Oleh: Martin Simamora
Sepuluh Bagian
Kedua
Umat Manusia Dalam
Pandangan Allah Yang Mengustus Yesus
(Lebih dulu di “Bible Alone”-Selasa,26 Juli 2016- telah diedit dan dikoreksi)
Bacalah lebih
dulu: “bagian 12”
Allah dari tempat-Nya
yang mahatinggi telah memandang bahwa
manusia itu telah berdosa dan telah berada
di bawah penghakiman-Nya, sehingga begitu menarik untuk diketahui apakah,
kemudian, Allah memiliki pemandangan
yang berbeda ketika pada era kedatangan Yesus Kristus kita
membaca sabda semacam ini yang sekilas begitu berbeda nuansa dan “Allah”nya (begitukah??):
Yohanes
3:16-17 Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah
mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak
binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Sebab
Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi
dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia.
“Begitu besar kasih Allah akan
dunia ini?” Inikah Allah yang sama itu yang pada
era sebelum Yesus datang begitu lantang menyatakan dirinya Sang hakim
dan penghakimannya satu-satunya yang benar dan mutlak?
Kita harus memahami
bahwa Allah adalah Sang Hakim juga
secara bersamaan adalah Allah yang menghendaki kehidupan bukan kebinasaan
berdasarkan kasih yang begitu kokoh tegak dalam dan berdasarkan pengikatan janji diri-Nya dan tindakan dirinya untuk menggenapkannya kepada manusia yang dikehendakinya sementara Ia sendiri adalah Sang Hakim. Misal pada episode-episode berikut ini:
Ulangan
30:6 Dan TUHAN, Allahmu, akan menyunat hatimu dan hati keturunanmu,
sehingga engkau mengasihi TUHAN, Allahmu,
dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu, supaya engkau hidup.
Tindakan
kasih Allah dalam era sebelum Yesus Kristus bahkan tepat sebagaimana pada era
setelah Yesus Kristus, yaitu harus datang dari Allah yang bertindak: “Allahmu, akan menyunat hatimu
dan hati keturunanmu.” Bandingkan dengan “Karena begitu besar kasih Allah akan
dunia ini, sehingga Ia telah
mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal.” Untuk apa atau apakah tujuan
Allah itu? Agar: “engkau hidup” atau “setiap orang yang percaya kepada-Nya
tidak binasa.”
Pada era sebelum
Yesus, “begitu besar kasih Allah” telah merupakan hal yang
begitu monumental di sepanjang sejarah dunia ini. Mari perhatikan sejumlah
peristiwa berikut ini:
Yeremia
31:33 Tetapi beginilah perjanjian yang Kuadakan dengan kaum Israel sesudah
waktu itu, demikianlah firman TUHAN: Aku akan menaruh Taurat-Ku dalam batin
mereka dan menuliskannya dalam hati mereka; maka Aku akan menjadi Allah
mereka
dan mereka akan menjadi umat-Ku.
“Aku
akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umat-Ku” pada dasarnya bukan
sebuah sebab akibat semacam: “jika
mereka melakukan dan mentaati hukum-hukum-Ku” maka “Aku akan menjadi Allah
mereka dan mereka akan menjadi umat-Ku.” Tidak demikian sama sekali. Mengapa
demikian?
Karena
“begitu
besar kasih Allah” bukan hukum tetapi Allah mengadakan perjanjian yang
mengikatkan dirinya sementara Israel kala itu adalah bangsa yang dihadapan-Nya adalah
bangsa yang sedang berada di dalam murka-Nya dan dalam kutuk-Nya akibat
ketaktaatan pada hukum-hukum-Nya:
Yeremia
31:10 Dia yang telah
menyerakkan Israel akan mengumpulkannya kembali, dan menjaganya
seperti gembala terhadap kawanan dombanya!
Bagaimanakah keberserakan Israel
itu?
Yeremia
29:1 Beginilah bunyi surat yang dikirim oleh nabi Yeremia dari Yerusalem kepada
tua-tua di antara orang buangan, kepada imam-imam, kepada nabi-nabi dan kepada seluruh
rakyat yang telah diangkut ke dalam pembuangan oleh Nebukadnezar dari Yerusalem
ke Babel.
