Oleh: Pdt. Budi Asali, M.Div
pembahasan I
PETRUS 3:18-20 (2)
Bacalah lebih dulu bagian 1
5) Yesus, melalui Roh Kudus,
melakukan pemberitaan kepada roh-roh yang dalam penjara setelah kebangkitanNya,
atau pada waktu kenaikanNya ke surga.
Louis Berkhof: “Bavinck considers this untenable and interprets the passage as
referring to the ascension, which he regards as a rich, triumphant, and powerful
preaching to the spirits in prison” (= Bavinck menganggap ini tidak
bisa dipertahankan dan menafsirkan bahwa teks ini menunjuk pada kenaikan, yang
ia anggap sebagai suatu pemberitaan / khotbah yang kaya, menang dan berkuasa
kepada roh-roh dalam penjara) - ‘Systematic
Theology’, hal 341.
Catatan:
yang dimaksud dengan ‘this’ / ‘ini’ dalam kutipan di atas
adalah penafsiran Berkhof tentang 1Pet 3:18-20. Tetapi dari buku Bavinck
yang lain, yang saya kutipkan di bawah ini, kelihatannya Bavinck mempunyai 2
kemungkinan pandangan, dan ia tidak menganggap pandangan Berkhof sebagai tidak
dapat dipertahankan. Sebaliknya ia tetap menganggapnya sebagai suatu
kemungkinan.
Herman Bavinck: “in 1Peter 3:19-21 Peter in any event is not speaking of what Christ
did between His death and resurrection; he is speaking, rather, of what
Christ did through His Spirit before the incarnation in the days of Noah,
or of what He did after His resurrection when He was already made alive in
the Spirit. There is in Scripture not the slightest ground for teaching a
spatial descent into hell” (= dalam 1Pet 3:19-21 Petrus sama sekali tidak
berbicara tentang apa yang Kristus lakukan antara kematian dan kebangkitanNya;
tetapi ia berbicara tentang apa yang Kristus lakukan melalui RohNya sebelum
inkarnasi pada jaman Nuh, atau tentang apa yang Ia lakukan setelah
kebangkitanNya pada waktu Ia sudah dihidupkan dalam Roh) - ‘Our Reasonable Faith’, hal 365.
Dari kata-kata Berkhof di
atas kelihatannya Bavinck menganggap bahwa peristiwa kenaikan Yesus ke surga
itu sendiri dianggap sebagai suatu pemberitaan kepada roh-roh yang dalam
penjara. Kalau benar demikian, saya berpendapat bahwa penafsiran Bavinck yang
diceritakan oleh Berkhof ini sebagai suatu penafsiran yang menarik. Tetapi dari
buku Bavinck yang lain dikatakan sebagai berikut: “He (Peter) says that Christ after
having been quickened by the spirit went up into heaven (for the words ‘went’
and ‘is gone’ of 1Peter 3:19 and 22 the Greek has the same word, so that the
addition in verse 22 of ‘into heaven’ simply designates where He went), and
that at His ascension He preached to the spirits in prison His victory, and
took His place at the right hand of God, angels and authorities and powers
being made subject to Him” [= Ia
(Petrus) berkata bahwa Kristus,
setelah dihidupkan oleh roh, naik ke surga (untuk kata-kata ‘pergi’ dan ‘naik’
dari 1Pet 3:19 dan 22 bahasa Yunani mempunyai kata yang sama, sehingga penambahan kata-kata
‘ke sorga’ dalam ay 22 hanya menunjukkan kemana Ia pergi), dan bahwa pada
kenaikanNya Ia memberitakan kemenanganNya kepada roh-roh dalam penjara, dan
mengambil tempatNya di sebelah kanan Allah, dan malaikat-malaikat dan
pemerintah-pemerintah dan kuasa-kuasa dibuat tunduk kepadaNya] - ‘Our Reasonable
Faith’, hal 373.
Penafsiran ini kelihatannya sama / sangat mirip dengan penafsiran Herman
Hoeksema yang berkata sebagai berikut: “the apostle is not speaking here at all of
a personal descent of Christ into prison after His crucifixion and before His
resurrection, but of a going to preach to the spirits that were in prison after
His resurrection and through the Spirit. ... ‘spirits in prison’ ... this so
very clearly refers to the ungodly in Noah’s day, ... the apostle does not
speak with one word, nor even suggest in any way, that these spirits in prison
were delivered and taken to heaven by Christ. The text simply informs us that
He ‘preached’ to them. And the word used here for ‘preached’ does not mean at
all that He preached the gospel unto them, but simply that He proclaimed,
announced, something as a herald” (= sang rasul di sini sama sekali tidak
sedang berbicara tentang turunnya Kristus secara pribadi ke dalam penjara
setelah penyaliban dan sebelum kebangkitanNya, tetapi tentang kepergian untuk
memberitakan kepada roh-roh yang ada dalam penjara setelah kebangkitanNya dan
melalui Roh. ... ‘roh-roh dalam penjara’ ... ini begitu jelas menunjuk kepada
orang-orang jahat pada jaman Nuh, ... sang rasul tidak berbicara dengan satu
katapun, atau bahkan mengusulkan dengan cara apapun, bahwa roh-roh dalam
penjara ini dibebaskan dan dibawa ke surga oleh Kristus. Text ini hanya memberi
informasi kepada kita bahwa Ia ‘memberitakan / berkhotbah’ kepada mereka. Dan
kata yang digunakan di sini untuk ‘memberitakan / berkhotbah’ sama sekali tidak
berarti bahwa Ia memberitakan Injil kepada mereka, tetapi hanya bahwa Ia
memberitakan atau mengumumkan sesuatu sebagai seorang utusan / pejabat yang
bertugas untuk mengumumkan) - ‘Reformed
Dogmatics’, hal 410.
Catatan: kalau
Bavinck mengatakan bahwa pemberitaan tersebut terjadi pada saat ‘kenaikan’, maka Hoeksema mengatakan ‘setelah kebangkitan’. Dan dalam buku
yang sama, hal 411, Hoeksema mengatakan “after His resurrection and exaltation”
(= setelah kebangkitan dan pemuliaanNya). Tidak jelas apa yang ia maksud
dengan ‘exaltation’ (= pemuliaan), karena dalam Kristologi ini bisa
menunjuk pada kebangkitan, kenaikan, duduknya di sebelah kanan Allah, maupun
kedatangan keduakalinya sebagai Hakim (yang terakhir ini tidak mungkin
merupakan maksud dari Hoeksema).
6) Roh dari manusia Yesus
memberitakan Injil di Hades kepada orang-orang yang mati dalam ketidakpercayaan
pada jaman Nuh.
a) Yang
memberitakan Injil adalah roh dari manusia Yesus.
Pulpit Commentary: “It should read, ‘in the spirit,’ not ‘by the Spirit.’ There is no
reference here to the work of God the Spirit, to whom elsewhere the resurrection
of Christ is attributed; it is here simply a contrast between Christ’s flesh
and his spirit. His spirit did not die; it was raised by the death of the
flesh into new energy, and he became able to do what before was impossible. He
had often thought of this: ‘I, if I be lifted up from the earth, will draw all
men unto me.’” [= Itu harus ditafsirkan / dimengerti sebagai ‘dalam
roh’, bukan ‘oleh Roh’. Ini tidak berhubungan dengan pekerjaan Allah Roh (Kudus), yang di tempat lain
dikatakan membangkitkan Kristus; di sini ini hanya menunjukkan kontras
antara daging Kristus dan rohNya. RohNya tidak mati; rohNya diangkat oleh
kematian daging ke dalam kekuatan / tenaga yang baru, dan Ia jadi bisa
melakukan apa yang sebelumnya mustahil. Ia telah sering memikirkan ini: ‘Aku,
apabila Aku ditinggikan dari bumi, Aku akan menarik semua orang datang
kepadaKu’] - hal 157.
Seorang penafsir lain dari Pulpit Commentary
(hal 133-135) juga mengatakan bahwa 3:18 berbicara bukan tentang Roh
Kudus, tetapi tentang roh dari manusia Yesus.
Pulpit Commentary: “Thus the literal translation is, ‘Being put to death in flesh, but
quickened in spirit.’ ... by pneuma in this verse we are to understand, not God
the Holy Ghost, but the holy human spirit of Christ. In the flesh he was put to
death, but in his spirit he was quickened” [= Karena itu terjemahan hurufiahnya adalah:
‘Dibunuh dalam daging, tetapi dihidupkan dalam roh’. ... kita harus menafsirkan
kata pneuma (PNEUMA = roh) dalam ayat ini tidak menunjuk kepada Allah
Roh Kudus, tetapi kepada roh yang suci dari manusia Yesus. Dalam daging Ia
dibunuh, tetapi dalam roh Ia dihidupkan] - hal 133.
Pulpit Commentary juga mengatakan bahwa pada saat Yesus
mati “that
spirit passed into a new life ... was quickened in his holy human spirit -
quickened to new energies, new and blessed activities” (= roh itu pindah /
beralih ke dalam hidup yang baru ... dihidupkan dalam roh manusiaNya yang suci
- dihidupkan pada tenaga yang baru, aktivitas-aktivitas yang baru dan
diberkati) - hal 133.
Pulpit juga berkata bahwa pemberitaan dalam
1Pet 3:19 itu tidak mungkin menunjuk pada pemberitaan Kristus melalui Nuh
ataupun rasul-rasul, tetapi betul-betul menunjuk pada pemberitaan yang
dilakukan oleh Kristus sendiri. Sebagai argumentasi, ia menekankan kata-kata ‘Ia pergi’.
