Oleh: Pdt. Budi Asali, M.Div
Yunus 4:1-11
Bacalah
lebih dulu bagian 5
Yunus 4:1-11 - “(1) Tetapi hal itu sangat mengesalkan hati
Yunus, lalu marahlah ia. (2) Dan berdoalah ia kepada TUHAN, katanya: ‘Ya TUHAN,
bukankah telah kukatakan itu, ketika aku masih di negeriku? Itulah sebabnya,
maka aku dahulu melarikan diri ke Tarsis, sebab aku tahu, bahwa Engkaulah Allah
yang pengasih dan penyayang, yang panjang sabar dan berlimpah kasih setia serta
yang menyesal karena malapetaka yang hendak didatangkanNya. (3) Jadi sekarang,
ya TUHAN, cabutlah kiranya nyawaku, karena lebih baik aku mati dari pada
hidup.’ (4) Tetapi firman TUHAN: ‘Layakkah engkau marah?’ (5) Yunus telah
keluar meninggalkan kota itu dan tinggal di sebelah timurnya. Ia mendirikan di
situ sebuah pondok dan ia duduk di bawah naungannya menantikan apa yang akan
terjadi atas kota itu. (6) Lalu atas penentuan TUHAN Allah tumbuhlah sebatang
pohon jarak melampaui kepala Yunus untuk menaunginya, agar ia terhibur dari
pada kekesalan hatinya. Yunus sangat bersukacita karena pohon jarak itu. (7) Tetapi
keesokan harinya, ketika fajar menyingsing, atas penentuan Allah datanglah
seekor ulat, yang menggerek pohon jarak itu, sehingga layu. (8) Segera sesudah
matahari terbit, maka atas penentuan Allah bertiuplah angin timur yang panas
terik, sehingga sinar matahari menyakiti kepala Yunus, lalu rebahlah ia lesu
dan berharap supaya mati, katanya: ‘Lebih baiklah aku mati dari pada hidup.’
(9) Tetapi berfirmanlah Allah kepada Yunus: ‘Layakkah engkau marah karena pohon
jarak itu?’ Jawabnya: ‘Selayaknyalah aku marah sampai mati.’ (10) Lalu Allah
berfirman: ‘Engkau sayang kepada pohon jarak itu, yang untuknya sedikitpun
engkau tidak berjerih payah dan yang tidak engkau tumbuhkan, yang tumbuh dalam
satu malam dan binasa dalam satu malam pula. (11) Bagaimana tidak Aku akan
sayang kepada Niniwe, kota yang besar itu, yang berpenduduk lebih dari seratus
dua puluh ribu orang, yang semuanya tak tahu membedakan tangan kanan dari
tangan kiri, dengan ternaknya yang banyak?’”.
I) Kemarahan Yunus.
1)Yunus marah (ay 1).
a)Kemarahan belum tentu merupakan suatu
dosa.
Pulpit Commentary: “Anger is in itself an emotion which may be
either good or evil. ... a righteous anger or indignation with wrong-doers is
now and again in the Scripture narrative mentioned with approval. Indeed, a
nature to which anger is foreign cannot but be lacking in moral fibre. On the
other hand, into how many sins have men been led by giving way to foolish
anger? ... An angry man can seldom decide with justice or act with
consideration” (= Kemarahan itu sendiri merupakan suatu perasaan yang bisa
baik atau jahat. ... kemarahan yang benar terhadap orang-orang yang berbuat
jahat berulang kali disebutkan dalam cerita Kitab Suci dan direstui. Memang,
seseorang bagi siapa kemarahan merupakan sesuatu yang asing adalah orang yang
tidak mempunyai kwalitet moral yang baik. Di sisi yang lain, orang-orang telah
dibawa ke dalam banyak dosa karena menyerah pada kemarahan yang bodoh. ...
Seorang yang marah jarang bisa memutuskan dengan keadilan atau bertindak dengan
pertimbangan) - hal 82-83.
b)Perbandingan kemarahan Yunus dan kemarahan
Samuel dan Daud.
Kata Ibrani yang dipakai sama seperti kata
yang dipakai untuk menunjukkan sikap Samuel pada waktu Saul ditolak
(1Sam 15:11b), dan sikap Daud pada waktu Uzza dihukum mati oleh Tuhan
(2Sam 6:8 1Taw 13:11). Bedanya
adalah: kalau Samuel dan Daud marah karena penghukuman Tuhan (kepada
Saul / Uzza), maka Yunus
marah karena:
1. Belas kasihan dan pengampunan
Tuhan terhadap Niniwe (ay 2).
Yunus
ingin Niniwe dihancurkan. Dalam pandangan Yunus, orang-orang Niniwe bukan hanya
sekedar merupakan orang kafir / non Israel, tetapi mereka juga adalah
orang-orang yang sangat jahat dan merupakan musuh dari bangsa Israel. Karena
itu Yunus, yang mempunyai jiwa patriot ini, ingin mereka dihancurkan.
Sebetulnya merupakan sesuatu yang aneh bahwa Yunus marah melihat orang Niniwe
diampuni, padahal ia sendiri baru saja diampuni Tuhan (Yun 2). Bandingkan
dengan Mat 18:21-35.
Pulpit Commentary: “Jonah had just complained of the great
lenity of God. But he is only quarreling with his own mercy. He is the very
first, as he is the very last, to profit by that lenity himself” (= Yunus
baru mengeluh tentang sifat belas kasihan yang besar dari Allah. Tetapi ia
hanya bertengkar dengan belas kasihannya sendiri. Ia adalah orang yang pertama,
dan juga yang terakhir, yang mendapatkan keuntungan dari sifat belas kasihan
itu) - hal 89.
