Oleh: Pdt. Budi Asali, M.Div
Ketika Yesus Menyebut Dirinya “Aku adalah”
Ayat-ayat dimana Yesus menyebut diriNya ‘I am’ / ‘Aku adalah’
a)Ada
2 kelompok ayat dalam Injil Yohanes dimana Yesus
menyebut diriNya dengan sebutan ‘I am’ (= Aku adalah), yaitu:
Kelompok pertama:
Seri 7 ‘I am’ (= Aku adalah) yang diucapkan
oleh Yesus dalam Injil Yohanes. Dalam seri 7 ‘I am’ ini
kata-kata ‘I am’ diikuti dengan suatu penggambaran tentang Yesus,
misalnya sebagai ‘roti
hidup’, ‘terang dunia’, dsb.
Seri 7 ‘I am’ itu adalah:
- Yoh 6:35a - “Kata
Yesus kepada mereka: ‘Akulah roti hidup”.
Dalam terjemahan bahasa Inggris pernyataan Yesus ini berbunyi: ‘I am the bread of life’ (= Aku adalah roti hidup). - Yoh 8:12 - ‘I am the light of the world’ (= Aku adalah terang dunia).
- Yoh 10:7,9 - ‘I am the door’ (= Aku adalah pintu).
- Yoh 10:11,14 - ‘I am the good shepherd’ (= Aku adalah gembala yang baik).
- Yoh 11:25 - ‘I am the resurrection and the life’ (= Aku adalah kebangkitan dan hidup).
- Yoh 14:6 - ‘I am the way, the truth and the life’ (= Aku adalah jalan, kebenaran dan hidup).
- Yoh 15:1,5 - ‘I am the true vine’ (= Aku adalah pokok anggur yang benar).
Kelompok kedua:
Dalam kelompok
kedua ini Yesus menggunakan kata-kata ‘I am’ (= Aku adalah), tanpa diikuti
oleh penggambaran apapun untuk diriNya sendiri. Ayat-ayatnya adalah sebagai
berikut:
- Yoh 8:24,28 - “(24) Karena itu tadi Aku berkata kepadamu, bahwa kamu akan mati dalam dosamu; sebab jikalau kamu tidak percaya, bahwa Akulah Dia, kamu akan mati dalam dosamu.’ ... (28) Maka kata Yesus: ‘Apabila kamu telah meninggikan Anak Manusia, barulah kamu tahu, bahwa Akulah Dia, dan bahwa Aku tidak berbuat apa-apa dari diriKu sendiri, tetapi Aku berbicara tentang hal-hal, sebagaimana diajarkan Bapa kepadaKu”.
- Yoh 8:58 - “Kata Yesus kepada mereka: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sebelum Abraham jadi, Aku telah ada.’”.
- Yoh 13:19 - “Aku mengatakannya kepadamu sekarang juga sebelum hal itu terjadi, supaya jika hal itu terjadi, kamu percaya, bahwa Akulah Dia”.
- Yoh 18:5-6,8 - “(5) Jawab mereka: ‘Yesus dari Nazaret.’ KataNya kepada mereka: ‘Akulah Dia.’ Yudas yang mengkhianati Dia berdiri juga di situ bersama-sama mereka. (6) Ketika Ia berkata kepada mereka: ‘Akulah Dia,’ mundurlah mereka dan jatuh ke tanah. ... (8) Jawab Yesus: ‘Telah Kukatakan kepadamu, Akulah Dia. Jika Aku yang kamu cari, biarkanlah mereka ini pergi.’”.
Catatan:
- Terjemahan hurufiah dari semua bagian yang saya garis-bawahi itu adalah ‘I am’ (= Aku adalah), dan kata-kata ‘I am’ (= Aku adalah) dalam kedua kelompok ayat di atas ini, diterjemahkan dari kata-kata bahasa Yunani EGO EIMI (= I am / Aku adalah).
- Sebetulnya ada satu teks lagi yaitu Yoh 4:25-26 - “(25) Jawab perempuan itu kepadaNya: ‘Aku tahu, bahwa Mesias akan datang, yang disebut juga Kristus; apabila Ia datang, Ia akan memberitakan segala sesuatu kepada kami.’ (26) Kata Yesus kepadanya: ‘Akulah Dia, yang sedang berkata-kata dengan engkau.’”.
Tetapi dilihat
dari konteksnya, kata-kata ‘I am’ (= Aku adalah) di sini hanya merupakan pengakuan bahwa
Yesus adalah Mesias.
b)Hubungan
ayat-ayat yang menggunakan EGO EIMI ini dengan Kel 3:14-15.
Apa hubungannya
kata-kata yang menggunakan ‘I am’ (= Aku adalah) dalam Injil Yohanes ini dengan keilahian
Kristus? Kata-kata ‘I am’ ini oleh banyak penafsir dihubungkan dengan
kata-kata Allah / YAHWEH kepada Musa dalam Kel 3:14-15 - “(14) Firman Allah kepada Musa: ‘AKU
ADALAH AKU.’ Lagi firmanNya: ‘Beginilah kaukatakan kepada orang Israel itu:
AKULAH AKU telah mengutus aku kepadamu.’ (15) Selanjutnya berfirmanlah
Allah kepada Musa: ‘Beginilah kaukatakan kepada orang Israel: TUHAN, Allah
nenek moyangmu, Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub, telah mengutus aku
kepadamu: itulah namaKu untuk selama-lamanya dan itulah sebutanKu
turun-temurun”.
Ada beberapa hal yang perlu disoroti dari teks ini:
1.Kel 3:14-15 menjelaskan tentang nama
Allah.
