Martin Simamora
Problem Dunia:
Siapakah Yesus Sesungguhnya?
(Lebih dulu di “Bible Alone”-Rabu,20 Juli 2016- telah diedit dan dikoreksi)
Bacalah lebih
dulu “bagian 8”
Corpus
delicti, oleh pendeta Erastus Sabodono, bukan saja telah
me-redefinisi ketuhan-an tetapi juga kemanusiaan (perendahan) Anak Tunggal Allah dalam cara yang begitu berlawanan dengan eksistensi
dan pengajaran Yesus yang telah datang ke dalam dunia. Eksistensinya
atau siapakah dia tak perpisahkan dengan
pengajarannya seperti nampak dalam ucapannya seperti ini:
Yohanes
10:27-28 Domba-domba-Ku mendengarkan
suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku, dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka
dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan
seorangpun tidak akan merebut mereka dari tangan-Ku.
Yohanes
10:36 masihkah kamu berkata kepada
Dia yang dikuduskan oleh Bapa dan yang telah diutus-Nya ke dalam dunia: Engkau
menghujat Allah! Karena Aku telah berkata: Aku Anak Allah?
Lukas
5:24 Tetapi supaya
kamu tahu, bahwa di dunia ini Anak Manusia berkuasa mengampuni dosa"
--berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu--:"Kepadamu Kukatakan, bangunlah,
angkatlah tempat tidurmu dan pulanglah ke rumahmu!"
Tak
ada sama sekali relasi untuk tujuan menjadi
corpus delicti bagi anak-anak Allah
terhadap Yesus tetapi:”memberikan hidup yang
kekal” dan “memberikan kepastian tidak akan binasa sampai
selama-lamanya.” Apakah yang Yesus kehendaki agar
diketahui oleh manusia? Jawabnya adalah tentang
siapakah dirinya dan apakah tujuannya yang berkaitan dengan kuasa dan otoritas
untuk mewujudkan tujuannya, yaitu: “Anak Manusia berkuasa mengampuni dosa.”
Bukan
agar manusia tahu bahwa Allah memiliki problem, yaitu: bercela dihadapan iblis
sehingga belum bisa membuktikan iblis bersalah sampai ada manusia-manusia yang
memberikan pada Allah bukti-bukti yang akan menegakan keadilan Allah di hadapan
iblis.
Corpus delicti ala pendeta Erastus merupakan pengajaran yang
menyusutkan secara tajam realitas ketuhanan dan mengapa atau apakah tujuan Sang Firman menjadi manusia; corpus delicti juga menempatkan manusia berkedudukan
lebih mulia daripada Allah sendiri terkait manusia mampu menyediakan apa yang
tak mampu disediakan Allah. Sebuah kontradiksi tajam dengan apa yang ditemukan
dalam ucapan-ucapan Yesus bahwa manusia membutuhkan pertolongan Allah bukan
sebaliknya. Tak ada seruan-seruan Yesus yang menunjukan Allah membutuhkan
manusia betapa manusia menolong dirinya sendiri saja tak bisa:
Matius
11:28-30 Marilah kepada-Ku, semua
yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan
kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah
pada-Ku, karena Aku lemah
lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan.
Sebab kuk yang Kupasang itu enak
dan beban-Kupun ringan."
Bahkan
teks yang bernuansa korporasi ini begitu
jelas bukan bertujuan untuk memiliki dan mempertahankan keselamatan sebagaimana
pada perintah pikullah kuk yang
dipasangnya, sebab dalam melakukannya setiap yang mau menjadi pelaku perintah
tersebut akan diajarinya dan setiap muridnya akan mengalami ketenangan jiwa.
Kuk yang dipasangkan oleh Yesus pun dikatakannya sendiri sebagai enak: “kuk
yang kupasang itu enak.” Dikatakan “enak” maksudnya anda tak sedang
memperjuangkannya sendirian dan anda tak perlu berpikir bahwa dirimulah yang
memegang kendali pemikulan kuk yang dipasangkan oleh Yesus, sebab instruksi
itu bukan instruksi untuk pergi
sendirian tetapi untuk berjalan bersama Yesus sementara anda harus melakukan
atau melaksanakan apa yang Yesus mau untuk dilakukan: “belajarlah pada-Ku.”
Karena Ia adalah Guru yang lemah lembut dan rendah hati.
Tak
ada tujuan terkait untuk menjadi corpus delicti, tak ada sebuah perjalanan
sendiri menjadi apapun selain memikul apa yang Yesus pasangkan dan Ia
mengajarmu dan dikatakan sebagai enak. Tentu saja kalau itu dikatakan enak atau
anda tak perlu bersusah payah sendirian sebagai yang ditinggal tak berdaya maka
jelas jiwa anak Allah itu tenang. Bukan cemas dan berjuang untuk menjadi barang
bukti atau corpus delicti untuk mendakwa iblis sementara anda pun tak bisa memastikan untuk bangkit sendirian
nantinya. Apa anda bisa menjamin saat anda mati, Allah masih berpeluang menang
terhadap iblis? Bagaimana kalau bahkan anda tak bisa memastikan kebangkitanmu?
