Oleh : Edwin Yamauchi. Ph.D (Professor of History)
Sihir Dalam Dunia Alkitab (2)
Bacalah
lebih dulu Bagian 1
Sihir dan Cinta
Guna-guna,
Amulet atau Sihir
Teks-teks
sihir,diperbandingkan dengan propganda-propaganda resmi para raja
memperlihatkan hal yang berbeda, menyingkapkan emosi-emosi,
hasrat-hasrat, dan ketakutan-ketakutan di kalangan rakyat kebanyakan.
Etimologi-etimologi pada banyak kata yang masih digunakan dalam perbincangan romantis
menyingkapkan peran sihir ketika dimainkan dalam seni cinta[32].
Berapa banyak suami atau pasangan menyadari bahwa kala mereka memuji para
isterinya atau para gadis pujaannya,
mereka sebenarnya secara aktual sedang memanggil mereka ‘witches’ [penyihir
wanita] secara etimologi, bukankah
demikian? Hal itu menjadi nampak jelas ketika seorang laki-laki memanggil
seorang perempuan ‘bewitching’ [mempesona] atau ‘spell binding’[memikat]. Namun hal yang
sama juga dijumpai kala seorang pria memanggil kekasihnya ‘charming’[menarik
hati], ‘enchanting’[memikat hati] dan ‘fascinating’[mempesona]. Kata ‘charm’ berasal dari Prancis yang datang dari kata
Latin carmen, yang dapat berarti ‘nyanyian”
tetapi yang juga dapat berarti ‘mantra.’ Kata ‘enchanting’ berasal dari kata
Latin incantare, yang bermakna ‘mengucapkan sebuah mantra[33].” Kata ‘Fascinating’ berasal
dari kata Latin fascinare yang
berarti ‘to bewitch atau menyebabkan terpesona dengan mengucapkan sebuah mantra,’
yang sebetulnya dipinjam dari kata Yunani βασκαίνω- baskaino, yang makna aslinya adalah ‘melemparkan
mata iblis.’ Kata ini muncul satu kali dalam Perjanjian Baru di Galatia 3:1,
ketika Paulus bertanya,’ Hai
orang-orang Galatia yang bodoh, siapakah yang telah mempesona kamu?- [ESV] O foolish Galatians! Who has bewitched you?’[34]
Diantara
teks-teks Mesotopomia paling awal ada sebuah kata-kata mantra cinta Akkadian
Tua bagi seorang peminang yang telah ditolak lamarannya, mantra yang diakhiri
dengan kata-kata ditujukan pada gadis kekasihnya itu: ‘Demi Isthar dan ishara,
... memantraimu; sepanjang lehernya dan
lehermu tidak akan terjalin, semoga kamu tidak menemukan damai!’[35]
Sejumlah lagu-lagu cinta dari Mesir telah digunakan sebagai kata-kata mantra[36].
Di Tell Sandahannah (atau
Beth Guvrin atau juga dikenal Betogabris), kami
memiliki sebuah grafitti
berbahasa Yunani (abad ke 3 SM) yang menuliskan seorang wanita penuh kebanggaan
menyatakan bahwa dia telah menyimpan pakaian
pria yang dicintainya, mengenakan pada pakaian itu kekuatan yang secara
magis mengikat pria itu bagi dirinya[38]. Pujangga Yunani kontemporer Theocritus
menggambarkan bagaimana seorang anak gadis berupaya merebut kembali pria
kekasihnya itu menggunakan sebuah patung
lilin serupa pria tersebut dan dengan sebuah cairan ramuan
cinta magis yang dibuat dari bahan pakaian kekasihnya dan kadal tanah[39].
Walaupun
Ovid dan Plutarch, keduanya begitu
menyesali penggunaan mantra dan ramuan magis, praktek tersebut telah menyebar dalam dunia Greco-Roman. Horace menuliskan seorang penyihir bernama Canidia yang membuat ramuan tersebut, dikatakan, sebuah ramuan
cinta magis yang terbuat dari organ tubuh ‘limpa’ dan ‘sumsum’ pemuda yang tak
bersalah. Tibullus
menuliskan sebuah amulet/jimat yang telah dibuatkan baginya oleh seorang
penyihir untuk kekasihnya Delia [40]
Terdapat banyak mantra atau sihir aktual yang telah
disimpan dan dipelihara dalam papiri berbahasa Yunani dari Mesir[41].