Kata-kata Allah dalam Kel 3:14-15 diucapkan sebagai jawaban
terhadap pertanyaan Musa tentang nama Allah dalam Kel 3:13 - “Lalu Musa berkata
kepada Allah: ‘Tetapi apabila aku mendapatkan orang Israel dan berkata kepada
mereka: Allah nenek moyangmu telah mengutus aku kepadamu, dan mereka bertanya
kepadaku: bagaimana tentang namaNya? - apakah yang harus kujawab kepada
mereka?’”.
2.‘I am’ atau ‘I will be’?
Terjemahan dari Kitab Suci Indonesia - ‘Aku adalah Aku’ - sebetulnya tidak tepat.
Dalam bahasa Ibrani kata-kata yang digunakan adalah: EHYEH ASYER EHYEH.
- Kata EHYEH merupakan suatu kata kerja dalam bentuk yang akan datang (future tense), dan sebetulnya berarti ‘I will be’ (= Aku akan jadi / menjadi).
- Kata ASYER berarti ‘who’ / ‘whom’ / ‘which’ / ‘that’ (= yang).
- Jadi EHYEH ASYER EHYEH berarti ‘I will be that I will be’ (= Aku akan jadi yang Aku akan jadi).
- Tetapi kebanyakan Kitab Suci bahasa Inggris menterjemahkan bukan dengan menggunakan bentuk yang akan datang tetapi menggunakan bentuk present:
KJV/ASV/RSV/NIV/NASB: ‘I am who / that I am’ (= Aku adalah yang Aku adalah).Footnote RSV/NIV: ‘I will be what I will be’ (= Aku akan jadi yang Aku akan jadi).
Calvin: “The verb in the Hebrew is in the future tense, ‘I
will be what I will be;’ but it is of the same force as the present, except
that it designates the perpetual duration of time” (= Kata kerjanya
dalam bahasa Ibrani ada dalam bentuk yang akan datang, ‘Aku akan jadi yang Aku
akan jadi’; tetapi itu mempunyai kekuatan yang sama seperti bentuk presentnya, kecuali bahwa itu menunjukkan jangka waktu
yang terus menerus / kekal) - hal 73.
Pulpit Commentary menganggap (hal 57) bahwa ‘I am who I am’ adalah terjemahan yang terbaik.
Robert M. Bowman Jr. (‘Jehovah’s Witnesses, Jesus Christ, and the Gospel of John’, hal 122), mengatakan bahwa Saksi-Saksi Yehuwa
menggunakan terjemahan hurufiah ‘I will be’ (= Aku akan jadi) itu, untuk menentang adanya hubungan antara
Yoh 8:58 dengan Kel 3:14. Mereka mengatakan bahwa dalam Kel 3:14
kata-kata yang digunakan adalah ‘I will be’, bukan ‘I am’. Sedangkan dalam Yoh 8:58 kata-kata yang
digunakan adalah ‘I am’.
Saksi-Saksi Yehuwa
mengatakan: “Kebanyakan
penerjemah modern mengikuti Rashi (komentator Alkitab dan Talmud berkebangsaan
Perancis) dalam menerjemahkan (Keluaran 3:14) ‘Aku akan menjadi
apa yang Aku akan menjadi.’
Pernyataan dalam Yohanes 8:58 jauh berbeda dari yang digunakan dalam Keluaran
3:14.” - ‘Haruskah Anda Percaya Kepada Tritunggal?’, hal 27.
NWT: ‘I shall prove
to be what I shall prove to be’ (= Aku akan buktikan menjadi apa yang Aku
akan buktikan menjadi).
Catatan: entah dari mana
gerangan munculnya kata ‘prove’ itu.
TDB: ‘Aku akan menjadi apapun yang aku inginkan’.
Entah dari mana
TDB bisa mendapatkan terjemahan seperti ini, yang jelas tidak sama dengan NWT.
Tanggapan saya:
a.Lagi-lagi Saksi-Saksi (Palsu) Yehuwa ini berdusta
dengan mengatakan ‘kebanyakan
penerjemah modern’! KJV/ASV/RSV/NIV/NASB/NKJV/NRSV:
‘I am who / that I am’ (= Aku adalah yang Aku adalah). Demikian juga dengan Good News Bible. Sedangkan Living Bible,
untuk Kel 3:14a menterjemahkan ‘The Sovereign God’ (= Allah yang berdaulat), tetapi untuk Kel 3:14b
menterjemahkan ‘I am’ (= Aku adalah). Jadi terlihat bahwa kebanyakan
penterjemah justru menterjemahkan ke dalam present tense dan bukannya ke dalam future tense.
Disamping itu, berapapun banyaknya penterjemah Alkitab yang menterjemahkan
seperti mereka, tidak menjamin bahwa itu adalah terjemahan yang benar.
b.Allah itu ada di atas waktu (Maz 90:4 2Pet 3:8), dan karena itu bagi Dia ‘I am’ dan ‘I will be’ adalah sama.
- Maz 90:4 - “Sebab di mataMu seribu tahun sama seperti hari kemarin, apabila berlalu, atau seperti suatu giliran jaga di waktu malam”.
- 2Pet 3:8 - “Akan tetapi, saudara-saudaraku yang kekasih, yang satu ini tidak boleh kamu lupakan, yaitu, bahwa di hadapan Tuhan satu hari sama seperti seribu tahun dan seribu tahun sama seperti satu hari”.
Matthew Poole: “all times are alike to God, and all are present
to him; and therefore what is here, ‘I shall be,’ is rendered, ‘I am,’ by Christ,
John 8:58. See Psal. 90:4; 2Pet 3:8” (= semua waktu adalah sama bagi Allah, dan
semua adalah masa sekarang bagi Dia; dan karena itu apa yang di sini ‘Aku akan
jadi’, diterjemahkan ‘Aku ada / adalah’ oleh Kristus, Yoh 8:58. Lihat Maz 90:4;
2Pet 3:8) - hal 122.
c.Bandingkan dengan Wah 1:4.