Bukankah Allah tak berdaya terhadap maut, karena Yesus tak pernah datang untuk
membebaskanmu dari kerajaan maut selain menjadi corpus delicti? Anda pikir iblis
mau bermurah hati pada Allah sementara Ia sendiri bergantung pada manusia?
Bukankah Allah sebetulnya mahkluk yang lebih malang daripada manusia itu
sendiri, bercela di hadapan iblis!
Melalui konsepsi
Corpus Delicti yang demikian, pendeta Erastus hendak menyatakan: “keberhasilan Allah untuk menegakan keadilan
dalam penghakiman-Nya atas iblis sangat bergantung dari kesuksesan manusia
menjadi corpus delicti atau menjadi
“menaati dan menghormati Bapa sebagaimana” Yesus,” yang mana di dalam
gagasannya itu sendiri, sebetulnya, sama sekali tak pernah anak-anak Tuhan itu
menjadi bukti yang dapat membantu Allah untuk menghakimi iblis, selain hanya dapat
membuktikan bahwa manusia-manusia yang merupakan anak-anak Allah itu, terbukti
dapat menjadi corpus delicti seperti Yesus.
Mengapa tak membantu
sama sekali? Karena, mengacu pada pokok ajaran
pendeta Erastus sendiri, ketika manusia-manusia berhasil menjadi corpus delicti
maka itu sendiri tak menjadikan manusia-manusia itu merupakan bukti-bukti
yang dapat membuktikan kesalahan dan
kejahatan iblis itu sendiri. Bagaimana bisa manusia-manusia yang berhasil
menaati Allah sebagaimana Yesus, kemudian dikatakan sebagai bukti-bukti yang
menunjukan perbuatan jahat si iblis, dalam pengadilan. Perlu ditegaskan,
peneladanan anak-anak Tuhan disini terhadap Yesus, bukan dalam sebuah hidup
yang diberikan oleh Yesus yang telah menebus manusia dan telah melucuti
pemerintahan iblis, tetapi peneladanan dalam kepentingan untuk menjadi corpus
delicti atau bukti kuat yang dapat membantu Allah untuk menghakimi iblis.
Peneladanan dengan
tujuan semacam ini jelas menyesatkan, sebab bukan
yang diajarkan dan dikehendaki Yesus untuk diteladani dalam ketaatan sebagai
anak-anak tebusannya. Coba lihat peneladanan atau apa yang harus
dilakukan para pengikut atau orang-orang yang percaya dalam pengajaran dan
kepada Yesus:
Matius
7:21 Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam
Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang
di sorga.
Lukas
10:25-28 Pada suatu kali berdirilah seorang ahli Taurat untuk mencobai Yesus,
katanya: "Guru, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang
kekal?" Jawab Yesus kepadanya: "Apa yang tertulis dalam hukum Taurat?
Apa yang kaubaca di sana?" Jawab orang itu: "Kasihilah Tuhan, Allahmu,
dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu
dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu
sendiri." Kata Yesus kepadanya: "Jawabmu
itu benar; perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup."
[…]
Lukas
10:36-37 Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut
pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun
itu?" Jawab orang itu: "Orang yang telah menunjukkan belas kasihan
kepadanya." Kata Yesus kepadanya: "Pergilah, dan perbuatlah demikian!"
Yohanes
10:11 Lalu kata Yesus: "Akupun
tidak menghukum engkau. Pergilah,
dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang."
Matius
5:44 Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah
musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya
kamu.
Yohanes
5:39-40 Kamu menyelidiki Kitab-kitab Suci, sebab kamu menyangka bahwa
oleh-Nya kamu mempunyai hidup yang kekal, tetapi walaupun Kitab-kitab Suci itu
memberi kesaksian tentang Aku, namun kamu
tidak mau datang kepada-Ku untuk memperoleh
hidup itu.
Tidak
satu bayangan gagasan pun terkandung dalam teks-teks di atas yang menunjukan
keberadaan bangunan-bangunan penjaran
pendeta Erastus sebagai berpondasi di atas sabda-sabda atau instruksi-instruksi
atau peneladanan-peneladanan oleh Yesus bagi manusia.
Kalau
Yesus menginstruksikan atau menghendaki anda datang kepadanya, bukan agar anda
dapat meneladani Yesus sehingga dapat menjadi corpus delicti, tetapi untuk
memperoleh hidup.
