Oleh: Pdt. Budi Asali, M.Div
Bahasa Anthropomorphisme
Jarak antara
Pencipta dan ciptaanNya sangat besar. Tetapi bagaimanapun ciptaan tersebut
adalah hasil karya dari sang Pencipta, dan karena itu, maka ada ‘jejak’ dari
sang Pencipta dalam hasil karyaNya itu.
Illustrasi: Kalau
seseorang yang berjiwa seni membangun dan mengatur rumah, maka jiwa seninya
akan terlihat dari hasil karyanya tersebut. Kalau orang pandai menulis buku,
maka kepandaiannya akan terlihat dari hasil karyanya itu. Kalau orang yang
puitis menulis buku, maka jiwa puitisnya pasti akan terlihat dalam buku itu.
Demikian juga pada waktu Allah menciptakan alam semesta dengan segala isinya;
pasti ada ‘jejak’ dari Allah dalam hasil karyaNya tersebut.
Tetapi manusia
merupakan hasil karya yang khusus dari Allah, karena manusia diciptakan menurut
gambar dan rupa Allah. Karena itu, ‘jejak’ Allah terlihat paling nyata dalam
diri manusia.
Herman Bavinck: “though
the distance between creature and Creator is, indeed, infinite; nevertheless,
the entire universe is God’s handiwork. Therefore, there is a close connection
between God and the universe. ... Hence, we have the right to speak of God in
language which pertains to the creature. ... We do not see God as he is in
himself. We behold him in his works” [= sekalipun jarak antara ciptaan dan Pencipta itu tak terbatas; tetapi
seluruh alam semesta adalah pekerjaan tangan Allah. Karena itu, ada hubungan
yang dekat antara Allah dan alam semesta. ... Karena itu kita punya hak untuk
berbicara tentang Allah dalam bahasa yang berkenaan dengan ciptaan. ... Kita
tidak melihat Allah sebagaimana adanya Ia dalam diriNya sendiri. Kita melihat
Dia dalam pekerjaanNya] - ‘The Doctrine of God’, hal 91.
Herman Bavinck: “In the
first place it (Scripture)
teaches that God is the Creator of heaven and earth. ... Whereas the universe
is God’s creation, it follows that it also reveals and manifests him. There is
‘not one atom of the universe’ in which his divinity does not shine forth. ...
Secondly, Scripture teaches us that man has an altogether peculiar position
among creatures. Whereas creatures in general exhibit ‘vestiges’ of God’s
virtues, man on the contrary, is the very image and likeness of God; hence, our
right to speak of God in creaturely, especially, in anthropomorphic terms” [= Pertama, itu (Kitab Suci) mengajar bahwa Allah adalah Pencipta dari
langit dan bumi. ... Mengingat alam semesta adalah ciptaan Allah, akibatnya
alam semesta itu juga menyatakan dan menunjukkan Dia. Tidak ada ‘satu atompun
dalam alam semesta’ dalam mana keilahianNya tidak bersinar / terpancar. ...
Kedua, Kitab Suci mengajar kita bahwa manusia mempunyai posisi yang sepenuhnya
unik / istimewa di antara ciptaan-ciptaan yang lain. Sekalipun ciptaan-ciptaan
secara umum menunjukkan ‘jejak’ dari sifat-sifat yang baik dari Allah, tetapi
manusia adalah gambar dan rupa Allah; dan karena itu kita mempunyai hak untuk
berbicara tentang Allah dalam istilah-istilah yang berkenaan dengan ciptaan,
khususnya dalam istilah-istilah anthropomorphis] - ‘The
Doctrine of God’, hal 97.
1) Kitab Suci menggambarkan Allah
sebagai manusia.
Ini
disebut dengan bahasa anthropomorphis. Kata ‘anthropomorphis’ berasal dari kata
ANTHROPOS [= manusia] + MORPHE [= bentuk]. Jadi, dalam arti yang ketat, bahasa
anthropomorphis adalah bahasa yang menggambarkan Allah seakan-akan Ia adalah
manusia / berbentuk manusia. Tetapi kata ‘anthropomorphis’ ini dalam
penggunaannya diperluas sehingga mencakup penggambaran Allah dengan menggunakan
perasaan manusia (anthropopathy), sifat manusia, kegiatan manusia, jabatan
manusia, dan bahkan juga penggambaran Allah dengan menggunakan ciptaan-ciptaan
lain (lihat point no 2 di bawah).
