Oleh: Martin Simamora
Sepuluh Bagian
Kedua
Umat Manusia Dalam
Pandangan Allah Yang Mengustus Yesus
(Lebih dulu di “Bible Alone”-Sabtu,23 Juli 2016- telah diedit dan dikoreksi)
Bacalah lebih
dulu: “Bagian10”
Sehingga terkait “umat manusia dalam pandangan Allah yang mengutus
Yesus,”maka harus memperhatikan 2
realitas manusia dalam pandangan
Allah. Memahami ini maka akan mengerti mengapa manusia tidak dapat diperlakukan oleh pendeta Erastus
Sabdono sebagai corpus delicti
[dalam interpretasi alanya] yang dapat digunakan Allah dalam pengadilannya melawan
iblis, sehingga terpenuhilah keadilan-Nya secara sempurna. Satu hal dan memang
menjadi satu-satunya kebenaran yang harus diperhatikan, dipertimbangkan dan
ditinjau dalam Allah memandang manusia adalah Siapakah
Dia sejak semula kala berdiri dihadapan manusia berdosa. Dia sebelum
mengirim Anak-Nya yang Tunggal.
Apakah Allah sejak
semula telah menyatakan diri-Nya adalah hakim atas dunia sehingga dengan demikian realitas umat manusia adalah: berdosa dan telah berada di bawah penghakiman
Allah. Ini adalah realitas pertama. Realitas pertama ini akan menunjukan juga apakah sejak semula Allah memberikan
indikasi yang bagaimanapun bahwa Ia membutuhkan manusia-manusia yang mau
menjadi pengikut-Nya dan mau menjadi bukti atau corpus delicti untuk
menolong-Nya. Ini penting dan begitu penting sebab sebagaimana Yesus menunjukan ketakterputusan era sebelum
kelahirannya dan era setelah kelahirannya dalam relasi eranya dan dirinya
adalah penggenap era sebelumnya, atau era sebelumnya menuntun pada
kedatangan-Nya seperti pada pernyataan semacam ini:
Lukas
24:25-27 Lalu Ia berkata kepada mereka: "Hai kamu orang bodoh, betapa
lambannya hatimu, sehingga kamu tidak percaya segala sesuatu, yang telah
dikatakan para nabi! Bukankah Mesias harus menderita semuanya itu untuk masuk
ke dalam kemuliaan-Nya?" Lalu Ia menjelaskan kepada mereka
apa yang tertulis tentang Dia dalam seluruh Kitab Suci, mulai dari kitab-kitab
Musa dan segala kitab nabi-nabi.
Lukas
24:44-47 Ia berkata kepada mereka: "Inilah perkataan-Ku, yang telah
Kukatakan kepadamu ketika Aku masih bersama-sama dengan kamu, yakni bahwa harus
digenapi semua yang ada tertulis tentang Aku dalam kitab Taurat Musa dan kitab
nabi-nabi dan kitab Mazmur." Lalu Ia membuka pikiran mereka, sehingga
mereka mengerti Kitab Suci. Kata-Nya kepada mereka: "Ada tertulis
demikian: Mesias harus menderita dan bangkit dari antara orang mati pada hari
yang ketiga, dan lagi: dalam nama-Nya berita tentang pertobatan dan pengampunan
dosa harus disampaikan kepada segala bangsa, mulai dari Yerusalem.