Dalam Wah 1:4, Allah digambarkan dengan kata-kata
bentuk lampau, sekarang / present, maupun akan
datang.
Wah 1:4 - “Dari Yohanes kepada ketujuh jemaat yang di Asia
Kecil: Kasih karunia dan damai sejahtera menyertai kamu, dari Dia, yang ada
dan yang sudah ada dan yang akan datang, dan dari ketujuh roh yang ada di
hadapan takhtaNya”. Bdk. Wah 1:8 4:8.
KJV: ‘which is, and which was, and
which is to come’ (=
yang ada, dan yang sudah ada, dan yang akan datang).
Kata-kata ‘yang ada’ bahasa Yunaninya adalah HO ON.
Kata-kata ‘yang sudah ada’ bahasa Yunaninya adalah HO EN.
Kata-kata ‘yang akan datang’ bahasa Yunaninya adalah HO
ERKHOMENOS.
Ada beberapa hal yang perlu diketahui tentang
bagian ini:
-Bagian ini sebetulnya sangat sukar untuk diterjemahkan.
Homer Hailey: “Pieters
translates it, ‘The Being, the Was, the Coming’ (ibid.), while Lenski would
have it ‘The Being One and the Was One and the Coming One.’ The definite
article (HO) precedes each of the nouns, ‘the was, the is, the is to come.’” [= Pieters menterjemahkannya, ‘The
Being, the Was, the Coming’
(ibid.), sementara Lenski menghendakinya ‘The Being One and
the Was One and the Coming One’. Kata sandang tertentu (HO) mendahului setiap kata benda, ‘the
was, the is, the is to come’] - ‘Revelation’, hal 98.
George Eldon Ladd: “a
phrase impossible to translate into idiomatic, equivalent English” (= suatu ungkapan yang tidak mungkin
diterjemahkan ke dalam ungkapan Inggris yang sama artinya) - ‘Revelation’, hal 24.
-dalam bagian ini rasul Yohanes secara sengaja melanggar
peraturan / hukum bahasa Yunani.
William Barclay: “But
to get the full meaning of this we must look at it in the Greek, for John
bursts the bonds of grammar to show his reverence for God. We translate the first
phrase ‘from him who is’; but that is not what the Greek says. A Greek noun is
in the nominative case when it is the subject of a sentence, but, when it is
governed by a preposition it changes its case and its form. It is so in
English. ‘He’ is the subject of a sentence; ‘him’ is the object. When John says
that the blessing comes ‘from him who is’ he should have put ‘him who is’ in
the genitive case after the preposition; but quite ungrammatically he leaves it
in the nominative. It is as if we said in English ‘from he who is’, refusing to
change ‘he’ into ‘him’. John has such an immense reverence for God that he
refuses to alter the form of his name even when the rules of grammar demand it”
[= Tetapi untuk
mendapatkan arti yang sepenuhnya dari hal ini kita harus melihatnya dalam
bahasa Yunani, karena Yohanes meledakkan ikatan tata bahasa untuk menunjukkan
hormatnya kepada Allah. Kita menterjemahkan ungkapan pertama ‘from him who
is’ / ‘dari Dia yang
adalah’; tetapi itu bukanlah apa yang dikatakan dalam bahasa
Yunaninya. Suatu kata benda dalam bahasa Yunani ada dalam kasus nominatif bila
kata itu merupakan subyek dari kalimat, tetapi bila kata itu didahului oleh
suatu kata depan / kata perangkai maka kata itu berubah dalam kasus maupun
bentuknya. Begitu juga dalam bahasa Inggris. ‘He’ adalah subyek dari
suatu kalimat; ‘him’ adalah obyek. Pada waktu Yohanes berkata bahwa
berkat datang ‘from him who is’ ia seharusnya meletakkan ‘him who is’
dalam kasus genitif setelah kata depan / kata perangkai; tetapi bertentangan
dengan hukum tata bahasa ia membiarkannya dalam kasus nominatif. Itu seperti
kalau dalam bahasa Inggris kita berkata ‘from he who is’, menolak
mengubah ‘he’ menjadi ‘him’. Yohanes mempunyai hormat yang begitu
besar untuk Allah, sehingga ia menolak untuk mengubah bentuk dari namaNya
bahkan pada waktu hukum tata bahasa menuntut hal itu] - hal
30.
A. T. Robertson
mengatakan bahwa Yohanes melakukan hal ini secara sengaja untuk: “call attention to the eternity and
unchangeableness of God. Used of God in Ex. 3:14” (= meminta perhatian pada
kekekalan dan ketidak-bisa-berubahan dari Allah. Digunakan tentang Allah dalam
Kel 3:14) - ‘Word Pictures in the New Testament’, vol 6,
hal 285.
William Barclay: “John
is not finished with his amazing use of language. The second phrase is ‘from
him who was’. Literally, John says ‘from the he was’. The point is that ‘who
was’ would be in Greek a participle. The odd thing is that the verb EIMI (to
be) has no past participle. Instead there is used the participle GENOMENOS from
the verb GIGNOMAI, which means not only ‘to be’ but also ‘to become’.
‘Becoming’ implies change and John utterly refuses to apply any word to God
that will imply any change; and so he uses a Greek phrase that is grammatically
impossible and that no one ever used before”
[= Yohanes belum
selesai dengan penggunaaan bahasanya yang mengherankan. Ungkapan kedua adalah ‘from
him who was’. Secara hurufiah Yohanes berkata ‘from the he was’.
Persoalannya adalah bahwa dalam bahasa Yunani ‘who was’ adalah suatu participle.