Herman
Bavinck: “whereas God’s revelation in nature and Scripture is definitely directed
to man, God uses human language to reveal himself and manifests himself in
human forms. It follows that Scripture does not merely contain a few
anthropomorphisms; on the contrary, all Scripture is anthropomorphic. From
beginning to end Scripture testifies a condescending approach of God to man.
... Hence, all the names with which God names himself and by means of which he
allows us to address him are derived from earthly and human relations” [= oleh karena penyataan / wahyu Allah dalam
alam dan Kitab Suci jelas ditujukan kepada manusia, Allah menggunakan bahasa
manusia untuk menyatakan diriNya sendiri dan menunjukkan diriNya sendiri dalam
bentuk-bentuk manusia. Sebagai akibatnya Kitab Suci bukan hanya mengandung
sedikit bahasa anthropomorphis; sebaliknya, seluruh Kitab Suci adalah bahasa
anthropomorphis. Dari awal sampai akhir Kitab Suci menyaksikan suatu pendekatan
yang bersifat merendahkan diri dari Allah kepada manusia. ... Karena itu, semua
nama-nama dengan mana Allah menamakan diriNya sendiri dan dengan cara apa Ia
mengijinkan kita menyebutNya didapatkan dari hubungan duniawi dan manusiawi] - ‘The
Doctrine of God’, hal 86.
Penggunaan
bahasa anthropomorphis untuk menggambarkan Allah merupakan sesuatu yang mutlak
perlu, karena kalau tidak, kita tidak bisa berbicara apapun tentang Allah.
Herman
Bavinck: “If God were to speak to us in divine language, no one would be able to
understand him” [=
Seandainya Allah berbicara kepada kita dalam bahasa ilahi, tidak seorangpun
akan bisa mengerti Dia] - ‘The Doctrine of God’, hal 86.
Herman
Bavinck: “If it be improper to speak about God in anthropomorphic language, the
only logical alternative is not to speak about God at all” [= Jika merupakan sesuatu yang tidak benar
untuk berbicara tentang Allah dalam bahasa anthropomorfis, satu-satunya
alternatif logis adalah tidak berbicara tentang Allah sama sekali] - ‘The
Doctrine of God’, hal 90.
Herman
Bavinck: “it is altogether impossible to say anything about God apart from the
use of anthropomorphisms” [= sama
sekali mustahil untuk mengatakan apapun tentang Allah terpisah dari penggunaan
bahasa anthropomorfis] - ‘The Doctrine of God’, hal 91.
Herman
Bavinck: “Even the most abstract names; e.g., essence, substance, the absolute,
the one, spirit, reason, etc., are and ever remain anthropomorphisms. For man
there are only two alternatives: absolute silence with reference to God, or
speaking about him in a human way” [= Bahkan nama-nama yang paling abstrak; misalnya: hakekat, substansi,
yang mutlak, yang satu, roh, akal, dsb., adalah bahasa anthropomorphis dan
tetap merupakan bahasa anthropomorphis. Bagi manusia hanya ada dua alternatif /
pilihan: sama sekali tidak berbicara berkenaan dengan Allah, atau berbicara
tentang Dia dengan cara manusiawi] - ‘The Doctrine of God’, hal 92.
a)
Allah digambarkan dengan anggota-anggota tubuh,
organ-organ atau bagian-bagian dari manusia.
Contoh:
1. Yes 59:1-2
- “Sesungguhnya, tangan
TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaranNya
tidak kurang tajam untuk mendengar; tetapi yang merupakan pemisah antara kamu
dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri
terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu”.
2. Amsal 15:3
- “Mata TUHAN
ada di segala tempat, mengawasi orang jahat dan orang baik”.
3. 1Sam 2:35 - “Dan Aku akan mengangkat bagiKu seorang imam
kepercayaan, yang berlaku sesuai dengan hatiKu dan jiwaKu, dan
Aku akan membangunkan baginya keturunan yang teguh setia, sehingga ia selalu
hidup di hadapan orang yang Kuurapi”.
Catatan:
penggambaran Allah dengan menggunakan bagian-bagian dari tubuh manusia ini
menimbulkan adanya orang-orang yang oleh Calvin disebut dengan istilah
‘Anthropomorphites’, yang lalu secara sesat / salah menganggap bahwa Allah itu
betul-betul mempunyai wujud manusia (‘Institutes
of the Christian Religion’, Book I, Chapter XIII, no 1). Footnotenya pada halaman
itu mengatakan bahwa sekte ini didirikan oleh Audius di Mesopotamia, pada tahun
372 (?).
