“ELI, ELI, LAMA SABAKHTANI?”
Tulisan ini dimuat di Koran Timex, 5 April 2012
Mat 27:46 : “Kira-kira
jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring: ‘Eli, Eli, lama
sabakhtani?’ Artinya: AllahKu, AllahKu, mengapa Engkau meninggalkan
Aku?” Ini
adalah kalimat ke 4 dari 7 perkataan Yesus dari atas kayu salib.
Kata-kata Yesus bukan kebetulan diucapkan tetapi memang menggenapi
nubuat dalam kitab Mazmur (1000 tahun sebelum Yesus lahir) yakni Maz 22:2. Bahwa Yesus mengutip kata-kata Mazmur ini membuktikan bahwa kata-kata itu juga merupakan suatu nubuat tentang Dia. Ada 4 hal yang akan saya bahas kata-kata Yesus ini.
I. SIAPAKAH YANG MENINGGALKAN YESUS?
Dari
kata-kata Yesus jelas bahwa di atas salib Ia ditinggalkan oleh Allah.
Tapi Allah yang mana ? Ini diperdebatkan dalam dunia teologia.
Masalahnya adalah kita mengenal adanya 3 pribadi Tritunggal (Bapa, Anak
dan Roh Kudus) tapi konsep inkarnasi kita juga mengatakan bahwa sewaktu
pribadi kedua (Anak) menjadi manusia maka Ia tetap adalah Allah sehingga
di dalam 1 pribadi-Nya berdiam keallahan dan kemanusiaan secara
bersama-sama. Jadi apakah pribadi pertama Tritunggal (Bapa) yang
meninggalkan Yesus sebagai Allah-Manusia ataukah Allah Anak meninggalkan
Yesus sebagai manusia. Sebagian
orang percaya pandangan yang kedua bahwa Allah Anak meninggalkan Yesus
sebagai manusia. Pandangan ini kelihatannya tidak tepat karena jika ini
yang terjadi berarti bahwa yang tertinggal di atas kayu salib hanyalah
hakikat manusia itu. Dan itu berarti juga bahwa Yesus mati hanya sebagai
manusia saja. Kalau yang mati hanya manusia saja maka penebusan yang Ia
lakukan tidak bisa mempunyai kuasa yang tidak terbatas! Dalam Maz 49:8-9 versi NIV : “No man can redeem the life of another or give to God a ransom for him the ransom for a life is costly, no payment is ever enough” (Tak seorang manusiapun bisa menebus nyawa orang lain atau memberikan kepada Allah tebusan untuk dia. Tebusan untuk suatu nyawa sangat mahal, tak ada pembayaran yang bisa mencukupi). Jadi,
ayat ini mengatakan bahwa manusia tak bisa menebus manusia lain. Jadi,
seandainya Yesus mati hanya sebagai manusia saja, maka Ia tidak bisa
menebus dosa kita. Jadi
pandangan ini rasanya tidak benar. Jika demikian maka sepertinya yang
benar adalah pandangan pertama bahwa pribadi pertama dari Tritunggal
(Bapa) meninggalkan pribadi kedua dari Tritunggal (Anak/Yesus Kristus)
dalam keadaan-Nya sebagai Allah-Manusia. Jadi Allah Bapa meninggalkan
Allah Anak. Ini
berarti bahwa terjadi perpisahan di antara pribadi-pribadi Tritunggal.
Apakah itu berarti bahwa Allah Tritunggal menjadi bubar ? Ini misteri
yang tak terpecahkan ! Tetapi bagusnya pandangan ini adalah Kristus betul-betul memikul hukuman dosa. Dalam Pulpit Commentary dikatakan : Ia
‘ditinggalkan’ supaya Ia bisa menanggung dosa-dosa manusia dalam
beratnya yang penuh dan menghancurkan, dan dengan menanggungnya, Ia
menyelamatkan. (hal. 593). Karena Kristus memikul hukuman dosa itu sebagai Allah dan manusia, maka penebusan-Nya mempunyai kuasa yang tak terbatas!