Yeremia
27:1-8 Pada permulaan pemerintahan Zedekia, anak Yosia raja Yehuda, datanglah
firman ini dari TUHAN kepada Yeremia. Beginilah firman TUHAN kepadaku:
"Buatlah tali pengikat dan gandar, lalu pasanglah itu pada tengkukmu! Kemudian
kirimlah pesan kepada raja Edom, kepada raja Moab, kepada raja bani Amon,
kepada raja Tirus dan kepada raja Sidon, dengan perantaraan utusan-utusan yang
telah datang ke Yerusalem menghadap Zedekia, raja Yehuda. Perintahkanlah
mereka mengatakan kepada tuan-tuan mereka: Beginilah firman TUHAN semesta alam,
Allah Israel: Beginilah harus kamu katakan kepada tuan-tuanmu: Akulah yang menjadikan
bumi, manusia dan hewan yang ada di atas muka bumi dengan kekuatan-Ku yang
besar dan dengan lengan-Ku yang terentang, dan Aku memberikannya kepada orang yang benar di mata-Ku. Dan sekarang,
Aku menyerahkan segala negeri ini ke
dalam tangan hamba-Ku, yakni Nebukadnezar, raja Babel; juga binatang di padang
telah Kuserahkan supaya tunduk kepadanya. Segala bangsa akan takluk kepadanya
dan kepada anaknya dan kepada cucunya, sampai saatnya juga tiba bagi negerinya
sendiri, maka banyak bangsa dan raja-raja yang besar akan menaklukkannya.
Tetapi
bangsa dan kerajaan yang tidak mau takluk kepada Nebukadnezar, raja Babel, dan
yang tidak mau menyerahkan tengkuknya ke bawah kuk raja Babel, maka bangsa itu
akan Kuhukum dengan pedang, kelaparan dan penyakit sampar, demikianlah firman
TUHAN, sampai mereka Kuserahkan ke dalam tangannya.
Yeremia
26:1 Pada permulaan pemerintahan Yoyakim, anak Yosia raja Yehuda, datanglah
firman ini dari TUHAN, bunyinya: Beginilah firman TUHAN: "Berdirilah di
pelataran rumah TUHAN dan katakanlah kepada penduduk segala kota Yehuda, yang
datang untuk sujud di rumah TUHAN, segala firman yang Kuperintahkan untuk
kaukatakan kepada mereka. Janganlah kaukurangi sepatah katapun! Mungkin
mereka mau mendengarkan dan masing-masing mau berbalik dari tingkah langkahnya
yang jahat, sehingga Aku menyesal akan malapetaka yang Kurancangkan itu
terhadap mereka oleh karena perbuatan-perbuatan mereka yang jahat. Jadi
katakanlah kepada mereka: Beginilah firman TUHAN: Jika kamu tidak mau
mendengarkan Aku, tidak mau mengikuti Taurat-Ku yang telah Kubentangkan di
hadapanmu, dan tidak mau mendengarkan perkataan
hamba-hamba-Ku, para nabi, yang terus-menerus Kuutus kepadamu, --tetapi kamu
tidak mau mendengarkan--maka Aku akan membuat rumah ini sama seperti Silo, dan
kota ini menjadi kutuk bagi segala
bangsa di bumi."
Sementara
Ia mahakudus dan mustahil berkompromi dengan dosa selain kejijikan yang membuat
kekudusan-Nya menghakimi dan membinasakan seketika, tetapi dalam itu semua tak membuat bangsa
yang dimaui-Nya untuk dikasihi-Nya menjadi terhilang atau menjadi lepas dari
maksud-Nya sebagai akibat ketaktaatan Israel pada apa yang dikehendaki Allah.
Ingat, dalam hal ini Allah tidak menyusutkan derajat kekudusan-Nya dan hanya
Dia saja yang dapat memastikan kekudusan sebagaimana Ia adanya ada pada Israel.
Tetapi bagaimana caranya? Caranya adalah cara Allah itu sendiri. Perhatikan hal
berikut ini:
Yeremia
33:1-3,8 Datanglah firman TUHAN untuk kedua kalinya kepada Yeremia, ketika ia
masih terkurung di pelataran penjagaan itu, bunyinya: Beginilah firman TUHAN, yang telah menjadikan bumi dengan membentuknya dan menegakkannya--TUHAN
ialah nama-Nya--: Berserulah kepada-Ku, maka Aku akan menjawab engkau dan akan
memberitahukan kepadamu hal-hal yang besar dan yang tidak terpahami, yakni
hal-hal yang tidak kauketahui. [..]Aku akan mentahirkan mereka dari segala
kesalahan yang mereka lakukan dengan berdosa terhadap Aku, dan Aku akan
mengampuni segala kesalahan yang mereka lakukan dengan berdosa dan
dengan memberontak terhadap Aku.
“begitu
besar kasih Allah” pada era sebelum Yesus Kristus adalah kasih Allah di dalam
murka terhadap dosa yang pengampunan dan
pentahirannya hanya mungkin datang dari Allah. Dalam “begitu besar kasih Allah”
pada sebelum Yesus Kristus sama sekali tak ada sebuah pengabaian betapa
pentingnya pertobatan, pengampunan dan pentahiran sehingga pada golnya adalah
kembali hidup bagi Allah dari Allah.