Pulpit Commentary: “He is made to exhibit the unreasonableness
and impiety of a spirit like that of the elder brother in the parable of the
prodigal son, who is jealous of the mercy bestowed upon the returning penitent”
(= Ia dijadikan pameran untuk menunjukkan ke-tidak-masuk-akal-an dan kejahatan
dari roh seperti yang ada dalam diri saudara sulung dalam perumpamaan tentang
anak yang hilang, yang cemburu terhadap belas kasihan yang diberikan kepada
orang yang menyesal yang bertobat) - ‘Introduction’,
hal ii.
Penerapan:
a. Jangan
terlalu cepat mengecam Yunus seakan-akan saudara sendiri tidak mungkin
melakukan apa yang Yunus lakukan ini. Seandainya saudara diutus untuk
memberitakan Injil kepada para pemerkosa masal di Jakarta tempo hari, dan lalu
semua mereka bertobat dan diampuni, apakah saudara tidak menjadi marah karena
kebaikan Tuhan kepada para pemerkosa itu?
b. Kalau
dalam hidup saudara ada orang yang begitu saudara benci, sehingga saudara
menghendaki agar Allah membinasa-kan / tidak mengampuni dia, ingatlah bahwa
saudara sendiri adalah orang yang penuh dengan dosa, dan sebetulnya sama tidak
layaknya dengan dia untuk mendapat pengampunan Allah. Juga ingatlah bahwa Yesus
menghendaki kita mengasihi sesama manusia seperti diri kita sendiri
(Mat 22:39), dan Ia menghendaki kita mengampuni orang yang bersalah kepada
kita (Mat 18:21-35).
2. Karena nubuatnya dalam 3:4 tidak terjadi.
Ini
menghancurkan reputasinya sebagai seorang nabi (bdk. Ul 18:22). Bagi Yunus
reputasinya lebih penting daripada nasib orang Niniwe.
Pulpit Commentary: “He thinks more of himself and his own
reputation than of the moral good of those to whom he is sent; he would rather
let the heathen perish than see them repent and spared, and so bring discredit
upon his prediction” (= Ia lebih memikirkan tentang dirinya dan reputasinya
sendiri dari pada kebaikan moral dari mereka kepada siapa ia diutus; ia lebih
senang membiarkan orang-orang kafir itu binasa dari melihat mereka bertobat dan
tidak dibinasakan, dan dengan demikian mencemarkan ramalannya) - ‘Introduction’, hal vi.
Calvin: “he
was unwilling to be deemed a false or a lying prophet: hence was his grief and
his bitterness” (= ia tidak mau dianggap sebagai seorang nabi yang palsu
atau berdusta; itulah yang menyebabkan kesedihan dan kepahitannya) - hal
117.
Penerapan:
apakah saudara juga seperti Yunus? Apakah reputasi / gengsi saudara lebih
penting dari pada nasib kekal dari orang lain?
Calvin
menambahkan dengan berkata bahwa sekalipun semua pekerjaan Tuhan itu tidak
bercela, tetapi umat Allah sekalipun kadang-kadang marah terhadap tindakan
Tuhan, dan itu disebabkan karena kebodohan kita sendiri.
c)Alasan
kemarahan Yunus menurut Calvin.
Calvin
menganggap bahwa Yunus marah karena pengampunan Tuhan menyebabkan nubuatnya
dalam ay 4 tidak terjadi. Dan Yunus menganggap bahwa hal itu bisa menista
nama Tuhan,. karena ia memberitakan Firman Tuhan sebagai nabi Tuhan.
Saya tidak setuju dengan penafsiran
Calvin ini, tetapi Calvin lalu memberikan penerapan yang bagus, dan saya
memberikannya di bawah ini.
Calvin: “When
we see many things happening through a Divine interposition, that is, through
the secret providence of God, and things which expose his name to the
blasphemies of the ungodly, we ought indeed to feel grief; but in the meantime
let us ask of the Lord to turn at length these shameful reproaches to his own
glory; and let us by no means raise an uproar, as many do, who immediately
begin to contend with God, when things are otherwise ordered than what they
wish or think to be useful. Let us learn by the example of Jonah not to measure
God’s judgments by our own wisdom, but to wait until he turns darkness into
light” [= Pada waktu kita melihat banyak hal terjadi melalui campur tangan
ilahi, yaitu melalui providensia yang rahasia dari Allah, dan hal-hal itu
menyebabkan namaNya dihujat oleh orang-orang jahat, kita memang harus merasa
sedih; tetapi pada saat yang sama hendaklah kita meminta kepada Tuhan untuk
pada akhirnya membalikkan celaan-celaan yang memalukan ini bagi kemuliaanNya
sendiri; dan hendaklah kita sama sekali tidak menaikkan teriakan-teriakan,
seperti yang dilakukan banyak orang, yang segera mulai berbantah dengan Allah,
pada waktu hal-hal diatur (oleh Allah)
berbeda dengan apa yang mereka inginkan atau pikirkan sebagai hal-hal yang
berguna. Hendaklah kita belajar melalui contoh Yunus untuk tidak mengukur
penghakiman Allah dengan hikmat kita sendiri, tetapi menunggu sampai Ia
membalikkan kegelapan menjadi terang] - hal 121.