Maka realitas
kedua akan berbunyi: Apakah Allah, kemudian, setelah Ia mengutus Sang
Firman ke dalam dunia ini menjadi manusia yaitu Anak Tunggal Allah, kemudian mengalami perubahan baik dalam
kekudusan-Nya dan pandangan-Nya terhadap manusia, dosa dan iblis sehingga Sang Mesias ketika datang hanya
menanggung penghukuman dan berupaya menjadi corpus delicti yang menunjukan
seharusnya manusia-manusia yaitu anak-anak Allah dapat menjadi bukti atau corpus delicti yang dapat
membungkam iblis sehingga melepaskan Allah dari ketakberdayaannya terhadap iblis? Realitas kedua ini akan menunjukan adakah ketakterputusan
bahwa Sang Kristus telah dituliskan oleh para nabi untuk menjadi corpus delicti
agar manusia dapat menjadi corpus delicti; apakah para nabi telah menuliskan bahwa Yesus dan
anak-anak Allah yang mau menjadi corpus delicti memiliki kemungkinan besar
untuk membantu ketakberdayaan Allah dalam pengadilan-Nya, sebagaimana diajarkan
oleh pendeta Dr. Erastus Sabdono?
Akankah kita
menjumpai ketakterputusan berita ilahi corpus delicti berdasarkan kesaksian
Yesus sebagaimana Yesus menyatakan bahwa
Ia bukan diutus Allah untuk menjadi corpus delicti ke dalam dunia ini, baik
oleh para nabi dan oleh dirinya sendiri sebagaimana dikemukakannya dalam Lukas
24:44-47.
Mari kita mulai
dengan:
A.Realitas
Pertama Manusia: Berdosa Dan Berada Dalam Penghakiman Allah
Sejak semula Allah
telah menyatakan bahwa dalam dunia manusia yang berdosa, kebajikan atau apapun
juga yang bagi manusia merupakan kebenaran, tidak dapat berhadapan dengan
kebenaran milik Allah di dalam penghakiman-Nya sehingga menghasilkan kebenaran
yang berkuasa bukan saja menunjukan manusia itu memiliki kebenaran tetapi
menerima pengampunan, pengudusan dan pendamaian dengan diri-Nya. Bahkan tak pernah ada satu peluang dari pihak manusia di
sepanjang sejarah dapat mencari, menemukan dan mempersembahkan sebuah bukti
yang dapat menunjukan penghakiman Allah adalah salah sebab manusia tak
benar-benar salah sama sekali sampai-sampai tak berkuasa membenarkan diri di
hadapan Allah. Dalam Alkitab sejak permulaan, inilah problem manusia; Dalam
Alkitab sejak semula, Allah yang berinisiatif untuk menyediakan pengampunan,
pembenaran, pengudusan dan pendamaian; Dalam Alkitab sejak semula Allah tak
sekalipun bersabda kepada umat-Nya
melalui nabi-nabi kudus-Nya bahwa diri-Nya mengalami problem tak
terpecahkan oleh diri-Nya sendiri, yaitu hingga kini tak memiliki bukti kuat
untuk membinasakan iblis sesegara mungkin. Ia tak pernah bersabda bahwa jika
umatnya sungguh-sungguh mau menjadi corpus delicti (yang mana bahkan negara Inggris
belum lahir sebagai asal-usul moderen corpus delicti) maka itu secara pasti
dapat membungkam iblis dan problem diri-Nya dihadapan iblis terpecahkan.
Faktanya dalam Allah adalah hakim, Ia tak memerlukan
undang-undang hukum di luar dirinya yang berisikan konsensus legal antara
dirinya dengan manusia dan dengan kerajaan iblis, yang mengatur penyelenggaraan
pengadilan, ketentuan-ketentuan pembuktian kejahatan, ketentuan-ketentuan
barang bukti kejahatan atau corpus delicti yang harus disedikan tak hanya oleh
pihak Allah saja tetapi harus datang dari pihak luar yang dapat menghadirkan
barang buktik kejahatan yang tak dapat dibantah oleh iblis.
Mengapa demikian?