Pandangan
seperti ini bukan hanya ada pada jaman dulu saja. Pandangan seperti ini juga
ada pada abad 20 dan 21.
Hank
Hanegraaff: “The sad truth is that the Faith teachers
have crafted man in the image of God, and God in the image of man. ... Kenneth
Copeland claims that God is ‘not some creatures that stands 28 feet tall, and
He’s got hands, you know, as big as basketballs. That’s not the kind of
creature He is. ... A being that stands somewhere around 6’-2’’, 6’-3’’, that
weighs somewhere in the neighborhood of a couple of hundred pounds, ... (and)
has a (hand) span of nine inches across.’ Where in the world does Copeland
derive this monstrosity? The answer is that he tortures the words of the
prophet Isaiah. When Isaiah, using a common figure of speech, says that God
marked off the heavens with His span (40:12), Copeland takes out a ruler,
measures the span of his hand, finds it to be 8¾ inches, and speculates that
God’s hand must be about a quarter of an inch larger than his! ... Copeland is
not the only Faith teacher who wrenches Isaiah 40:12 out of context. Jerry
Savelle elaborates on his mentor’s teaching when he says: God is not 437 feet
tall, weighing 4000 pounds, and got a fist big around as this room. He measured
out heaven with a nine-inch span. ... The distance between my thumb and my
finger is not quite nine inches. So, I know He’s bigger than me, thank God.
Amen? But He’s not some great, big, old thing that couldn’t come through the
door there and, you know, when He sat down, would fill every seat in the house.
I don’t serve the Glob. I serve God, and I’ve been created in His image and in
His likeness” [=
Kebenaran yang menyedihkan adalah bahwa guru-guru Iman telah membuat manusia
sebagai gambar Allah, dan Allah sebagai gambar manusia. ... Kenneth Copeland
mengclaim bahwa
Allah ‘bukanlah suatu makhluk yang tingginya 28 kaki, dan yang mempunyai tangan
sebesar bola basket. Ia bukan jenis makhluk seperti itu. ... Suatu makhluk yang
tingginya sekitar 6 kaki 2 inci - 6 kaki 3 inci, yang beratnya sekitar 200
pounds, ... dan yang mempunyai jengkal tangan 9 inci’. Dari mana gerangan
Copeland mendapatkan hal yang mengerikan ini? Jawabannya adalah bahwa ia
‘menganiaya’ kata-kata dari nabi Yesaya. Pada waktu Yesaya, menggunakan gaya
bahasa yang umum, mengatakan bahwa Allah menandai langit dengan jengkal
tanganNya (40:12), Copeland mengambil penggaris, mengukur jengkal tangannya,
dan mendapatkan 8 ¾ inci, dan lalu berspekulasi bahwa tangan Allah pasti lebih
besar ¼ inci dari tangannya! ... Copeland bukanlah satu-satunya guru Iman yang
merenggut Yes 40:12 keluar dari kontextnya. Jerry Savelle menguraikan ajaran
penasehatnya pada waktu ia berkata: Allah itu bukan seseorang yang tingginya
437 kaki, beratnya 4000 pounds, dan mempunyai kepalan sebesar ruangan ini. Ia
mengukur langit dengan jengkal sepanjang 9 inci. ... Jarak antara ibu jari saya
jari saya tidak mencapai 9 inci. Jadi, saya tahu Ia lebih besar dari saya,
syukur kepada Allah. Amin? Tetapi Ia bukannya sesuatu yang besar dan tua yang
tidak bisa masuk melalui pintu di sana, dan pada waktu Ia duduk akan memenuhi
setiap tempat duduk dalam rumah ini. Saya tidak melayani the Glob (Raksasa?).
Saya melayani Allah, dan saya telah diciptakan dalam gambar dan rupaNya] - ‘Christianity in Crisis’, hal
121,122.
Yes 40:12
- “Siapa yang
menakar air laut dengan lekuk tangannya dan mengukur langit dengan
jengkal, menyukat debu tanah dengan takaran, menimbang gunung-gunung dengan
dacing, atau bukit-bukit dengan neraca?”.
b) Allah digambarkan dengan
perasaan-perasaan manusia (bahasa Anthropopathy).