Mantra-mantra atau sihir atau guna-guna kerap diakhiri dengan, ’Sudah terjadi,
sudah terjadi, dengan cepat, dengan cepat’. Masih ada contoh-contoh lainnya
dalam bahasa Aramean dan bahasa Media yang dikenal[42].
Aprodisiak
atau Pembangkit gairah seksual
Bahan-bahan
yang diyakini untuk membangkitkan
hasrat-hasrat seksual dikenal sebagai aprodisiak. Kisah sebuah
persaingan antara Leah dan Rahel (Kejadian
30:14; bandingkan dengan Ulangan
7:13) berhubungan dengan sebuah tanaman (Ibrani דֽוּדָאִים֙ - du·da·'im, buah dudaim. Yang merupakan turunan
dari bentuk kata yang berarti kekasih, דֽוּדָ
[43]), tanaman ini secara luas telah diyakini
menjadi sebuah bahan aprodisiak- tanaman
yang dianggap memiliki kekuatan-kekuatan magis atau mandrake (Yunani
mandragoras μανδραγορασ).
Tanaman
mandrake atau buah dudaim, populer dikenal sebagai ‘apel cinta’ tumbuh
dimana-mana di Palestina dan Syria, tanaman ini berhubungan dengan tanaman
nightshade, kentang dan tomat’[45]. Kelihatannya bentuk akarnya yang unik
berbentuk garpu, yang menyerupai bagian bawah tubuh manusia, yang memunculkan
gagasan bahwa tanaman tersebut dapat
mempengaruhi pembuahan.
Orang-orang
Mesir purba meyakini sayur selada, sebuah tanaman yang dikaitkan dengan dewa
kesuburan Min, dapat berfungsi sebagai sebuah aprodisiak[47]. Para rabi Yahudi, mengikuti
‘Takkanot’ kelima Ezra harus memakan bawang putih pada Jumat dalam persiapan untuk kenikmatan-kenikmatan bersama
pasangan pada Sabat[48]. Orang-orang Roma dan Yunani juga
meyakini, bahwa bawang merah dapat berfungsi sebagai aprodisiak[49]
MATA IBLIS
Kepercayaan yang meluas baik pada zaman kuno dan masa kini adalah
ketakutan akan ‘mata iblis’[78]. Apa yang dimaksud
dengan mata iblis adalah konsep bahwa seseorang dapat menyebabkan bahaya oleh
tatapan matanya yang penuh ancaman atau kebencian atau luka [79] Motif lazim untuk bentuk sihir hitam ini adalah
ketidakpuasan atau iri hati[80].
Peristiwa-peristiwa sukacita dan sukses yang tak lazim secara khusus dianggap
untuk menggairahkan kebencian mereka yang kurang beruntung[81]
credit: photoguides.net |
Setiap
mata yang tak alami atau sedang dalam keadaan sakit secara khusus dianggap
sebuah ‘mata iblis.’ Sebuah mantra sihi
atau ritual sihir orang-orang Median
(orang Median,lihat Daniel 5:31) telah diterjemahkan oleh E.S :
“Drower
warns: ‘Tremble! be scared off, Evil Eye and Dimmed (Eye) and Blue (or
crossed-) Eye and Eye with whitecataract and Shut Eye and Eye witha film on it,
and Corroded Eye’.[82]
Sihir
‘hitam’ mata iblis dan sihir ‘putih’
pertahanan melawannya telah dibuktikan kebenarannya dalam
Mesopotomia purba [83] dan Mesir[84]. Dari Arslan Tash di Syria sebuah amulet untuk melawan mata iblis telah dipublikasikan
pada 1971[85]. Amulet itu dituliskan dalam bahasa Phoenicia dengan skrip Aramaik pada
awal abad ke 7 SM. Sebagaimana telah diterjemahkan oleh T.H. Gaster, terbaca:
Flee, thou caster of the evil eye! Keep thy distance from men’s heads, thou whoputtest an end to their wits When(ever) on the head of one who is dreaming (thins evil) eye beats, by virtue of the Unblemished Eye it is thy casting of the evil eye that will be brought to an end! [86]