Karena realitas manusia yang berdosa dan telah berada di bawah penghakiman
Allah telah menempatkan manusia tak memiliki keberdayaan apapun untuk menjadi
bagian peradilan yang sedang diselengarakan oleh Allah, secara aktif dalam cara
yang bagaimanapun misal menjadi corpus delicti versi pendeta Erastus,
sebaliknya Allah diberitakan oleh
Alkitab begitu berdaulat, begitu adil, begitu sempurna sehingga alam semestapun
turut memberitakan kebenaran Allah Hakim
Yang Tak Bercela terhadap siapapun sehingga tak membutuhkan pertolongan
untuk menopang dan menyempurnakan ketaksempurnaan atau kebercelaan kemilau
keadialannya:
Perhatikanlah hal-hal
berikut ini:
Mazmur
50:6 Langit
memberitakan keadilan-Nya, sebab Allah sendirilah Hakim
Mazmur
96:11-13 Biarlah langit bersukacita
dan bumi bersorak-sorak, biarlah gemuruh
laut serta isinya, biarlah beria-ria padang dan segala yang di atasnya, maka segala
pohon di hutan bersorak-sorai di hadapan TUHAN, sebab Ia datang, sebab Ia datang untuk menghakimi bumi. Ia akan menghakimi dunia dengan keadilan,
dan bangsa-bangsa dengan kesetiaan-Nya.
Mazmur
7:11 Allah adalah Hakim yang adil dan Allah yang murka setiap saat.
Mazmur
4:11 Sebab Engkau membela perkaraku dan hakku, sebagai Hakim yang
adil Engkau duduk di atas takhta.
Pada empat teks ini
saja , misalnya,telah menunjukan Allah
sebagai Hakim beserta penghakiman-Nya tak sama sekali memiliki problem keadilan
yang timpang dan lemah hingga ada terdakwa
siapapun juga dapat berkelit sebagaimana keyakinan pendeta Dr. Erastus. Ia
dalam Alkitab sejak semula bukan saja
dinyatakan sebagai hakim yang adil terkait bahwa Ia memiliki pembuktian yang tak dapat digugat namun Ia
adalah hakim yang maha-mulia: ”sebagai Hakim yang adil Engkau duduk di atas
takhta” yang menunjukan ketakbercelaan dan yang menunjukan kemuliaan keadilan
penghakimannya dihadapan semua terdakwa, siapapun yang sedang didakwa-Nya dari
takhta-Nya. Bukan hanya Ia adalah mulia tak bercela di hadapan manusia dan
dunia tetapi di hadapan para malaikat-Nya:
Yesaya
6:2-3 Para Serafim berdiri di sebelah atas-Nya, masing-masing mempunyai enam
sayap; dua sayap dipakai untuk menutupi muka mereka, dua sayap dipakai untuk
menutupi kaki mereka dan dua sayap dipakai untuk melayang-layang. Dan mereka
berseru seorang kepada seorang, katanya: "Kudus, kudus, kuduslah TUHAN semesta alam, seluruh
bumi penuh kemuliaan-Nya!"
Jelas
para Serafim tak akan bertindak demikian jika Sang Allah begitu bercela
dihadapan iblis seperti ajaran pendeta Erastus. Mustahil para Serafim berseru
pada satu sama lain: “Kudus,kudus, kuduslah TUHAN semesta Allah” dan “seluruh
bumi penuh kemuliaan-Nya.” Jika Ia adalah Allah yang bercela dihadapan Iblis
sebagaimana diajarkan pendeta Erastus terkait corpus delicti atau bukti maka
mustahil para Serafim berseru: “seluruh bumi penuh kemuliaan-Nya.”