Contoh:
1. Kel 4:14
- “Maka bangkitlah
murka TUHAN terhadap Musa dan Ia berfirman: ‘Bukankah di situ Harun, orang
Lewi itu, kakakmu? Aku tahu, bahwa ia pandai bicara; lagipula ia telah
berangkat menjumpai engkau, dan apabila ia melihat engkau, ia akan bersukacita
dalam hatinya”.
2. Kej 6:5-6
- “Ketika dilihat
TUHAN, bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan
hatinya selalu membuah-kan kejahatan semata-mata, maka menyesallah TUHAN,
bahwa Ia telah menjadikan manusia di bumi, dan hal itu memilukan hatiNya”.
W. G.
T. Shedd: “When expressions that import anger or grief
are used concerning God himself, we must sever in our conception everything of
imperfection, and ascribe everything of real perfection. We are not to think
that such expressions signify nothing, that they have no meaning, or that
nothing at all is to be attributed to Him, under them. Nor are we, again, to
think that they signify the same thing with what we find in ourselves, and are
wont to express by these names” [= Pada waktu ungkapan-ungkapan yang menunjukkan kemarahan atau
kesedihan digunakan berkenaan dengan Allah sendiri, kita harus membuang dari
pengertian kita segala sesuatu yang tidak sempurna, dan memperhitungkan /
memberikan segala sesuatu yang sempurna. Kita tidak boleh berpikir bahwa
ungkapan-ungkapan seperti itu tidak menunjukkan apa-apa, tidak mempunyai arti apa-apa,
atau bahwa tidak ada apapun yang diberikan kepadaNya oleh ungkapan-ungkapan
itu. Juga kita tidak boleh berpikir bahwa ungkapan-ungkapan itu menunjukkan hal
yang sama dengan apa yang kita dapatkan dalam diri kita sendiri, dan yang
biasanya dinyatakan oleh nama-nama / kata-kata ini] - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol
I, hal 173.
W. G.
T. Shedd: “The Scriptures attribute feeling to God,
and nearly all forms of feeling common to man. That all of these are not
intended to be understood as belonging to the Divine nature is plain, because
some of them are as incompatible with the idea of an infinite and perfect being
as are the material instruments of hands and feet attributed to him in
Scripture. Such an emotion as fear, for example, which God is represented as
experiencing (Gen. 3:22,23; Ex. 13:17; Deut. 32:27), must be regarded as
metaphorical. The same is true of jealousy (Deut. 32:21); of grieving and
repenting (Gen. 6:6,7; Ps. 95:10; Jer. 15:6). The criterion for determining
which form of feeling is literally, and which is metaphorically attributable to
God, is the divine blessedness. God cannot be the subject of any emotion that
is intrinsically and necessarily an unhappy one. ... Tried by this test, it
will be found that there are only two fundamental forms of feeling that are
literally attributable to the Divine essence. These are love (AGAPE), and wrath
(ORGE). Hatred is a phase of displeasure or wrath. These two emotions are real
and essential in God; the one wakened by righteousness, and the other by sin” [= Kitab Suci memberikan perasaan kepada
Allah, dan hampir semua bentuk perasaan yang umum bagi manusia. Bahwa semua ini
tidak dimaksudkan untuk dimengerti sebagai milik dari Allah adalah jelas,
karena beberapa dari perasaan itu tidak cocok dengan gagasan / pengertian
tentang suatu makhluk yang tak terbatas dan sempurna, seperti pada waktu
alat-alat material berupa tangan dan kaki diberikan kepada Dia dalam Kitab
Suci. Sebagai contoh, emosi seperti rasa takut, yang digambarkan dialami oleh
Allah (Kej 3:22,23; Kel 13:17; Ul 32:27), harus dianggap sebagai bersifat
kiasan. Hal yang sama dengan kecemburuan (Ul 32:21); kesedihan dan penyesalan /
pertobatan (Kej 6:6,7; Maz 95:10; Yer 15:6). Kriteria untuk menentukan bentuk
perasaan mana yang hurufiah, dan yang bersifat kiasan, yang diberikan kepada
Allah, adalah keadaan diberkati dari Allah. Allah tidak bisa mengalami emosi
apapun yang pada hakekatnya dan secara pasti merupakan emosi yang tidak
membahagiakan. ... Diuji oleh ujian ini, akan didapatkan bahwa hanya ada dua
bentuk perasaan dasar yang diberikan secara hurufiah kepada Allah. Itu adalah
kasih (AGAPE), dan kemurkaan (ORGE). Kebencian merupakan suatu bentuk dari
ketidak-senangan atau kemurkaan. Kedua emosi ini nyata / sungguh-sungguh dan
mutlak perlu dalam Allah; yang satu dibangkitkan oleh kebenaran, dan yang lain
oleh dosa] - ‘Shedd’s
Dogmatic Theology’, vol I, hal 173-174.