Pulpit Commentary: “He went. The Greek word (POREUTHESIS) occurs again in ver. 22, ‘who is gone into heaven.’ It must have the same
meaning in both places; in ver. 22 it asserts a change of locality; it must do
the like here. ... it can scarcely mean here that, without any such change of
place, Christ preached, not in his own Person, but through Noah or the
apostles. ... himself in the spirit, he preached to spirits” [= ‘Ia pergi’. Kata
Yunaninya (
POREUTHEIS) muncul lagi pada ay 22, ‘naik ke sorga’. Kata itu harus
mempunyai arti yang sama di kedua tempat itu; dalam ay 22 itu menyatakan suatu
perpindahan tempat, maka kata itu juga harus berarti seperti itu di sini. ...
di sini kata itu tidak mungkin berarti bahwa tanpa perpindahan tempat Kristus
berkhotbah / memberitakan, bukan dalam Pribadi / DiriNya sendiri, tetapi
melalui Nuh atau rasul-rasul. ... dalam keberadaanNya sendiri dalam roh, Ia
berkhotbah / memberitakan kepada roh-roh] - hal 133-134.
Pulpit Commentary: “The hypothesis that Christ preached through the instrumentality of
Noah does not adequately represent the participle poreuthesis” (= Dugaan bahwa Kristus berkhotbah melalui Nuh sebagai
alat tidak secara cukup mewakili participle
POREUTHEIS) - hal 136.
Catatan: saya berpendapat argumentasi / serangan ini sama sekali tidak kuat.
Jangan lupa bahwa Kristus memang satu dengan orang percaya yang adalah tubuhNya
sehingga Ia sering mengidentikkan diriNya dengan mereka. Bandingkan dengan Luk
10:16 Kis 9:4.
b) Yang diinjili
adalah roh-roh dari orang-orang yang sudah mati pada jaman Nuh.
Ia juga mengatakan bahwa 1Pet 3:20 memberikan
pembatasan tentang roh-roh ini. Jadi bukannya seadanya roh di Hades
diinjili, tetapi hanya roh-roh orang yang mati karena banjir pada jaman Nuh.
Mengapa hanya kepada mereka? Ia mengatakan bahwa ini pasti dinyatakan kepada
rasul-rasul, tetapi tidak kepada kita, sehingga merupakan suatu misteri bagi
kita. Ia menduga bahwa pada saat banjir itu terjadi, memang ada orang-orang
yang betul-betul mengeraskan hati, tetapi tidak semua demikian. Ada yang
bersikap ragu-ragu tetapi diam. Juga mungkin ada banyak remaja dan anak kecil,
dan mungkin ada yang bertobat pada saat mau mati.
Pulpit Commentary: “The preaching and the condition of the hearers are mentioned together;
they were spirits when they heard the preaching. It seems impossible to
understand these words of preaching through Noah or the apostles to men who
passed afterwards into the state of disembodied spirits. And he preached in the
spirit. The word seem to limit the preaching to the time when the Lord’s soul
was left in Hades (Acts 2:27)” [= Pemberitaan dan kondisi dari para
pendengar disebutkan bersama-sama; mereka adalah roh-roh pada waktu mereka
mendengar pemberitaan itu. Kelihatannya tidak mungkin untuk menafsirkan
kata-kata ini sebagai pemberitaan melalui Nuh atau rasul-rasul kepada
orang-orang yang setelah itu lalu mati dan menjadi roh-roh yang tidak mempunyai
tubuh. Dan Ia berkhotbah / memberitakan dalam roh. Kata ini kelihatannya
membatasi pemberitaan pada saat dimana jiwa Tuhan ditinggalkan di Hades (Kis
2:27)] - hal 134.
Catatan: saya berpendapat bahwa dalam Kis 2:27,31 kata HADES (diterjemahkan
‘dunia orang mati’) harus diartikan
sebagai ‘kuburan’, karena konteksnya berhubungan dengan
kebangkitan Kristus.
Pulpit Commentary: “It cannot mean the whole realm of the dead, but only that part of
Hades in which the souls of the ungodly are reserved unto the day of judgment.
... The verse now before us (verse
20) limits the area of the Lord’s
preaching: without it we might have supposed that he preached to the whole
multitude of the dead, or at least to all ungodly dead whose spirits were in prison. Why does St. Peter specify the generation that
was swept away by the Flood? Did they need the preaching of the Christ more
than other sinful souls? or was there any special reason why that grace should
be vouchsafed to them rather than to others? The fact must have been revealed
to the apostle; but evidently we are in the presence of a mystery into which we
can see only a little way” [= Itu tidak bisa diartikan seluruh alam / dunia orang
mati, tetapi hanya bagian dari Hades dalam mana jiwa-jiwa dari orang jahat
disimpan sampai hari penghakiman. ... Ayat yang ada di hadapan kita sekarang (ay 20)
membatasi daerah pemberitaan Tuhan kita: tanpa itu kita bisa menganggap bahwa
Ia berkhotbah kepada semua orang mati, atau setidaknya kepada semua orang mati
yang jahat yang rohnya ada dalam penjara. Mengapa Petrus mengkhususkan generasi
yang dihancurkan oleh Air Bah? Apakah mereka membutuhkan pemberitaan Kristus
lebih dari jiwa-jiwa berdosa yang lain? atau apakah ada alasan khusus mengapa
kasih karunia itu harus diberikan kepada mereka dan bukannya kepada yang lain?
Fakta itu pasti telah dinyatakan kepada sang rasul; tetapi jelas bahwa kita ada
di hadapan sebuah misteri ke dalam mana kita hanya bisa melihat sedikit] -
hal 134.
c) Ini
betul-betul suatu penginjilan yang memungkinkan pertobatan.
Pulpit Commentary menambahkan (hal 135) bahwa
pemberitaan Yesus ini bukan hanya sekedar suatu proklamasi / pemberitaan
hukuman yang tidak memberi kesempatan / kemungkinan bertobat, tetapi
betul-betul suatu penginjilan yang memungkinkan pertobatan. Ia berkata bahwa
berdasarkan 1Pet 4:6 maka memang pertobatan mereka itulah yang menjadi
tujuan Yesus.
Pulpit Commentary: “There had been a preacher among them then - Noah, ‘a preacher of
righteousness;’ but they heeded him not. ... The ‘prison’ must be the end of
unbelief and disobedience; the word suggests fearful thoughts and dark
unsatisfied questions. The Lord preached even there; he brought, we may be
sure, the glad tidings of salvation: may we not venture to trust, in humble
hope, that some who had not listened to Noah, the preacher of righteousness,
listened then to Christ, the Preacher of salvation?” (= Sudah ada seorang
pengkhotbah di antara mereka pada saat itu - Nuh, ‘si pemberita kebenaran’;
tetapi mereka tidak mempedulikannya. ... ‘Penjara’ pastilah merupakan tujuan
dari ketidakpercayaan dan ketidaktaatan; kata itu menunjukkan
pemikiran-pemikiran yang menakutkan dan pertanyaan-pertanyaan yang gelap dan
tak terpuaskan. Tuhan berkhotbah bahkan di sana; kita boleh yakin bahwa Ia
membawa kabar baik tentang keselamatan: tidakkah kita boleh berspekulasi /
memberanikan diri untuk percaya, dalam pengharapan yang rendah hati, bahwa
sebagian yang tidak mendengarkan Nuh, si pemberita kebenaran, mendengarkan
kepada Kristus, si Pemberita Keselamatan?) - hal 145.
A. T. Robertson: “Bigg has no doubt that the event recorded took place between Christ’s
death and his resurrection and holds that Peter is alluding to Christ’s
Descensus ad Inferos ... Bigg argues strongly that Christ during the time
between his death and resurrection preached to those who once heard Noah (but are now in prison) and offered them another
chance and not mere condemnation” [= Bigg tidak meragukan bahwa peristiwa yang
dicatat (dalam 1Pet 3:19 ini) terjadi di antara kematian dan kebangkitan
Kristus, dan percaya bahwa Petrus sedang menyinggung tentang turunnya Kristus
ke neraka ... Bigg berargumentasi dengan kuat bahwa Kristus berkhotbah di
antara kematian dan kebangkitanNya kepada mereka yang pernah mendengar Nuh
(tetapi yang sekarang ada dalam penjara) dan menawarkan kepada mereka
kesempatan sekali lagi, dan bukan semata-mata memberikan pengecaman / penghukuman]
- ‘Word Pictures in the New Testament’,
vol 6, hal 117.
Keberatan:
1. Benarkah Yesus
sendiri (roh manusiaNya) yang memberitakan Injil?
Penafsir Pulpit Commentary di
atas menafsirkan bahwa kata-kata ‘yang
telah dibunuh dalam keadaanNya sebagai manusia, tetapi yang telah dibangkitkan
menurut Roh’ [RSV: ‘being put to
death in the flesh, but made alive in the spirit’ (= dibunuh dalam daging,
tetapi dihidupkan dalam roh)] menunjukkan suatu kontras antara daging / tubuh
Kristus dan roh dari manusia Yesus. Dengan kata lain, ia berkata bahwa kata ‘dibunuh’ ditujukan kepada ‘daging / tubuh Kristus’, sedangkan
kata ‘dihidupkan’ ditujukan kepada ‘roh manusia Yesus’. Tetapi perlu
diingat bahwa kematian Kristus tidak bisa ditujukan terhadap tubuhNya saja, tetapi
kepada seluruh kemanusiaanNya, yang berarti mencakup roh manusiaNya.
