.B. Muller, Die Geschichte der Christologie in der johanneischen Gemeinder, Stuttgart, 1975,53-68, lawan-lawan Yohanes adalah para Doketis yang tidak memisahkan Yesus dari sang Kristus (seperti dalam Cerinthianisme), namun sebaliknya berpendapat bahwa, walaupun Yesus adalah Sang Kristus dan Anak Allah, dia tidak menderita dan mati untuk menyelamatkan manusia-manusia; mereka menganggap Yesus sebagai sebuah sosok yang mulia dan bukan sebagai seorang Juruselamat. Penderitaan-penderitaan Yesus oleh sebab itu semata “apa yang kelihatan” dan bukan yang kenyataan[45].
Ahli
lainnya, K.Weiss, telah berpendapat bahwa kesalahan bukan sepenuhnya doketisme
sebagai “sebuah total penyangkalan karakter Yesus sebagai Kristus dan Anak
Allah... bagi mereka Yesus semata seorang manusia”[46].
Marshall
sendiri menganut pandangan yang dianut secara luas bahwa kesalahan tersebut
serupa dengan dekotisme Gnostik Cerinthus, yang berpandangan bahwa Sang Kristus
telah berdiam didalam manusia Yesus hanya selama periode dari baptisan hingga
penyaliban[47].
Pada saat yang sama, Marshall tidak menganuti pandangan para Bultmanian bahwa
epistel-epistel Yohanes telah ditujukan melawan sebuah Gnostikisme yang telah
matang sepenuhnya:
Akan tetapi, masih saja sangat diragukan apakah Gnostikisme dalam makna terminologi sepenuhnya telah eksis pada abad pertama; dan adalah penting untuk memperhatikan bahwa apa yang dikecam Yohanes adalah sebuah Doketik atau Kristologi yang menyerupai doketik dan sebuah perendahan standard-standard etika Kristen ketimbang sistem pengajaran Gnostik yang telah berkembang penuh[48]
Bersambung
ke Bagian 3
Diterjemahkan dan diedit oleh: Martin Simamora.
Dari : The Crucifixion and Docetic Christology- Concordia Theological
Quarterly, Volume 46 Number 1 January 1982
Catatan kaki:
27Cf.
J.L. Neve, A History of Christian Thought (Philadelphia: Muhlenberg. 1946). 1.
p. 55; G.C. Berkouwer, The Person of' Christ (Grand Rapids: Eerdmans, 1954). p.
199: John Knox, The Humanity and Divinity of Christ (Cambridge: Cambridge University.
1967). pp. 16- 17.
28Fathers
of the Third Century'. tr. A. Roberts and J. Donaldson (ANF V;Grand Rapids:
Eerdmans. 1975 reprint). ReI: VIII. 3. p. 1 19
29J.N.D.
Kelly. Early Christian Doctrines (5th ed.; N.Y.: Harper and Row. 1978). p. 141.
30Cf.
Irenaeus. Adv. Haer. Ill. 1 1.3; J. Tixeront. History of Dogmas(3redd .; St.
Louis: B. Herder. 1930), pp. 179,316; S. Laeuchli. The Serpent and the Dove
(Nashville: Abingdon. 1966). pp. 90-9 1; A. Orbe. "La Pasion segun Los
gnosticos." Greg. 56 (1975). p. 9.
31G.
Davies. "The Origins of Docetism," Studia Patristica.~V I. ed. F.L.
Cross (Berlin: Akademie Verlag. 1962). pp. 13-35.
32W.
Schmithals, Gnostics in Corinth (Nashville: Abingdon, 1971); E.M. Yamauchi,
Pre-Christian Gnosricism (Grand Rapids: Eerdmans. 1973) [hereafter PCG], pp.
39-42.
33Knox,
p. 32; PCG. pp. 43-44; H.M. Schenke. "Die neutestamentliche Christologie
und der gnostische Erloser." in Gnosis und Neues Testament [hereafter GNT,
ed. K.-W. Troger (Berlin: Evangelische Verlagsanstalt.1973). p. 219.