Kitab
Nabi Yesaya ditutup dengan sebuah tindakan atau perbuatan penghukuman Allah
yang begitu gemilang menunjukan bahwa Allah tak memiliki problem kesempurnaan
penghakiman, penghukuman dan apalagi corpus delicti/barang bukti?? Ia tak
memberitakan diri-Nya hakim yang begitu lemah, hakim yang tak memiliki
kemampuan menyediakan bagi dirinya bukti-bukti kejahatan atau corpus delicti sebagai basis penghakiman
yang memenuhi atau memuaskan keadilannya yang sempurna. Mari kita
memperhatikan:
Yesaya
66:12-16 Sebab beginilah firman TUHAN: Sesungguhnya, Aku mengalirkan kepadanya
keselamatan seperti sungai, dan kekayaan bangsa-bangsa seperti batang air yang
membanjir; kamu akan menyusu, akan digendong, akan dibelai-belai di pangkuan. Seperti
seseorang yang dihibur ibunya, demikianlah Aku ini akan menghibur kamu; kamu
akan dihibur di Yerusalem. Apabila kamu melihatnya, hatimu akan girang, dan
kamu akan seperti rumput muda yang tumbuh dengan lebat; maka tangan TUHAN akan
nyata kepada hamba-hamba-Nya, dan amarah-Nya kepada musuh-musuh-Nya. Sebab sesungguhnya, TUHAN akan datang
dengan api, dan kereta-kereta-Nya akan seperti puting beliung, untuk
melampiaskan murka-Nya dengan kepanasan dan hardik-Nya dengan nyala api. Sebab
TUHAN akan menghukum segala yang
hidup dengan api dan dengan pedang-Nya, dan orang-orang yang mati
terbunuh oleh TUHAN akan banyak jumlahnya.
Apakah
Allah ada kemungkinan salah dalam penghakiman yang membinasakan? Pujian para
Serafim yang berbunyi: "Kudus,
kudus, kuduslah TUHAN semesta alam, seluruh bumi
penuh kemuliaan-Nya!"
Telah
memberikan kepada kita jawaban bahwa Allah tak memiliki problem corpus delicti pada siapapun saat di
takhta-Nya Ia menghakimi dan menghukum.
Semua itu menjelaskan
bahwa Allah adil pada keadilan-Nya
dalam penghakiman-Nya, tidak bergantung sama sekali
dengan penyelenggaraan penghakiman dalam
pengadilan sebagaimana keadilan yang
dapat dihasilkan manusia sebab Ia mahakekurangan. Pada dunia manusia,
untuk menghakimi secara adil, maka hakim membutuhkan presentasi barang-barang
bukti yang dipasok pihak lain di luar dirinya untuk menunjukan benar atau tidak
sebuah peristiwa kejahatan telah terjadi pada tempat dan waktu kejadian,
dan si terdakwa benar adalah pelakunya,
sebagaimana yang sedang dituduhkan pada dirinya secara kuat; hakim dunia memerlukan bantuan para saksi-saksi
yang dapat memberikan kesaksian-kesaksian yang bisa membuktikan sebuah
kejahatan atau melemahkan dakwaan sebuah kejahatan sehingga dapat menghasilkan
vonis hukuman atau membebaskannya.
Secara sederhana,
keadilan seorang hakim di dunia ini, supaya berlangsung secara adil dan
memenuhi asas keadilan memang memerlukan bantuan-bantuan pembuktian semacam
itu. Bahkan saksi untuk membuktikan sebuah kejahatan di pengadilan kadang kala
membutuhkan perlindungan saksi demi keselamatannya hingga ia tuntas memberikan
kesaksiannya di pengadilan. Pada Allah sungguh berbeda. Bagi Allah, dialah satu-satunya hakim dan keadilan
Sang Hakim tak pernah memiliki reputasi
negatif atau kalah dalam pendakwaan dalam sejarah kehakiman diri-Nya.Ia tak pernah memiliki problem dalam
melakukan penghakiman-Nya,seperti yang begitu dikuatirkan oleh pendeta
Erastus yang sangat mengantisipasi kegagalan menghakimi terdakwa, si iblis,
karena Allah tak dapat menghadirkan bukti-bukti yang memadai, sehingga dapat
berdalih atas dakwaan yang ditimpakan padanya. Alkitab menunjukan reputasi
penghakiman Allah dalam cara yang begitu tinggi dan mulia:“Langit
memberitakan keadilan-Nya.”