W. G.
T. Shedd: “To be displeased with and hate wickedness,
at first sight, would seem to introduce commotion and unhappiness into the
Divine mind. But this is because it is confounded with the passion of anger and
hatred in the depraved human heart” [= Tidak senang dan membenci kejahatan, sekilas pandang kelihatannya
menghadirkan gangguan / kekacauan dan ketidak-bahagiaan ke dalam pikiran Ilahi.
Tetapi ini disebabkan karena itu dikacaukan dengan perasaan marah dan benci
dalam hati manusia yang bejat] - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol I, hal 176.
c) Allah digambarkan dengan sifat-sifat dan
jabatan-jabatan manusia.
Contoh: Allah
disebut baik, kasih, dan juga disebut sebagai Raja, Hakim, Gembala, dan
sebagainya.
1Taw 16:34
- “Bersyukurlah
kepada TUHAN, sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih
setiaNya”.
1Sam 8:7
- “TUHAN berfirman
kepada Samuel: ‘Dengarkanlah perkataan bangsa itu dalam segala hal yang
dikatakan mereka kepadamu, sebab bukan engkau yang mereka tolak, tetapi Akulah
yang mereka tolak, supaya jangan Aku menjadi raja atas mereka”.
Herman
Bavinck: “Accordingly, in Scripture he is called EL, the Mighty One; EL-SHADDAI,
the Powerful One; YHWH, the One who is; moreover, he is called Father, Son,
Spirit, good, merciful, gracious, righteous, holy, etc., expressions which are
based on human relations and are applied to God metaphorically” [= Sesuai dengan itu, dalam Kitab Suci Ia
disebut EL, Yang Perkasa / Kuat; EL-SHADDAI, Yang Mahakuasa; YHWH, Yang Adalah
/ Yang Ada; selain itu, Ia disebut Bapa, Anak, Roh, baik, penuh belas kasihan,
penuh kasih karunia, benar, kudus, dsb., yang merupakan pernyataan-pernyataan
yang didasarkan pada hubungan-hubungan manusiawi dan diterapkan kepada Allah
secara kiasan] - ‘The Doctrine of God’, hal 86.
d) Allah digambarkan dengan tindakan-tindakan
manusia.
Contoh:
Allah dikatakan datang, pergi, naik, turun dan sebagainya.
Kej 11:7
- “Baiklah Kita
turun dan mengacaubalaukan di sana bahasa mereka, sehingga mereka tidak
mengerti lagi bahasa masing-masing.’”.
Kej 18:33
- “Lalu pergilah
TUHAN, setelah Ia selesai berfirman kepada Abraham; dan kembalilah Abraham
ke tempat tinggalnya”.
e) Allah digambarkan dengan kemampuan /
keberadaan manusia.
1. Ada
ayat-ayat yang seolah-olah menunjukkan bahwa Allah itu tidak maha tahu,
membutuhkan informasi, dan bahkan salah dalam memperkirakan. Misalnya:
a. Kej 18:20-21
- “Sesudah itu
berfirmanlah TUHAN: ‘Sesungguhnya banyak keluh kesah orang tentang Sodom dan
Gomora dan sesungguhnya sangat berat dosanya. Baiklah Aku turun untuk
melihat, apakah benar-benar mereka telah berkelakuan seperti keluh kesah orang
yang telah sampai kepadaKu atau tidak; Aku hendak mengetahuinya.’”.
b. Yer 3:7a
- “PikirKu: Sesudah
melakukan semuanya ini, ia akan kembali kepadaKu, tetapi ia tidak kembali”.
KJV: ‘And I said after she had done all these things, Turn
thou unto me. But she returned not’ [= Dan Aku berkata setelah ia melakukan semua hal-hal ini: Berbaliklah
engkau kepadaKu. Tetapi ia tidak berbalik].
RSV/NIV/NASB » Kitab Suci Indonesia.
c. Yer 3:19-20
- “Tadinya pikirKu:
‘Sungguh Aku mau menempatkan engkau di tengah-tengah anak-anakKu dan memberikan
kepadamu negeri yang indah, milik pusaka yang paling permai dari bangsa-bangsa.