II. MENGAPA YESUS DITINGGALKAN OLEH BAPA?
Mengapa
Yesus ditinggalkan oleh Bapa? Ini ada kaitannya dengan status Yesus
sebagai penebus dosa. Yesus memang tidak berdosa sama sekali tapi waktu
Ia menggantikan posisi orang berdosa maka dengan demikian Ia dijadikan
berdosa. (2
Kor 5:21). Maka posisi dan kondisi Yesus sekarang di hadapan Allah
bukan lagi sebagai Anak yang terkasih yang berkenan kepada-Nya (Mat 3
:17) melainkan sebagai orang berdosa. Allah adalah suci/kudus dan sifat ini tidak memungkinkan Dia untuk bersatu/berhubungan dengan dosa. Hab 1:13 - Mata-Mu terlalu suci untuk melihat kejahatan dan Engkau tidak dapat memandang kelaliman….” (Bandingkan dengan Yes 59:2). Karena
itu saat Yesus tampil di hadapan-Nya sebagai perwakilan orang berdosa
maka kesucian-Nya tidak memungkinkan untuk tetap bersatu dengan Yesus.
Itulah sebabnya Ia harus meninggalkan Yesus dan karena itulah Yesus
berseru “Eli-Eli lama sabakhtani”.
III. MENGAPA YESUS HARUS DITINGGALKAN BAPA ?
Mengapa Yesus harus mengalami semua ini? Tidak cukupkah penghinaan, pukulan, cambukan, penyaliban yang Ia terima? Jawabnya tidak cukup, karena manusia terdiri dari tubuh dan roh. Karena itu Yesus harus mengalami penderitaan jasmani maupun rohani di samping karena dosa memisahkan Allah dan manusia (Kej 3:23-24; Yes 59:1-2; 2
Tes 1:9). Karena itu kalau Yesus mau memikul hukuman dosa kita, Ia
harus mengalami keterpisahan itu. Keterpisahan dengan Bapa ini
menyebabkan terjadinya hal-hal yang bertentangan dengan yang biasanya.
Ini bisa terlihat dengan mengkontraskan kata-kata Yesus sendiri dalam
sepanjang pelayanan-Nya dengan kata-kaya-Nya di atas kayu salib. Dulu Ia
berkata : Aku tahu, bahwa Engkau selalu mendengarkan Aku, …” (Yoh 11:42), “Dan Ia, yang telah mengutus Aku, Ia menyertai Aku. Ia tidak membiarkan Aku sendiri,…” (Yoh 8:29). Sekarang Ia berteriak : “…AllahKu, AllahKu, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”
(Mat 27:46). Dan sebenarnya ini adalah hukuman yang terberat bagi Yesus
(melebihi pencambukan dan penyaliban). Mengapa ini adalah penderitaan
paling hebat ? (1) Ini
merupakan penderitaan rohani. Setiap orang yang pernah mengalami
penderitaan rohani tahu bahwa penderitaan rohani lebih berat dari
penderitaan jasmani. (2) Yesus selalu dekat dengan Bapa-Nya, tetapi
sekarang harus terpisah. Orang yang berdosa memang tidak peduli kalau
dirinya tidak mempunyai hubungan dengan Allah. Tetapi kalau orang itu
adalah orang Kristen, makin rohani orang itu, makin akan merasa berat
kalau menjauh dari Bapa. Apalagi Yesus! (3) Yesus ditinggal justru di
puncak penderitaan-Nya, yaitu pada saat Ia sedang menderita di atas kayu
salib. Ada 2 hal yang perlu diperhatikan yakni pada saat-saat lain,
Yesus selalu merasakan kehadiran Bapa-Nya. Juga biasanya orang-orang
yang hampir mati syahid selalu merasakan kehadiran Allah (Contohnya
Stefanus dalam Kis 7:56). Tetapi pada saat Yesus menderita secara luar biasa dan mau mati, Ia justru ditinggal oleh Allah! Karena
itu, jelas bahwa pada waktu Yesus mengalami ketakutan di taman
Getsemani, sebetulnya bukan penderitaan fisik (cambuk, salib),
penghinaan, keadaan ditinggal / dikhianati oleh murid-muridNya dsb yang
Ia takuti, tetapi peristiwa inilah yang Ia takuti. Karena Yesus sudah
mengalami keterpisahan ini, maka orang berdosa yang terpisah / tidak
mempunyai hubungan dengan Allah, akan diperdamaikan dengan Allah kalau
ia percaya kepada Yesus. (Rom 5:1; 2 Kor 5:18-21). Sudahkah saudara
berdamai dengan Allah? Ingatlah bahwa sebaik apa pun saudara hidup,
kalau saudara belum datang dan percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan
Juruselamat saudara, maka saudara adalah musuh Allah! Datanglah dan
percayalah kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat saudara,
maka saudara akan diperdamaikan dengan Allah! Karena Yesus sudah
mengalami keterpisahan ini juga maka orang Kristen yang sudah
diperdamaikan dengan Allah, tidak bisa lagi mengalami keterpisahan dari
Allah, baik di dunia ini maupun di dalam kekekalan. (Ibr 13:5b). Melihat
manfaat yang besar dari fakta ini, maukah saudara percaya kepada
Kristus? Kalau saudara tetap tidak mau percaya pada Kristus, camkanlah
bahwa kata-kata Kristus ini “Allahku-Allahku mengapa Engkau meninggalkan Aku” juga menunjukkan nasib dari orang-orang yang tidak percaya sampai akhir yakni terpisah dari Allah sebagaimana kata 2 Tes 1:9 - “Mereka ini akan menjalani hukuman kebinasaan selama-lamanya, dijauhkan dari hadirat Tuhan dan dari kemuliaan kekuatanNya”.