Bahkan, jika
berbicara di dalam alam berpikir pendeta Erastus, faktanya,Allah tak mengalami kesulitan terkait
bukti-bukti yang dibutuhkan Allah, sebab Ia digambarkan sebagai Hakim
yang berkuasa dan berdaulat penuh atas ruang dan waktu dan pada bagaimana Ia
harus menunjukan penghakimannya adil dan penghukumannya tak bercela di hadapan
para terdakwa:
Mazmur
75:67 Sebab bukan dari timur atau dari
barat dan bukan dari padang gurun
datangnya peninggian itu, tetapi
Allah adalah Hakim:
direndahkan-Nya
yang satu dan ditinggikan-Nya yang lain.
Pengkhotbah
12:14 Karena Allah
akan membawa setiap perbuatan ke pengadilan yang berlaku
atas segala
sesuatu yang tersembunyi, entah
itu baik, entah itu jahat.
Bandingkan
dengan apa yang terjadi di sorga
Wahyu
19:1-5 Kemudian dari pada itu aku
mendengar seperti suara yang nyaring dari himpunan besar orang banyak di sorga, katanya:
"Haleluya! Keselamatan dan kemuliaan dan kekuasaan adalah pada Allah kita,
sebab benar dan adil segala penghakiman-Nya, karena Ialah yang telah menghakimi
pelacur besar itu, yang merusakkan bumi dengan percabulannya; dan Ialah yang
telah membalaskan darah hamba-hamba-Nya atas pelacur itu." Dan untuk kedua
kalinya mereka berkata: "Haleluya! Ya, asapnya naik sampai
selama-lamanya." Dan kedua puluh
empat tua-tua dan keempat makhluk itu tersungkur dan menyembah Allah yang duduk di atas takhta itu, dan mereka
berkata: "Amin,
Haleluya." Maka kedengaranlah suatu suara dari takhta itu:
"Pujilah
Allah kita, hai kamu semua hamba-Nya, kamu yang takut akan Dia, baik kecil
maupun besar!"
Ia tak memerlukan
bantuan manusia, karena Ia berkuasa untuk menghakimi apapun di bumi dan di
sorga untuk setiap waktu, jam, menit, dan detik di duni ini, sehingga siapapun yang
dihadirkan-Nya untu menghadap kepada penghakiman-Nya mustahil untuk berkelit.
Sebagaimana Serafim telah menunjukan ketakbercelaan Allah, pun dalam Kitab
Wahyu kita melihat kembali ketakbercelaan penghakiman Allah. Allah tak bercela di hadapan iblis dalam
penghakiman-Nya sebagaimana disangka dan diajarkan oleh pendeta Dr. Erastus
Sabdono.
Allah sebagai hakim
adalah sangat berlawanan dengan
Alkitab untuk disangka sebagai yang
sama saja dengan manusia-manusia dalam hal apapun, termasuk
bagaimanakah seharusnya penghakiman itu berlangsung. Ia tidak memiliki
kelemahan-kelemahan pada dirinya sebagai hakim di dalam pengadilannya baik
terhadap manusia, bahkan iblis, sebagaimana disangkakan dan diajarkan oleh
pendeta Dr. Erastus Sabdono.
Ia bahkan adalah Sang
Hakim yang sama sekali tidak sederajat dengan manusia dan segala ciptaan:
Mazmur
50:21 Itulah yang engkau lakukan, tetapi Aku berdiam diri; engkau menyangka,
bahwa Aku ini sederajat dengan engkau. Aku akan menghukum engkau dan membawa perkara ini ke
hadapanmu.
Mazmur
90:8 Engkau menaruh kesalahan kami di hadapan-Mu, dan dosa kami yang tersembunyi
dalam cahaya wajah-Mu.