Hal yang aneh adalah bahwa kata kerja EIMI (to be / adalah) tidak
mempunyai participle dalam bentuk lampau. Sebagai gantinya digunakan participle
GENOMENOS (yang berasal) dari
kata kerja GIGNOMAI, yang bukan hanya berarti ‘to be’ / ‘adalah’ tetapi
juga ‘to become’ / ‘menjadi’. ‘Becoming’ / ‘menjadi’ menunjukkan
suatu perubahan dan Yohanes menolak sama sekali untuk menggunakan suatu kata
bagi Allah yang menunjukkan suatu perubahan; dan ia lalu menggunakan suatu
ungkapan bahasa Yunani yang secara tata bahasa adalah tidak mungkin dan yang
tidak pernah digunakan oleh siapapun sebelumnya] - hal 30.
-Istilah dalam Wah 1:4 ini juga dianggap berasal dari
Kel 3:14-15 dan menunjukkan ketidak-berubahan Allah, kekekalan
Allah, dan keberadaan Allah yang melampaui waktu.
Beasley-Murray
(hal 54) mengatakan bahwa Kel 3:14 - ‘I am who I am’ (= Aku
adalah yang Aku adalah), dalam Septuaginta diterjemahkan ‘I am he who is’ (= Aku adalah Dia yang ada sekarang), dan
dalam Jerusalem Targum diperpanjang menjadi ‘I am he who is and who will be’ (= Aku adalah Dia yang ada sekarang dan yang akan ada), dan
bahkan dalam salah satu komentarnya diperpanjang lagi menjadi ‘I am he who is, and who was, and I am who
will be’ (= Aku adalah Dia
yang ada sekarang, dan yang ada dulu, dan Aku adalah yang akan ada).
George Eldon Ladd: “it is
an allusion to the Greek form of Exod. 3:14. The full phrase denotes the
eternity of the God who also acts on the scene of human history” (= ini merupakan suatu hubungan tidak
langsung dengan bentuk Yunani dari Kel 3:14. Ungkapan yang penuh menunjukkan
kekekalan Allah yang juga bertindak dalam kancah sejarah manusia) - ‘Revelation’, hal 24.
Robert H. Mounce
(NICNT): “This paraphrase of the divine name stems from Exodus 3:14-15
and calls attention to the fact that all time is embraced within God’s eternal
presence” (= Pernyataan dengan kata-kata lain tentang nama ilahi ini
berasal dari Kel 3:14-15 dan meminta perhatian pada fakta bahwa seluruh waktu
dicakup dalam kehadiran kekal dari Allah) - hal 68.
William Hendriksen: “It
very beautifully indicates the unchangeable God of the covenant (cf. Ex. 3:14
ff.)” [= Ini secara
indah menunjukkan Allah perjanjian yang tidak bisa berubah (bdk. Kel 3:14-dst)] - ‘More Than Conquerors’, hal
53.
Adam Clarke: “This
phraseology is purely Jewish, and probably taken from the Tetragrammaton, hvhy
YEHOVAH; which is supposed to include in itself all time, past, present, and
future. But they often use the phrase of which the o[ wn, kai o[ hn, kai o[
erxomenoj, of the apostle, is a literal translation” [= Pengungkapan ini murni bersifat Yahudi,
dan mungkin diambil dari Tetragrammaton, hvhy YEHOVAH; yang dianggap mencakup
dalam dirinya sendiri semua waktu, lampau, sekarang, dan yang akan datang.
Tetapi mereka (orang-orang Yahudi) sering menggunakan ungkapan dari mana kata-kata o[ wn, kai o[ hn, kai
o[ erxomenoj (HO ON, KAI HO EN, KAI HO ERKHOMENOS = yang ada, dan yang sudah ada, dan yang akan datang), dari sang rasul, merupakan terjemahan
hurufiah) - hal 970.
Clarke lalu
memberikan banyak contoh yang menunjukkan bahwa orang-orang Yahudi / rabi-rabi
Yahudi menggunakan ungkapan dari rasul Yohanes dalam Wah 1:4 ini.
Barnes’ Notes: “From
him who is everlasting - embracing all duration, past, present, and to come. No
expression could more strikingly denote eternity than this. He now exists; he
has existed in the past; he will exist in the future. There is an evident
allusion here to the name Jehovah,
the name by which the true God is appropriately designated in the Scriptures.
That name - YEHOVAH from HAYAH ‘to be’, ‘to exist’ - seems to have been adopted
because it denotes ‘existence’, or ‘being’, and as denoting simply one who
‘exists’; and has reference merely to the fact of existence. The word has no
variation of form, and has no reference to time, and would embrace all time:
that is, it is as true at one time as another that he exists. Such a word would
not be inappropriately paraphrased by the phrase ‘who is, and who was, and who
is to come,’ or who is to be; and there can be no doubt that John referred to
him here as being himself the eternal and uncreated existence, and as the great
and original fountain of all being” [= Dari Dia yang adalah kekal - mencakup semua waktu, lampau, sekarang,
dan akan datang. Tidak ada ungkapan bisa dengan lebih menyolok menunjukkan
kekekalan dari pada ini. Ia sekarang ada; Ia telah ada pada masa lampau; Ia
akan ada pada masa yang akan datang. Ada hubungan tidak langsung di sini dengan
nama JEHOVAH, nama dengan mana Allah yang benar secara tepat ditunjukkan /
dinamakan dalam Kitab Suci. Nama itu - hvAhoy. (YEHOVAH) dari hyAhA (HAYAH) (yang berarti) ‘ada’, ‘berada’ - kelihatannya telah
diadopsi karena itu menunjukkan ‘keberadaan’ (‘existence’ atau ‘being’), dan sebagai menunjukkan secara sederhana
seseorang yang ‘ada’; dan mempunyai hubungan hanya dengan fakta dari
keberadaan. Kata itu tidak mempunyai variasi bentuk, dan tidak mempunyai
hubungan dengan waktu, dan mencakup seluruh waktu: yaitu, adalah sama benarnya
pada satu saat seperti pada saat lain bahwa Ia ada. Kata seperti itu secara
tepat dikatakan dengan kata-kata lain oleh ungkapan ‘yang ada, yang sudah ada,
dan yang akan datang’, atau yang akan ada; dan tidak ada keraguan bahwa Yohanes
di sini menunjuk kepada Dia sebagai kekal dan keberadaanNya tidak diciptakan,
dan sebagai sumber yang besar dan orisinil dari semua makhluk] - hal
1543.