IV. BAGAIMANA SIKAP YESUS KETIKA DITINGGALKAN BAPA?
Yesus ditinggalkan oleh Bapa. Lalu bagaimana sikap Yesus ? Mat 27:46 berkata : “berserulah Yesus” Seruan ini menunjukkan bahwa Yesus sangat sedih. Kata ‘mengapa’
dalam dalam teriakan Yesus itu tidak menunjukkan bahwa Ia betul-betul
tidak tahu apa sebabnya Ia ditinggalkan oleh Bapa-Nya. Itu hanya
merupakan ungkapan kesedihan-Nya saja. Yesus pasti tahu tujuan
kedatangan-Nya ke dalam dunia (bdk. Yoh 12:27). Wajar kalau Yesus sedih.
Perpisahan bisa menyedihkan tetapi tingkat kesedihan dari sebuah
perpisahan ditentukan oleh kualitas dan kuantitas kedekatan kedua pihak
yang berpisah. Semakin dekat dan semakin lama 2 orang bersama maka akan
semakin menyedihkan/menyakitkan jika terjadi perpisahan. Dari segi kualitas, Yesus sangat menyatu dengan Bapa. Ia berkata dalam Yoh 10:30 : Aku dan Bapa adalah satu." Dalam Yoh 14:10 Ia juga berkata : ‘Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku?... Bapa, yang diam di dalam Aku,... ‘. Ia dan Bapa juga saling mengasihi (Mat 3:17; Yoh 10:17; Yoh 14:31). Secara kuantitas, kasih di antara Bapa dan Yesus ini sudah sejak kekekalan (Yoh 17:24). Dengan kualitas dan kuantitas semacam ini maka dapat dibayangkan kesedihan Yesus yang sangat luar biasa. Tidak
ada kesedihan di dunia ini yang bisa melampaui kesedihan Yesus ini.
Jadi saat Yesus ditinggalkan oleh Bapa Ia sangat menderita (seperti
sudah dijelaskan pada bagian 3) sekaligus sangat sedih. Dalam keadaan
seperti ini, bagaimana sikap Yesus? Ia tetap “beriman” dan tetap “setia”
sampai akhir. Kata ‘AllahKu’
yang diulang sampai 2 kali menunjukkan bahwa dalam kesedihan yang
terdalam itu, Ia tetap “beriman” dan berpegang kepada Bapa-Nya. Walaupun
Ia mengalami kesedihan dan penderitaan yang sangat hebat Ia tidak
mengutuk Allah-Nya melainkan Ia bertahan, hingga akhirnya mulut-Nya bisa
berkata “Sudah Selesai” atau “Sudah Genap” dan
setelah itu Ia menyerahkan nyawa-Nya kepada Bapa-Nya. Ini harusnya
merupakan teladan bagi kita. Dalam saudara mengiring Yesus/melayani
Tuhan, mungkin saudara banyak mengalami kesedihan dan penderitaan,
kesulitan dan air mata. Salib
yang kau pikul terasa berat. Apa yang akan saudara lakukan? Mengutuk
Tuhan, membuang salib itu dan meninggalkan-Nya? Atau tetap percaya dan
setiap kepada-Nya dan terus memikul salibmu? Tetaplah percaya dan setia
hingga akhir karena Juruselamatmu sudah terlebih dahulu melakukan itu
bagimu. Sebagaimana Kristus setia sampai mati, saudara pun harus setia
sampai mati, setia memikul salibmu sampai akhirnya anda berjumpa dan
masuk dalam dekapan Sang Juruselamatmu dalam surga yang baka. AMIN.
No comments:
Post a Comment