Jikapun Allah tak
segera membinasakan sekalipun
telah menghakimi si terdakwa, maka jangan pernah menyangka merupakan indikasi Allah bermasalah dengan barang bukti
kejahatan atau corpus delicti. Coba perhatikan ini:
Yesaya
42:12-16 Baiklah mereka memberi penghormatan kepada TUHAN, dan memberitakan
pujian yang kepada-Nya di pulau-pulau. TUHAN keluar berperang seperti pahlawan,
seperti orang perang Ia membangkitkan semangat-Nya untuk bertempur; Ia
bertempik sorak, ya, Ia memekik, terhadap musuh-musuh-Nya Ia membuktikan
kepahlawanan-Nya. Aku membisu dari
sejak dahulu kala, Aku berdiam diri,
Aku menahan hati-Ku; sekarang Aku mau mengerang
seperti perempuan yang melahirkan, Aku mau mengah-mengah dan megap-megap. Aku mau membuat tandus gunung-gunung
dan bukit-bukit, dan mau membuat layu
segala tumbuh-tumbuhannya; Aku mau
membuat sungai-sungai menjadi tanah kering dan mau membuat kering
telaga-telaga. Aku mau memimpin
orang-orang buta di jalan yang tidak mereka kenal, dan mau membawa mereka berjalan di jalan-jalan yang tidak mereka kenal.
Aku mau membuat kegelapan yang di depan
mereka menjadi terang dan tanah yang
berkeluk-keluk menjadi tanah yang rata. Itulah hal-hal yang hendak Kulakukan kepada mereka, yang pasti akan Kulaksanakan.
Apa
yang terjadi dengan apa yang disangka oleh pendeta Erastus sebagai Allah
berproblem terhadap iblis ternyata bukan itu sama sekali, tetapi karena Allah
memiliki tujuan-Nya tersendiri di dalam apa yang kita pikir sebagai penundaan
dan sebagai Allah begitu lamban. Coba perhatokan Yesaya di atas.
Ketika pendeta
Erastus Sabdono menyangka dan mengajarkan bahwa Allah itu bagaikan hakim
manusia sehingga mampu berkata bahwa Allah harus memiliki pada tangannya corpus
delicti sehingga penghakiman-Nya tak dapat dipecundangi iblis, maka pemikiran
yang sedang diusungnya, sedang melawan Allah Sang Hakim yang bersabda: “Aku
berdiam diri; engkau menyangka, bahwa Aku ini sederajat dengan engkau.” Siapakah hakim yang dalam menyelenggarakan
penghakiman yang menegakan keadilan dapat berkata seperti ini:“Ia
berseru kepada langit di atas, dan kepada bumi untuk
mengadili umat-Nya”- Mazmur 50:4
Mengapa
Allah sebagai hakim, tidak sederajat dengan manusia?;
Mengapa ia satu-satunya hakim? Karena ia adalah hakim yang memiliki kuasa dan
kedaulatan penuh atas segenap alam ciptaannya dan tak terbatas dalam
kepemilikan-kepemilikan bukti-bukti dan saksi-saksi yang begitu penting
dalam pengadilan-Nya:
-Yang
Mahakuasa,
TUHAN Allah [Maz 50:1]
-berfirman dan
memanggil bumi [Maz 50:1]
-ruang
dan waktu tunduk kepada-Nya: “dari terbitnya matahari sampai kepada terbenamnya
[Maz 50:1]
Inilah hakim yang tak
memerlukan saksi-saksi manusia, tidak memerlukan barang bukti agar di hadirkan
dalam pengadilannya sebagai pelengkap informasi atau bukti sehingga ia dapat
menyempurnakan keadilannya, dengan demikian.