Calvin: “the
best way is, to leave in God’s hand the issue of things. It becomes us indeed
to fear and to feel concerned; but our anxiety ought, at the same time, to be
in submission to God, so that it is enough for us to pray” (= cara yang
terbaik adalah meletakkan dalam tangan Allah hasil dari hal-hal yang terjadi.
Memang kita harus takut dan merasa peduli / prihatin; tetapi pada saat yang
sama kekuatiran kita harus ditundukkan kepada Allah, sehingga adalah cukup bagi
kita untuk berdoa) - hal 126.
Penerapan:
pernahkah saudara merasa jengkel kepada Allah karena adanya problem dalam
gereja saudara, atau karena kegagalan dalam pelayanan saudara, atau karena
saudara mendapatkan penyakit yang menyebabkan saudara tidak bisa melakukan
sesuatu yang saudara anggap berguna untuk kemuliaan Tuhan, atau karena hal-hal
apapun yang menggagalkan terjadinya sesuatu yang baik menurut saudara? Saudara
tidak mempunyai hak untuk jengkel terhadap Tuhan. Ingat bahwa Ia lebih
bijaksana dari saudara, dan bahwa jalan / rancanganNya ada jauh di atas jalan /
rancangan kita seperti langit di atas bumi (Yes 55:8-9). Memang saudara
harus merasa prihatin dengan terjadinya hal-hal yang jelek, tetapi dalam
keadaan demikian apa yang harus kita lakukan hanyalah berdoa dengan sikap
tunduk, bukannya bersungut-sungut, apalagi marah kepada Tuhan!
2) Yunus berdoa dalam
keadaan marah (ay 2).
Mestinya
Yunus menenangkan diri dahulu baru berdoa. Tetapi ia tidak melakukan hal itu.
Sebaliknya ia berdoa dalam keadaan marah. Akibatnya doanya ngawur!
a) Dalam ay 2 Yunus
bukan hanya membenarkan tindakannya lari dari Niniwe, tetapi ia
juga menyalahkan sikap Allah yang penuh belas kasihan sehingga mengampuni
Niniwe.
Pulpit Commentary: “Anger is never justifiable when occasioned
by the action of a righteous and gracious God. ... He who is angry with the
plans and purposes of the Eternal sets himself up as a judge of that Being who
is Judge of all. ... anger with the Creator and Ruler of all is never
defensible or excusable” (= Kemarahan tidak pernah bisa dibenarkan pada
saat itu disebabkan oleh tindakan dari Allah yang benar dan murah hati. ... Ia
yang marah terhadap rencana dari Yang Kekal menempatkan dirinya sendiri sebagai
hakim terhadap Dia yang adalah Hakim dari semua. ... kemarahan terhadap sang
Pencipta dan Penguasa / Pemerintah dari semua tidak pernah bisa dipertahankan
atau dimaafkan) - hal 83.
Pulpit Commentary: “He began by quarreling with a particular
command of God, and he ends by quarreling with his moral government as a whole”
(= Ia / Yunus mulai dengan bertengkar dengan suatu perintah tertentu dari
Allah, dan ia mengakhiri dengan bertengkar dengan pemerintahan moralNya secara
keseluruhan) - hal 85.
Calvin: “it
is certainly a most unseemly thing, when a mean creature rises up against God,
and in a boisterous spirit contends with him: this is monstrous; and Jonah was
in this state of mind” (= jelas merupakan sesuatu yang paling tidak pantas
pada waktu seorang makhluk yang kotor / buruk bangkit menentang Allah, dan
dalam roh yang sengit menghadapiNya / menentangNya: ini merupakan sesuatu yang
mengerikan; dan pikiran Yunus ada dalam keadaan ini) - hal 130.
Pulpit Commentary: “Mercy of God is sometimes thought to be
excessive. So thought Jews when Gentiles were to be admitted to Christian
Church. Possibly this transaction was designed to foreshadow that event -
Jonah’s strong feeling a foreshadow of narrow Jewish jealousy” (= Belas
kasihan Allah kadang-kadang dianggap berlebihan. Demikianlah pemikiran
orang-orang Yahudi ketika orang-orang non Yahudi diterima ke dalam Gereja
Kristen. Mungkin catatan tentang cerita ini dimaksudkan sebagai bayangan dari
peristiwa itu - perasaan yang kuat dari Yunus merupakan bayangan dari
kecemburuan yang sempit dari orang-orang Yahudi) - hal 92.
b)Dalam ay 3 ia minta mati.
Mirip
dengan Elia yang minta mati, tetapi kalau Elia minta mati karena merasa
pelayanannya gagal, maka Yunus minta mati karena pelayanannya berhasil
mempertobatkan seluruh kota.
Pulpit Commentary: “it is one thing to despond because labour
is unsuccessful; another thing to despond because men are saved. Because
Nineveh was spared, Jonah fain to die. Had Nineveh perished, he would have been
willing to live” (= merasa putus asa karena jerih payahnya tidak berhasil,
berbeda dengan merasa putus asa karena banyak orang diselamatkan. Karena Niniwe
diampuni, Yunus ingin mati. Seandainya Niniwe binasa, ia mau hidup) - hal
82.
Calvin: “it
was not the cry of despair, but of too much displeasure, which Jonah did not
restrain” (= ini bukan teriakan / tangisan keputus-asaan, tetapi karena
ketidak-senangan yang sangat banyak, yang tidak dikekang oleh Yunus) - hal
127.