Perhatikan
baik-baik, “begitu besar kasih Allah” itu melampaui kebebalan manusia yang
dikasihi dan melampaui pemahaman dan kekuatan manusia untuk memahami sejauh apa, seluas apa, sedalam apa dan
setinggi apa pengampunan itu harus terus-menerus diberikan? Jika kita
mengabaikan bahwa “begitu besar kasih Allah” itu lahir dari Allah yang berjanji untuk melakukan sementara yang mau dikasihi sedemikian
sedang berada dalam murka-Nya, maka tak akan ada yang dapat mengakui
jika benar ada Tuhan yang seperti ini, ada:
Yeremia
34:8-11 Firman yang datang dari TUHAN kepada Yeremia, sesudah raja Zedekia
mengikat perjanjian dengan segenap rakyat yang ada di Yerusalem untuk
memaklumkan pembebasan, supaya setiap orang melepaskan budaknya bangsa Ibrani,
baik laki-laki maupun perempuan, sebagai orang merdeka, sehingga tidak ada
seorangpun lagi yang memperbudak seorang Yehuda, saudaranya. Maka semua pemuka dan segenap rakyat yang
ikut serta dalam perjanjian itu menyetujui,
bahwa setiap orang akan melepaskan budaknya laki-laki dan budaknya perempuan
sebagai orang merdeka, sehingga tidak ada lagi yang memperbudak mereka.
Orang-orang itu menyetujuinya, lalu melepaskan mereka. Tetapi sesudah itu mereka berbalik pikiran,
lalu mengambil kembali budak-budak lelaki dan perempuan yang telah mereka
lepaskan sebagai orang merdeka itu dan menundukkan mereka menjadi budak
laki-laki dan budak perempuan lagi.
Itulah
sebabnya ketika setelah mereka mendapatkan kasih setia Tuhan menyelamatkan
mereka dari kebinasaan melalui pertobatan dalam “begitu besar kasih Allah”
sehingga segera memberikan pengampunan dan pentahiran, dan manakala mereka terjatuh kembali dalam dosa
yang baru “sekedar” berterbangan di pikiran, belum juga mewujud, belum juga
mendaging dan belum juga terlembagakan, maka Allah bertindak MENENTANG mereka
kembali. Perhatikan, pemberontakan di sini dan sejatinya semua manusia sejak
Adam dan Hawa, pemberontakannya senantiasa bergerak dari dalam jiwa dalam ruang-ruang yang
begitu tersembunyi dari pandangan mata atau penuh dengan perenungan dan kenyamanan untuk terus bergerak sekalipun nurani berkebaratan,
yaitu: bertakhta dalam pikiran. Hal ini sendiri telah menunjukan betapa sebetulnya tak ada
sedikit saja ruang keselamatan pada diri manusia itu sendiri untuk selamat dari dampak maut yang dihasilkannya sendiri dari kejahatan mereka di mata Allah. Baru
saja semua pemuka dan segenap rakyat menyetujui, mereka segera BERBALIK PIKIRAN.
Sejak semula dosa bermula dari hakikat manusia yaitu: tak mampu memerdekakan
diri sendiri dari perbelengguan daging yang takluk pada atau melayani dosa secara senantiasa- maksudnya jiwa manusia merespon hasrat dosa bagaikan kilat yang menyambar-nyambar. Betapa celakanya
manusia itu untuk dapat diharapkan
menolong sedikit saja dirinya agar Allah tak terlalu banyak dan tak
terlalu besar menolong manusia sampai-sampai Allah harus berbuat
segala-galanya. Faktanya memang Allah hanya dapat mengingat diri-Nya sendiri
dan hanya dapat mengingat apa yang telah dijanjikan dan dilakukan-Nya agar
manusia-manusia yang dikasihinya itu selamat! Perhatikanlah hal ini:
Yeremia
34:12-17 Lalu datanglah firman TUHAN kepada Yeremia, bunyinya: Beginilah firman
TUHAN, Allah Israel: Aku sendiri telah mengikat perjanjian dengan
nenek moyangmu pada
waktu Aku membawa mereka keluar dari tanah Mesir, dari tempat
perbudakan, isinya:
Pada akhir tujuh tahun haruslah kamu masing-masing melepaskan saudaranya bangsa
Ibrani yang sudah menjual dirinya kepadamu; ia akan bekerja padamu enam tahun
lamanya, kemudian haruslah engkau melepaskan dia sebagai orang merdeka. Tetapi
nenek moyangmu tidak mendengarkan Aku dan tidak memperhatikan Aku. Hari ini kamu telah bertobat dan melakukan
apa yang benar di mata-Ku karena setiap
orang memaklumkan pembebasan kepada saudaranya, dan kamu telah mengikat
perjanjian di hadapan-Ku di rumah yang atasnya nama-Ku diserukan. Tetapi kamu telah berbalik pikiran
dan telah menajiskan nama-Ku; kamu masing-masing telah mengambil
kembali budaknya laki-laki dan budaknya perempuan, yang telah kamu lepaskan
sebagai orang merdeka menurut keinginannya, dan telah menundukkan mereka,
supaya mereka menjadi budakmu laki-laki dan budakmu perempuan lagi. Sebab itu
beginilah firman TUHAN: Kamu ini tidak mendengarkan Aku agar setiap
orang memaklumkan pembebasan kepada sesamanya dan kepada saudaranya, maka
sesungguhnya, Aku memaklumkan bagimu pembebasan, demikianlah firman TUHAN, untuk
diserahkan kepada pedang, penyakit sampar dan kelaparan. Aku akan membuat kamu menjadi kengerian bagi
segala kerajaan di bumi.