Tentang teori yang mengatakan
bahwa Yesus sendiri betul-betul turun ke Hades untuk memberitakan Injil,
seorang penafsir lain dari Pulpit Commentary menentangnya dan mengatakan bahwa berdasarkan
Luk 23:43,46 maka harus disimpulkan bahwa antara kematian dan kebangkitan, roh
dari manusia Yesus itu ada di surga.
Pulpit Commentary: “It is thought by some that after our Lord’s death (possibly in the
interval between his death and resurrection) his disembodied spirit passed into
the unseen world, and preached the gospel to the disobedient dead. Now, if that
be the proper meaning of the words, if they cannot mean anything else, we must
accept it. That the words taken by themselves will bear that meaning cannot
probably be denied: then why should we hesitate to adopt it? I might remind you
that as far as those three days are concerned, we seem to be told that they
were spent in Paradise with the Father and the redeemed. ‘This day,’ he said to
the penitent thief, ‘thou shalt be with me in Paradise;’ ‘Father,’ he said,
‘into thy hands I commend my spirit: and having said thus, he gave up the
spirit.’” [= Beberapa orang beranggapan bahwa setelah kematian Tuhan kita
(mungkin di antara kematian dan kebangkitanNya) rohNya yang tanpa tubuh
berpindah ke dunia yang tak terlihat, dan memberitakan Injil kepada orang-orang
mati yang tidak taat. Jika itu adalah arti yang benar dari kata-kata ini, jika
kata-kata itu tidak bisa mempunyai arti yang lain, maka kita harus menerimanya.
Mungkin tidak bisa disangkal bahwa kata-kata itu, ditinjau dari sudut kata-kata
itu sendiri, bisa memberikan arti seperti itu. Jadi mengapa kita harus
ragu-ragu untuk menerimanya? Saya bisa mengingatkan engkau
bahwa tentang 3 hari yang dipersoalkan, kelihatannya kita diberitahu bahwa
hari-hari itu dihabiskan dalam Firdaus dengan Bapa dan orang-orang yang sudah
ditebus. Ia berkata kepada penjahat yang bertobat: ‘hari ini juga engkau akan
ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus’; dan Ia berkata: ‘Ya Bapa, ke
dalam tanganMu Kuserahkan nyawaKu / rohKu’. Dan sesudah berkata demikian Ia
menyerahkan nyawaNya / rohNya] - hal 158.
2. Tentang
penginjilan terhadap orang-orang jaman Nuh yang sudah mati, dan kemungkinan
pertobatan mereka, penafsir lain dari Pulpit Commentary ini berkata sebagai
berikut:
“Then, if this passage does mean that Christ preached to
the dead, it only speaks of the dead in the days of Noah; it seems incredible
that these comparative few should be singled out from the great mass of mankind
for so great a blessing. I might remind you, too, that if these words mean that
the impenitent dead have a second chance, they stand alone in Scripture, at
least as far as I am aware. But weightier than all is the fact that the plain teaching
of this book is to the contrary” [= Lalu, jika teks ini memang berarti bahwa Kristus berkhotbah
kepada orang-orang mati, teks ini hanya berbicara tentang orang-orang mati pada jaman
Nuh; kelihatannya tidak masuk akal bahwa orang-orang yang relatif sedikit ini
harus dikhususkan dari kelompok besar umat manusia untuk berkat yang sebesar
itu. Saya bisa mengingatkanmu juga, bahwa jika kata-kata ini berarti bahwa
orang mati yang tidak bertobat mempunyai kesempatan yang kedua, maka kata-kata
ini berdiri sendirian dalam Kitab Suci, setidaknya sejauh yang saya ketahui.
Tetapi lebih berat dari semua adalah fakta bahwa ajaran yang jelas dari kitab
ini bertentangan dengannya] - hal 158.
Catatan: tidak jelas apa yang dimaksud olehnya dengan ‘kitab’. Mungkin itu menunjuk
pada Alkitab. Saya juga berpendapat bahwa seluruh Alkitab bertentangan dengan
doktrin tentang ‘second chance’ (=
kesempatan kedua).
7) Ini menunjuk pada pemberitaan
(Injil) di dunia orang mati. Pemberitaan Injil ini
dilakukan oleh Yesus, tanpa mempersoalkan apakah itu roh ilahiNya atau roh
manusiaNya. Juga penginjilan ini diberikan bukan hanya bagi orang-orang yang
mati pada jaman Nuh. Ada yang berkata semua orang akan diinjili lagi; ada yang
mengatakan hanya orang-orang yang dalam hidupnya tidak pernah mendengar Injil
yang akan diinjili oleh Yesus.
William Barclay: “This passage has lodged in the creed in the phrase: ‘He descended into
hell.’ We must first note that this phrase is very misleading. The idea of the
New Testament is not that Jesus descended into hell but that he descended into
Hades. Acts 2:27, as all newer translations correctly show, should be
translated not: ‘Thou wilt not leave my soul in hell,’ but, ‘Thou wilt not
abandon my soul to Hades.’ The difference is this. Hell is the place of the
punishment of the wicked; Hades was the place where all the dead went” (=
Teks ini telah ditempatkan
dalam pengakuan iman dalam ungkapan: ‘turun ke dalam neraka’. Pertama-tama kita
harus memperhatikan bahwa ungkapan ini sangat menyesatkan. Gagasan dari
Perjanjian Baru bukanlah bahwa Yesus turun ke dalam neraka tetapi
bahwa Ia turun ke dalam Hades. Kis 2:27, seperti yang ditunjukkan oleh
semua terjemahan yang lebih baru, seharusnya tidak diterjemahkan: ‘Engkau tidak
akan meninggalkan jiwaKu dalam neraka’ tetapi ‘Engkau tidak akan meninggalkan
jiwaKu di Hades’. Inilah perbedaannya. Neraka adalah tempat penghukuman orang
jahat; Hades adalah tempat kemana semua orang mati pergi) - hal 236.
Catatan: saya berpendapat bahwa:
kata-kata ‘turun ke neraka’ dalam 12 Pengakuan
Iman Rasuli tidak menyesatkan selama kita menafsirkannya secara benar. Calvin
tidak menganggap bahwa Yesus betul-betul turun kemanapun. ‘Turun ke neraka’ itu terjadi pada saat Yesus ada di kayu salib dan
berteriak: ‘Eli, Eli, lama sabakhtani?’.
Hades bukanlah tempat
netral kemana semua orang akan pergi. Dalam banyak ayat Kitab Suci, kata ‘Hades’ menunjuk pada ‘neraka’. Dalam Kis 2:27 kata ‘Hades’ menunjuk pada ‘kuburan’.
William Barclay: “The Jews had a very shadowy conception of life beyond the grave. They
did not think in terms of heaven and of hell but of a shadowy world, where the
spirits of men moved like grey ghosts in an everlasting twilight and where
there was neither strength nor joy. Such was Hades, into which the spirits of
all men went after death” (= Orang-orang Yahudi mempunyai konsep yang
sangat kabur tentang kehidupan di balik kubur. Mereka tidak berpikir tentang
surga dan neraka, tetapi tentang dunia yang kabur, dimana roh-roh manusia
bergerak seperti hantu-hantu kelabu dalam cahaya remang-remang yang kekal, dan
dimana tidak ada kekuatan ataupun sukacita. Demikianlah keadaan Hades, ke dalam
mana roh-roh dari semua manusia pergi setelah kematian) - hal 236-237.
Barclay
lalu memberikan ayat-ayat di bawah ini sebagai dasar:
Yes 38:18 - “Sebab dunia orang mati tidak dapat
mengucap syukur kepadaMu, dan maut tidak dapat memuji-muji Engkau; orang-orang
yang turun ke liang kubur tidak menanti-nanti akan kesetiaanMu”.
Maz 6:6 - “Sebab di dalam maut tidaklah orang ingat
kepadaMu; siapakah yang akan bersyukur kepadaMu di dalam dunia orang mati?”.
Maz 30:10 - “Apakah untungnya kalau darahku tertumpah,
kalau aku turun ke dalam lobang kubur? Dapatkah debu bersyukur kepadaMu dan
memberitakan kesetiaanMu?”.
Maz 88:11-13 - “Apakah Kaulakukan keajaiban bagi
orang-orang mati? Masakan arwah bangkit untuk bersyukur kepadaMu? Sela.
Dapatkah kasihMu diberitakan di dalam kubur, dan kesetiaanMu di tempat
kebinasaan? Diketahui orangkah keajaiban-keajaibanMu dalam kegelapan, dan
keadilanMu di negeri segala lupa?”.
Maz 115:17 - “Bukan orang-orang mati akan memuji-muji
TUHAN, dan bukan semua orang yang turun ke tempat sunyi,”.
Pengkhotbah 9:10
- “Segala sesuatu yang dijumpai tanganmu
untuk dikerjakan, kerjakanlah itu sekuat tenaga, karena tak ada pekerjaan,
pertimbangan, pengetahuan dan hikmat dalam dunia orang mati, ke mana engkau
akan pergi”.
Catatan: kita harus hati-hati dengan
penafsiran dari ayat-ayat di atas ini. Sebetulnya artinya tidaklah seperti yang
dikatakan oleh Barclay. Bandingkan dengan kata-kata Louis Berkhof di bawah ini.
Louis Berkhof: “The passages which seem to teach that the dead are unconscious are
clearly intended to stress the fact that in the state of death man can no more
take part in the activities of this present world” (= teks-teks yang kelihatannya
mengajarkan bahwa orang-orang mati tidak mempunyai kesadaran secara jelas
dimaksudkan untuk menekankan fakta bahwa dalam keadaan kematian manusia tidak
lagi bisa ambil bagian dalam aktivitas-aktivitas dari dunia sekarang ini) - ‘Systematic
Theology’, hal 689.
