Oleh: Prof. Edwin Yamauchi
"slave in ancient greek" - facts and details |
VIII.Helenistik
Pembebasan
budak yang demikian, sangat mirip dengan teks-teks sakral pembebasan budak pada
Greek Delphic. Teks-teks ini, yang sangat banyak jumlahnya, telah dinyatakan
sebagai bukti oleh Adolph Deismann, tiga puluh lima tahun lalu dalam bukunya
Light from the Ancient East sebagai latar belakang yang digunakan oleh Paulus
atas gagasan penebusan sebagai sebuah proses pembebasan yang telah
dimiliki melalui pembelian. Deismann
menjelaskan:
Diantara
ragam cara dimana proses pembebasan
seorang budak dapat berlangsung melalui hukum purba, kita menemukan ritus formal bermartabat dari sebuah
pembelian imajiner budak oleh semacam ketuhanan. Si pemilik budak datang dengan
budaknya ke kuil, menjualnya di sana kepada dewa, dan menerima uang pembelian dari bendahara keuangan kuil, si budak yang
sebelumnya telah membayarkan uang
tebusan dengan tabungannya sendiri. Budak itu sekarang bendak kepunyaan dewa
itu; akan tetapai, dia bukan seorang budak
kuil itu tetapi seorang yang dipandu atau dimuridkan oleh dewa itu, dia kini sepenuhnya
orang merdeka; paling hebat hanya sedikit kewajiban-kewajiban saleh ke
tuannya yang lama tetap diberlakukan
atasnya[9]
Sebuah
contoh teks semacam ini telah ditemukan di Delphi, tertanggal dari 200 Sebelum
Masehi.
Apollo,
sang Pythian telah membeli dari Sosibius Amphissa, untuk kemerdekaan, seorang
budak wanita, yang bernama Nicaea, berdasarkan ras, seorang Roma, dengan harga
3 minae perak dan setengah mina. Penjual sebelumnya menurut hukum adalah
Eumnastus dari Amphissa. Harga yang telah diterimanya. Akan tetapi, si pembeli,
Nicaea telah berkomitmen kepada Apollo bagi kemerdekaannya[10]
IX.Semitik
Barat Laut Akhir
Cooke
dalam Textbook of North Semitic
Inscriptions memberitahukan kepada kita nama-nama yang mengandung elemen Tuhan
sebagai berikut: Akhir Phoenisian ( abad ke 4, ke 3 Sebelum Kristus) ‘bd’sr “Budak-dari-Osir,”
‘bd mlqrt, “Budak-dari-Melqart”, Punik (abad ke 3, ke 2 Sebelum Kristus) ‘bd’rs
“Budak-dari-Arash,” Nabatean (abd ke 1 Sebelum Kristus atau Sesudah Kristus) ‘bd’bdt,
“Budak-dari- Obodas.” Obodas adalah seorang raja yang berdasarkan praktik
rakyat Nabatean, disembah sebagai dewa setelah kematiannya. Di Palmyrenen (abad
ke 3 Setelah Kristus) kita memiliki ‘bdy,” “Budak-Jehovah.”
X.Arabik
Dalam
inskripsi Sabean dari Arabia Selatan, bertanggal dari abad ke 8 Sebelum Kristus
hingga ke 5 Sebelum Kristus, kita memiliki nama-nama seperti “abd abs, “Budak-dari-Abad,”
‘bd ‘wm, “Budak-dari-Awwam,” dan ‘bd ‘ttr, “Budak-dari-Attar.” Fungsi ‘bd
kelihatannya dahulu digunakan sebagai penghormatan dalam nama-nama itu sementara
kata lainnya qny digunakan secara literal bermakna budak [11].
Wellhausen
dalam Reste Arabischen Heidentums – nya (1897),
mengutip Noldeke, membuat daftar sekitar 50 nama-nama theoperik-mengandung
elemen Tuhan dimulai dengan ‘abdu, “Budak-dari.” Ayah [nabi] Muhammad [SAW]
bernama Abdullah. Di dalam banyak ayat di dalam Quran dia berbicara pada umat
Muslim sebagai ‘ibadul-lahi, ”hamba-hamba Allah,” dan mengenai dirinya sendiri
sebagai ‘abdul-lahi, “ Hamba dari Allah,” (surahs 53:10, 44:18, 19:30).
Dalam ayat-ayat yang bersifat polemik
terhadap Kekristenan, Muhammad menyatakan bahwa Allah tidak memiliki seorang
anak, tetapi semua yang datang kepada Allah, termasuk Yesus, harus datang
sebagai hamba-hamba:
Dan mereka berkata: "Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak" Sesungguhnya kamu telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat mungkar, hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh, karena mereka menda'wakan Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak. Dan tidak layak bagi Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak. Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba.(Surat 19-Maryam ayat 88-93) (bandingkan dengan Surat 7-Al A’Raaf ayat 194)Isa tidak lain hanyalah seorang hamba yang Kami berikan kepadanya ni'mat (kenabian) dan Kami jadikan dia sebagai tanda bukti (kekuasaan Allah) untuk Bani lsrail. (Suart 43-Az Zukhruf ayat 59) (bandingkan dengan Surat 4- An Nisa ayat 172)
Pada era Islam
berikutnya, Muhammad telah diberikan 100 nama -asma’ul Husna atau “Nama-Nama
Indah.” Semua nama-nama itu dimulai dengan ‘abdu dan diakhiri dengan Allah atau
dengan salah satu dari 99 kata sifat
Allah, sebagai contoh Abdur-Rahmani, “Hamba dari Dia yang Penuh Belas Kasih.”