Ayat18-22 Dan Aku akan menyerahkan orang-orang, yang melanggar perjanjian-Ku dan
yang tidak menepati isi perjanjian yang mereka ikat di hadapan-Ku, dengan
memotong anak lembu jantan menjadi dua untuk berjalan di antara
belahan-belahannya; pemuka-pemuka Yehuda, pemuka-pemuka Yerusalem,
pegawai-pegawai istana, imam-imam dan segenap rakyat negeri yang telah berjalan
di antara belahan-belahan anak lembu jantan itu, mereka akan Kuserahkan ke
dalam tangan musuh mereka dan ke dalam tangan orang-orang yang berusaha
mencabut nyawa mereka, sehingga mayat
mereka menjadi makanan burung-burung di udara dan binatang-binatang di bumi.
Juga
Zedekia, raja Yehuda, beserta para pemukanya akan Kuserahkan ke dalam tangan musuh
mereka dan ke dalam tangan orang-orang
yang berusaha mencabut nyawa mereka dan ke dalam tangan tentara raja Babel
yang sekarang telah berangkat dari pada kamu. Sesungguhnya, demikianlah firman
TUHAN, Aku memberi perintah dan membawa mereka kembali ke kota ini untuk
memeranginya, merebutnya dan menghanguskannya dengan api. Aku akan membuat kota-kota Yehuda menjadi ketandusan
tanpa penduduk."
Seharusnya
di sini Israel sebagai bangsa telah punah. Ini adalah pembasmian sebuah etnis: sehingga mayat mereka menjadi makanan
burung-burung di udara dan binatang-binatang di bumi dan Kuserahkan ke dalam tangan musuh mereka dan ke
dalam tangan orang-orang yang berusaha mencabut nyawa mereka. Seharusnya
Kitab Yeremia berisikan kepunahan Israel selama-lamanya dan kegagalan Allah
untuk menjadikan Israel alat di tangan-Nya untuk mewujudkan maksud-Nya di bumi
ini sebagaimana di dalam pikiran-Nya.
Tapi demikiankah??
Harus
diakui bahwa kebinasaan adalah tak terelakan! Ini harus dicamkan. Berkali-kali
Allah memberikan kesempatan untuk bertobat maka setiap kali itu pada detik
dalam kekekalan pikiran manusia atau belum lagi mewujud pemberontakan pada
pikiran itu masuk ke dalam waktu dan ruang, sudah terjadi.
Sehingga
ketika kita melihat bahwa “begitu besar kasih Allah itu” maka kita harus
memandangnya dengan penuh hormat dan tahu diri akan siapakah aku yang sedang dikasihi-Nya dan penuh kekudusan. Mengapa? Sebab “begitu besar kasih Allah itu” merupakah
kasih dari Allah yang mahakudus. Camkah itu! Itu adalah kasih dari Allah yang mahakudus.
Satu-satunya
keselamatan dalam realitas Allah yang begitu besar kasih-Nya, ternyata datang dari
Allah yang mengasihi dan bertindak untuk mengasihi sehingga kebinasaan tak
berlangsung akibat dosa sehingga Israel sebagai umat Allah di antara bangsa-bangsa tetap ada.
Perhatikan hal ini:
Yeremia44:26-Maka dengarkanlah firman TUHAN, hai semua orang Yehuda yang diam di tanah
Mesir: Sesungguhnya, Aku telah bersumpah demi nama-Ku yang besar--firman
TUHAN--bahwa nama-Ku tidak akan diserukan lagi oleh seseorang Yehuda di segenap
tanah Mesir, dengan berkata: Demi Tuhan ALLAH yang hidup! Sesungguhnya Aku
berjaga-jaga untuk kecelakaan mereka dan bukan untuk kebahagiaan mereka; setiap
orang Yehuda yang ada di tanah Mesir akan dihabiskan oleh pedang dan oleh
kelaparan sampai mereka punah sama sekali. Hanya beberapa orang yang terluput dari pedang--jumlahnya
kecil--yang akan kembali dari tanah Mesir ke tanah Yehuda. Maka
seluruh sisa Yehuda yang telah pergi ke Mesir untuk tinggal sebagai orang asing
di sana akan mengetahui perkataan siapa yang terwujud, perkataan-Ku
atau perkataan mereka. Inilah tanda bagimu, demikianlah firman TUHAN, bahwa Aku
akan menghukum kamu di tempat ini, supaya kamu mengetahui bahwa
perkataan-perkataan-Ku terhadap kamu akan sungguh-sungguh terwujud untuk
kecelakaanmu.