34J.A.T.
Robinson. The Body: A Study in Pauline Theology.(London: SCM. 1952). p. 39.
35R.
H. Gundry. "The Form. Meaning and Background of the Hymn Quoted in I
Timothy 3: 16," in Apostolic History and the Gospel. ed. W.W. Gasque and
R.P. Martin (Grand Rapids: Eerdmans. 1970). p. 222.
36PCG,
pp. 35-36. Cf. W. Schenk, "Die gnostisierende Deutung des Todes Jesu und ihre
kritische Interpretation durch den Evangelisten Markus." GNT, pp. 231-43. 37C.H.
Talbert. "An Anti-Gnostic Tendency in Lucan Christology." N TS. 14 (1967/68),
p. 271; idem, Luke and the Gnosrics (Nashville: Abingdon. 1966). On the alleged
contrast between Luke and Paul on the nature of the resurrection body, R.H.
Gundry. Soma in Bibliral Theology(Cambridge: Cambridge University, 1976). p.
164. comments: "We might note. However that writing as a Jew, indeed as an
ex-Pharisee. Paul may feel no need to stress the physicalness of the
resurrected body. That went without saying and was clearly implied in the very
meaning of soma. Because of a keener appreciation
of the Greek proclivity to doubt a physical resurrection, Luke may take pains
to stress what Paul thinks can hardly be mistaken. There is no necessary
contradiction between the two writers."
38P.
Benoit. The Passion and Resurrection of Jesus Christ (New York: Herder and
Herder. 1969), p. 285.
39J.
Jeremias, New Testament Theology (New York: Charles Scribner'sSons. 1971). pp.
302-303.
40E.
Kasemann, The Testament of Jesus (London: SCM, 1968), p. 26. W. Schmithals,
"Die gnostischen Elemente im Neuen Testament als hermeneutisches
Problem," GNT, p. 378, protests that Kasemann must ignore John 1 : 14. Cf.
R. Kysar, The Fourth Evangelist and His Gospel (Minneapolis: Augsburg, 1975),
pp. 186 f.
41PCG,
pp. 30-34.
42J.A.T.
Robinson, "The Use of the Fourth Gospel for Christology Today,"in
Christ and Spirit in the New Testament, ed. B. Lindarsand S.S. Smalley (Cambridge:
Cambridge University, 1973), pp. 67. 75.
430.
Cullmann, Christology of the New Testament (Philadelphia: Westminster, rev.
ed., 1964). p. 324.
44T.E.
Pollard. Johannine Christology and the
Early Church (Cambridge: Cambridge University, 1970). p. 19.
45I.
H. Marshall, The Epistles of John (N ICNT; Grand Rapids: Eerdmans, 1978). p.
19, n. 31.
46lbid.,
p. 20. Cf. K. Weiss, "Die 'Gnosis' im Hintergrund und im Spiegel der Johannesbriefe,"
GNT, pp. 34 1-56.
47Marshall,
p. 2 1: PCG, p. 54; Davies, p. 18; R. McL. Wilson, Gnosis and the New Testament
(Philadelphia: Fortress, 1968), p. 40.
48Marshall.
p. 52. F. Wisse, "The Epistle of Jude in the History of Heresiology."
in Essays on the Nag Hammadi Texts in Honour of Alexander Bohlig. ed. M. Krause
(Leiden: E.J. Brill, 1972). p. 139, comments: "In my judgment 1 John is also
a tract dealing with the arrival of the eschatological antichrists rather than
with a group of docetic Gnostics." It is important to note that though we
have evidence of docetic Christology in the late first and early second
centuries, evidence of dualistic cosmology does not appear until later in the
second century. See E.M. Yamauchi. "The Descent of lshtar. the Fall of
Sophia. and the Jewish Origins of Gnosticism." Tyndale Bulletin. 29 (
1978). p. 143-75.
No comments:
Post a Comment