Calvin: “He
was first not free from blame in hastily wishing to die; for it is not in our
power to quit this world; but we ought with submissive minds to continue in it
as long as God keeps us in the station in which we are placed. Whosoever, then,
hastens to death with so great an ardour no doubt offends God” (=
Pertama-tama ia tidak bebas dari kesalahan dalam keinginannya yang tergesa-gesa
untuk mati; karena bukanlah dalam kuasa kita untuk meninggalkan dunia ini;
tetapi kita harus dengan pikiran yang tunduk terus ada dalam dunia ini selama
Allah menahan kita di tempat / posisi dimana kita ditempatkan. Karena itu
siapapun yang dengan keinginan yang besar tergesa-gesa menuju kematian, tak
diragukan lagi menyakiti Allah) - hal 127.
Calvin: “death
is not to be desired on account of the weariness of life” (= kematian tidak
boleh diinginkan karena kebosanan pada hidup) - hal 128.
Paulus
juga menganggap bahwa mati merupakan suatu keuntungan baginya. Tetapi ketika ia
menyadari bahwa hidupnya berguna untuk gereja, maka ia berserah pada kehendak
Tuhan. Dengan demikian ia siap untuk mati maupun untuk hidup, sesuai apa yang
Tuhan anggap baik baginya (Fil 1:21-25). Sikap inilah yang seharusnya ada
dalam diri kita.
II) Problem ay 5.
Ada bermacam-macam penafsiran tentang ay
5 ini:
1) Clarke menganggap bahwa ay 5 ini sudah
terjadi lebih dulu, dan seharusnya diterjemahkan ke dalam
bentuk past perfect. Jadi setelah
memberikan Firman Tuhan / nubuatnya, Yunus pergi ke luar kota untuk melihat apa
yang akan terjadi dengan kota itu. Tetapi setelah lewat 40 hari dan kota itu
tidak mengalami apa-apa seperti yang ia nubuatkan, maka ia lalu menjadi marah.
Seorang penafsir lain dari Pulpit Commentary (hal 93) menambahkan dengan
menyamakan perginya Yunus ke luar kota itu dengan masuknya Nuh ke dalam bahtera
sebelum air bah datang untuk menghindarkan dirinya dari hukuman Tuhan.
2) Calvin menganggap bahwa ay 5 ini terjadi setelah
hari ke 40, dan Calvin menganggap bahwa Yunus tidak bisa percaya bahwa apa
yang ia beritakan atas perintah Allah, yaitu kehancuran Niniwe, ternyata tidak
terjadi. Karena itu ia menunggu, barangkali Allah hanya menunda penghukumannya.
3) Pulpit Commentary (hal 79) tidak setuju dengan penterjemahan
ay 5 ke dalam past perfect. Ia mengatakan bahwa sebelum
40 hari itu lewat Yunus sudah mendapat firasat bahwa nubuatnya akan gagal
dan ia menjadi marah dan ingin mati. Tetapi kata-kata Tuhan dalam ay 4 ia
salah tafsirkan, seakan-akan Allah mengatakan bahwa ia terlalu tergesa-gesa
dalam menilai. Karena itu ia kembali berharap bahwa Niniwe akan dihancurkan,
dan ia pergi ke luar kota dan memperhatikan apa yang akan terjadi pada kota
itu.
Saya sendiri condong
dengan penafsiran Adam Clarke (No 1).
III) Pendidikan Tuhan terhadap Yunus.
1) Allah menumbuhkan
sebuah pohon / tanaman (ay 6).
a)Ay
6: ‘Atas penentuan Tuhan Allah’.
KJV: ‘the
LORD God prepared’ (= TUHAN Allah menyiapkan).
RSV/NASB: ‘the LORD God appointed’ (= TUHAN Allah menetapkan).
NIV: ‘the
LORD God provided’ (= TUHAN Allah menyediakan).
Ini
juga berlaku untuk ay 7 dan ay 8.
b)Ay
6: ‘pohon jarak’.
KJV: ‘a
gourd’ [= labu (manis), kundur, tanaman menjalar / merambat].
NIV: ‘a
vine’ (= pokok anggur).
RSV/NASB: ‘a plant’ (= sebuah tanaman).
Kata
Ibrani yang dipakai adalah KIKION, dan artinya tidak diketahui dengan pasti.
Karena itu mungkin lebih baik diterjemahkan ‘tanaman’, seperti dalam RSV/NASB.
c) Pertumbuhan tanaman yang begitu cepat (ay
10b: ‘tumbuh dalam satu malam’)
jelas merupakan suatu mujijat.
d)Yunus
bersukacita karena pohon tersebut (ay 6b).
Rupa-rupanya
pondok yang dibangun Yunus (ay 5) dibangun apa adanya, sehingga tidak cukup
memberikan keteduhan, dan tanaman ini membantu untuk memberikan keteduhan
dengan bayang-bayangnya. Ini menyebabkan Yunus bersukacita, tetapi tidak
dikatakan bahwa ia bersyukur kepada Allah untuk tanaman itu, padahal
pertumbuhan yang begitu cepat yang bersifat mujijat seharusnya membuat Yunus tahu
bahwa Allahlah yang memberi pohon / tanaman itu.
Pulpit Commentary: “he rejoiced in its grateful shade without
considering it to be God’s gift or a blessing to thank him for. It is so that
many of our mercies are received. They are welcomed and prized and rejoiced in.