Dalam
Perjanjian Lama, frasa Ibrani yang secara literal bermakna ‘mata iblis,’ tidak
bermakna ‘mata iblis’ secara magis, berlawanan dengan interpretasi Moss dan
Cappannari. Mengutip 1 Samuel 18:9, keduanya menyimpulkan, ‘sebuah mata iblis
telah merasuki Saul’[87] Memang Saul iri hati pada Daud, tetapi kata kerja Ibrani
dalam ayat ini (עָוַן – avan)
pada dasarnya bermakna ‘ditatap’ atau ‘mengarahkan matanya pada.’[88]. Nas-nas lainnya; Ulangan 15:7-11; Amsal 23:6-7; Amsal
28:22; Pengkhotbah 14:9-10 mengindikasikan bahwa frasa Ibrani itu dalam
konotasi mempertanyakan keegoisan sikap seseorang yang tamak atas kekayaan dan yang enggan untuk
membagikan kepada mereka yang kurang beruntung.
Ini
juga kelihatanya menjadi latar belakan
bagi Perjanjian Baru menggunakan frasa ὀφθαλμός
πονηρὸς - optalmos poneros yang
secar literal bermakna ‘mata iblis,’ telah digunakan oleh Yesus dalam Matius 6:23; 20:15;
Markus 7:22 sebagai lawan terhadap konsep ‘mata tunggal’ sebagaimana yang diindikasikan konteksnya
(Matius 6:19-34), yang bermakna sebuah semangat murah hati atau dermawan.[89]
Ada
sebuah, tentu saja, referensi untuk takut akan mata iblis dalam Perjanjian Baru
dalam Galatia 3:1[90] walaupun referensi semacam ini kabur oleh
terjemahan-terjemahan dan leksikon-leksikon[91]. Para
pakar mula-mula seperti J.B.Lightfoot, secara jelas telah mengenali rujukan-rujukan implisit dalam
penggunaan kata kerja Yunani baskaino βασκαίνω dalam teks ini:
Hai orang-orang Galatia yang bodoh, siapakah yang telah mempesona kamu? Bukankah Yesus Kristus yang disalibkan itu telah dilukiskan dengan terang di depanmu?
O ye senseless Gauls, what bewitchment is th is? I placarded Christ crucified before your eyes. You suffered them to wander from this gracious proclamation of your King. They rested on the withering eye of the sorcerer. They yielded to the fascination and were riveted there. And the life of your souls h as been drained out of you by than envious gaze [92]
Implikasi-implikasi kata ini
membawaku pada kesetujuanku pada interpretasi F.W. Farrar pada ‘duri
dalam daging’ Paulus (2 Korintus 12:7) sebagai penyakit mata opthalmia akut, yang diidapnya
saat penglihatanya dibutakan kala melakukan perjalanan ke Damaskus. Penyakit yang cepat menular ini menyebabkan rasa sakit luar biasa yang terus menerus tanpa jedah dan
membuat rupanya tak karuan[93]. Hal ini akan menjelaskan mengapa Paulus
menuliskannya dengan ‘huruf-huruf yang ditulis besar-besar’(Galatia 6:12) –salamnya
kepada orang-orang Galatia. Lebih jauh lagi pembengkakan matanya akan membantu
menjelaskan:
(1)Mengapa Paulus telah menjadi sebuah cobaan bagi jemaat Galatia menekankan ‘pencobaanku’ sebagaimana dalam KJV; lebih baik lagi pada MSS yang dibaca ‘your’ sehingga mereka telah dicobai terkait Paulus sebagai seorang dengan sebuah mata iblis- Galatia 4:14(2)Mengapa mereka berkeinginan untuk mencungkilkan mata mereka sendiri untuk memberikannya pada Paulus- Galatia 4:15, dan(3)Mengapa Paulus sekarang menegor keras mereka karena jatuh dibawah mata iblis para judaizer (Galatia 3:1- bandingkan dengan ini untuk memahaminya).