William Barclay: “If Christ descended into Hades and preached there, there is no corner
of the universe into which the message of grace has not come. There is in this
passage the solution of one of the most haunting questions raised by the
Christian faith - what is to happen to those who lived before Jesus Christ and
to those to whom the gospel never came? There can be no salvation without
repentance but how can repentance come to those who have never been confronted
with the love and holiness of God? If there is no other name by which men may
be saved, what is to happen to those who never heard it? This is the point that
Justin Martyr fastened on long ago: ‘The Lord, the Holy God of Israel,
remembered his dead, those sleeping in the earth, and came down to them to tell
them the good news of salvation.’ The doctrine of the descent into Hades
conserves the precious truth that no man who ever lived is left without a sight
of Christ and without the offer of the salvation of God” (= Jika Kristus
turun ke Hades dan berkhotbah di sana, tidak ada sudut di seluruh alam semesta
yang tidak dicapai oleh berita kasih karunia. Dalam text ini ada pemecahan dari
salah satu dari pertanyaan-pertanyaan yang paling sering dipertanyakan oleh
iman Kristen - apa yang akan terjadi dengan mereka yang hidup sebelum Yesus
Kristus dan mereka yang tidak pernah mendengar Injil? Tidak bisa ada
keselamatan tanpa pertobatan, tetapi bagaimana pertobatan bisa datang kepada
mereka yang tidak pernah dihadapkan dengan kasih dan kesucian Allah? Jika tidak
ada nama lain dengan mana manusia bisa diselamatkan, apa yang akan terjadi
dengan mereka yang tidak pernah mendengarnya? Inilah yang dipegang oleh Justin
Martyr pada jaman dulu: ‘Tuhan, Allah yang Kudus dari Israel, mengingat
orang-orang matiNya, mereka yang tidur dalam bumi, dan turun kepada mereka
untuk memberitahu mereka kabar baik dari keselamatan’. Doktrin tentang turun ke
Hades ini mengawetkan kebenaran yang berharga bahwa tidak seorangpun yang
pernah hidup yang dibiarkan tanpa melihat Kristus dan tanpa penawaran
keselamatan dari Allah) - hal 242.
Pulpit Commentary: “I know the tenacity with which we cling to the hope that those who
have never heard the gospel shall hear it, if not here, hereafter; and that
many have cherished this hope, partly on the strength of these words. My hope
of that is not less because I do not see it encouraged here. I know God well
enough, and I know this book well enough, to know that no man will be condemned
because of Adam’s sin; through Christ every man stands on a fair footing; the
condemning sin is rejection. Then the Saviour must be presented to each
hereafter, if not here. I cling to the hope that the preaching of the Saviour
on the other side of the grave will bring multitude
to heaven who died without a gospel. But for you who have the gospel now, this
is your day of grace; with you, salvation is now or never” [= Saya tahu tentang
kegigihan / ketekunan dengan mana kita berpegang pada pengharapan bahwa mereka
yang tidak pernah mendengar Injil akan mendengarnya, jika tidak di sini, di
alam baka; dan bahwa banyak orang berharap-harap, sebagian pada kekuatan dari
kata-kata ini. Harapanku tentang hal itu tidak lebih sedikit sekalipun aku
tidak melihatnya dikuatkan di sini (dalam 1Pet 3:18-20). Saya mengenal Allah dengan cukup baik, dan saya
mengenal Kitab ini dengan cukup baik, untuk tahu bahwa tidak ada manusia yang
akan dihukum karena dosa Adam; melalui Kristus setiap manusia berdiri pada
tempat berpijak yang adil / sama; dosa yang menyebabkan penghukuman adalah
penolakan (terhadap Kristus). Jadi Kristus harus disampaikan kepada
setiap orang, jika tidak di sini, di alam baka. Saya berpegang pada pengharapan
bahwa khotbah dari sang Juruselamat di balik kubur akan membawa banyak orang, yang
mati tanpa Injil, ke surga. Tetapi untuk engkau yang mempunyai Injil itu
sekarang, inilah hari kasih karuniamu; bagi engkau keselamatan itu sekarang
atau tidak sama sekali] - hal 158.
Catatan: bedanya penafsir ini dengan yang lain dalam grup ini adalah:
ia sebetulnya beranggapan
bahwa 1Pet 3:18-20 ini tidak mendukung pandangannya ini (perhatikan bagian
yang saya garisbawahi), tetapi lucunya ia tetap mempercayai pandangan tersebut,
tanpa memberikan dasar Kitab Sucinya.
ia berpendapat bahwa yang
nanti akan diinjili oleh Kristus hanyalah orang-orang yang pada masa hidupnya
tidak pernah mendengar Injil. Sedangkan untuk orang yang di dunia ini sudah
mendengar Injil, kesempatannya hanyalah di dunia ini saja, tidak akan ada ‘second chance’ (= kesempatan yang kedua).
Kesalahan
dari penafsir ini:
ia berkata bahwa tak ada
orang dihukum karena dosa Adam. Bandingkan dengan Ro 5:18-19 - “Sebab itu, sama seperti oleh satu
pelanggaran semua orang beroleh penghukuman, demikian pula oleh satu
perbuatan kebenaran semua orang beroleh pembenaran untuk hidup. Jadi sama
seperti oleh ketidaktaatan satu orang semua orang telah menjadi orang
berdosa, demikian pula oleh ketaatan satu orang semua orang menjadi orang
benar”.
melalui Kristus setiap orang
mendapatkan kedudukan yang sama / adil.
R. C.
Sproul: “The hue and cry the Calvinist usually hears at this point is ‘That’s
not fair!’ But what is meant by fairness here? If by fair we mean equal, then
of course the protest is accurate. God does not treat all men equally. Nothing
could be clearer from the Bible than that. God appeared to Moses in a way that
he did not appear to Hammurabi. God gave blessings to Israel that he did not
give to Persia. Christ appeared to Paul on the road to Damascus in a way he did
not manifest himself to Pilate” (= Teriakan-teriakan yang biasanya didengar
oleh orang Calvinist pada titik ini adalah ‘Itu tidak adil!’ Tetapi apa yang
dimaksud dengan keadilan di sini? Kalau yang dimaksud dengan ‘adil’ adalah
‘sama’, maka tentu protes itu benar. Allah tidak memperlakukan semua orang
secara sama. Tidak ada hal yang bisa lebih jelas dari Alkitab dari pada hal
itu. Allah menampakkan diri kepada Musa dalam suatu cara yang tidak Ia lakukan
kepada Hammurabi. Allah memberi berkat kepada Israel yang tidak Ia berikan kepada
Persia. Kristus menampakkan
diri kepada Paulus di jalan ke Damaskus dalam suatu cara yang Ia tidak nyatakan
kepada Pilatus) - ‘Chosen By
God’, hal 155.
Tetapi
siapa yang mengatakan bahwa kata ‘adil’
harus berarti ‘memperlakukan semua
dengan sama rata’? Dari perumpamaan dalam Mat 20:1-15 terlihat dengan jelas
bahwa ‘adil’ tidak harus berarti ‘memperlakukan semua secara sama rata’.
Perumpamaan dalam Mat 20:1-15 itu jelas menunjukkan bahwa tuan itu tidak
memperlakukan para pekerja itu secara sama rata, karena ia lebih bermurah hati
kepada pekerja yang masuk belakangan. Tetapi pada waktu pekerja golongan
pertama memprotesnya, ia berkata: “aku
tidak berlaku tidak adil terhadap engkau” (Mat 20:13).
dosa yang menyebabkan
penghukuman hanyalah penolakan secara sadar terhadap Kristus. Bandingkan juga
dengan kata-kata Louis Berkhof di bawah (keberatan point 4, kutipan ke 5).
Andereas Samudera termasuk dalam golongan yang
mempercayai adanya Pemberitaan Injil oleh Yesus kepada orang-orang yang sudah
mati, dan adanya kemungkinan bertobat bagi orang-orang itu. Tetapi selain itu,
ia juga percaya bahwa:
a) Kita
harus meneladani Tuhan Yesus dan memberitakan Injil kepada orang-orang yang
sudah mati.
b) Ia
percaya bahwa roh orang mati bisa gentayangan di dunia ini dan merasuk orang
hidup, dan roh orang mati ini bisa diinjili.
Pandangan seperti ini tidak pernah saya dapati dalam
buku tafsiran manapun.
Keberatan
terhadap pandangan ke 7 ini:
1. Hal
sepenting itu tidak mungkin diajarkan dengan cara yang begitu sedikit dan kabur.
Kalau memang Yesus melakukan penginjilan kepada
orang-orang mati, apalagi kalau kita juga diwajibkan untuk melakukan hal itu,
maka itu jelas merupakan sesuatu yang amat sangat penting dalam theologia
Kristen, sehingga tidak mungkin diberitakan begitu sedikit dan dengan cara
yang sangat kabur karena sukarnya ayat ini.
2. Pertobatan
hanya bisa terjadi kalau orang-orang itu didoakan. Kalau demikian, apakah kita
juga harus mendoakan orang-orang mati?
Bandingkan dengan 1Yoh 5:16 - “Kalau ada seorang melihat saudaranya berbuat dosa, yaitu dosa yang
tidak mendatangkan maut, hendaklah ia berdoa kepada Allah dan Dia akan
memberikan hidup kepadanya, yaitu mereka, yang berbuat dosa yang tidak
mendatangkan maut. Ada dosa yang mendatangkan maut: tentang itu tidak
kukatakan, bahwa ia harus berdoa”.