-Tetapi bukankah Allah dianggap sebagai ‘The eternal I am’ (= ‘Aku adalah’ yang kekal)?
Bukankah bagi Dia selalu berlaku ‘I am’, dan tidak pernah
‘I was’ ataupun ‘I will be’? Bdk.
Yoh 8:58 Kol 1:17.
Jadi, bukankah
pada masa lampau maupun masa yang akan datang, untuk Allah / Yesus seharusnya
tetap digunakan ‘I am’?
Tetapi mengapa dalam Wah 1:4 ini tidak demikian?
Herman Hoeksema
menjawab dengan kata-kata sebagai berikut: “But this eternal God, Whose
Being cannot be measured or limited by time, revealed Himself in time. To this
revelation of Himself in time refer the other two expressions, ‘who was’ and
‘who is to come’” (= Tetapi Allah yang kekal ini, yang diri / keberadaanNya
tidak bisa diukur dengan waktu, menyatakan diriNya sendiri dalam waktu. Kedua
ungkapan yang lain, ‘who was’ dan ‘who is to come’ menunjuk pada
wahyu tentang diriNya sendiri dalam waktu ini) - hal 18.
Dengan kata lain,
Allah melakukan ini untuk menyesuaikan dengan kapasitas otak kita. Bandingkan
ini dengan bahasa Anthropomorphisme dalam Alkitab, yang menggambarkan Allah
seakan-akan Ia berbentuk manusia. Misalnya Amsal 15:3 berbicara tentang ‘mata Allah’ dan Yes 59:1
berbicara tentang ‘tangan
Allah’, padahal Allah adalah Roh (Yoh 4:24) sehingga tentunya tidak
mempunyai mata ataupun tangan. Ini juga dilakukan untuk menyesuaikan dengan
kapasitas otak kita.
Kesimpulan: bagi
Allah, yang kekal, tak berubah, dan berada di atas waktu / tak terbatas oleh
waktu, ‘I will be’ dan ‘I am’ adalah
sama.
d.LXX / Septuaginta menterjemahkan kata EHYEH yang
pertama dalam Kel 3:14 sebagai EGO EIMI (= ‘I am’).
Walter Martin: “The
Septuagint translation of Exodus 3:14 from the Hebrew EHYEH utilizes EGO EIMI
as the equivalent of ‘I am,’”
[= Terjemahan Septuaginta dari Keluaran 3:14 dari kata Ibrani EHYEH menggunakan EGO EIMI sebagai kata yang sama artinya dari ‘Aku adalah’] - ‘The Kingdom of the Cults’, hal89.
[= Terjemahan Septuaginta dari Keluaran 3:14 dari kata Ibrani EHYEH menggunakan EGO EIMI sebagai kata yang sama artinya dari ‘Aku adalah’] - ‘The Kingdom of the Cults’, hal89.
Tetapi
Robert Bowman berkata bahwa Saksi-Saksi Yehuwa justru memberi argumentasi bahwa
terjemahan LXX terhadap kata EHYEH dalam Kel 3:14 ini bukan EGO EIMI (= ‘I am’) tetapi HO ON (= ‘the Being’ atau ‘the One who is’).
Tetapi kata-kata Saksi-Saksi Yehuwa ini lagi-lagi hanyalah ½ kebenaran, karena
sebetulnya LXX menterjemahkan EHYEH yang kedua dengan HO ON, tetapi EHYEH yang
pertama dengan EGO EIMI.
Robert Bowman,
dalam bukunya ‘Jehovah’s
Witnesses, Jesus Christ, and the Gospel of John’, mengatakan:
-“This
is not quite telling the whole truth, however. What the teks actually says in
the LXX is as follows (translating literally): And God said to Moses, ‘I am
(EGO EIMI) the One who is (HO ON)’; and He said, ‘Thus you shall say to the
sons of Israel, ‘The One who is (HO ON) has sent me to you.’” [= Tetapi ini tidak menceritakan seluruh
kebenaran. Apa yang sebetulnya dikatakan oleh teks itu dalam LXX adalah sebagai
berikut (diterjemahkan secara hurufiah): Dan Allah berkata kepada Musa: ‘Aku
adalah (EGO EIMI) seseOrang/Dia yang adalah (HO ON)’; dan Ia berkata:
‘Demikianlah akan kaukatakan kepada anak-anak Israel: ‘SeseOrang/Dia yang
adalah (HO ON) telah mengutus aku kepadamu’.] - hal 124-125.
-“Thus,
the LXX has rendered the word EHYEH in two different ways, by both EGO EIMI and
HO ON” (= Jadi, LXX
telah menterjemahkan kata EHYEH dengan dua cara yang berbeda, oleh EGO EIMI dan
HO ON) - hal 125.
-“The
foregoing reasoning has assumed what the JWs here seem to take for granted,
that an allusion to Exodus 3:14 must be based on the Hebrew teks. Yet
there is no reason to make such an assumption. John may have chosen to use the
LXX rendering of EHYEH in its first occurrence in Exodus 3:14 as EGO EIMI
to report Jesus’ words to the Jews in John 8:58” (= Argumentasi yang terlebih dulu
menunjukkan anggapan Saksi-Saksi Yehuwa, bahwa suatu penghubungan dengan Kel
3:14 harus didasarkan pada teks bahasa Ibrani. Tetapi tidak ada
alasan untuk membuat anggapan seperti itu. Yohanes bisa memilih untuk
menggunakan terjemahan LXX dari EHYEH dalam pemunculan pertamanya dalam Kel
3:14 sebagai EGO EIMI untuk melaporkan kata-kata Yesus kepada orang-orang
Yahudi dalam Yoh 8:58) - hal 128.