Kita
memiliki rujukan-rujukan rabinikal untuk mata iblis. Rabi Arika lebih jauh lagi
tanpa ragu menyatakan bahwa 99 dari 100
orang telah meninggal dunia karena mata iblis! Sebuah pengecualian untuk
melarang kerja pada Sabat adalah melontarkan kata-kata magis atau mantra
melawan mata iblis. Seseorang dapat meletakan jempol tangan kanannya
didalam genggaman tangan kirinya dan
sebagainya, dan mengatakan sebuah proteksi, “Aku, A, anak B, berasal dari benih Yusuf, melawan dia yang
memiliki mata iblis tak memiliki kuasa.’[94]. Keyakinan ini
terus berlangsung di kalangan orang-orang Yahudi abad pertengahan. Rashi telah
melaporkan bahwa seorang pria dapat memanggil
putranya yang tampan ‘Ethiop’ (sama dengan ‘Nigger’] untuk
menghindari mata iblis yang iri hati[95]
Rujukan-rujukan
mata iblis dalam literatur Roma mengindikasikan bahwa mata iblis dapat
dilumpuhkan dengan meludahi mantel seseorang. Anak-anak laki diberikan sebuah bulla,sebuah amulet emas untuk
digunakan hingga anak-anak tersebut
dikenakan toga virilis pada
usia 14 tahun. Amulet itu kerap berbentuk sebuah lingga, yang dimaksudkan untuk
‘mempesona’ mata iblis sehingga mata iblis itu tak dapat melihat apapun [96]
Cukup
jelas bahwa takut akan mata iblis berlangsung hingga era Kristen sebagaimana
dibuktikan oleh sejumlah amulet-amulet, lukisan-lukisan, dan mosaik-mosaik[97]. Sebuah mosaik dari Antiokia, sebagai contoh,
memperlihatkan mata iblis sedang diserang oleh berbagai binatang dan
senjata-senjata[98] Satu aspek hubungan permusuhan antara
orang-orang Kristen dan orang-orang
Yahudi adalah kecurigaan bahwa orang-orang Yahudi memiliki kuasa sihir jahat.
Kanon Elvira no.49 (305M) telah melarang orang-orang Yahudi berdiri dalam ladang gandum yang matang, jika mereka melakukannya maka tanaman gandum
akan melayu akibat tatapan mata mereka.
Orang-orang
Yahudi di Inggris telah dilarang menghadiri pemahkotaan Richard
the Lion Hearted (1189) karena ketakutan bahwa sebuah mata iblis akan
membahayakan mahkota. Sehingga ketakutan trelah menjadi kekuatan untuk menuding secara keliru pada orang-orang
Yahudi, dimana kata Jerman untuk mata
iblis tetap judenblick (tatapan mata orang Yahudi) [99]
Di
Italia, ketakutan akan mal’occhio
masih diyakini luas, sebagaimana penggunaan amulet-amulet atau sihir-sihir seperti corno, amulet-amulet
yang bentuknya seperti tanduk kambing untuk melindungi dari mata iblis[100]
Dalam
amulet atau sihir moderen Yunani disebut sulakta yang secara luas digunakan untuk melawan mata
iblis. Di Afrika Utara sebuah simbol perlindungan dari wabah penyakit kerap
digambarkan tangan dengan jari-jari direntangkan. Selanjutnya, ‘anak-anak kerap
dibiarkan kotor dan tidak pernah
dimandikan, untuk melindungi mereka dari mata iblis[101]
Bersambung ke
Bagian 3
Diterjemahkan, diedit dan diringkas untuk kepentingan pembaca
oleh: Martin Simamora, dari: Magic in the Biblical World,” Tyndale Bulletin 34 (1983): 169-200.
Catatan kaki
32 Compare modern advertisements for perfumes,
mouthwashes, etc.!