Ayat ini mengatakan bahwa kalau ada seorang yang
melakukan dosa yang membawa maut (mungkin yang dimaksud adalah dosa menghujat
Roh Kudus yang tidak bisa diampuni - bdk. Mat 12:31-32), maka kita tidak
perlu berdoa untuk orang itu. Kalau orang yang melakukan dosa yang membawa maut saja tidak boleh didoakan, bagaimana mungkin sekarang kita
harus berdoa untuk orang yang sudah ada di dalam maut?
3. Kitab
Suci jelas mengajarkan bahwa orang yang tidak pernah mendengar Injil akan
binasa / masuk neraka.
Yeh 3:18 - “Kalau Aku berfirman kepada orang jahat:
Engkau pasti dihukum mati! - dan engkau tidak memperingatkan dia atau tidak
berkata apa-apa untuk memperingatkan orang jahat itu dari hidupnya yang jahat,
supaya ia tetap hidup, orang jahat itu akan mati dalam kesalahannya,
tetapi Aku akan menuntut pertanggungan jawab atas nyawanya dari padamu”.
Yeh 3:18 ini menunjukkan bahwa orang yang tidak
mendengar peringatan itu tetap akan mati dalam kesalahannya.
Ro 2:12 - “Sebab semua orang yang berdosa tanpa hukum
Taurat akan binasa tanpa hukum Taurat; dan semua orang yang berdosa di bawah
hukum Taurat akan dihakimi oleh hukum Taurat”.
Kalau orang yang tidak mempunyai hukum Taurat dikatakan ‘akan binasa tanpa hukum Taurat’
(artinya ia tidak akan dihakimi berdasarkan hukum Taurat, tetapi dihakimi
berdasarkan suara hati / hati nurani mereka - bdk. Ro 2:14-15. Tetapi
mereka tetap akan binasa), maka bisalah disimpulkan bahwa orang yang tidak
mempunyai Injil atau tidak pernah mendengar Injil akan binasa tanpa Injil
(artinya mereka tidak akan dihakimi berdasarkan Injil, tetapi mereka tetap akan
binasa).
Ro 10:13-15 - “Sebab, barangsiapa yang berseru kepada
nama Tuhan, akan diselamatkan. Tetapi bagaimana mereka dapat berseru kepadaNya,
jika mereka tidak percaya kepada Dia? Bagaimana mereka dapat percaya kepada
Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia. Bagaimana mereka mendengar
tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakanNya?”.
Teks ini memberikan suatu rangkaian: orang yang berseru
kepada Tuhan akan selamat, tetapi bagaimana bisa berseru kalau tidak percaya,
dan bagaimana percaya kalau tidak pernah mendengar, dan bagaimana mendengar
kalau tidak ada yang memberitakan? Kalau rangkaian ini dibalik, maka akan
didapatkan: kalau tidak ada yang memberitakan, maka orangnya tidak bisa
mendengar. Kalau tidak mendengar, ia tidak bisa percaya. Kalau ia tidak
percaya, ia tidak bisa berseru. Dan kalau ia tidak bisa berseru maka ia tidak
bisa selamat. Jadi kalau tidak ada yang memberitakan Injil kepadanya, ia tidak
bisa selamat!
Jadi, semua ayat-ayat ini menunjukkan bahwa orang yang
tidak pernah mendengar Injil akan mati dalam dosanya.
4. Perhatikan serentetan kutipan dari Louis
Berkhof di bawah ini.
Louis Berkhof: “During the nineteenth century several theologians, especially in
England, Switzerland, and Germany, embraced the idea that the intermediate
state is a state of further probation for those who have not accepted Christ in
this life. This view is maintained by some up to the present time and is a favourite tenet of the Universalists” [= Dalam abad ke 19
beberapa ahli theologia, khususnya di Inggris, Swiss, dan Jerman, mempercayai
gagasan bahwa intermediate state
(masa / keadaan antara kematian dan kebangkitan) merupakan suatu masa percobaan
lebih lanjut untuk mereka yang belum menerima Kristus dalam hidup ini.
Pandangan ini dipertahankan oleh sebagian orang sampai saat ini dan merupakan
suatu ajaran / pendapat favorit dari para penganut Universalisme] - ‘Systematic
Theology’, hal 681.
Louis Berkhof: “The theory of the so-called ‘second probation’ found considerable
favour in the theological world of the nineteenth century. ... This theory is
to the effect that salvation through Christ is still possible in the
intermediate state for certain classes or, perhaps, for all; and that this is
offered on substantially the same terms as at present, namely, faith in Christ
as Saviour. Christ is made known to all who still need Him unto salvation, and
acceptance of Him is urged on all. No one is condemned to hell without being
subjected to this test, and only they are condemned who resist this offer of
grace. The eternal state of man will not be irrevocably fixed until the day of
judgment. The decision made between death and the resurrection will decide,
whether one will be saved or not. The fundamental principle on which this
theory rests, is that no man will perish without having been offered a
favorable opportunity to know and accept Jesus. Man is condemned only for the
obstinate refusal to accept the salvation that is offered in Christ Jesus.
Opinions differ, however, as to the persons to whom the gracious opportunity to
accept Christ will be offered in the intermediate state. The general opinion is
that it will certainly be extended to all children who die in infancy, and to
the adult heathen who in this life have not heard of Christ. The majority hold
that it will even be granted to those who lived in Christian lands, but in this
present life never properly considered the claims of Christ. Again, there is
great diversity of opinion as to the agency and the methods by which this
saving work will be carried on in the future. Moreover, while some entertain
the largest hope as to the outcome of the work, others are less sanguine in
their expectations ” [= Teori yang disebut ‘masa percobaan yang kedua’ ini
mendapatkan banyak dukungan dalam dunia theologia abad ke 19. ... Teori ini
kira-kira mengatakan bahwa keselamatan melalui Kristus tetap dimungkinkan dalam
intermediate state (masa / keadaan antara kematian dan kebangkitan) untuk
golongan-golongan tertentu atau mungkin untuk semua orang; dan pada pokoknya
ini ditawarkan dengan syarat-syarat yang sama seperti pada saat ini, yaitu iman
kepada Kristus sebagai Juruselamat. Kristus diberitahukan kepada semua yang
tetap membutuhkanNya untuk keselamatan, dan semua orang didesak untuk menerima
Dia. Tak seorangpun dihukum dalam neraka tanpa mengalami test ini, dan hanya
mereka yang menolak penawaran kasih karunia ini yang akan dihukum. Keadaan
kekal manusia tidak akan menjadi pasti / tertentu dan tak bisa berubah sampai
hari penghakiman. Keputusan yang dibuat di antara kematian dan kebangkitan akan
menentukan, apakah seseorang akan diselamatkan atau tidak] - ‘Systematic Theology’, hal 692.
Louis Berkhof: “This theory is founded in part on general considerations of what might
expected of the love and justice of God, and on an easily understood desire to
make the gracious work of Christ as inclusive as possible, rather than on any solid Scriptural foundation. The main Scriptural
basis for it is found in 1Pet. 3:19 and 4:6, which are understood to teach that
Christ in the period between His death and resurrection preached to the spirits
in hades. But these passage furnish but a precarious foundation, since they are
capable of quite a different interpretation” (= Teori ini didasarkan sebagian pada
pertimbangan umum tentang apa yang bisa diharapkan dari kasih dan keadilan
Allah, dan pada suatu keinginan yang bisa dimengerti untuk membuat pekerjaan
kasih karunia Kristus mencakup sebanyak mungkin orang, tetapi tidak didasarkan
pada dasar Kitab Suci yang kokoh / kuat. Dasar Kitab Suci utama untuk ini
didapatkan dalam 1Pet 3:19 dan 4:6, yang dimengerti sebagai mengajarkan
bahwa Kristus pada masa di antara kematian dan kebangkitanNya berkhotbah kepada
roh-roh di Hades. Tetapi text-text ini hanya memberi dasar yang tidak pasti /
tidak bisa dibenarkan, karena text-text ini memungkinkan suatu penafsiran yang
sangat berbeda) - ‘Systematic Theology’, hal 692-693.
Louis Berkhof: “And even if this passage did teach that Christ actually went into the
underworld to preach, His offer of salvation would extend only to those who
died before His crucifixion” (= Dan bahkan jika text-text ini memang
mengajarkan bahwa Kristus betul-betul pergi ke dunia orang mati untuk
berkhotbah, penawaran keselamatanNya hanya akan diberikan kepada mereka yang
mati sebelum penyalibanNya) - ‘Systematic
Theology’, hal 693.
Catatan: tetapi Andereas
Samudera percaya bahwa jaman inipun Kristus bisa pergi ke sana lagi untuk
memberitakan Injil (buku ‘Dunia Orang Mati’ hal 57-59).
Louis Berkhof: “They also refer to passages which, in their estimation, represent
unbelief as the only ground of condemnation, such as John 3:18,36; Mark
16:15,16; Rom. 10:9-12; Eph. 4:18; 2Pet. 2:3,4; 1John 4:3. But these passages
only prove that faith in Christ is the way of salvation, which is by no means
the same as proving that a conscious rejection of Christ is the only ground of
condemnation” (= Mereka juga menunjuk pada text-text yang dalam penilaian
mereka, menunjukkan ketidak-percayaan sebagai satu-satunya dasar penghukuman,
seperti Yoh 3:18,36; Mark 16:15,16; Ro 10:9-12; Ef 4:18; 2Pet 2:3,4; 1Yoh 4:3.