Perlu diketahui
bahwa LXX / Septuaginta sudah digunakan secara luas pada jaman Yesus, dan Yesus
sendiri pasti menggunakannya, dan Ia tidak pernah meralat bagian ini. Karena
itu terjemahan EGO EIMI (= I am / Aku
adalah) dalam Kel 3:14 itu bisa dipertanggung-jawabkan.
3.Sekarang kita membandingkan dengan
terjemahan TDB dari Kel 3:14.
Kel 3:14
(TDB): “Maka Allah
berfirman kepada Musa, ‘Aku akan menjadi
apa pun yang aku inginkan.’ Dan ia menambahkan, ‘Inilah yang
harus kaukatakan kepada putra-putra Israel, ‘Aku
akan menjadi telah mengutus aku kepadamu.’”.
Bagian yang saya
garis bawahi itu merupakan terjemahan yang ngawur seenaknya sendiri. Itu bukan
hanya merupakan terjemahan yang salah, tetapi ditinjau secara teologispun itu
juga sangat salah, karena terjemahan itu sekan-akan menunjukkan bahwa Allah
bisa berubah menjadi apapun (sesuatu yang lain) yang Ia inginkan. Padahal
secara teologis, Allah tidak bisa berubah.
Disamping itu, terlihat bahwa di sini TDB berbeda dengan NWT yang
menterjemahkan: ‘I shall prove to be what I
shall prove to be’ (= Aku akan buktikan menjadi
apa yang Aku akan buktikan menjadi). Mungkin penterjemah
TDB bingung bagaimana menterjemahkan kata-kata NWT dalam bagian ini, yang
memang kacau balau.
4.Dalam Kel 3:14b Kitab Suci
Indonesia berbunyi: ‘Akulah Aku
telah mengutus aku kepadamu’. Ini kurang tepat
terjemahannya.
NIV: ‘I am has
sent me to you’ (= Aku adalah
telah mengutus aku kepadamu).
Kata ‘I AM’ di sini adalah kependekan dari ‘I am who I am’, dan dalam kalimat ini kelihatannya digunakan sebagai nama Allah.
5.Lalu dalam Kel 3:15 dikatakan
bahwa nama Allah adalah ‘TUHAN’ / ‘LORD’ (= YAHWEH).
Kel 3:15 - “Selanjutnya berfirmanlah Allah kepada Musa:
‘Beginilah kaukatakan kepada orang Israel: TUHAN (YAHWEH), Allah nenek moyangmu, Allah Abraham, Allah
Ishak dan Allah Yakub, telah mengutus aku kepadamu: itulah namaKu untuk
selama-lamanya dan itulah sebutanKu turun-temurun”.
6.Jadi, ada hubungan yang erat antara nama ‘I am’ / ‘I am
who I am’ dengan nama ‘YAHWEH’.
Ada beberapa
komentar tentang hubungan nama ‘YAHWEH’ dalam
Kel 3:15 ini dengan nama ‘I am’ / ‘I am
who I am’ dalam Kel 3:14:
-Pulpit
Commentary: “The name is given first explicatively, - ‘I
am that I am’ (ver. 14), then as a denominative - ‘Jehovah’ (ver. 15)” [= Nama itu mula-mula diberikan secara
menjelaskan, - ‘Aku adalah yang Aku adalah’ (ay 14), kemudian sebagai
suatu penamaan / nama - ‘Yehovah’ (ay 15)] - hal 70.
-Pulpit
Commentary: “The name is clearly an equivalent of the ‘I
AM’ in the preceding verse” [=
Nama itu (YAHWEH) jelas
merupakan padankata dari ‘Aku adalah’
dalam ayat sebelumnya] - hal 57.
-Barnes’
Notes: “It corresponds exactly to the preceding verse, the words ‘I am’ and
‘Jehovah’ being equivalent” (= Itu
sesuai / dapat disamakan secara persis dengan ayat sebelumnya, kata-kata ‘Aku
adalah’ dan ‘Yehovah’ merupakan padankata) - hal 13.
-Herman
Hoeksema: “The name EHYEH ASYER EHYEH, or, briefly,
EHYEH, which is an explanation of the name Jehovah, by which God was
already known to the fathers, is here designated as the Name of God, the Name
par excellence, in which God’s nature is revealed in the highest sense of the
word, and by which He is distinguished forever even from the deities of the
heathen” [= Nama EHYEH
ASYER EHYEH, atau singkatnya EHYEH, yang merupakan suatu penjelasan tentang
nama Yehovah, dengan mana Allah sudah dikenal oleh para leluhur, di sini
ditunjukkan sebagai Nama Allah, Nama yang menonjol, dalam mana sifat dasar
Allah dinyatakan dalam arti tertinggi dari kata itu, dan dengan mana Ia
dibedakan selama-lamanya dari allah-allah orang kafir] - ‘Reformed
Dogmatics’, hal 66.
-Keil
& Delitzsch: “God therefore told his His name, or, to
speak more correctly, He explained the name hvhy, by which He had made Himself
known to Abraham at the making of the covenant (Gen. 15:7), in this way, EHYEH
ASYER EHYEH, ‘I am that I am,’” [= Karena itu Allah memberitahu namaNya, atau, berbicara secara lebih
tepat, Ia menjelaskan nama YHWH, dengan mana Ia telah menyatakan diriNya
sendiri kepada Abraham pada pembuatan perjanjian (Kej 15:7), dengan cara ini,
EHYEH ASYER EHYEH, ‘Aku adalah yang Aku adalah’] - hal 442.