33 The Twelve Tablets of Roman Law (449 B.C.)
prescribed capital punishment for those guilty of malum carmem, incantare . See
H. J. Wolff, Roman Law (Norman: University of Oklahoma, 1976) 53, 59.
34See below under IV.C ‘The Evil Eye’
35 Joan and Aage Westenholz, ‘Help for Rejected
Suitors: The Old Akkadian Love Incantation MAD V 8*’, Or 46 (1977) 203; cf.
Jack Sasson, ‘A Further Cuneiform Parallel to the Song of Songs?’ ZAW 85 (1973)
359-360. For other Akkadian exam
ples,
see E. Ebeling, Liebeszauber im Alten Orient (Leipzig: Eduard Pfeiffer, 1925).
36 Virginia L. Davis, ‘Remarks on Michael V.
Fox’s “The Cairo Love Songs”‘, JAOS 100 (1980) 113.
37 M. A. Knibb, The Ethlopic Book of Enoch (Oxford:
Oxford University, 1977) 7
38On other magical objects from this site, see
below IV.B ‘Curses’.
39 See H. Licht, Sexual Life in Ancient Greece (New
York: Barnes and Noble, 1963 reprint of the 1932 ed.) 363- 376.
40 See J. Lindsay, Ribaldry of Ancient Rome (New
York: Frederick Linger, 1965); E. R. Pike, Love in Ancient Rome (London:
Muller, 1965) passim
41 L. Koenen, ‘Formular eines Liebeszaubers’, Zeitschrift
für Papyrologie and Epigraphik 9 (1971) 199-206; R. Daniel, ‘Two Love-Charms’, Zeitschrift
für Papyrologie and Epigraphik 19 (1975) 249-264.
42 J. A. Montgomery, ‘A Love Charm on an
Incantation Bowl’, The Museum Journal
1
(1910) 46-49; idem, Aramaic Incantation Texts from Nippur (Philadelphia:
University Museum, 1913) Nos. 13, 28; E. S. Drawer, ‘A Mandaean Book of Black
Magic’, JRAS (1943) 167. Cf. H. J. Polotsky, ‘Zwei koptische Liebeszauber’ Or 6
(1937) 119-131; R. Patai, ‘The Love Factor in a Hebrew-Arabic Conjuration (?)’ JQR
70
(1980) 239-253.
43 For the cognate Ugaritic wordddy, see G. R.
Driver, Canaanite Myths and Legends (Edinburgh: T. & T. Clark, 19561 86-89.
45Fauna and Flora of the Bible (London: United
Bible Societies, 1972) 138-139. See also M. Zohary, Plants of the Bible (Cambridge:
Cambridge University, 1980 188-189.
47 H. Kees, Ancient Egypt (Chicago: University
of Chicago, 1961) 77.
48 S. Zeitlin, ‘Takkanot Ezra’, JQR 6 (1917-18)
62-74; L. Ginzberg, Legends of the Bible (Philadelphia: Jewish Pub. Soc., 1959)
vol. 6, 444, n. 46.
49 Licht, Sexual Life 513; Ovid, The Technique
of Love , ET by Paul Turner (London: Panther, 1968) 63.
78 C. Maloney, ed., The Evil Eye (New York:
Columbia University, 1976) xi-xii, shows that the belief seems to have been
diffused from the Near East to Europe, north and central Africa, and India. In
the new world it is widespread in Mexico.
79 For older studies see S. Seligmann, Die böse
Blick and verwandtes (Berlin: K Βarsdorf, 1910), 2 vols.; F. T. Elworthy, The
Evil Eye (London; Julian Press, 1958 reprint of the 1695 edition).
80Τhe word ‘envy’ comes from the Latin invidia,
about which Cicero observed that such a feeling comes from too much looking an
the goods of another.
81 M. Nilsson, Greek Folk Religion (New York:
Harper & Brothers, 1961) 109: ‘The conception of hybris and nemesis had a
popular background in what the Greeks called baskania , the belief, still
common in southern Europe, that excessive praise is dangerous and a cause of
misfortune’
82 E. S. Drower, ‘Šafta d -Pišra d-Ainia,
“Exorcism of the Evil and Diseased Eyes” ’,JRAS(1937) 597
83. Ebeling, ‘Beschwörungen gegen den Feind and
den bösen Blick aus dem Zweistromlande’, Archiv orientáhní 17 (1949) 172-211
84 J. F. Borghouts, ‘The Evil Eye of Apopis’, JEA
59 (1970 114-151.