Tetapi ayat-ayat ini hanya membuktikan / menetapkan bahwa iman kepada Kristus
merupakan jalan keselamatan, yang sama sekali tidak sama dengan mengatakan
bahwa penolakan secara sadar terhadap Kristus merupakan satu-satunya dasar
penghukuman) - ‘Systematic Theology’,
hal 693.
Ini sesuatu yang harus sangat ditekankan. Ayat-ayat yang
mengatakan bahwa orang yang tidak percaya kepada Kristus akan dihukum, bukannya
berarti bahwa ketidak-percayaan kepada Kristus merupakan satu-satunya dasar
penghukuman, tetapi berarti bahwa iman kepada Kristus merupakan satu-satunya
jalan melalui mana kita bisa diselamatkan. Jadi, merupakan sesuatu yang salah
untuk mengatakan bahwa ketidak-percayaan secara sadar atau penolakan secara
sadar terhadap Kristus merupakan satu-satunya dasar penghukuman. Setiap dosa,
bahkan dosa asal, merupakan alasan yang cukup bagi Allah untuk menghukum orang
tersebut.
Louis Berkhof: “The fundamental principle of this theory, that only the conscious
rejection of Christ and His gospel, causes men to perish, is un-Scriptural. Man
is lost by nature, and even original sin, as well as actual sins, makes him
worthy of condemnation” (= Prinsip dasar dari teori ini, bahwa hanya
penolakan secara sadar terhadap Kristus dan InjilNya, yang menyebabkan manusia
binasa, merupakan sesuatu yang tidak Alkitabiah. Manusia pada dasarnya
terhilang, dan bahkan dosa asal, maupun dosa-dosa yang dilakukan seseorang,
membuatnya layak mendapatkan penghukuman) - ‘Systematic Theology’, hal 693.
Louis Berkhof: “Scripture represents the state of the unbelievers after death as a
fixed state. The most important passage that comes into consideration here is
Luke 16:19-31.” (= Kitab Suci menunjukkan keadaan dari orang-orang yang
tidak percaya setelah kematian sebagai keadaan yang tetap. Teks yang paling
penting yang dipertimbangkan di sini adalah Luk 16:19-31) - ‘Systematic Theology’, hal 693.
Catatan: khususnya perhatikan Luk 16:25-26 - “Tetapi Abraham berkata: Anak, ingatlah,
bahwa engkau telah menerima segala yang baik sewaktu hidupmu, sedangkan Lazarus
segala yang buruk. Sekarang ia mendapat hiburan dan engkau sangat menderita.
Selain dari pada itu di antara kami dan engkau terbentang jurang yang tak
terseberangi, supaya mereka yang mau pergi dari sini kepadamu ataupun mereka
yang mau datang dari situ kepada kami tidak dapat menyeberang”.
Seluruh cerita tentang Lazarus dan orang kaya ini jelas
bertentangan dengan ajaran yang mengatakan adanya kemungkinan pertobatan
setelah kematian. Orang kaya itu tidak pernah diinjili di Hades, dan sekalipun
ia jelas sekali menyesal, tetapi tidak ada pengampunan baginya.
Louis Berkhof: “It (Scripture) also invariably represents the coming
final judgment as determined by the things that were done in the flesh, and
never speaks of this as dependent in any way on what occurred in the
intermediate state” [= Itu (Kitab
Suci) juga selalu menunjukkan /
menggambarkan bahwa penghakiman akhir yang mendatang itu ditentukan oleh
hal-hal yang dilakukan dalam daging, dan tidak pernah berbicara tentang hal ini
sebagai tergantung dengan cara apapun pada apa yang terjadi dalam intermediate state (keadaan antara
kematian dan kebangkitan)] - ‘Systematic
Theology’, hal 693.
Untuk mendukung pandangannya ini, Louis Berkhof memberikan banyak ayat
Kitab Suci tetapi saya menganggap bahwa hanya satu yang betul-betul cukup kuat,
yaitu 2Kor 5:10 - “Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan
Kristus, supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai
dengan yang dilakukannya dalam hidupnya ini, baik ataupun jahat”.
Ayat ini menunjukkan bahwa penghakiman Kristus nanti tergantung hanya
pada apa yang dilakukan seseorang dalam hidupnya, bukan pada apa yang
dilakukannya setelah ia mati.
Calvin: “it
is an indubitable doctrine of Scripture, that we obtain not salvation in Christ
except by faith; then there is no hope left for those who continue to death
unbelieving” (= merupakan suatu doktrin / ajaran yang sudah pasti dari
Kitab Suci, bahwa kita tidak mendapat keselamatan dalam Kristus kecuali oleh
iman; maka tidak ada pengharapan yang tersisa untuk mereka yang terus tidak
percaya sampai mati) - hal 113.
Kesimpulan:
pandangan ke 7 ini jelas merupakan pandangan sesat yang berbahaya. Pandangan
ini menyebabkan orang beranggapan bahwa pertobatan maupun penginjilan bukanlah
sesuatu yang bersifat urgent /
mendesak. Kitab Suci jelas mengajarkan bahwa setelah kematian tidak ada
kesempatan untuk mendengar Injil ataupun bertobat. Karena itu kalau saudara
belum sungguh-sungguh percaya / diselamatkan, cepatlah percaya kepada Yesus
sebelum terlambat. Dan kalau saudara mau memberitakan Injil kepada seseorang
lakukanlah secepatnya sebelum terlambat.
8)Pemberitaan ini terjadi melalui Nuh, pada
saat orang-orang itu masih hidup.
a) Siapa yang
memberitakan Injil?
Golongan ke 8 ini terbagi menjadi 2 bagian, yang pertama
mengatakan bahwa yang memberitakan adalah Roh Kudus melalui Nuh, yang
kedua mengatakan yang memberitakan adalah Roh ilahi Yesus melalui Nuh.
Adanya
2 golongan ini sudah terlihat dari adanya 2 macam penterjemahan dalam 1Pet
3:18.
3:18 - “Sebab
juga Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita, Ia yang benar untuk
orang-orang yang tidak benar, supaya Ia membawa kita kepada Allah; Ia, yang
telah dibunuh dalam keadaanNya sebagai manusia, tetapi yang telah
dibangkitkan menurut Roh,”.
KJV: ‘For Christ also hath once suffered for sins, the just for the unjust, that he might bring us to God, being put to death in the flesh, but quickened by the Spirit’ (= Karena Kristus juga telah menderita sekali untuk dosa-dosa, orang yang benar untuk orang yang tidak benar, supaya Ia bisa membawa kita kepada Allah, dibunuh dalam daging, tetapi dihidupkan oleh Roh).NIV: ‘For Christ died for sins once for all, the righteous for the unrighteous, to bring you to God. He was put to death in the body but made alive by the Spirit’ (= Karena Kristus mati untuk dosa-dosa sekali untuk selamanya, orang benar untuk orang yang tidak benar, untuk membawa kamu kepada Allah. Ia dibunuh dalam tubuh tetapi dihidupkan oleh Roh).RSV: ‘For Christ also died for sins once for all, the righteous for the unrighteous, that he might bring us to God, being put to death in the flesh but made alive in the spirit’ (= Karena Kristus juga mati untuk dosa-dosa sekali untuk selamanya, orang benar untuk orang yang tidak benar, supaya Ia bisa membawa kita kepada Allah, dibunuh dalam daging tetapi dihidupkan dalam roh).NASB: ‘For Christ also died for sins once for all, the just for the unjust, in order that He might bring us to God, having been put to death in the flesh, but made alive in the spirit’ (= Karena Kristus mati untuk dosa-dosa sekali untuk selamanya, orang benar untuk orang yang tidak benar, supaya Ia bisa membawa kita kepada Allah, setelah dibunuh dalam daging, tetapi dihidupkan dalam roh).
Jadi dari keempat terjemahan bahasa Inggris ini ada 2
penterjemahan, yaitu ‘by the Spirit’
(= oleh Roh), dan ‘in the spirit’ (=
dalam roh).
Kalau dipilih terjemahan ‘by the Spirit’ (= oleh Roh), maka ini menunjuk kepada Roh Kudus,
sedangkan kalau dipilih terjemahan ‘in
the spirit’ (= dalam roh), maka ini menunjuk kepada Roh ilahi Yesus.
Sekarang
mari kita perhatikan kedua golongan ini:
1.Yang
memberitakan adalah Roh Kudus, melalui Nuh.
Louis Berkhof: “This passage is supposed to refer to the descent into hades and to
state the purpose of it. The Spirit referred to is then understood to be the
soul of Christ, and the preaching mentioned must have taken place between His
death and resurrection. But the one is just as impossible as the other. The
Spirit mentioned is not the soul of Christ but the quickening Spirit, and it
was by that same life-giving Spirit that Christ preached. The common Protestant
interpretation of this passage is that in the Spirit Christ preached through
Noah to the disobedient that lived before the flood, who were spirits in prison
when Peter wrote, and could therefore be designated as such” (= Text ini
dianggap menunjuk kepada penurunan ke Hades dan menyatakan tujuan penurunan
itu. ‘Roh’ yang dipersoalkan dianggap sebagai jiwa dari Kristus, dan
pemberitaan yang disebutkan pasti terjadi antara kematianNya dan
kebangkitanNya. Tetapi keduanya sama tidak mungkinnya. ‘Roh’ yang disebutkan
bukanlah jiwa dari Kristus tetapi Roh yang menghidupkan, dan oleh Roh pemberi
hidup yang samalah Kristus berkhotbah / memberitakan. Penafsiran Protestan
yang umum tentang text ini adalah bahwa dalam Roh, Kristus memberitakan melalui
Nuh kepada orang-orang yang tidak taat yang hidup sebelum air bah, yang adalah
roh-roh dalam penjara pada saat Petrus menulis, dan karena itu bisa disebut /
dinamakan seperti itu) - ‘Systematic
Theology’, hal 341.