Dari
komentar-komentar ini terlihat bahwa kata-kata ‘I am who I am’ bukan
hanya berhubungan erat dengan nama YAHWEH,
tetapi bahkan merupakan penjelasan dari nama YAHWEH.
7.Apa arti dari nama ‘YAHWEH’ atau ‘I am who I am’ / ‘I will be that I will be’?
Herman Bavinck berkata bahwa ungkapan ini menunjuk kepada: “the God who is unchangeable in his grace, the
Ever-faithful covenant God” (= Allah yang tidak berubah dalam kasih karuniaNya,
Allah perjanjian yang selalu setia) - ‘The
Doctrine of God’, hal 102.
Louis Berkhof tentang nama ‘Yahweh’: “The meaning is explained in Ex. 3:14, which is rendered ‘I am that
I am,’ or ‘I shall be what I shall be.’ Thus interpreted, the name points to
the unchangeableness of God. Yet it is not so much the unchangeableness
of His essential Being that is in view, as the unchangeableness of His
relation to His people”
(= Artinya dijelaskan dalam Kel 3:14, yang diterjemahkan ‘Aku adalah
Aku’, atau ‘Aku akan jadi apa yang Aku akan jadi’. Ditafsirkan demikian, nama
itu menunjuk pada ketidak-berubahan dari Allah. Tetapi bukan
ketidak-berubahan dari hakekatNya yang disoroti, tetapi ketidak-berubahan
dari hubunganNya dengan umatNya) - ‘Systematic Theology’, hal 49.
Herman Hoeksema: “As to
the meaning of this name, ... we regard it as being expressive, first of all,
of God’s aseitas. ... This aseitas Dei, also called His independentia, is
that virtue of God according to which He is of and in and through Himself, is
not caused by or dependent on any being outside of Himself, and is,
therefore, the absolute, pure Being, Who is also perfectly Self-sufficient, and
has no need of any being outside of Himself. In this virtue He is wholly
different from the creature” (= Berkenaan dengan arti dari nama ini, ... kami menganggapnya sebagai
sesuatu yang pertama-tama menyatakan sifat aseitas dari Allah. ... Sifat
aseitas dari Allah, juga disebut ketidak-tergantunganNya, adalah sifat Allah
menurut mana Ia ada dari dan dalam dan melalui diriNya sendiri, dan tidak
disebabkan oleh atau tergantung pada makhluk apapun di luar diriNya sendiri,
dan karena itu Ia adalah Makhluk yang mutlak dan murni, yang juga mencukupi
diri sendiri secara sempurna, dan tidak membutuhkan makhluk apapun di luar
diriNya sendiri. Dalam sifat ini, Ia sepenuhnya berbeda dari makhluk ciptaan) - ‘Reformed
Dogmatics’, hal 68,69.
Jadi nama YAHWEH / ‘I am who I am’ / ‘I will be that I will
be’ ini:
-menunjukkan
ketidak-berubahan Allah dalam hubunganNya dengan umatNya.
-menunjukkan
bahwa Allah ada dari diriNya sendiri, dan Ia tidak tergantung kepada siapapun /
apapun di luar diriNya. Dengan demikian, ini juga menunjukkan kekekalan dari
Allah.
c)Ayat-ayat
Perjanjian Lama lain yang dalam Septuaginta juga menggunakan EGO EIMI.
1.Ul 32:39 -
“Lihatlah
sekarang, bahwa Aku, Akulah Dia. Tidak ada Allah kecuali Aku. Akulah
yang mematikan dan yang menghidupkan, Aku telah meremukkan, tetapi Akulah yang
menyembuhkan, dan seorangpun tidak ada yang dapat melepaskan dari tanganKu”.
Dalam bahasa
Ibrani bagian yang saya garis bawahi itu berbunyi ANI ANI HU (= I myself am He / Aku sendiri
adalah Dia). Adanya 2 x kata ANI (= aku) menunjukkan suatu penekanan, dan
karena itu seharusnya diterjemahkan ‘Aku sendiri
adalah Dia’.
Robert Bowman
(lihat kutipan di bawah, setelah point 7.) mengatakan bahwa dalam Septuaginta
bagian ini diterjemahkan EGO EIMI [= ‘I am’ (= Aku
adalah)]. Pulpit Commentary juga mengatakan demikian.
Pulpit Commentary: “LXX, i]dete,
i]dete o[ti e]go ei]mi (cf. Isa. 41:4; 48:12; John 8:24; 18:5)” [= LXX, i]dete, i]dete o[ti e]go ei]mi / IDETE,
IDETE EGO EIMI (bdk. Yes 41:4;
48:12; Yoh 8:24; 18:5)] - hal 503.
Catatan: IDETE artinya ‘lihatlah’.
NWT: ‘I, I
am he’ (= Aku, Aku
adalah Dia).
TDB: ‘aku - akulah dia’.
2.Yes 41:4 - “Siapakah yang melakukan dan mengerjakan semuanya itu?
Dia yang dari dahulu memanggil bangkit keturunan-keturunan, Aku, TUHAN,
yang terdahulu, dan bagi mereka yang terkemudian Aku tetap Dia juga”.
Ibrani: ANI Yahweh [= I (am) YAHWEH / Aku (adalah) YAHWEH].
LXX / Septuaginta: EGO EIMI (lihat kutipan dari Bowman di bawah).
NWT: ‘I, Jehovah’ (= Aku, Yehovah).
TDB: ‘Aku, Yehuwa’.
3.Yes 43:10 -
“‘Kamu inilah
Saksi-SaksiKu,’ demikianlah firman TUHAN (YAHWEH), ‘dan hambaKu yang telah Kupilih, supaya
kamu tahu dan percaya kepadaKu dan mengerti, bahwa Aku tetap Dia.