Bahkan
Yesus menyatakan kitab-kitab suci sama sekali tak ada mengajarkan hal lain
terkait memperoleh hidup selain datang padanya. Yesus sendiri tak sedikitpun
mengajarkan hal-hal yang menunjukan Allah bermasalah dengan corpus delicti
untuk membungkam iblis. Tak heran jika ia berkata begini:” Pikullah kuk yang Kupasang
dan belajarlah
pada-Ku, karena Aku lemah
lembut dan rendah hati dan jiwamu akan
mendapat ketenangan.”
Walau begitu, sangat
penting untuk mengukur gagasan pokok yang terkandung didalam pemikiran pendeta
Erastus terkait manusia-manusia yang telah diajarkannya sebagai memiliki
nilai begitu tinggi bagi Allah untuk melawan iblis itu dalam
pengadilan-Nya kelak.
Benarkah
Yesus sendiri, pada kedatangannya ke dalam dunia ini, telah juga menunjukan
bahwa manusia-manusia begitu penting bagi Allah untuk menghakimi iblis, dengan cara menjadi corpus delicti?
Umat
Manusia Dalam Pandangan Allah Yang Mengutus Anak-Nya Yang Tunggal Ke Dalam
Dunia
Saat Allah mengutus
Anak-Nya yang tunggal itu, bagaimanakah keadaan umat manusia
dalam pandangan-Nya. Memahami ini maka memahami mengapa Allah mengutus
Anak-Nya ke dalam dunia. Apa perlunya dan
pentingnya sehingga Allah harus melakukan cara yang demikian dan apakah yang dapat diberikan dan dilakukan
Yesus pada manusia dan benarkah apa yang diberikan dan dilakukan oleh Yesus, tak dapat dicari atau dimiliki manusia. Benarkah
manusia tak dapat melakukan apa yang dilakukan oleh Yesus sehingga
perlu bergantung padanya?
Injil
Yohanes dibuka dengan memberitakan siapakah Yesus
sebelum Ia datang ke dalam dunia atau sebelum Ia menjadi manusia dalam
peristiwa kelahirannya dari rahim seorang perempuan bernama Maria sekalipun tak
disentuh pria (Lukas 1:26-34):
Yohanes
1:2-4 Ia pada mulanya bersama-sama dengan Allah. Segala sesuatu
dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatupun yang
telah jadi dari segala yang telah dijadikan. Dalam Dia ada hidup dan
hidup itu adalah terang manusia.
Pada teks ini jelas
dinyatakan siapakah Yesus dan apakah yang dimilikinya, bukan sekedar
informatif, tetapi Yohanes hendak melandaskan pondasi utama dan tunggal yang
menjelaskan mengapa Yesus memiliki apa yang tidak dimiliki manusia dan mengapa
Yesus dapat melakukan apa yang tak dapat dilakukan oleh manusia, dalam
ia menjadi sama dengan manusia (bandingkan dengan Ibrani 4:15; 2:17-18).
Yesus dalam
kemanusiaannya,pertama-tama diperkenalkan sebagai ia pada mulanya
bersama-sama dengan Allah, tetapi tak cukup sekedar menyatakan Yesus pada
mulanya bersama-sama dengan Allah, sebab malaikat-malaikat yang diutus Allah ke
dalam dunia sebagaimana dapat kita temukan dalam perjanjian lama, pun
bersama-sama dengan Allah. Lalu,jika demikian, siapakah ia,sesungguhnya, dalam
pada mulanya bersama-sama dengan Allah? Menjelaskan ini, rasul Yohanes
menuliskan begini: “Segala sesuatu dijadikan oleh Dia.” Tetapi, sekalipun, segala
sesuatu dijadikan oleh Dia, apakah dengan demikian ia adalah
satu-satunya atau tidak adakah yang lain lagi seperti dia, sebelum dia dan
sesudah dia? Menjawab ini, Yohanes melanjutkannya dengan menuliskan
pada introduksi injilnya, sebagai berikut: “tanpa Dia tidak
ada satupun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan.” Jadi ia satu-satunya yang menjadi sumber segala sesuatunya.
Ia yang
pada mulanya bersama-sama dengan Allah: bukan sekelas malaikat, bukan
pada kelas yang lebih tinggi daripada malaikat namun sedikit lebih rendah
daripada Allah pada kesejatian siapakah dirinya! Tak pernah ada yang lain
seperti dia baik sebelumnya dan sesudahnya, tak akan pernah ada, karena
dikatakan: “tanpa Dia tidak ada satupun yang telah jadi dari
segala yang telah dijadikan,” yang merupakan karakteristik ketunggalan yang
absolut atau tak ada siapapun selain dirinya.