... But our best blessings we do not trace to their heavenly source. We take
them unheeding as to whence or where they come. It is a fault of our life, and
a chief cause of our ingratitude and lack of love, that God’s gifts are treated
often as our own gains, and so are godlessly enjoyed. They are understood only
when God is seen in them, and rightly used when used as from his hand; but
received with the dry eye of ingratitude, or with the shut eye of
insensibility, they are deforced of their Divine element, and to us are God’s
gifts no longer” (= ia bersukacita dalam bayangan yang menyenangkan tanpa
mempertimbangkannya sebagai pemberian Allah atau suatu berkat untuk mana ia
harus bersyukur. Demikianlah banyak berkat-berkat diterima. Berkat-berkat itu
diterima / disambut dengan baik dan dihargai dan orang-orang bersukacita di
dalamnya. ... Tetapi kita tidak mengikuti jejak dari berkat-berkat terbaik kita
pada sumber surgawinya. Kita menerimanya tanpa mempedulikan dari mana
berkat-berkat itu datang. Ini merupakan kesalahan dari kehidupan kita, dan
merupakan penyebab utama dari sikap tidak tahu terima kasih kita dan kurangnya
kasih kita, bahwa pemberian Allah sering diperlakukan sebagai pencapaian kita
sendiri, dan dengan demikian dinikmati dengan cara yang jahat. Berkat-berkat
itu hanya dimengerti pada waktu Allah dilihat di dalamnya, dan digunakan dengan
benar pada waktu digunakan sebagai sesuatu yang diterima dari tanganNya. Tetapi
jika berkat-berkat itu diterima dengan sikap tidak berterima kasih, atau dengan
hati yang tidak berperasaan, maka berkat-berkat itu disita / dipisahkan dari
elemen ilahinya, dan bagi kita itu tidak lagi merupakan pemberian Allah) -
hal 89-90.
Pulpit Commentary: “And did Jonah meanwhile, ... think that
after all God was favourable to his bitter longing for the punishment if not
utter destruction of Nineveh though repentant? If so, he thought wrongly.
Outward prosperity is no proof of the Divine approval. In doing wrong, in
feeling wrong, all may seem to go well with us; still, it is none the less
wrong” (= Dan apakah sementara itu Yunus ... berpikir bahwa akhirnya Allah
bersikap baik terhadap keinginannya yang pahit untuk penghukuman atau bahkan
penghancuran Niniwe sekalipun mereka bertobat? Jika demikian, ia berpikir secara
salah. Kemakmuran luar / lahiriah bukanlah bukti persetujuan / restu ilahi.
Dalam melakukan kesalahan, dalam merasakan kesalahan, semua bisa kelihatan
baik-baik dengan kita; tetapi itu tetap salah) - hal 96.
2) Tuhan mengatur
sehingga seekor ulat / cacing menggerek pohon / tanaman itu (ay 7).
a)Seekor ulat / cacing?
Mungkin
agak aneh / tak masuk akal kalau seekor ulat bisa menggerogoti sebuah
tanaman sehingga layu / mati, dan karena itu Pulpit Commentary (hal 80)
mengatakan bahwa mungkin di sini kata ‘seekor
ulat’ yang ada dalam bentuk tunggal diartikan secara kolektif, seperti yang
juga terjadi dalam Ul 28:39 - “Kebun-kebun anggur akan kaubuat dan
kauusahakan, tetapi engkau tidak akan meminum atau menyimpan anggur, sebab ulat
akan memakannya”.
b) Hal yang remeh seperti gerogotan ulat dan layunya / matinya sebuah
tanamanpun ditetapkan / diatur terjadinya oleh Allah, karena:
1. Allah memang berdaulat atas segala sesuatu,
dan karena itu tidak mungkin ada sesuatu yang bagaimanapun kecilnya yang berada
di luar penetapan dan pengaturan Tuhan.
Calvin: “We
see here also, that what seemed to happen by chance was yet directed by the
hidden providence of God. Should any one say, that what is here narrated does
not commonly happen, but what once happened; to this I answer, - that though
God then designed to exhibit a wonderful example, worthy of being remembered,
it is yet ever true that the gnawings even of worms are directed by the counsel
of God, so that neither a herb nor a tree withers independently of his purpose.
The same truth is declared by Christ when he says, that without the Father’s
appointment the sparrows fall not on the ground, (Matth. 10:29.)” [= Kita
juga melihat di sini, bahwa apa yang kelihatannya terjadi karena kebetulan
tetap diarahkan oleh providensia Allah yang tersembunyi. Jika ada orang yang
berkata bahwa apa yang diceritakan di sini tidak terjadi secara umum, tetapi
hanya untuk kali itu saja; saya menjawab bahwa sekalipun Allah saat itu
bermaksud menunjukkan suatu contoh yang luar biasa, yang layak untuk diingat,
merupakan sesuatu yang selalu benar bahwa bahkan gerogotan dari ulat-ulat
diarahkan oleh rencana Allah, sehingga tidak ada semak atau pohon yang layu
terpisah dari rencanaNya. Kebenaran yang sama dinyatakan oleh Kristus pada waktu
Ia berkata bahwa tanpa penetapan Bapa tidak seekor burung pipitpun jatuh ke
tanah (Mat 10:29)] - hal 137-138.
2. Hal kecil / remeh
(gerogotan ulat, layunya tanaman) bisa menyebabkan hal besar / penting (Yunus
ingin mati).