PikirKu, engkau akan memanggil Aku: Bapaku, dan tidak akan berbalik dari
mengikuti Aku. Tetapi sesungguhnya, seperti seorang isteri tidak setia terhadap
temannya, demikianlah kamu tidak setia terhadap Aku, hai kaum Israel,
demikianlah firman TUHAN”.
d. Yer 36:3
- “Dalam tahun yang
keempat pemerintahan Yoyakim bin Yosia, raja Yehuda, datanglah firman ini dari
TUHAN kepada Yeremia, bunyinya: ‘Ambillah kitab gulungan dan tulislah di
dalamnya segala perkataan yang telah Kufirmankan kepadamu mengenai Israel,
Yehuda dan segala bangsa, dari sejak Aku berbicara kepadamu, yakni dari sejak
zaman Yosia, sampai waktu ini. Mungkin apabila kaum Yehuda mendengar
tentang segala malapetaka yang Aku rancangkan hendak mendatangkannya kepada
mereka, maka mereka masing-masing akan bertobat dari tingkah langkahnya yang
jahat itu, sehingga Aku mengampuni kesalahan dan dosa mereka.’”.
Bacalah Yer 36:20-dst, maka terlihat bahwa ternyata mereka tidak
bertobat setelah mendengar Firman Tuhan itu.
Ini jelas merupakan ayat-ayat dimana Allah menyatakan diriNya
seolah-olah Ia adalah manusia yang terbatas dalam pengetahuan. Ini jelas tidak
boleh diartikan secara hurufiah.
2. Ada ayat yang seolah-olah
menunjukkan bahwa Allah itu perlu berpikir / mempertimbangkan sebelum mengambil
suatu keputusan. Misalnya:
Kej 18:17 - “Berpikirlah
TUHAN: ‘Apakah Aku akan menyembunyikan kepada Abraham apa yang hendak Kulakukan
ini?”.
3. Ada ayat yang menunjukkan
bahwa pribadi yang satu dalam Allah Tritunggal mengajak pribadi-pribadi yang
lain untuk melakukan sesuatu, seakan-akan pribadi-pribadi dalam Allah
Tritunggal itu mempunyai pikiran yang berbeda-beda. Misalnya:
a. Kej 1:26 - “Berfirmanlah Allah: ‘Baiklah Kita
menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa
atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas
seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi.’”.
b. Kej 11:7 - “Baiklah Kita turun dan mengacaubalaukan
di sana bahasa mereka, sehingga mereka tidak mengerti lagi bahasa
masing-masing.’”.
4. Juga ada ayat-ayat yang
menunjukkan seolah-olah Allah itu tidak maha kuasa, karena bisa lelah dan
disegarkan kembali setelah beristirahat.
a. Kej 2:2 - “Ketika Allah pada hari ketujuh telah menyelesaikan
pekerjaan yang dibuatNya itu, berhentilah Ia pada hari ketujuh dari
segala pekerjaan yang telah dibuatNya itu”.
KJV: ‘And on the seventh day God ended his work which he had
made; and he rested on the seventh day from all his work which he had
made’ [= Dan pada hari ketujuh Allah mengakhiri
pekerjaanNya yang telah dibuatNya; dan Ia beristirahat pada hari ketujuh
dari semua pekerjaanNya yang telah dibuatNya].
b. Kel 31:17 - “Antara Aku dan orang Israel maka inilah
suatu peringatan untuk selama-lamanya, sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan
langit dan bumi, dan pada hari yang ketujuh Ia berhenti bekerja untuk
beristirahat.’”.
KJV: ‘It is a sign between me and the children of Israel for
ever: for in six days the LORD made heaven and earth, and on the seventh day he
rested, and was refreshed’ [= Itu merupakan
tanda antara Aku dan anak-anak Israel untuk selama-lamanya: karena dalam enam
hari TUHAN membuat langit dan bumi, dan pada hari yang ketujuh Ia
beristirahat, dan disegarkan]. RSV/NASB mirip dengan KJV.
Ini lagi-lagi merupakan ayat-ayat dimana Allah
menyatakan diriNya seolah-olah Ia adalah manusia yang terbatas dalam kekuatan /
kuasa. Ini juga jelas tidak boleh diartikan seccara hurufiah.