Eksistensi pada setiap bentuk eksistensi dan eksistensi
setiap wujud eksistensi kehidupan pada segala jenis alam tak akan pernah ada
jika Dia tidak ada. Itu sebabnya mengenai Yesus dikatakan oleh Yohanes : tanpa
Dia tidak ada satupun yang telah jadi dari segala yang telah
dijadikan. Sehingga Ia yang pada
mulanya bersama-sama dengan Allah menunjukan diri Yesus sebagai
satu-satunya sumber dari segala sumber atau dari dirinyalah lahir segala
peristiwa penciptaan oleh
Allah itu sendiri. Ia pada
mulanya: bukan malaikat, bukan lebih tinggi daripada
malaikat namun sedikit lebih rendah dari Allah, dia keeksistensiannya tidak
berawal dan tidak berakhir atau dalam pernyataan Yohanes: “Firman itu
bersama-sama dengan Allah dan Firman itu
adalah Allah,” dalam Ia bereksistensi manusia yang kehidupannya bermula di dalam janin seorang
perempuan, itu sebabnya terkait eksistensi tak berawalan waktu dan ruang itu Ia
berkata: “Oleh sebab itu, ya Bapa,
permuliakanlah Aku pada-Mu sendiri dengan kemuliaan
yang Kumiliki di hadirat-Mu sebelum dunia ada-Yohanes 17:5”; “sebab Engkau telah mengasihi Aku sebelum dunia dijadikan”- Yoh
17:24;” sama seperti Kita adalah satu-
Yoh 17:22.” Eksistensi Yesus di dunia yang semacam ini telah digambarkan oleh
rasul Paulus dalam cara sebagaimana Yesus telah nyatakan pada dunia:
Filipi
2:6,9-11 yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan,[…] Itulah
sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas
segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit
dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan
segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan," bagi kemuliaan
Allah, Bapa!
Apa
yang dimiliki oleh Yesus dalam Ia adalah manusia adalah apa yang disebut
sebagai “kesetaraan dengan Allah.” Paulus menyatakan setara di sini
bukan sebuah pencapaian atau dari tak memiliki dan kemudian menjadi memiliki.
Itu sebabnya dalam Alkitab bahasa Indonesia dituliskan terkait itu sebagai; “tidak
menganggap…..itu sebagai milik yang harus dipertahankan.” Dengan demikian
kesetaraan itu sendiri pada manusia
Yesus merupakan eksistensi kekekalannya yang tak melemah atau meredup atau
menyusut sehingga Ia kemudian tak lagi bersetara.
Tentu
harus mengerti sebagaimana Paulus menyatakannya, mengapa disebutkan “walaupun
dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik
yang harus dipertahankan?” Apakah yang terjadi pada Dia yang adalah Allah itu?
Begini Paulus menjelaskannya:
Filipi2:7melainkan telah mengosongkan
diri-Nya sendiri, dan mengambil
rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.
Yang
terjadi pada Dia Yang adalah Allah adalah: menjadi sama dengan manusia. Inilah yang dimaksud dengan mengosongkan
diri-Nya. Mengosongkan disini tak
dikurung oleh Paulus dalam makna semantik tetapi dibingkai dengan “Allah
yang menjadi sama dengan manusia.” Allah yang tinggal diantara
manusia dalam sebuah eksistensi Allah benar-benar memiliki kehadiran di antara
manusia dalam ruang dan waktu ini, dekat dan menyatu sehingga dapat memberikan
keselamatan-Nya.
Bukankah
ini adalah berita natalnya Yesus
yang sebangun dengan pemberitaan natal injil Yohanes:
Pada
mulanya adalah Firman; Firman itu
bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah…. Firman
itu telah
menjadi manusia, dan diam di antara kita (1:1,14)
Ia
tak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus
dipertahankan. Ia setara dengan Allah; Ia tak lebih rendah daripada Bapa, namun
sekalipun demikian Ia mau mengalami
perendahan yang demikian.
Tetapi
dalam Filipi sebagaimana pada Yohanes, itu bukan sebuah perendahan menjadi sama
dengan manusia sehingga ia adalah manusia yang berjuang untuk kembali menjadi
Anak Allah.
Pada
1:8 menjadi jelas apakah yang dimaksud dengan mengosongkan dirinya dan menjadi
sama dengan manusia, apakah tujuannya dan bagaimana ia mengalami pencapaian
tujuan tersebut:
Dan
dalam
keadaan sebagai manusia, Ia telah
merendahkan diri-Nya dan taat sampai
mati, bahkan sampai mati di kayu salib.
Andaikata
taatnya Yesus dalam keadaan manusia tak ditutp dengan sampai mati di kayu salib
maka kematian Yesus sungguh merupakan kematian bagi diri sendiri dan nilai ketaatannya juga ketaatan itu sendiri tak akan
menghasilkan kuasa yang hanya ada pada Allah. Apakah maksudnya?
