Oleh: Pdt. Budi Asali, M.Div
Bahasa Anthropomorphisme
Jarak antara
Pencipta dan ciptaanNya sangat besar. Tetapi bagaimanapun ciptaan tersebut
adalah hasil karya dari sang Pencipta, dan karena itu, maka ada ‘jejak’ dari
sang Pencipta dalam hasil karyaNya itu.
Illustrasi: Kalau
seseorang yang berjiwa seni membangun dan mengatur rumah, maka jiwa seninya
akan terlihat dari hasil karyanya tersebut. Kalau orang pandai menulis buku,
maka kepandaiannya akan terlihat dari hasil karyanya itu. Kalau orang yang
puitis menulis buku, maka jiwa puitisnya pasti akan terlihat dalam buku itu.
Demikian juga pada waktu Allah menciptakan alam semesta dengan segala isinya;
pasti ada ‘jejak’ dari Allah dalam hasil karyaNya tersebut.
Tetapi manusia
merupakan hasil karya yang khusus dari Allah, karena manusia diciptakan menurut
gambar dan rupa Allah. Karena itu, ‘jejak’ Allah terlihat paling nyata dalam
diri manusia.
Herman Bavinck: “though
the distance between creature and Creator is, indeed, infinite; nevertheless,
the entire universe is God’s handiwork. Therefore, there is a close connection
between God and the universe. ... Hence, we have the right to speak of God in
language which pertains to the creature. ... We do not see God as he is in
himself. We behold him in his works” [= sekalipun jarak antara ciptaan dan Pencipta itu tak terbatas; tetapi
seluruh alam semesta adalah pekerjaan tangan Allah. Karena itu, ada hubungan
yang dekat antara Allah dan alam semesta. ... Karena itu kita punya hak untuk
berbicara tentang Allah dalam bahasa yang berkenaan dengan ciptaan. ... Kita
tidak melihat Allah sebagaimana adanya Ia dalam diriNya sendiri. Kita melihat
Dia dalam pekerjaanNya] - ‘The Doctrine of God’, hal 91.