Jay E.
Adams: “Peter now supports his contentions about suffering by referring to
Christ’s sufferings, but almost immediately moves to a discussion of the death
of Christ in relationship to those who are disobedient to the gospel, citing
(as an example) the pre-flood population that failed to heed Noah’s preaching
and (as a consequence) ended up in God’s prison” [= Sekarang Petrus
mendukung pendiriannya tentang penderitaan dengan menghubungkannya dengan
penderitaan Kristus, tetapi ia lalu berpindah pada suatu diskusi tentang
kematian Kristus dalam hubungannya dengan mereka yang tidak taat pada Injil, menyebutkan (sebagai contoh) penduduk
sebelum air bah yang gagal untuk memperhatikan khotbah / pemberitaan Nuh dan
(sebagai konsekwensinya) berakhir dalam penjara Allah] - ‘Trust and Obey: A Practical Commentary on First
Peter’, hal 113.
Jay E.
Adams: “‘Christ was put to death in the flesh.’ That is to say, His death was
a truly physical one; He was genuinely human. That means He had a human body in
which He dies. But He was ‘made alive by the Spirit’ (not in the spirit).
That the Holy Spirit (not Christ’s human spirit) in view is clear from the next
verse. It was ‘by this Spirit’ (rather than in the flesh) that, long ago in
Noah’s time, He went and preached to those who are now disembodied
spirits (cf. usage in Heb. 12:23) locked up in prison (not merely kept in
detention) as punishment. ... It was by the same Holy Spirit that He went and
preached (cf. 4:6). Just as Paul can say in Ephesians 2:17 that Christ preached
(after His resurrection and ascension) through the apostles, so too can Peter
say that He preached to the antediluvian world by the Spirit through Noah”
[= ‘Kristus dibunuh dalam daging’. Maksudnya, kematianNya betul-betul merupakan
suatu kematian fisik; Ia adalah manusia yang sejati. Itu berarti Ia mempunyai
tubuh manusia dalam mana Ia mati. Tetapi Ia ‘dihidupkan oleh Roh’ (bukan
‘dalam roh’). Bahwa yang dimaksud adalah Roh Kudus (bukan roh manusia
Yesus) adalah jelas dari ayat selanjutnya. Adalah ‘oleh Roh ini’ (bukannya
dalam daging), lama berselang pada jaman Nuh, Ia pergi dan berkhotbah /
memberitakan kepada mereka yang sekarang adalah roh-roh yang tidak
mempunyai tubuh (bdk. penggunaannya dalam Ibr 12:23) ditahan / dikunci
dalam penjara (bukan semata-mata ditawan) sebagai hukuman. ... Adalah dengan
Roh yang sama Ia pergi dan berkhotbah / memberitakan (bdk. 4:6). Sama seperti
Paulus bisa berkata dalam Ef 2:17 bahwa Kristus memberitakan (setelah
kebangkitan dan kenaikanNya) melalui rasul-rasul, demikian juga Petrus bisa
berkata bahwa Ia berkhotbah / memberitakan kepada dunia sebelum air bah, oleh
Roh, melalui Nuh] - ‘Trust and Obey:
A Practical Commentary on First Peter’, hal 114.
Ef 2:17
- “Ia
datang dan memberitakan damai sejahtera kepada kamu yang ‘jauh’ dan damai
sejahtera kepada mereka yang ‘dekat’”.
Ia juga
menambahkan bahwa Nuh disebut sebagai pemberita kebenaran dalam 2Pet 2:5 -
“dan
jikalau Allah tidak menyayangkan dunia purba, tetapi hanya menyelamatkan Nuh,
pemberita kebenaran itu, dengan tujuh orang lain, ketika Ia mendatangkan
air bah atas dunia orang-orang yang fasik”.
Jay E.
Adams: “In verse 20, Peter tells us why these disembodied spirits are now
being punished by imprisonment: it is because they disobeyed God’s word at that
time when God’s patience was waiting in the days of Noah, while he was building
an ark. During the 120 years prior to the flood, God’s Spirit was at work with
men (Gen 6:3) presumably through Noah’s preaching. God’s patience is great; He
waited 120 years, during which Noah also was building the ark” [= Dalam ayat 20, Petrus memberitahu kita mengapa roh-roh yang
sudah terpisah dari tubuhnya ini sekarang dihukum dalam penjara: yaitu karena
mereka tidak mentaati Firman Allah pada saat itu dimana kesabaran Allah sedang
menunggu pada jaman Nuh, sementara ia sedang membangun sebuah bahtera. Selama
120 tahun sebelum air bah, Roh Allah bekerja dengan manusia (Kej 6:3) jelas
melalui khotbah dari Nuh. Kesabaran Allah besar; Ia menunggu 120 tahun, dan
selama waktu itu Nuh juga membangun bahtera] - ‘Trust and Obey: A Practical Commentary on
First Peter’, hal 115.
2.Yang
memberitakan adalah Logos, melalui Nuh.
Barnes’ Notes: “‘Being put to death in the flesh’. As a man; in his human nature.
Comp. Notes, Rom. 1:3,4. There is evidently a contrast here between ‘the flesh’
in which it is said he was ‘put to death,’ and ‘the spirit’ by
which it is said he was ‘quickened.’ ... The use of this phrase would suggest
the thought at once, that though, in regard to that which was properly
expressed by the phrase, ‘the flesh,’ they died, yet that there was something
else in respect to which they did not die. ... The only proper inquiry, then,
in this place is, What is fairly implied in the phrase, ‘the flesh’? Does it
mean simply ‘his body,’ as distinguished from his human soul? or does it refer
to him as a man, as distinguished from some higher nature, over which death had
no power? Now, that the latter is the meaning seems to me to be apparent, for
these reasons: (1.) It is the usual way of denoting the human nature of the
Lord Jesus, or of saying that he became incarnate, or was a man, to speak of
his being in the flesh. See Rom. 1:3: ‘Made of the seed of David according to
the flesh.’ John 1:14: ‘And the Word was made flesh.’ 1Tim. 3:16: ‘God was
manifest in the flesh.’ 1John 4:2: ‘Every spirit that confesseth that Jesus
Christ is come in the flesh, is of God.’ 2John 7: ‘Who confess not that Jesus
Christ is come in the flesh.’ (2.) So far as appears, the effect of death on
the human soul of the Redeemer was the same as in the case of the soul of any
other person; in other words, the effect of death in his case was not confined
to the mere body or the flesh. Death, with him, was what death is in any other
case - the separation of the soul and body, with all the attendant pain of such
dissolution. It is not true that his ‘flesh,’ as such, died without the
ordinary accompaniments of death on the soul, so that it could be said that the
one died, and the other was kept alive” [= ‘Dibunuh dalam daging’. Sebagai
manusia; dalam hakekat manusiaNya. Bdk. Catatan, Ro 1:3,4. Jelas ada
kontras di sini antara ‘daging’ dalam mana Ia dikatakan dibunuh, dan
‘roh’ oleh mana Ia dikatakan ‘dihidupkan’. ... Penggunaan ungkapan ini
segera menimbulkan pemikiran bahwa sekalipun berkenaan dengan apa yang dinyatakan
oleh ungkapan ‘daging’ mereka mati, tetapi ada sesuatu yang lain berkenaan
dengan mana mereka tidak mati. ... Pertanyaan yang tepat di tempat ini
adalah: Apa yang dimaksud dengan ungkapan ‘daging’? Apakah ini sekedar berarti
‘tubuhNya’, yang dibedakan dengan jiwa manusiaNya? atau itu menunjuk pada Dia
sebagai manusia, yang dibedakan dari hakekat yang lebih tinggi, atas mana
kematian tidak mempunyai kuasa? Bagi saya jelas bahwa yang terakhir ini yang
merupakan arti yang benar, dengan alasan: (1.) Mengatakan Ia ada dalam daging
merupakan cara yang lazim untuk menunjuk kepada hakekat manusia dari Tuhan
Yesus, atau untuk mengatakan bahwa Ia berinkarnasi, atau bahwa Ia adalah
manusia. Lihat Ro 1:3: ‘yang menurut daging diperanakkan dari keturunan
Daud’. Yoh 1:14: ‘Dan Firman itu telah menjadi daging’. 1Tim 3:16:
‘Allah dinyatakan dalam daging’. 1Yoh 4:2: ‘Setiap roh yang mengaku
bahwa Yesus Kristus telah datang dalam daging, adalah dari Allah’.
2Yoh 7: ‘yang tidak mengaku, bahwa Yesus Kristus telah datang dalam
daging’. (2.) Sejauh yang terlihat, akibat dari kematian pada jiwa manusia
dari sang Penebus adalah sama seperti dalam kasus dari jiwa orang lain; dengan
kata lain, akibat kematian dalam kasusNya tidak dibatasi hanya pada tubuh atau
daging. Kematian bagiNya adalah sama seperti kematian bagi orang lain -
pemisahan jiwa dengan tubuh, dengan semua rasa sakit yang menyertai pemisahan
itu. Tidak benar bahwa ‘daging’Nya mati tanpa disertai kematian pada jiwaNya,
sehingga dikatakan bahwa yang satu mati tetapi yang lain tidak] - hal 1422.
Catatan: Yoh 1:14 1Tim 3:16 1Yoh 4:2 dan 2Yoh 7
saya terjemahkan dari KJV yang memang memberikan terjemahan hurufiah. Dalam
menterjemankan ayat-ayat ini Kitab Suci Indonesia mengubah ‘daging’ menjadi ‘manusia’.