Perhatikan
ini:
Ketaatan
Yesus sebagai manusia memang menghasilkan sebuah pemuliaan dari Allah:” Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia”(1:9),
namun peninggian di sini ternyata bukan untuk kepentingan Yesus, bukan sama
sekali! Tetapi dalam peninggian itu Yesus dapat memproduksi dari dirinya
dan untuk dirinya sendiri sebuah pengagungan yang berlaku di sepanjang
abad di seluruh dunia sehubungan pengakuan manusia terhadapnya baik sebagai
yang telah diperdamaikan dan yang berada dalam persetruan! Perhatikan ini:’
mengaruniakan
kepada-Nya nama di atas segala nama”
supaya
dalam nama Yesus bertekuk
lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas
bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku:
"Yesus Kristus adalah Tuhan," bagi kemuliaan Allah, Bapa!”(1:9-11)
Dia
yang tak mempertahankan kesetaraannya dengan Allah sebagai milik yang harus
dipertahakan pada ujungnya menghasilkan kemuliaan Allah, Bapa! Jika ditanyakan
apakah pemuliaan Bapa itu datang dari ketaatan Yesus atau datang dari kemuliaan
Yesus. Kita harus tahu bahwa ketaatan Yesus tidak menghasilkan kemuliaan,
tetapi menghasilkan kematian yaitu mati di kayu salib. Kalau anda ingin
mengetahui apakah mengosongkan diri tersebut menyebabkan Yesus tak lagi
memiliki kesetaraan dengan Allah, maka lihatlah Apa yang Allah berikan padanya
sementara menjadi sama dengan manusia. Apakah apa-apa yang diberikan pada Yesus
itu adalah properti yang hanya Allah yang bisa memilikinya? Kalau kita
memperhatikan pada siapa-siapa yang
bertekuk lutut dalam nama Yesus, maka jelas spektrumnya bukan hanya spektrum dunia
manusia tetapi alam semesta yang siapapun tak akan dapat menjelaskan secara
orang yang pernah mengunjunginya: “yang ada di langit dan yang ada di atas bumi
dan yang ada di bawah bumi.” SEMESTA. Ada kesemestaan yang hanya dapat
dimiliki Allah dan diberikan Allah pada Yesus sebagai manusia. Apakah Yesus
memilikinya berdasarkan pemberian itu sebagai yang bukan miliknya? Jawabnya
ada pada: “walaupun dalam rupa Allah
tidak mempertahankan kesetaraannya dengan Allah” yang dilakukan dengan “mengosongkan dirinya” tidak
menunjukan kesurutan dirinya sehingga
menjadi Allah yang lebih rendah daripada Bapa oleh sebab ketaatannya sampai
mati adalah kematian untuk banyak manusia yang membuat manusia-manusia akan
bertekuk lutut mengaku Yesus Kristus adalah Tuhan.
Kita
harus ingat bahwa Paulus tak pernah mengajarkan Yesus sebagai Allah yang lebih
rendah daripada Bapa termasuk dalam makna corpus delicti seperti ajaran pendeta
Eratus. Perhatikan Paulus dalam suratnya yang lain, bagaimana Ia menggambarkan
Yesus itu:” karena
di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di sorga dan yang ada
di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana, maupun
kerajaan, baik pemerintah, maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia
dan untuk Dia”-Kolose 1:16.
Tujuan
kedatangan Yesus dalam cara perendahan semacam ini tidak boleh diajarkan
melebihi apa yang kitab suci ajarkan.
Perendahan Yesus harus dikatakan tidak
membuatnya lebih rendah dari Bapa
pada
keilahiannya sementara memang ya
pada eksistensinya sebagai manusia jelas membuat dia lebih rendah
daripada Bapa seperti dapat juga ditemukan dalam penjelasan Surat Ibrani yang
menjelaskan apakah tujuan Yesus datang ke dunia ini dalam cara perendahan menjadi
sama dengan manusia atau dalam bahasa Surat Ibrani: “menjadi sama dengan manusia-manusia” yang dikatakan sebagai tindakan Allah merendahkan-Nya berdasarkan tujuan yang definitif. Mari
kita membacanya saja:
Ibrani
1:3 Ia
adalah cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah dan menopang segala yang ada dengan firman-Nya yang penuh kekuasaan.
Dan setelah Ia selesai mengadakan penyucian dosa, Ia duduk di sebelah kanan Yang Mahabesar, di tempat yang tinggi-(Ibrani 2:7,9,14) Namun Engkau telah
membuatnya untuk waktu yang singkat sedikit lebih rendah
dari pada malaikat-malaikat, dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan
hormat,.. Tetapi Dia, yang untuk waktu yang singkat dibuat sedikit
lebih rendah dari pada malaikat-malaikat, yaitu Yesus, kita lihat, yang
oleh karena penderitaan maut,
dimahkotai dengan kemuliaan dan hormat, supaya
oleh kasih karunia Allah Ia mengalami maut bagi semua manusia. Karena anak-anak itu
adalah anak-anak dari darah dan daging, maka Ia juga menjadi sama dengan mereka dan mendapat bagian dalam keadaan mereka, supaya oleh kematian-Nya
Ia memusnahkan
dia, yaitu Iblis,
yang berkuasa atas maut;
Dalam
Ia menjadi sama dengan manusia atau dalam bahasa Paulus dalam Surat Filipi:mengosongkan diri,ia dapat sebagai manusia taat sampai mati, mati
di kayu salib, Ia telah memusnahkan Iblis, yang
berkuasa atas maut.