Di kalangan umat Muslim masa kini, nama-nama itu barangkali nama-nama pribadi yang paling populer.
Presiden Mesir saat ini [tentu ini berdasarkan tahun penulisan buku ini oleh
Yamauchi] yang bernama Gamal Abdul Nasser, yang bermakna “ Dia Yang Berparas
Tampan, hamba dari [Allah] Sang Penolong.”
Jadi praktik
merujukan diri sendiri sebagai budak atau
hamba Allah telah dilakukan selama setidaknya 4000 tahun hingga kini. Akan
tetapi, kita harus juga mencatat, bahwa alasan-alasan perujukan atau pelekatan
nama-nama theoperik semacam ini tidak selalu sama. Beberapa orang yang disebut ‘budak-budak dewa” bisa jadi
sesungguhnya adalah budak-budak kuil seperti mereka yang ada di Babilonia[12],
atau di Israel sebagai nethinim atau orang-orang “yang diserahkan” yang
disebutkan bersama dengan “keturunan-keturunan para budak Salomo” di dalam
daftar mereka yang kembali dari pengasingan dalam Ezra 2:43-5 dan Nehemia
7:46-60[13].
Tetapi lebih kerap
istilah itu digunakan secara kiasan bagi nama seseorang seperti Warad-Sin;
untuk menggambarkan seorang pemimpin luar biasa seperti Musa; dan bahkan bagi
sebuah penggelaran pada Sang Mesias[14]. Istilah itu juga dapat menggambarkan
sebuah kategori khusus atas orang-orang sebagai para pasukan bayaran dari Dewi
Singa Betina, atau bahkan segenap tubuh para pengikut sebagai orang-orang
Muslim. Dalam contoh yang terakhir ada sebuah pembedaan yang bersifat morfologi
antara penggunaan yang literal dan yang kiasan pada kata budak atau hamba:
dalam plural yang literal adalah ‘abidun dan yang kiasan adalah ‘ibadun [15].
Dalam kasus apapun,
walaupun konsep umumnya sama, karakter spesifik
pada penggunakan frasa yang lazimnya, menerima warnanya dari kondisi-kondisi
khusus perhambaan yang diketahui para pengguna frasa tersebut. Pada hal itu ada
terletak ketakmampuan kita untuk
mengapresiasi frasa “hamba atau budak Allah,”
dengan sebuah pengecualian yang mungkin pada Saudi Arabia yang dalam
suka cita meniadakan pelembagaan perbudakan [16]. Untuk membantu kita
mendapatkan kembali perspektif perbudakan atau perhambaan purba yang relevan
dengan pengertian kita akan motif “hamba
atau budak Allah” di dalam Perjanjian
Baru.
Bersambung ke Bagian 3
Diterjemahkan oleh : Martin
Simamora, dari: "Slaves Of God"
Catatan
Kaki
[9] Adolph Deissmann,
Light from the Ancient East (1927), p. 322.
[10] Ibid., p. 323.
The Greek name, Theodoulos, does Occur but is not common. See W.Pape and Gustav
Benseler, Worterbuch der Griechieschen Eigennamen (1870),Vol.1,pp. 490,504
[11]A. Jamme, Sabaean Inscriptions from Mahram
Bilqis (1962) pp 9 155 159 174, 221, 422.
[12] Roland de Vaux,
Ancient Israel: Its Life and Institutions (1961), p. 383; I.Mendelsohn,
"Slavery in the Ancient Near East," Biblical Archaeologist, IX(1946),
p. 86.
[13] Baruch Levine,
"The Nethinim," Journal of Biblical Literature, LXXXII (1963)1pp.
207-212, argues that the nethinim of the Old Testament were not actual slaves
but constituted a guild serving in the temple as at Ugarit.
[14] Cf. W. Zimmerli
and J. Jeremias, The Servant of God (1957), which is the English translation of
the article on pais theou in Kittel's Theologisches Worterbuch zum N.T. Cf.
also Kelly R. Fitzgerald, "A Study of the Servant Concept in the Writings
of Paul" (Unpublished doctoral dissertation, Southern Baptist Theological
Seminary, Louisville, 1959). The writer seeks to answer the question: Why did
Paul fail to portray Jesus as the "Servant of Jehovah"?
[15] S. D. Goitein,
"Slaves and Siavegirls in the Cairo Geniza Records," Arabica, IX
(1962), p. 2, writing of slavery in the 11th-13th centuries A.D., notes that, "The
very word 'slave' 'abd, was felt as being improper and was replaced by circumscriptions
such as 'boy' and 'young man'."
[16]For a description
of slavery in modem times, especially in Saudi Arabia, see C. W. Greenidge,
Slavery (1958). According to a news report in Parade (September 22, 1963), p.
4: "All slaves in Saudi Arabia have been bought by the government and
given their freedom. Officially, Saudi Arabia outlawed slavery last year, but
several recalcitrant slaveholders declined to release their slaves until they
were compensated. The 1,682 slaves recently bought by the government cost about
$3,500,000."
No comments:
Post a Comment