Pulpit Commentary: “Again an important result due to a trifling
cause - a worm” (= Lagi-lagi suatu akibat yang penting yang disebabkan oleh
suatu penyebab yang remeh, seekor cacing / ulat) - hal 93.
c) Apa yang dilakukan oleh ulat / cacing itu menyebabkan:
1. Berkat
yang tadinya begitu cepat datangnya, juga pergi dengan cepat.
Bandingkan
ay 7 dengan ay 10b - ‘yang tumbuh
dalam satu malam dan binasa dalam satu malam pula’.
Pulpit Commentary: “When things come to us in haste, they as
hastily part again; when riches come too quickly they quickly take their
flight; sudden glories decay suddenly; the fruit which is soonest ripe is found
to be soonest rotten” (= Pada saat hal-hal datang kepada kita dengan
tergesa-gesa, mereka terpisah dari kita lagi juga dengan sama tergesa-gesanya;
pada saat kekayaan datang dengan terlalu cepat mereka juga menghilang dengan
cepat; kemuliaan yang mendadak membusuk secara mendadak; buah yang paling cepat
menjadi matang paling cepat membusuk) - hal 90.
2. Berkat
yang tadinya diberikan oleh Tuhan diambil kembali olehNya.
Pulpit Commentary: “The things we have are not our own. We hold
them at God’s pleasure. And he emphasizes this fact occasionally by taking away
the thing or the good of it, when we are just settling down for a whole life’s
enjoyment. Then we make idols of our mercies sometimes. We put the gift into
the Giver’s place. The most effectual cure for this is to be left without it”
(= Hal-hal yang kita miliki bukan milik kita sendiri. Kita mempunyainya karena
perkenan Allah. Dan kadang-kadang Ia menekankan fakta ini dengan mengambil
hal-hal itu atau kebaikan dari hal itu, pada waktu kita baru saja menenangkan
diri untuk menikmatinya seumur hidup kita. Kemudian kita kadang-kadang membuat
berkat-berkat kita menjadi berhala. Kita meletakkan pemberian itu di tempat
dari sang Pemberinya. Cara penyembuhan yang terbaik untuk ini adalah dibiarkan
tanpa pemberian / berkat-berkat tersebut) - hal 90.
3)Tuhan memberikan angin yang panas dan matahari yang terik (ay
8).
a)Lagi-lagi
ini membicarakan pengaturan oleh Allah.
Calvin: “It
is now added, ‘that when the sun arose the day following, a wind was prepared.’
We here learn the same thing, - that winds do not of themselves rise or by
chance, but are stirred up by a Divine power. There may indeed be found causes
in nature why now the air is tranquil, and then it is disturbed by winds; but
God’s purpose regulates all these intermediate causes, so that this is ever
true - that nature is not some blind impulse, but a law settled by the will of
God. God then ever regulates by his own counsel and hand whatever happens. ...
with regard to this wind, we must understand that it was not usual or common;
and yet that winds are daily no less stirred up by God’s providence than this
wind of which Jonah speaks” (= Sekarang ditambahkan ‘bahwa pada waktu
matahari terbit keesokan harinya, angin dipersiapkan’. Di sini kita mempelajari
hal yang sama, yaitu bahwa angin tidak datang dari dirinya sendiri atau terjadi
secara kebetulan, tetapi digerakkan oleh kuasa Ilahi. Memang ada penyebab
alamiah mengapa sekarang udara tenang dan kemudian diganggu oleh angin; tetapi
rencana Allah mengatur semua penyebab pengantara ini, sehingga hal ini selalu
benar, bahwa alam bukanlah suatu kekuatan yang buta, tetapi merupakan suatu
hukum yang ditetapkan oleh kehendak Allah. Jadi, Allah selalu mengatur dengan
rencanaNya dan tanganNya sendiri apapun yang terjadi. ... berkenaan dengan
angin ini, kita harus mengerti bahwa ini bukanlah sesuatu yang biasa; tetapi
angin pada hari-hari yang lain sama-sama digerakkan oleh providensia Allah
seperti angin yang dibicarakan oleh Yunus ini) - hal 138.
b)Reaksi
Yunus: ia berharap untuk mati (ay 8b).
Ada 3 hal yang terlihat:
1. Yunus adalah orang yang hidup berdasarkan
perasaannya,
dan perasaannya mudah berubah-ubah.
2. Kalau tadi terlihat bahwa Yunus tidak bisa
menerima berkat dengan cara yang baik (tidak bersyukur kepada Allah), maka
sekarang terlihat bahwa Yunus juga tidak bisa menghadapi ‘kehilangan’ berkat.
Pulpit Commentary: “The great lesson - we should sit loose to
creature comforts, like the gourd - thankful for them while we have them, not
repining, and, above all, not despairing, when we lose them” (= Pelajaran
yang besar - kita tidak boleh terikat pada hal-hal yang nikmat / menyenangkan,
seperti tanaman itu - bersyukur untuknya sementara kita memiliki mereka, tidak
menggerutu, dan di atas segala-galanya tidak putus asa, pada waktu kita
kehilangan mereka) - hal 94.
Bandingkan dengan sikap Ayub pada waktu segala sesuatu
diambil darinya (Ayub 1:21).
3. Berbeda dengan ay 3 dimana ia berdoa
supaya Tuhan mencabut nyawanya, maka di sini ia hanya berharap untuk mati.
Calvin: “It
is hence probable that Jonah was so overwhelmed with grief that he did not lift
up his heart to God; and yet we see that he was not neglected by God” (=
Adalah mungkin bahwa Yunus begitu diliputi kesedihan sehingga ia tidak
mengangkat hatinya kepada Allah / berdoa; tetapi kita melihat bahwa ia tidak
diabaikan oleh Allah) - hal 139.