Apakah
ada manusia yang mati dapat memusnahkan iblis selain
dia yang tak mempertahankan kesetaraannya dengan Allah sehingga bersedia masuk
ke dalam kematian sebagai manusia yang takluk pada kematian untuk membinasakan
kematian itu sendiri. Tidak ada selain Dia yang pada dasarnya tetap setara
dengan Allah bahkan dalam kematiannya yang nyata pada kuasa yang bekerja
dalamnya.
Pada saat Ia telah menjadi manusia:
Yohanes
1:14 Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita
Rasul Yohanes tetap
memperlihatkan bahwa dalam ia menjadi manusia maka ketuhanannya tidak lenyap
sama sekali dan tidak mengalami perubahan bahwa Ia adalah Sang Firman itu
sendiri, atau dengan kata lain, eksistensi segala eksistensi di dunia ini tetap
berada di dalam genggaman tangannya sementara ia masuk ke dalam dunia ini.
Begini rasul Yohanes menggambarkannya:
Yohanes
1:14 Kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang
diberikan kepada-Nya sebagai Anak
Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran.
Terminologi Anak
Tunggal Bapa bukanlah terminologi yang dikenal kala pada mulanya ia
bersama-sama dengan Allah tetapi dikenal melalui pernyataan Allah sendiri:
Matius
3:16-17 Sesudah dibaptis, Yesus segera keluar dari air dan pada waktu itu juga
langit terbuka dan Ia melihat Roh Allah seperti burung merpati turun ke atas-Nya,
lalu terdengarlah suara dari sorga yang mengatakan: "Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan."
Yohanes
3:16 Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah
mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal,
supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh
hidup yang kekal.
Sekalipun
demikian, Anak Tunggal Allah telah ada sejak kekekalan dan tetap kekal:
Yohanes
8:58 Kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sebelum
Abraham jadi, Aku telah ada."
Versi
NIV “"Very truly I tell you," Jesus answered, "before
Abraham was born, I am!"
Versi
KJV Jesus said unto them, Verily, verily, I say unto you, Before Abraham was, I am.
Anak Tunggal Allah menunjukan
bahwa pengutusan-Nya tak mengakibatkan
diri-Nya kehilangan apapun juga
terkait keilahiannya bersama-sama dengan Allah,
sebaliknya kehidupan dan kematian segenap manusia terletak pada Anak
sebagaimana pada Bapa. Coba perhatikan pernyataan Yesus berikut ini:
Yohanes 14:6-11
Kata Yesus kepadanya: "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada
seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku. Sekiranya kamu mengenal
Aku, pasti kamu juga mengenal Bapa-Ku. Sekarang ini kamu mengenal Dia dan kamu
telah melihat Dia." Kata Filipus kepada-Nya: "Tuhan,
tunjukkanlah Bapa itu kepada kami, itu sudah cukup bagi kami." Kata
Yesus kepadanya: "Telah sekian lama Aku bersama-sama
kamu, Filipus, namun engkau tidak mengenal Aku?
Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa; bagaimana engkau berkata:
Tunjukkanlah Bapa itu kepada kami. Tidak percayakah
engkau, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku? Apa yang
Aku katakan kepadamu, tidak Aku katakan dari diri-Ku sendiri, tetapi Bapa,
yang diam di dalam Aku, Dialah yang melakukan pekerjaan-Nya.
Percayalah
kepada-Ku, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku; atau
setidak-tidaknya, percayalah karena pekerjaan-pekerjaan itu sendiri.
Dalam ia telah
menjadi manusia sepenuhnya, relasi dan kesatuannya dengan Bapa, tak terputuskan
sekalipun telah direndahkan Bapa untuk sesaat waktu [Ibrani 2:7,9] yang
ditunjukan dengan: “kemuliaan yang diberikan
kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa.”
Perhatikan “kemuliaan” dan “Anak Tunggal Bapa.” Kemuliaan di sini bukanlah
semacam properti yang baru kemudian diciptakan atau properti yang bermula dan
memiliki keberakhirannya, sebab kemuliaan di sini terkait: “Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa
Dia tidak ada suatupun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan.”