“Begitu
besar kasih Allah itu” pada puncaknya berbicara mengenai Allah yang dalam
murka-Nya terikat pada diri-Nya sendiri baik pada maksud atau pikiran dan
perkataan yang diucapkan atau disabdakan-Nya sendiri, sehingga senantiasa
Allah akan hadir sebagai Allah yang maha-setia baik dalam kasih dan dalam murka
dahsyat akibat kekudusan-Nya yang tak dapat beriringan dengan dosa, dengan kata lain dalam kesetiaan Allah yang sedemikian tak akan pernah Allah menjadi budak ketakberdayaan manusia atau budak pelayan dosa manusia demi selamatnya manusia. Perhatikan ini:
Yeremia
50:17-20 Israel adalah seperti domba
yang diceraiberaikan, dihalaukan oleh singa-singa. Mula-mula raja Asyur memakan
dia, dan sekarang pada akhirnya Nebukadnezar, raja Babel, mengerumit
tulang-tulangnya. Sebab itu beginilah
firman TUHAN semesta alam, Allah Israel: Sesungguhnya, Aku menghukum raja
Babel dan negerinya, seperti Aku telah menghukum raja Asyur. Tetapi Aku
akan mengembalikan Israel ke padang rumputnya, supaya
ia makan rumput di atas Karmel dan di Basan, dan menjadi
kenyang di atas pegunungan Efraim dan di Gilead. Pada waktu itu dan pada masa itu, demikianlah firman TUHAN, orang akan mencari kesalahan
Israel, tetapi tidak didapatnya, dan dosa Yehuda, tetapi tidak ada
ditemukannya, sebab Aku akan mengampuni orang-orang yang Kubiarkan
tinggal hidup.
Seharusnya
jika Allah menuntut keselamatan berdasarkan ketaatan pada hukum, maka Israel
pada hakikatnya sudah binasa. Binasa sebab senantiasa memberontak bahkan sejak
dalam alam kekekalan pikiran manusia yang belum lagi mewujud dalam tindakan
pada waktu dan ruang! Harus dicamkan bahwa orang tak mendapatkan kesalahan dan
dosa pada Israel dan Yehuda, bukan berdasarkan realitas mereka semua telah
mencapai kemahasucian, tetapi semata 2
hal saja: (1) Allah mengampuni dan (2) Allah membiarkan sedikit Israel hidup
yang terjadi karena telah diampuni- ini menunjukan Allah tak pernah bersetia pada manusia sampai-sampai Ia harus dan terpaksa menistakan kekudusan-Nya sendiri.
Itulah
“kasih Allah yang begitu besar” dalam
era sebelum Yesus Kristus.
Ketika anda membaca
sabda Yesus pada Yohanes 3:16-17 maka sebetulnya Sang Firman kala sudah datang
ke dalam dunia mengambil rupa manusia
pada dirinya, Allah, di sorga, apakah kemudian menjadi memiliki
pertimbangan-timbangan yang berbeda, lebih lunak, memfleksibelkan ketunggalan
hukum-Nya dan kebenaran-Nya atau menjadi tak sekudus saat sebelum Ia Sang
Firman datang ke dalam dunia ini, karena, kemudian, IA mengakomodasi batas-batas ketakberdayaan
manusia itu sehingga hukum-Nya dan kebenaran-Nya di dunia telah disusutkan tak lagi
semenjulang kekudusan-Nya, tidak pernah terjadi yang demikian! Dengan kata
lain, Allah pada era sebelum Yesus dan pada era setelah Yesus tetap sama.
Pertama-tama Ia tetap Allah yang begitu besar kasih-Nya. Ketakberubahan itu begitu
terindikasi pada pernyataan Yesus yang berbunyi: supaya setiap orang
yang percaya kepada-Nya tidak binasa. Dengan kata lain di dalam
Allah yang begitu besar kasih-Nya tetap
terkandung sebuah penghakiman? Penghakiman terhadap apa? Terhadap manusia-manusia yang hidup dalam dosa dan
menolak menerima pengampunan dari Allah, sebagaimana yang telah dibuktikan
Allah pada perjalanan sejarah Israel. Pengampunan Allah bukan semata
pengampunan dalam konsepsi dan dalam
gerak yang harus dipenuhi manusia, sebab pada era sebelum Yesus, itulah yang
telah dinyatakan Allah, yaitu: manusia
tak akan berdaya memenuhi tuntutan kekudusan Allah yang dimulai dari pikiran
yang sanggup menggenapi segenap maksud kudus Allah agar jadi dalam kehidupan
setiap dari umat-Nya di dunia ini. Mari perhatikan sejumlah pernyataan dan sabda-sabda Yesus berikut ini:
Yohanes
9:1-3 Waktu Yesus sedang lewat, Ia melihat seorang yang buta sejak lahirnya.
Murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya: "Rabi, siapakah yang berbuat dosa,
orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?" Jawab
Yesus: "Bukan dia dan bukan juga
orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam
dia.
Hal yang nampak lazim
untuk mengaitkan sebuah sakit penyakit dengan dosa, sebab memang demikianlah
yang terjadi dalam sejarah Israel. Orang kerap bertanya-tanya dan terhenyak
jika melihat sebuah kemalapetakaan,
sebab secara alami akan mengantisipasi hal semacam ini dengan
pertanyaan: dosa apakah yang telah dilakukannya atau telah dilakukan keluarganya
itu sehingga menjadi sakit atau ditimpa kemalangan yang begitu tragis
[harus dipahami juga bahwa pada
kesempatan lain Yesus memang berkuasa untuk menunjukan dosa bertautan dengan
kemalapetakaan, misal: Lukas 13:1-5 sebagai ganjaran atas dosa dan penolakan
untuk bertobat dari jalan-jalan yang jahat]. Tetapi, dalam perkara ini, apa
yang menjulang tinggi: siapakah Yesus sehingga dapat berkata dalam
sebuah penjelasan yang mahatahu atas realitas jiwa manusia dalam dunia yang
berdosa ini, dalam cara seperti
ini: “bukan dia dan bukan juga
orang tuanya,” untuk menjawab: “siapakah yang berbuat dosa, orang ini atau
orang tuanya?” yang sekaligus penyingkiran varian-varian kebenaran yang mungkin
sekali terjadi! Bahkan Yesus berkuasa
untuk menjelaskan jika bukan karena dosa,
lalu apa penyebabnya? Ia menjelaskan dengan menyatakan hal yang tak akan dapat dipahami siapapun manusia karena menjawab:
“karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia.” Di sini ada sebuah koneksitas atau Yesus
secara terbuka menunjukan koneksitas yang begitu absolut dan tunggal antara dirinya
dengan problem manusia dalam dosa dan problem manusia dalam murka dan
penghakiman Allah, tepat sebagaimana pada era sebelum Yesus datang ke
dunia ini.
Yesus tak hendak
mengatakan bahwa orang tua dan dia yang terlahir buta itu sebagai yang tak
berdosa atau tak memiliki keberdosaan, tetapi
dalam dunia dan segenap manusia yang hidupnya dalam kegelapan dosa, Ia
sedang menyatakan bahwa Allah bekerja di tengah-tengah manusia berdosa
yang dikuasai oleh kegelapan yang memerintah dunia untuk menunjukan kasih-Nya yang begitu
besar sementara Ia sedang menghakimi dosa. INI ADALAH REALITAS
PEMERINTAHAN ALLAH DI TENGAH-TENGAH DUNIA PEMERINTAHAN IBLIS yang sedang
dinyatakan oleh Yesus!
Presentasi
kuasa terang manusia yang ada dalam Sang Mesias kepada dunia, dalam realitas tak dapat ditaklukan oleh
kegelapan, sementara Sang Mesias masuk ke dalam rejim pemerintahan iblis di
dunia ini, tak sebagaimana yang terjadi pada
manusia-manusia.
Koneksitas Yesus tepat pada dirinya sendiri
dengan penghakiman Allah atas pemerintahan kegelapan di dunia sedang
didemonstrasikan secara begitu keras dalam kemanusiaannya terhadap manusia telah
tersingkap saat berkata: bukan karena dosa tetapi karena
pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia.
Apakah
keistimewaan “dia” sehingga Allah menggunakannya untuk menyatakan
pekerjaan-pekerjaan Allah?
Apakah keistimewaan “dia”
adalah absolut dan satu-satunya yaitu: berdosa
dan berada
dalam pengaruh/perbudakan dosa sebab berada dalam dalam kungkungan rejim iblis.
Apakah pekerjaan-pekerjaan Allah
itu, tak lain tak bukan: Allah yang bekerja dalam Yesus
Kristus yang mengatasi kuasa rejim iblis atas manusia itu. Karena
itu, pada hal terdasar, harus dikatakan kedatangannya bukan sama sekali semacam invasi
militeristik atas rejim kuasa kegelapan
melalui pekerjaan kuasa-Nya yang dapat dilihat manusia secara lahiriah sebab Ia Tuhan yang
tak memerlukan invasi seolah lawan-Nya berkekuatan setanding. Itu
nyata pada peristiwa penuh kuasa pada
Yohanes 9:1-3 tadi, Allah memperlihatkan terang kebenaran di dalam Yesus yang satu-satunya
itu karena ia dalam realitasnya tak memperhitungkan sama
sekali berbagai versi kebenaran para manusia yang menghadangnya saat itu,
tetapi ia satu-satunya kebenaran terhadap problem dosa dan jalan keselamatan
dari maut yang Nampak dari pernyataan-Nya sendiri: Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena
pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia.