2)Allah
digambarkan dengan menggunakan ciptaan-ciptaan lain.
Herman
Bavinck: “Anthropomorphism seems to be unlimited. In order to give us an idea of
the majesty and exalted character of God names are derived from every kind of
creature, living and lifeless, organic and inorganic” [= Bahasa anthropomorphis kelihatannya tak
terbatas. Untuk memberikan kepada kita gagasan tentang keagungan dan karakter
yang mulia dari Allah, nama-nama didapatkan dari setiap jenis ciptaan, yang
hidup maupun yang mati, organik maupun non organik] - ‘The
Doctrine of God’, hal 88.
Herman Bavinck: “Scripture
is even more emphatic in its anthropomorphism. Whatever pertains to man,
whatever pertains to creatures, is applied to God, especially ‘human organs,
members, sensations, affections,’ etc. God has a soul, Lev. 26:11; Matt 12:28;
and a Spirit, Gen. 1:2; etc. Mention is never made of God’s body, ... but all
the terms expressive of bodily organs are applied to God 1; ...
Further, every human emotion is also present in God 2. ... Further,
human actions are ascribed to God 3, ... Furthermore, God is often
called by names which indicate a certain office, profession, or relation among
men 4. ... In order to indicate what God is for his children
language derived from the organic and inorganic creation is applied to God 5”
[= Kitab Suci
bahkan lebih tegas / menekankan dalam bahasa anthropomorphisnya. Apapun yang
berhubungan dengan manusia, apapun yang berhubungan dengan makhluk-makhluk
ciptaan, diterapkan kepada Allah, khususnya ‘organ-organ, anggota-anggota,
pekerjaan dari panca indera (seperti melihat, mendengar dsb.), perasaan-perasaan, dsb. Allah mempunyai
jiwa, Im 26:11; Mat 12:28; dan Roh, Kej 1:2; dsb. Tidak pernah disebutkan
tentang tubuh Allah, ... tetapi semua istilah yang menyatakan organ-organ tubuh
diterapkan kepada Allah 1; ... Selanjutnya, setiap perasaan manusia
juga hadir dalam diri Allah 2. .... Selanjutnya, tindakan-tindakan
manusia diberikan kepada Allah 3, ... Lebih jauh lagi, Allah sering
disebut dengan nama-nama yang menunjukkan suatu jabatan, profesi, atau hubungan
tertentu di antara manusia 4. ... Untuk menunjukkan apa Allah itu
bagi anak-anakNya, maka bahasa yang didapatkan dari ciptaan yang organik dan
non organik diterapkan kepada Allah 5] - ‘The
Doctrine of God’, hal 86,87,88.
Catatan: Mat 12:28 itu
pasti salah cetak, seharusnya adalah Mat 12:18.
Contoh:
1. ‘Wajah’ (Kel 33:20), ‘mata’ (Maz 11:4), ‘sorot mata’ [KJV: ‘eyelids’ (=
kelopak mata)] (Maz 11:4), ‘biji
mata’ (Ul 32:10), ‘telinga’
(Maz 55:2), ‘hidung’
(Kel 15:8), ‘mulut’
(1Raja 8:15), ‘bibir’
(Ayub 23:12), ‘lidah’ (Yes 30:27),
‘lengan’
(Ul 5:15), ‘tangan’
(Kel 7:5), ‘tangan kanan’
(Kel 15:12), ‘jari’
(Kel 31:18), ‘hati’
(Yes 63:15), ‘dada’ (Maz
74:11), ‘kaki’ (Yes
66:1).
2. ‘Sukacita / girang’
(Yes 62:5), ‘sorak-sorak’
(Yes 65:19), ‘susah’ (Maz
78:40), ‘marah / sakit
hati’ (Yer 7:18-19), ‘murka’
(Maz 2:5), ‘takut / kuatir’
(Ul 32:27), ‘kasih’
(Yoh 3:16), ‘cemburu’
(Ul 32:21), ‘giat
cemburu’ / zeal (=
semangat) (2Raja 19:31), ‘belas
kasihan’ (Hos 11:8), ‘panjang sabar’ (Kel 34:6), ‘benci’ (Ul 16:22), ‘dendam / pembalasan’ (Ul
32:35).