Kemuliaan yang diberikan Bapa adalah kemuliaan yang merupakan milik Ia yang pada
mulanya bersama dengan Bapa, yang telah berbalutkan tubuh daging saat masuk
ke dalam dunia ini sebagai wujud perendahan
atau mengosongkan dirinya sekalipun
pada dasarnya memiliki padanya sendiri kesetaraan dengan Allah. Itu sebabnya, sekalipun telah berada di
dunia ini, Yesus tetap memiliki relasi yang sama kuatnya dan sama mulianya saat bersama
dengan Bapa di sorga sekalipun telah menjadi manusia di bumi ini,
sehingga ia disebut: “Anak Tunggal Bapa.” Anak, menunjukan Ia berasal dari
pengutusan Bapa sebagai yang memiliki keilahian yang identik sebagaimana Bapa, tanpa sebuah gradasi dan pendegradasian
yang bagaimanapun pada
keilahiannya (sehingga tetap setara
dengan Allah) sekalipun telah turun
ke bumi ini dalam rupa yang begitu hina
yaitu manusia yang hidup diantara dan bersama
dengan manusia berdosa, sekaligus menunjukan dalam perendahan
yang demikian, kesatuan Yesus dengan Allah tak susut sedikitpun sebagaimana
sebelum ia datang ke dalam dunia ini. “Tunggal,” bukan sekedar di dunia ini ,Ia
adalah satu-satunya yang menggenapi segala sesuatu yang telah dituliskan para
nabi perjanjian lama, Mesias yang dijanjikan dan akan datang, tetapi “tunggal”
juga menunjukan, bahwa sebagaimana “Segala
sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatupun yang telah jadi
dari segala yang telah dijadikan,” maka demikian juga di dalam dunia ini,
tanpa dia datang ke dalam dunia ini, maka
tak akan ada kehidupan yang berkuasa memberikan manusia kelepasan dari tawanan
kematian pemerintahan kuasa maut. Kemuliaan Yesus adalah kemuliaan sejak
kekekalan, itulah yang sedang dibicarakan di sini dan sebagaimana Yesus sendiri
menyatakan perihal tersebut: “Oleh sebab
itu, ya Bapa, permuliakanlah Aku pada-Mu sendiri dengan kemuliaan yang Kumiliki di
hadirat-Mu sebelum dunia ada- Yohanes 17:5, kemuliaannya sebagai
pencipta segala ciptaan yang tanpanya tak akan pernah ada!
Itulah sebabnya, Ia
dalam datang kedalam dunia memiliki karakteristik ketunggalan yang absolut:
Yohanes
1:4 Dalam Dia ada hidup
dan hidup itu adalah terang manusia.
Dia memiliki hidup
atau zoe, ini adalah jenis hidup yang hanya ada pada dirinya dan lahir dari
dirinya atau yang diciptakan olehnya sebagai Allah, dia adalah pencipta hidup. Yesus adalah pemberi
hidup sebagaimana Allah
telah menciptakan manusia dan memberikan hidup yang diciptakan Allah atau yang
berasal dari Allah. Camkan di sini, Yesus dalam kemanusiaannya tidak termasuk
manusia yang rohnya diciptakan atau dimiliki karena Allah menghembuskan roh-Nya
pada Yesus, selain kemanusiaannya saja. Mengapa? Karena ia pada dasarnya
adalah: “Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatupun yang
telah jadi dari segala yang telah dijadikan,” ia pencipta segala sesuatu termasuk pencipta kehidupan yang
hanya ada dalam dari dirinya yang akan memberikan kehidupan kekal bagi manusia
yang diberikan-Nya.
Itu sebabnya
dikatakan:”Dalam Dia ada hidup,” dalam ketunggalan mutlak atau hanya ada di
dalam dia. Ini keunikan Yesus: sama seperti kita tetapi
sekaligus ia adalah Sang Pencipta kehidupan bagi manusia, dalam ia datang
ke dunia ini berdasarkan pengutusan oleh Bapa. Sehingga dapat dikatakan
secara tegas, bahwa zoe, di sini, bukan semata kehidupan dalam makna
fisik yang diciptakan Allah bagi manusia. Mengapa demikian? Karena itu berkait
erat dengan keadaan manusia dalam pandangan Allah Yang Mengutus Anak-Nya yang
tunggal itu.
Ini lebih tajam
terlihat bahwa zoe yang dimaksudkan di sini
lebih besar dari sekedar kehidupan fisik tetapi kehidupan yang berkuasa atau tak
ditaklukan kegelapan yang harus dan hanya dapat ditanggulangi Yesus
dalam kedatangannya ke dunia. Perhatikan bagaimana keadaan dunia, pertama-tama
apa yang digambarkan adalah realitas: siapakah
yang berkuasa atau sedang memerintah di dunia ini, saat ia masuk ke dalam dunia:
Yohanes
1:5 Terang itu bercahaya di dalam
kegelapan dan kegelapan [skotia] itu tidak
menguasainya.