Ia adalah terang
manusia.Terang dunia merupakan operasi pemerintahan kerajaan Allah di dalam dan
melalui Yesus atas rejim kerajaan iblis yang bertahta di atas jiwa-jiwa manusia
yang terbelenggu dosa. Operasi atau pekerjaan Allah itu dinyatakan Yesus dengan berkata: “Bukan dia dan bukan juga orang
tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan
Allah harus dinyatakan di dalam dia,” karena tepat pada pernyataan ini, Ia sedang
menunjukan bahwa dalam Ia berkuasa secara maha-kuasa atas kerajaan iblis, itu
karena Sang Mesias senantiasa berada di dalam momentum senantiasa kekal bersama
dengan Bapa, sementara di dunia ini ia dalam rupa manusia [bandingkan dan
perhatijan pernyataan Yesus ini semacam ini: Aku dan Bapa satu- Yohanes 10:30;
Yoh 14:6].
Sehingga dalam hal
ini ia maha-kuasa dan maha-hadir di seantero juridiksi pemerintahan rejim
kegelapan, sementara ia memang tak dapat hadir sekaligus di muka bumi
ini atau ia memang begitu terbatas secara geografis dan dalam realitas
manusia. Kebenaran ini dapat ditemukan
dalam sabda Yesus ini:
-Yohanes
9:5 Selama Aku di dalam dunia, Akulah terang dunia."
Teks ini bukan
sekedar kata-kata puitis, bukan sama sekali dan juga bukan sedang berbicara
mengenai kemaha-hadiran Sang Mesias dalam visualitas manusia tetapi
kemahakuasaannya terhadap pemerintahan iblis semesta! Yesus sedang menyatakan
pendominasiannya atas rejim pemerintahan iblis yang mencengkram dunia ini
melalui penghadirannya dan kehadirannya, sementara ia secara geografis hanya
ada di satu poin dalam peta dunia.
“Selama Aku di dalam dunia” harus
dipahami sebagai eksistensi non
geografis dan eksistensi non
jasmaniah yang terbatas, karena merupakan eksistensinya sebagai Anak
Allah yang berkuasa dan pemerintahan-Nya yang sedang dating dan sedang
menguasai dunia hingga segala maksud-Nya dan rencana-Nya digenapi-Nya.
Mengapa dikatakan
demikian? Karena selama di dalam dunia ia menunjukan eksistensinya melampaui
keberadaan jasmaniahnya, sebab memang hakikat-Nya bukan pada keterbatasan
manusianya tetapi pada apa yang ada di dalam manusia Yesus yang tak dapat
dibatasi dan dikuasai [Yoh 1:5]oleh
kerajaan iblis, yaitu: “terang dunia.“
Selama
Aku di dalam dunia,” menunjukan sebuah tempo tertentu yang begitu jelas kesementaraan baginya, yang menujukan maksud
kedatangannya dalam rupa manusia yang merupakan perendahan dirinya
sehingga Ia dapat mengalami kematian dalam deskripsi terhina yang
mencerminkan kematian yang bekerja dalam setiap manusia yang berada di dalam
cengkaraman rejim iblis [Ibrani 2:7,9], dan apakah yang harus dikerjakannya
berdasarkan kuasa yang dimilikinya terhadap kerajaan kegelapan yang
memperbudak manusia di sepanjang generasi manusia.
Itulah dia
adalah terang dunia yang ada
di dalam diri Manusia Yesus yang bekerja di jantung kerajaan iblis. Menunjukan
kemahahadirannya dalam eksistensi yang tak dapat disebut sebagaimana lazimnya
eksistensi yang berlangsung di dalam ruang dan waktu, dimana matahari dan bulan
menjadi sarana-Nya untuk menghitung hari-hari manusia dan kesudahannya. Bagaimana mungkin di atas bumi namun berkuasa
di
bawah bumi ini!
Hal semacam ini,
karenanya, telah menunjukan aspek melampaui
eksistensi sebagaimana pada semua manusia yang terbatas secara geografis
dan berada dalam sangkar eksistensi ruang dan waktu itu sendiri. Itulah yang
memang telah dikumandangkan oleh Yesus untuk menjelaskan mengapa ia begitu berkuasa
untuk berkata seperti tadi, tahu
sekali dalam begitu maha-tahu apakah
dalam keberdosaan manusia itu, pada manusia tertentu, berkait dengan
kelahiran seorang manusia yang tragis, yaitu: sejak lahirnya buta? Lebih jauh lagi, maka pertanyaannya,
kemudian, adalah: memangnya siapakah dia dan apakah dia
sudah ada bahkan sejak sebelum si orang buta itu lahir? Dan
apakah ia begitu dekatnya dengan Allah sampai-sampai tahu sekali peristiwa
mikroskopik semacam ini? Siapakah dia sampai Allah harus membuatnya tahu segala
urusan-Nya?