85 A. Caquot and R. du Mesnil du Buisson, ‘La
second tablette ou “petite amulette” d’Arslan-Tash’,Sur48 (1971) 391-406.
86 T. H. Garter, ‘A Hang-up for Hang-ups: The Second
Amuletic Plaque from Arslan Tash’,BASOR 209 (1973) 13; cf. also F. M. Cross,
‘eaves from an Epigraphist’s Notebook’, CBQ 36 (1974) 486-494; Y. Avishur, ‘The
Second Amulet incantation from Arslan-Tash’, UF 10 (1978) 29-36.
87 L. W. Moss and S. C. Cappannari, ‘The
Mediterranean’ in Maloney, The Evil Eye6.
88 J. Mauchline, 1 and 2 Samuel (London:
Oliphants, 1971) 139.
89 R. L. Roberts, ‘An Evil Eye (Mt 6.23)’,Restoration
Quarterly7 (1963) 143-147. R. H. Gundry,Matthew(Grand Rapids: Eerdmans, 1982)
113, however, believes that the phrase originally had reference to a clear
vision of the eschatological times. OnLuke 11:34 see I. H. Marshall, The Gospel
of Luke (Exeter: Paternoster, 1976; Grand Rapids: Eerdmans, 1978) 489.
90 Deissmann (Light 193 n. 10) notes that in
the papyri --------- (‘unbewitcbed’) is a common expression for averting evil,
equivalent to the wish, ‘whom may no evil eye injure’.
91For example, Arndt 136
92 J. B. Lightfoot, The Epistle of St. Paul to
the Galatians(Grand Rapids: Zondervan reprint of the 1865 edition)133. Roberts,
‘An Evil Eye’, 143 n. 1, comments: ‘it seems
that
Paul uses this as a familiar figure showing by graphic illustration how the
Galatians had been fooled, not that he recognized anything but the existence of
the
idea
as superstition known especially in Babylon and Syria as well as in the
vicinity of Galatia’.
93 F. W. Farrar, The Life and Word of St. Paul (London:
Cassell, 1903) 26 5, places the following words in Paul’s mouth: ‘at that time
weak, agonised with pain, liable to fits of delirium, with my eyes red and
ulcerated by that disease by which it pleases God to let Satan buffet me, you
might well have been tempted to regard me as a deplorable object’.
94 Moss and Cappannari in Maloney,The Evil Eye8.
95 J. Trachtenberg, Jewish Magic and Superstition
(Cleveland: World, 1961) 55.
96 Licht, Sexual Life 369.
97 J. Engemann, ‘Zur Verbreitung magischer
Übelabwehr in der nichtchristlichen and christiichen Spätantike’, Jahrbuch für
Antike und Christentum 18 (1975) 22-48
98 D. Levi, ‘The Evil Eye and the Lucky
Hunchback’, Antioch-on-the-Orontes: The Excavations 1937-39, ed. R.Stillwell
(Princeton: Princeton University, 1941), III, 220-232; G. Downey,Ancient
Antioch(Princeton: Princeton University, 1963) 213 and fig. 63.
99 Moss and Cappannari in Maloney, The Evil Eye
8.
100 W. Appel, ‘Italy: The Myth of the
Jettatura’, in Maloney, The Evil Eye chapter 2. See G. De Rosa, Vescovi, popolo
e magia nel Sud (Naples: Gulch, 1971); A. Di Nola, Gli aspetti magico-religlosi
de una cuitura subalterna itailana (Turin: Boringhieri, 1976); C. Ginzburg,
“Stregoneria, magia e superstizione in Europa fra
medio
evo ed età moderna’, Ricerche di Stories Sociale e Religiosa 11 (1977) 119-123,
for popular magic in Italy.
101 E. Spooner, ‘Anthropology and the Evil Eye’,
in Maloney, The Evil Eye81.
No comments:
Post a Comment