Ro 1:3-4 - “tentang
AnakNya, yang menurut daging diperanakkan dari keturunan Daud, dan menurut
Roh kekudusan dinyatakan oleh kebangkitanNya dari antara orang mati, bahwa
Ia adalah Anak Allah yang berkuasa, Yesus Kristus Tuhan kita”.
Tentang
Roma 1:3,4 ini Barnes memberikan komentar sebagai berikut:
“He was a descendant
of David in his human nature, or as a man. This implies, of course, that he had
another nature besides his human; or that, while he was a man, he was also
something else; that there was a nature in which he was not descended from
David. ... The apostle expressly makes a contrast between his condition
according to the flesh, and that according to the spirit of holiness” (= Ia adalah
keturunan dari Daud dalam hakekat manusiaNya, atau sebagai seorang
manusia. Tentu saja secara tidak langsung ini menunjukkan bahwa Ia mempunyai
suatu hakekat yang lain disamping hakekat manusiaNya; atau bahwa sementara Ia
adalah seorang manusia, Ia juga adalah sesuatu yang lain; bahwa di sana ada
suatu hakekat dalam mana Ia tidak diturunkan dari Daud. ... Sang rasul
dengan jelas membuat suatu kontras antara keadaanNya menurut daging dan
keadaanNya menurut roh kekudusan) - hal 544.
“‘According to the
spirit of holiness.’ ... It stands in contrast with ‘the flesh,’ ver. 3, ... As
the former refers doubtless to his human nature, so this must refer to the
nature designated by the title Son of God, that is, to his superior or Divine
nature” (= ‘Menurut roh kekudusan’. ... Ini kontras dengan ‘daging’ dalam ay 3,
... Karena yang pertama tak diragukan menunjuk kepada hakekat manusiaNya,
maka yang ini pasti menunjuk kepada hakekat yang ditunjuk oleh gelar Anak
Allah, yaitu kepada hakekatNya yang lebih tinggi atau hakekat ilahiNya) - hal 545.
Selain Ro 1:3-4, ayat lain yang mirip adalah
1Tim 3:16 - “Dan sesungguhnya
agunglah rahasia ibadah kita: ‘Dia, yang telah menyatakan diriNya dalam rupa
manusia, dibenarkan dalam Roh; yang menampakkan diriNya kepada
malaikat-malaikat, diberitakan di antara bangsa-bangsa yang tidak mengenal
Allah; yang dipercayai di dalam dunia, diangkat dalam kemuliaan.’”.
Sekarang
mari kita kembali pada 1Pet 3:18.
Barnes’ Notes: “The conclusion, then, to which we have come is, that the passage
means, that as a man, a human being, he was put to death; in respect to
a higher nature, or by a higher nature, here denominated ‘Spirit’, (Pneuma,) he was restored
to life” [= Maka kesimpulan yang kita dapatkan adalah bahwa text
ini berarti bahwa sebagai seorang manusia, Ia dibunuh; berkenaan dengan
hakekat yang lebih tinggi, atau oleh hakekat yang lebih tinggi, di sini
disebut ‘Roh’, (Pneuma,) Ia dihidupkan
kembali] - hal 1423.
Catatan: yang kurang bisa saya terima dari tafsiran Barnes adalah perubahan dari
‘in respect to’ (= berkenaan dengan)
menjadi ‘by’ (= oleh).
Barnes’ Notes: “‘He went.’ To wit, in the days of Noah. No particular stress should be
laid here on the phrase ‘he went.’ ... The idea, however, would be conveyed by
this language that he did this personally, or by himself, and not merely by
employing the agency of another. It would then be implied here that though the
instrumentality of Noah was employed, yet that it was done not by the Holy
Spirit, but by him who afterwards became incarnate” (= ‘Ia pergi’. Yaitu
pada jaman Nuh. Tidak ada penekanan khusus yang harus diberikan di sini pada
ungkapan ‘Ia pergi’. ... Tetapi gagasan yang disampaikan oleh istilah ini
adalah bahwa Ia melakukan sendiri hal ini, atau oleh diriNya sendiri, dan bukan
semata-mata dengan menggunakan orang lain. Jadi dinyatakan secara tak langsung
di sini bahwa sekalipun Nuh digunakan sebagai alat, tetapi itu bukan dilakukan
oleh Roh Kudus, tetapi olehNya yang belakangan berinkarnasi) - hal 1423.
Sukar untuk menentukan sikap tentang 2 pandangan di
atas.
Kalau
kita menerima terjemahan ‘by the spirit’
(= oleh Roh), maka ada 2 problem,
yaitu:
dari
sudut bahasa Yunani kelihatannya ini tidak benar.
kata ‘roh’
tidak mempunyai kata sandang, dan karena itu tidak mungkin menunjuk kepada Roh
Kudus.
Tetapi Editor dari Calvin’s Commentary mengatakan: “There
are two previous instances of the word ‘spirit,’ when denoting the Holy Spirit,
being without the article, that is in chap. 1:2 and 22” (= Ada dua contoh /
kejadian sebelum ini dimana kata ‘roh’ menunjuk kepada Roh Kudus, sekalipun tidak mempunyai kata sandang,
yaitu dalam pasal 1:2 dan 22) - hal 127.
Catatan: mungkin yang ia maksudkan adalah
1Pet 1:2 dan 1Pet 1:12 (bukan 1Pet 1:22), karena dalam 1Pet 1:22 tidak ada
kata ‘roh’.
Dari sudut bahasa Yunani kelihatannya yang benar adalah
terjemahan ‘in the spirit’ (= dalam
roh), dan kata-kata itu menunjuk kepada LOGOS / roh ilahi Yesus, tetapi problem
dengan terjemahan ini adalah bagaimana kata ‘dihidupkan’ bisa diterapkan kepada Logos itu? Menurut saya ada 2
kemungkinan jawaban:
kata ‘dihidupkan’ sekedar diartikan ‘tidak
mati’. Petrus menggunakan kata ‘dihidupkan’,
bukannya ‘tidak mati’, untuk
mengkontraskan kata itu dengan kata ‘dibunuh’.
Pulpit Commentary: “His being put to death was ‘in the flesh’; i.e. on the side of his
nature by which he was connected with earth and had a mortal existence. His
being quickened is contrasted in being not in the flesh, but ‘in the spirit’;
i.e. on the side of his nature by which he was above earth and had an immortal
existence” (= Dibunuhnya Ia adalah ‘dalam daging’; yaitu pada bagian
hakekatNya dengan mana Ia berhubungan dengan bumi dan mempunyai keberadaan yang
bisa mati. Dihidupkannya Ia dikontraskan dengan itu karena terjadi bukan dalam
daging tetapi ‘dalam ‘roh’; yaitu pada bagian hakekatNya dengan mana Ia ada di
atas bumi dan mempunyai keberadaan yang tidak bisa mati) - hal 168.
di sini digunakan ‘sebutan ilahi’ untuk Kristus, tetapi
menggunakan ‘predikat manusia’,
seperti dalam ayat-ayat di bawah ini:
Kis 20:28 - “Karena itu jagalah dirimu dan jagalah seluruh kawanan, karena kamulah
yang ditetapkan Roh Kudus menjadi penilik untuk menggembalakan jemaat Allah
yang diperolehNya dengan darah AnakNya sendiri”.
NIV: “... the church of God, which he bought with
his own blood” (= ... jemaat / gereja Allah, yang Ia beli dengan darahNya
sendiri).
Catatan: dalam ayat ini TB1 - LAI salah terjemahan
karena menterjemahkan ‘darah AnakNya’.
Ini dibetulkan dalam TB2 - LAI yang menterjemahkan ‘darahNya’ (menghapus kata ‘Anak’
yang memang sebetulnya tidak ada dalam bahasa aslinya).
Ayat
ini menggunakan sebutan / gelar ilahi, yaitu ‘Allah’, tetapi predikatnya berbicara tentang ‘darah’, yang sebetulnya hanya cocok untuk hakekat manusia Yesus.
1Kor 2:8 - “Tidak
ada dari penguasa dunia ini yang mengenalnya, sebab kalau sekiranya mereka
mengenalnya, mereka tidak menyalibkan Tuhan yang mulia”.
Ayat
ini menggunakan sebutan / gelar ilahi, yaitu ‘Tuhan yang mulia’ / ‘The Lord of glory’, tetapi
menggunakan predikat ‘menyalibkan’
yang sebetulnya hanya cocok untuk hakekat manusia Yesus.
1Yoh 1:1 - “Apa
yang telah ada sejak semula, yang telah kami dengar, yang telah kami lihat
dengan mata kami, yang telah kami saksikan dan yang telah kami raba
dengan tangan kami tentang Firman hidup - itulah yang kami tuliskan
kepada kamu”.
Ayat
ini menggunakan sebutan / gelar ilahi, yaitu ‘Firman’ (LOGOS), tetapi menggunakan predikat ‘telah kami lihat dengan mata kami’ dan ‘telah kami saksikan dan yang telah kami raba dengan tangan kami’,
yang sebetulnya hanya cocok untuk hakekat manusia Yesus.
Dan dalam Kitab Suci juga ada ayat-ayat yang
berkebalikan dengan 3 contoh di atas, dimana Kristus diberi ‘sebutan manusia’ tetapi digunakan ‘predikat ilahi’, seperti dalam Mat 9:6
(‘Anak Manusia’ & ‘berkuasa mengampuni dosa’), Mat 12:8 (‘Anak Manusia’ & ‘Tuhan atas hari Sabat’), dan
sebagainya.
Bersambung ke bagian3
No comments:
Post a Comment