Bahwa ia adalah
satu-satunya hakim dan tidak ada yang lain, bukan hanya di dalam dunia manusia,
tetapi juga Ia adalah hakim atas keyakinan-keyakinan atau kebenaran
manusia-manusia dari berbagai bangsa dunia ini: “Sebab segala allah bangsa-bangsa adalah
hampa, tetapi Tuhanlah yang menjadikan langit- Maz 96:5.“ Bahwa
ia adalah satu-satunya hakim, tidak ada yang lain, dan karena itulah tidak
membutuhkan prinsip corpus delicti, karena dalam hal ini, Ia juga satu-satunya
pencipta alam semesta ini baik yang di bawah dan yang di atas: “tetapi Tuhanlah
yang menjadikan langit- Maz 96:5.” Dia bukan saja hakim tetapi Allah! Itu
sebabnya dinyatakan bahwa Ia tidak sederajat dengan manusia, malaikat dan apalagi iblis.
Tidak sederajat di sini bukan dalam sebuah kualitas yang dapat diperbandingkan,
sebab ini ditunjukan pada keberkuasaan-Nya untuk memerintahkan apapun juga
untuk melakukan apa yang dikehendaki-Nya. Ini, semacam ini, tak mungkin
dimiliki oleh manusia, malaikat dan bahkan iblis.
Karena itulah segenap
ciptaannya menyambut Sang Hakim itu dalam sebuah sambutan yang begitu kuat
menunjukan bahwa Ia sangat sempurna dalam penghakiman-Nya:
-Biarlah
langit bersukacita
-bumi
bersorak-sorak
-laut
serta isinya bergemuruh
-padang
dan segala yang di atasnya beria-ria
-segala
pohon di hutan bersorak-sorai
Sementara memang
benar mazmur ini merupakan penggambaran
penghakiman Allah terhadap manusia dan tidak secara eksplisit menunjukan
kuasa Allah atas iblis, namun dalam hal itupun tak sedang menggambarkan bahwa
Allah membutuhkan corpus delicti atau barang bukti dari manusia-manusia untuk menghakimi
manusia. Tidak mungkin terhadap manusia Allah berdaulat dan terhadap iblis
tidak, jika demikian maka Ia bukan satu-satunya Allah tetapi salah satu dari
banyak tuhan yang berkompetisi. Pujian para Serafim telah membuktikan Allah tak
bermasalah dalam menghakimi dan membinasakan iblis sebagaimana disangka oleh
pendeta Erastus.
Mengapa?
Sebagaimana Ia
tak sederajat dengan manusia, maka Ia juga tidak sederajat dengan
iblis, karena, iblis tak
berkuasa sebagai mana Allah adanya, sebab hanya ada satu Allah
di sorga yang berkuasa penuh dalam segenap alam ciptaan-Nya:
-Allah kita di sorga; Ia melakukan apa yang dikehendaki-Nya!
– Maz 115:3
-Tidakkah
kamu tahu? Tidakkah kamu dengar? Tidakkah diberitahukan kepadamu dari mulanya? Tidakkah kamu
mengerti dari sejak dasar bumi diletakkan? Dia yang bertakhta di atas bulatan bumi yang penduduknya seperti
belalang; Dia yang membentangkan
langit seperti kain dan memasangnya seperti kemah kediaman! Dia yang membuat pembesar-pembesar
menjadi tidak ada dan yang menjadikan hakim-hakim
dunia sia-sia saja!- Yesaya 40:21-23
-Sebab
TUHAN, Yang Mahatinggi, adalah
dahsyat, Raja yang besar atas seluruh bumi- Maz 47:2
-TUHAN
sudah menegakkan takhta-Nya di sorga
dan kerajaan-Nya berkuasa atas segala sesuatu. Pujilah TUHAN, hai
malaikat-malaikat-Nya, hai
pahlawan-pahlawan perkasa yang melaksanakan firman-Nya dengan mendengarkan
suara firman-Nya. Pujilah TUHAN, hai
segala tentara-Nya, hai pejabat-pejabat-Nya yang melakukan kehendak-Nya. Pujilah TUHAN, hai segala tentara-Nya,
hai pejabat-pejabat-Nya yang melakukan kehendak-Nya.- maz 103:19-22
-Siapakah seperti
TUHAN, Allah kita, yang diam di tempat yang tinggi,- Maz 113:5
Jadi, Ia dikatakan tidak sederajat dengan siapapun dan apapun juga, hendak menunjukan: tidak ada yang
seperti TUHAN dan dapat mencegah kemuliaan-Nya!