Skotia
atau
kegelapan digambarkan sebagai memiliki
kuasa untuk menguasai manusia, tetapi pada manusia Yesus “skotia” tidak
dapat menguasainya. Ini sendiri telah menegaskan bahwa dalam kemanusiaan Yesus
yang sama seperti kita [Ibrani 10:5, Ibrani 1:6], namun kegelapan tak berkuasa untuk menaklukan Yesus
sebagaimana telah dilakukanya terhadap semua manusia, itu sebabnya telah
dikatakan, sekalipun tubuhnya dapat secara konstan mengalami cobaan-cobaan
dan terror-teror dosa, namun ia sama sekali tak berdosa [Ibrani 4:15],
yang dalam pernyataan rasul Yohanes dikatakan dalam penekanan bahwa Ia memang
memiliki kehidupan yang tak dapat ditaklukan kegelapan yang menguasai
manusia-manusia seluruhnya.
Skotia
sendiri dengan demikian bukan sebuah
kegelapan fisik belaka dimana matahari tak ada atau manusia-manusia tak dapat atau tak memiliki kemampuan untuk membangun
peradaban, membangun hikmat atau kebijaksanaannya atau menciptakan etika-etika
kehidupan yang bermartabat, bukan ini sama sekali permasalahannya, sebab pada
semua yang baik itu, realitas dunianya tak dapat dipungkiri, kesemua hal itu
telah berada di dalam penguasaan kegelapan. Hanya ada satu yang satu-satunya yang mana kegelapan tak dapat
menaklukannya, yaitu: Yesus Kristus.
Jadi, pada saat Yesus
masuk ke dalam dunia ini maka jelas sekali, realitas kehidupan semua manusia di
bola bumi ini berada dalam kuasa skotia
atau kegelapan, sebagai akibat tak
adanya Sang Terang di dunia ini. Moralitas
manusia, hikmat manusia, keluhuran-keluhuran spiritualitas manusia, tak satupun
dapat melihat ini sebab buta. Kebutaan yang tak terelakan, bagaimanapun, sebab tak satupun di dunia, apapun juga dan
bagaimanapun juga, yang terlepas dari cengkraman penguasaan kegelapan yang
melingkupi dunia, selain Yesus Kristus.
Buta, sungguh buta
dan betapa mengerikannya realitas manusia-manusia dunia yang kaya dengan
perbendaharaan moralitas dan etika mulia sebagai akibat berada dalam cengkraman
pemerintahan kegelapan itu:
Yohanes
1:9-10 Terang yang sesungguhnya, yang menerangi setiap orang, sedang datang ke
dalam dunia. Ia telah ada di dalam dunia dan dunia dijadikan
oleh-Nya, tetapi dunia
tidak mengenal-Nya.
Saat ia datang ke
dalam dunia ini, dunia tidak dapat mengenalnya. Jadi ketakmengenalan ini bukan semata karena Ia datang dalam rupa
manusia, sebab sekalipun ia sudah
membuktikan bahwa Dialah yang diutus dan Dialah yang menjadikan dunia ini,
tetap tak ada yang percaya sampai kebutaan itu dicelikan oleh-Nya sehingga
manusia dapat mendatanginya, memadangnya sebagai satu-satunya kebenaran dari
Allah tanpa ada bayangan kebenaran yang seperti apapun selain diri Yesus
sendiri. Buta sehingga tak dapat melihat terang yang menerangi, jadi ini bukan
sebuah kebutaan pancaindera tetapi kebutaan spiritual pada setiap
manusia. Tak ada satu bentuk spiritualisme yang bagaimanapun dapat membuat
seorang manusia menjadi celik mata jiwanya sehingga sanggup memandang terang
yang sedang menerangi setiap manusia. Sang Terang menerangi semua
manusia tanpa kecuali, tetapi siapakah
yang berdaya untuk melihatnya? Tak satupun:
Yohanes
1:11 Ia datang kepada milik kepunyaan-Nya, tetapi orang-orang kepunyaan-Nya itu tidak menerima-Nya.
Sehingga sangat
berbeda dengan keyakinan yang digali, dipelihara, dirangkai dan kemudian
diajarkan oleh pendeta Erastus Sabdono. Manusia-Manusia sama sekali tak berdaya
untuk membuktikan iblis bersalah atau menjadi bukti atau corpus delicti
yang menunjukan substansi atau tubuh kejahatan iblis, sebab, bahkan
dirinya sendiri tak berdaya untuk menjadi agen-agen terang Allah di
dunia ini yang tak dapat dikuasai
pemerintahan iblis dan dengan demikian tak akan pernah dapat
menjadi lawan iblis! Lihatlah, Ia datang
dan tak satupun mengenalinya, tak berkuasa melawan cengkraman kegelapan atas
jiwa-jiwa kita sendiri.
Allah tak membutuhkan
pertolongan manusia-manusia terhadap iblis sebagaimana dipromosikan oleh pendeta Erastus, sebaliknya manusia-manusia
membutuhkan pertolongan Allah untuk dapat memiliki kehidupan bersama Allah
berdasarkan pembebasan dari perbudakan kerajaan maut yang diperintah iblis oleh Sang Kristus.
Bersambung ke bagian 10
Segala
Kemuliaan Hanya Bagi Allah
No comments:
Post a Comment