3. ‘Mengetahui’ (Kej 18:21), ‘mencoba / menguji’
(Kej 22:1), ‘mereka-rekakan’ [KJV: ‘meant’ {= memaksudkan}] (Kej 50:20), ‘melupakan’ (Maz 44:25), ‘tidak mengingat-ingat’ (Yes 43:25), ‘mengingat-ingat’
(Maz 130:3), ‘memberi
perintah’ (Kej 2:16), ‘memanggil’ (Ul 30:19), ‘menghardik’ (Maz 18:16), ‘menjawab’ (Maz 3:5), ‘menjadi saksi’ (Mal 2:14), ‘beristirahat’ (Kej 2:2), ‘bekerja’ (Yoh 5:17), ‘melihat’ (Kej 1:10), ‘mendengar’ (Kel 2:24), ‘mencium’ (smell)
(Kej 8:21), ‘bersemayam’
(Maz 9:8), ‘bangkit / bangun’
(Maz 68:2), ‘berjalan’
(Kel 34:9), ‘bertemu’
(Kel 25:22), ‘turun’
(Kej 11:5), ‘mengunjungi’
[Kej 21:1 (KJV)], ‘lewat’
(Kel 12:13), ‘membuang’ (Hakim
6:13), ‘menulis’ (Kel
34:1), ‘memeteraikan’
(Yoh 6:27), ‘melukiskan
/ mengukirkan’ (Yes 49:16), ‘menghajar’ (Yes 11:4), ‘menegur’ dan ‘mendidik’
(Ayub 5:17), ‘membalut’ dan ‘menyembuhkan’ (Maz 147:3),
‘mematikan’ dan ‘menghidupkan’ (Ul 32:39), ‘menghapus air mata’
(Yes 25:8), ‘menghapuskan’
(2Raja 21:13), ‘membersihkan
/ mentahirkan’ (Maz 51:3), ‘melantik’ (Maz 2:6), ‘mengurapi’ (1Sam 10:1), ‘menghiasi’ (Yeh 16:11), ‘memberi pakaian’ (Maz 132:16), ‘memahkotai’ (Maz 8:6), ‘mengikat pinggang’ dan ‘meratakan jalan’
(Maz 18:33), ‘menghancurkan’
[Kej 6:7 (KJV)], ‘membuat
jadi reruntuhan’ dan ‘merusak’
(Im 26:31), ‘membunuh’
(Kej 38:7), ‘menimpakan
tulah’ (Kej 12:17), ‘menghakimi
/ memberi keadilan’ (Maz 58:12), ‘mempersalahkan’ (Ayub 10:2).
4. Allah disebut ‘pengantin laki-laki’
(Yes 61:10), ‘suami’
(Yes 54:5), ‘bapa’
(Ul 32:6), ‘hakim’, ‘raja’, dan ‘pemberi hukum’ (Yes 33:22),
‘pahlawan perang’
(Kel 15:3), ‘pahlawan’
(Maz 78:65), ‘perencana’ dan ‘pembangun’ (Ibr 11:10),
‘pengusaha kebun’
(Yoh 15:1), ‘gembala’
(Maz 23:1), ‘penyembuh’
(Kel 15:26). Sehubungan dengan jabatanNya ini juga disebutkan ‘takhta’, ‘tumpuan kaki’, ‘tongkat’, ‘gada’, ‘tongkat kerajaan’, ‘senjata’, ‘busur’, ‘panah’, ‘pedang’, ‘perisai’, ‘bendera / panji’, ‘kitab’, ‘meterai’, ‘harta / kekayaan’, ‘warisan’, dan sebagainya.
5. Allah disebut sebagai ‘singa’ (Yes 31:4), ‘rajawali’ (Ul 32:11), ‘induk ayam’ (Mat 23:37),
‘matahari’ dan ‘perisai’ (Maz 84:12),
‘bintang timur’ [=
Lucifer!] (Wah 22:16), ‘terang’
(Maz 27:1), ‘lampu’ (Wah
21:23), ‘api’
(Ibr 12:29), ‘mata
air / sumber’ (Maz 36:10), ‘sumber air hidup’ (Yer 2:13), ‘makanan’, ‘roti’, ‘minuman’ (Yes 55:1), ‘gunung batu’ (Ul 32:4), ‘tempat persembunyian’
(Maz 119:114), ‘tempat
perlindungan’ (Maz 9:9), ‘menara’ (Amsal 18:10), ‘tempat bernaung’ (Maz 91:1), ‘Bait Suci’ (Wah 21:22), ‘jalan’ (Yoh 14:6).
-o0o-
No comments:
Post a Comment