Allah tidak akan pernah dapat dan mungkin untuk disederajatkan
dengan iblis dalam pengadilan-Nya dalam sebuah cara sangat
esensial bagi seorang hakim untuk memvonis dan mengeksekusi, yaitu: Allah sebagai hakim ketika berhadapan dengan iblis menjadi hakim yang
tidak lagi seperti Tuhan, sebab membutuhkan dari luar dirinya sendiri: baik
kesaksian dan barang-barang bukti yang perlu didengarkan-Nya dan dilihat-Nya,
jika tidak maka akan ada pihak yang menggugat kehakiman-Nya, yaitu iblis! Allah Sang Hakim, pasti akan menegakan
keadilan dalam penghakimannya yang kudus dalam kekuasaan dan kebenaran yang
hanya ada pada-Nya, tetapi dalam hal itu pun, Ia independen secara absolut
dalam Ia adalah Allah. Ia tak memerlukan proses peradilan sebagaimana di dunia
manusia yang keadilan dan kebenarannya dapat salah dalam memvonis, dapat gagal
menegakan keadilan karena begitu gampang diserongkan dan dibeli.
Penghakiman dan
penghukuman oleh Allah, pelaksanaannya sangat bergantung pada waktu
Allah dan itu sama sekali tak berkait dengan apa yang telah disangkakan dan diajarkan
oleh pendeta Erastus. Penghakiman Allah hanya akan berlangsung menurut
ketentuannya sebagai Tuhan yang menjadi satu-satunya sumber kebenaran
sebagaimana dirinya adalah satu-satunya hakim:
Mazmur 75:2 "Apabila Aku menetapkan waktunya, Aku sendiri akan menghakimi
dengan kebenaran.
Mazmur 9:8 Dialah yang
menghakimi dunia dengan keadilan
Jika
Dia saja yang menghakimi dunia, lalu apakah ada yang dapat menghakimi sebagaimana
penghakiman-Nya akan adil? Adakah
satu saja di dunia ini yang dalam pandangannya dapat menasihati Dia, apakah
keadilan itu dan bagaimana seharusnya Tuhan memenuhi rasa keadilan itu,
sebab satu-satunya yang menghendaki keadilan yang sempurna dan mengganjarnya
dengan murka setiap penyimpangan hanya
Dia sebagaimana tersingkap dalam
instruksi-Nya ini:
Ulangan
16:18-19 Hakim-hakim dan petugas-petugas haruslah kauangkat di segala tempat
yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu, menurut suku-sukumu; mereka harus menghakimi bangsa
itu dengan pengadilan yang adil. Janganlah memutarbalikkan keadilan, janganlah
memandang bulu dan janganlah menerima suap, sebab suap membuat
buta mata orang-orang bijaksana dan memutarbalikkan perkataan orang-orang yang
benar. Semata-mata
keadilan, itulah yang harus kaukejar, supaya engkau hidup dan
memiliki negeri yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu."
Allah
tak membutuhkan corpus delicti ala pendeta Erastus, sama sekali! Jangan berpikir
tanpa pemikiran pendeta Dr. Erastus maka Allah menjadi memutarbalikan fakta,
memandang bulu, menerima suap. Apakah pendeta Erastus tahu bahwa apa yang
dikehendaki Allah dalam penghakiman adalah semata-mata keadilan, dan itu
terwujud tanpa perlu Allah memiliki corpus delicti dari anak-anak Allah untuk
menghakimi iblis.
Bersambung ke bagian
12
Segala
Kemuliaan Hanya Bagi Allah
No comments:
Post a Comment