Inilah sentralitas
untuk mengetahui ketakterputusan pemerintahan Allah pada era sebelum Yesus dan
pada era Yesus dan setelah Yesus naik ke sorga.
Yesus Kristus sebagai
manusia di bumi, tampak begitu terbatas tepat seperti semua manusia, dan
karenanya dapat dipahami jika ada yang
memahami kebenaran ajaran Yesus yang dikenal sebagai Kristen itu,
dikatakan sebagai wujud spiritualisme yang lokalitas dan kultural tertentu saja
diantara begitu banyak lokalitas dan kultural spiritulisme dalam dunia ini.
Namun “selama Aku di dalam dunia, Akulah terang dunia” bukanlah
lokalitas dan kultural tertentu sebab terang itu bukan wisdom atau hikmat, pedoman hidup ilahi, dan lain sebagainya,
tetapi MANUSIA YESUS. Tak ada lokalitas dan kultural spiritualitas yang tak berwujud hikmat atau
tulisan-tulisan yang dinilai luhur sementara memiliki tokohnya dan yang
meneladankannya, ini akan menjadi sangat berbeda pada Yesus, sebab tak ada satupun yang tak merupakan serba
dirinya sendiri, bukan kata-katanya
saja tetapi pasti mutlak terikat pada
dirinya. Jika bukan karena siapa dia
maka kata-katanya sama saja dengan apapun yang indah dan luhur, namun tak
berkuasa untuk menyibakan dan menaklukan realitas dosa atas setiap manusia.Ia
berkuasa atas dosa ini, berkuasa untuk menghancurkan daya destruksi dosa pada
saat itu juga berdasarkan kehendak-Nya yang ditunjukan-Nya dengan sabda atau
kata-katanya:
Markus2:10-12
Tetapi supaya kamu tahu, bahwa di
dunia ini Anak Manusia berkuasa mengampuni dosa"
--berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu--: Kepadamu Kukatakan, bangunlah,
angkatlah tempat tidurmu dan pulanglah ke rumahmu! Dan orang itupun bangun,
segera mengangkat tempat tidurnya dan pergi ke luar di hadapan orang-orang itu,
sehingga mereka semua takjub lalu memuliakan Allah, katanya: "Yang begini
belum pernah kita lihat."
Tantangan
terbesar untuk mempertahankan Yesus dan kebenarannya bagi mereka yang memahami sebagai hanya lokalitas dan kultural tertentu saja, sementara ia berdiri dan hidup
bersama Allah sebelum orang buta itu lahir dan
berdiri di dunia ini mengampuni dosa yang berwujud kelepasan dari
kelumpuhan tepat sebagaimana Allah di sorga saja yang berkuasa memberikan
pengampunan itu, adalah: konsep lokalitas dan kultural akan senantiasa gagal untuk
memasuki dan menjelaskan maksud Allah sebelum
orang buta itu lahir.
Kala lokalitas dan kutural tertentu saja tetap
dipaksakan pada Yesus, maka sungguh mustahil untuk menjelaskan maksud berita
injil yang begitu universal atau bagi segenap umat manusia tanpa memandang suku
dan bangsa, yaitu “terang manusia” dan “kegelapan tidak menguasainya”:
Yohanes
1:4-5 Dalam Dia ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia. Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya.
Ia bercahaya di dalam
kegelapan, bagaimanakah dan dimanakah tepatnya ia memulai itu? Ia telah memulainya
pada jantung atau bagian dalam atau ruang “termulia” pemerintahan kerajaan
kegelapan yang tak dapat dipahami dan dimasuki manusia. Sang Mesias melakukan
hal terdasar pada apakah tujuannya datang ke dunia ini: menghakimi dan melucuti kegelapan
atas manusia sehingga
keselamatan kekal atau kehidupan yang dibebaskan dari perbudakan oleh kerajaan kegelapan diakhiri atau disudahi didalam
diri Sang Mesias, bukan diluar dirinya, bagi banyak manusia.
Konsep corpus delicti
ala pendeta Dr. Erastus adalah produk
pikiran atau sebuah karya dalam peradaban manusia yang tak mungkin
sanggup beriringan dengan Yesus yang berkuasa untuk menentukan pra-historis
keberdosaan manusia dan ketaktertaklukan diri Sang Mesias oleh kuasa kegelapan.
Bersambung ke bagian 14
Segala
kemuliaan Hanya Bagi Allah
No comments:
Post a Comment