4) Tuhan menggunakan
firmanNya (ay 9-11) supaya Yunus mengerti pendidikan yang Ia berikan
melalui apa yang terjadi di sekitarnya (tanaman, ulat, angin panas, matahari
yang terik).
a) Adanya Firman Tuhan dalam ay 9 ini menunjukkan
bahwa Allah tidak meninggalkan Yunus.
Ay 4:
Allah bertanya dan Yunus tidak menyahut.
Ay 6-8:
kelihatannya Allah meninggalkan Yunus karena Allah tidak berbicara kepadanya.
Tetapi sebetulnya Allah tidak meninggalkan Yunus. Allah bekerja bagi Yunus.
Dalam ay 6-8, ada 3 x kata-kata ‘atas
penentuan Tuhan’ yang menunjukkan hal itu!
Calvin: “We see
here that God had concealed himself for a time, but did not yet forsake his
servant. He often looks on us from behind; that is, though we think that he has
forgotten us, he yet observes how we go on, that he may in due time afford
help” (= Kita melihat di sini bahwa Allah telah menyembunyikan diriNya
untuk sementara waktu, tetapi tidak meninggalkan pelayanNya. Ia sering melihat
kita dari belakang; yaitu, sekalipun kita mengira bahwa Ia telah melupakan
kita, Ia mengamati bagaimana kita berjalan, supaya pada saat yang tepat Ia bisa
memberikan pertolongan) - hal 139.
Penerapan:
sekalipun saudara merasa Allah meninggalkan saudara dan sekalipun ada banyak
hal yang terjadi di sekitar saudara yang seakan-akan menunjukkan bahwa Allah
tidak perduli kepada saudara, percayalah bahwa Allah tidak meninggalkan
saudara! (Ibr 13:5 Yoh 14:16).
b) Tuhan menggunakan FirmanNya untuk menjelaskan
semua yang dialami Yunus baru-baru ini.
1. Tuhan
menanyakan pertanyaan yang mirip dengan yang tadi: ‘Layakkah engkau marah karena pohon jarak itu?’ (ay 9a).
2. Yunus menjawab: ‘Selayaknyalah aku
marah sampai mati.’”.
Calvin: “We
see here how obstinately the holy Prophet repelled the admonition of God, by
which he ought to have been restored to a right mind. He was not ignorant that God
spoke. Why then was he not smitten with shame? Why was he not moved by the
authority of the speaker, so as immediately to repress the fierceness of his
mind? But thus it commonly happens, when the minds of men are once blinded by
some wrong feeling; though the Lord may thunder and fulminate from heaven, they
will not hear, at least they will not cease violently to resist, as Jonah does
here. Since then we find such an example of perverseness in this holy man, how
much more ought every one of us to fear? Let us hence learn to repress in time
our feelings, and instantly at the beginning to bridle them, lest if they
should burst forth to a greater extent, we become at last altogether obstinate”
(= Kita melihat di sini betapa sang nabi kudus ini menolak dengan keras kepala
nasehat / teguran Allah, dengan mana ia seharusnya telah dipulihkan pada
pikiran yang benar. Ia bukannya tidak mengerti bahwa Allah berbicara. Lalu
mengapa ia tidak menjadi malu? Mengapa ia tidak digerakkan oleh otoritas dari
si pembicara, sehingga langsung menekan keganasan pikirannya? Tetapi
demikianlah sering terjadi, pada waktu pikiran manusia dibutakan oleh perasaan
yang salah; sekalipun Tuhan mengguntur dan mengecam dari surga, mereka tidak
mau mendengar, setidaknya mereka tidak mau berhenti untuk menentang dengan
keras, seperti yang Yunus lakukan di sini. Karena kita menemukan teladan
yang suka menentang seperti itu dalam orang kudus ini, maka kita harus lebih
takut. Karena itu baiklah kita belajar untuk menekan perasaan kita pada waktunya,
dan langsung pada permulaan mengekangnya, supaya jangan perasaan itu meledak ke
tingkat yang lebih luas, dan kita akhirnya menjadi tegar tengkuk sepenuhnya)
- hal 140.
Calvin: “let
us be reminded, as I have already said, by this remarkable example, how furious
and unreasonable are the passions of our flesh. There is, therefore, nothing
better than to restrain them, before they gather more strength than they ought;
for when any one feeds his vices, this obstinacy and hardness always follow”
(= baiklah kita diingatkan, seperti yang telah saya katakan, oleh contoh yang
luar biasa ini, betapa hebat dan tak masuk akalnya nafsu daging kita. Karena
itu tidak ada yang lebih baik dari pada mengekangnya sebelum nafsu itu
mengumpulkan kekuatan yang lebih dari yang seharusnya; karena pada waktu
seseorang memberi makan sifat buruk / kejahatannya, maka sikap tegar tengkuk
dan kerap kepala ini selalu mengikuti) - hal 140.
3. Allah
tidak menindak Yunus dengan keras tetapi memberikan firman lagi (ay 10-11).
Pulpit Commentary: “God is patient and persistent to a marvel.
He sticks to men whom we would unhesitatingly cast off, and bears with them
when, to our mind, patience has ceased to be a virtue. His keen eye sees ground
for hope where we should utterly despair; and he goes on dealing with cases
that we should regard as quite beyond treatment” (=Allah itu luar biasa
sabar dan gigihnya. Ia tetap menangani orang-orang yang tanpa ragu-ragu akan
kita buang, dan bersabar terhadap mereka pada waktu bagi pikiran kita kesabaran
bukan lagi merupakan sesuatu yang baik. MataNya yang tajam melihat dasar untuk
berharap dimana kita putus asa secara total; dan Ia terus menangani kasus-kasus
yang kita anggap sebagai tidak bisa ditangani) - hal 88.
4. Dalam
ay 10-11 ini Allah menjelaskan mengapa Ia menumbuhkan tanaman itu, dan
menyebabkannya mati dalam waktu yang singkat. Ia memberikan perbandingan
sebagai berikut:
Yunus
|
Allah
|
Tidak
menanam/memelihara
|
Mencipta
dan memelihara
|
Tanaman
yang remeh
|
Kota
besar
|
Hanya
1 tanaman
|
Banyak
orang dan ternak
|
Catatan:
boleh dikatakan semua penafsir menganggap bahwa 120.000 orang yang tidak tahu
membedakan tangan kanan dari tangan kirinya itu menunjuk kepada bayi-bayi di
Niniwe sampai usia 3-4 tahun. Calvin memberikan alasan: kota Niniwe terlalu
besar untuk penduduk yang hanya 120.000 orang. Tetapi kalau ini menunjuk kepada
anak-anak di bawah 4 tahun, maka jumlah penduduk Niniwe mungkin sekitar 600.000
orang. Bahkan ada yang memperkirakan penduduk Niniwe sekitar 2 juta orang.
Semua
itu dimaksudkan untuk mengajar Yunus bahwa sikapnya terhadap Niniwe adalah
tidak manusiawi. Kalau engkau sayang terhadap tanaman yang remeh itu yang tidak
engkau tanam / pelihara, mengapa Aku tidak harus sayang terhadap Niniwe dengan
penduduk dan ternaknya yang begitu banyak?
Pulpit Commentary: “Learn from this how to conceive of the
value of the souls of men. They are the priceless things. ... Let saint and
sinner mark this well. To barter away our soul is a transaction which will not
profit us, though we ‘gain the whole world’ instead” (= Belajarlah dari
sini bagaimana untuk memahami nilai dari jiwa-jiwa manusia. Mereka tidak
ternilai. ... Biarlah orang kudus dan orang berdosa memperhatikan ini dengan
baik. Menukar jiwa kita merupakan suatu transaksi yang tidak akan menguntungkan
kita, sekalipun kita ‘memperoleh seluruh dunia ini’ sebagai gantinya) - hal
91.
5) Sampai sekarang Tuhan
juga mendidik kita dengan cara yang sama seperti Ia mendidik Yunus, yaitu:
a) Melalui hal-hal yang terjadi di sekitar kita.
Misalnya:
Adanya orang yang mati bisa mengajar pada kita bahwa setiap saat kitapun bisa
mati. Adanya orang yang bermoral bejad, bisa mengajar kita untuk lebih
berhati-hati dalam mendidik anak-anak kita. Adanya orang yang menjengkelkan
kita, mungkin mengajar kita untuk menjadi lebih sabar. Adanya
kegagalan-kegagalan dalam usaha kita mungkin mengajar kita untuk menyadari
kelemahan kita supaya kita lebih bersandar kepada Allah
b) Melalui Firman Tuhan.
Dengan
belajar Firman Tuhan selain kita mendapatkan pendidikan langsung, kita juga
bisa lebih mengerti tentang hal-hal yang terjadi di sekitar kita.
Karena
itu belajarlah Firman Tuhan dengan rajin! Saudara bisa belajar Firman Tuhan
dalam Kebaktian maupun Pemahaman Alkitab, juga dengan membaca buku-buku rohani,
atau langsung membaca Kitab Suci dsb.
IV) Reaksi / sikap Yunus.
Tidak
ditunjukkan apa / bagaimana reaksi dari Yunus! Cerita ini dibiarkan ‘open-ended’ (= berakhir secara
terbuka)! Ini seperti Luk 15 yang juga tidak menceritakan reaksi anak
sulung terhadap kata-kata ayahnya! Tujuannya: supaya kita berhadapan dengan
kata-kata Tuhan itu, seakan-akan kita adalah Yunus sendiri.
Pulpit Commentary: “The book ends abruptly, but its object is
accomplished. Jonah is silenced; he can make no reply; he can only confess that
he is entirely wrong, and that God is righteous. ... and that narrow-mindedness
which would exclude heathen from his kingdom is displeasing to him and alien
from his design” (= Kitab ini berhenti dengan mendadak, tetapi tujuannya
tercapai. Yunus dibungkam; ia tidak bisa menjawab; ia hanya bisa mengakui bahwa
ia sepenuhnya salah, dan bahwa Allah itu benar. ... dan bahwa pikiran sempit
yang membuang orang kafir dari kerajaanNya tidak menyenangkan Dia dan merupakan
sesuatu yang asing bagi rencanaNya) - hal 81.
Maukah
kita mempunyai sikap yang sama dengan sikap Allah terhadap orang berdosa? Kalau
ya, maka kita harus:
·
memberitakan
Injil, juga kepada orang yang menjengkelkan.
·
berdoa
bagi keselamatan mereka.
·
mengajak
mereka ke gereja untuk mendengar Injil / Firman Tuhan, dsb.
Maukah
saudara melakukan hal-hal ini?
-AMIN-
Kredit gambar ilustrasi : christart.com
No comments:
Post a Comment