Sebelum Aku tidak ada Allah dibentuk, dan sesudah Aku tidak akan ada lagi”. Kata ‘tetap’ yang saya coret
itu sebetulnya tidak ada.
Ibrani: ANI HU [= I (am) He / Aku (adalah)
Dia].
LXX / Septuaginta: EGO EIMI (lihat kutipan dari Bowman di bawah; lihat
juga kata-kata A. T. Robertson dalam komentarnya tentang Yoh 8:24 di
bawah).
NWT: “I am
the same One” (= Aku
adalah Orang Yang sama).
TDB: “aku adalah Pribadi yang sama”.
Entah dari mana mereka menyulap sehingga muncul kata-kata ini.
4.Yes 45:18 - “Sebab beginilah firman TUHAN, yang menciptakan langit, - Dialah Allah -
yang membentuk bumi dan menjadikannya dan yang menegakkannya, - dan Ia
menciptakannya bukan supaya kosong, tetapi Ia membentuknya untuk didiami -: ‘Akulah
TUHAN dan tidak ada yang lain”.
Ibrani: ANI Yahweh [= I (am) YAHWEH / Aku (adalah) YAHWEH].
LXX / Septuaginta: EGO EIMI (lihat kutipan dari Bowman di bawah).
NWT: ‘I am Jehovah’ (= Aku adalah
Yehovah).
TDB: ‘Akulah Yehuwa’.
5.Yes
46:4 - “Sampai masa tuamu
Aku tetap Dia dan sampai masa putih rambutmu Aku menggendong
kamu. Aku telah melakukannya dan mau menanggung kamu terus; Aku mau memikul
kamu dan menyelamatkan kamu”. Kata ‘tetap’ sebetulnya tidak ada.
Ibrani: ANI HU [= I (am) He / Aku (adalah)
Dia].
LXX / Septuaginta: EGO EIMI (lihat kutipan dari Bowman di bawah).
NWT: “I am
the same One” (= Aku
adalah Orang Yang sama).
TDB: “aku tetap Pribadi yang sama”.
Saksi-Saksi Yehuwa
melakukan sulapan yang sama seperti di atas.
6.Yes 48:12 - “‘Dengarkanlah Aku, hai Yakub, dan engkau
Israel yang Kupanggil! Akulah yang tetap sama, Akulah yang terdahulu,
Akulah juga yang terkemudian!”.
Ini terjemahan
yang ngawur, karena kata-kata ‘tetap’ maupun
‘sama’
sebetulnya tidak pernah ada.
Ibrani: ANI HU [= I (am) He / Aku (adalah)
Dia].
Dari kata-kata
Pulpit Commentary pada point no 1. di atas kelihatannya bagian ini oleh LXX /
Septuaginta juga diterjemjahkan sebagai EGO EIMI.
NWT: “I am
the same One” (= Aku
adalah Orang Yang sama).
TDB: “Aku adalah Pribadi yang sama”.
Lagi-lagi sulapan
yang sama mereka gunakan.
7.Yes 52:6 - “Sebab itu umatKu akan mengenal namaKu dan
pada waktu itu mereka akan mengerti bahwa Akulah Dia yang berbicara, ya
Aku!”.
Ibrani: ANI HU [= I (am) He / Aku (adalah)
Dia].
LXX / Septuaginta: EGO EIMI (lihat kutipan dari Bowman di bawah).
NWT: “I am the One” (= Aku adalah Orang
yang).
TDB: “akulah Pribadi yang”.
Robert M. Bowman
Jr.: “Among biblical scholars a growing consensus has formed behind the
opinion that John 8:58 deliberately echoes Yahweh’s statements in Isaiah 40-55.
The NWT obscures the parallels in Isaiah by rendering them ‘I am the same One’
or ‘I am the same’; but the Hebrew in each case reads simply ANI HU {literally,
‘I (am) he’}, which the LXX renders as EGO EIMI (Isa. 41:4; 43:10; 46:4; 52:6;
compare with Deut. 32:29). ... This suggests that the reason for the anger of
the Jews at Jesus’ absolute use of the expression EGO EIMI was that on the occasion
his language was instantly recognizable as that of Yahweh. ... a large number
scholars have defended this conclusion, and very few deny it. ...
Considerations such as these have led most scholars to conclude that the
closest Old Testament antecedent to John 8:58 is to be found in the Isaiah’s ‘I
am’ sayings. If this is correct, the conclusion cannot be avoided that Jesus
was claiming to be Yahweh”
[= Di antara para ahli bahasa / penafsir Alkitab suatu persetujuan umum
yang bertumbuh telah membentuk di belakang pandangan bahwa Yoh 8:58 secara
sengaja menggemakan pernyataan-pernyataan Yahweh dalam Yes 40-55. NWT
mengaburkan ayat-ayat paralel dalam Yesaya ini dengan menterjemahkan mereka
‘Aku adalah Orang yang sama’ atau ‘Aku adalah yang sama’; tetapi dalam bahasa
Ibrani setiap kasus hanya berbunyi ANI HU {secara hurufiah, ‘Aku (adalah)
Dia’}, yang oleh LXX / Septuaginta diterjemahkan sebagai EGO EIMI (Yes 41:4;
43:10; 46:4; 52:6; bandingkan dengan Ul 32:39). ... Ini mengusulkan bahwa
alasan untuk kemarahan dari orang-orang Yahudi pada penggunaan ungkapan EGO
EIMI secara mutlak oleh Yesus adalah bahwa pada peristiwa itu bahasaNya
langsung dikenali sebagai bahasa Yahweh. ... sejumlah besar ahli-ahli bahasa /
penafsir telah mempertahankan kesimpulan ini, dan sangat sedikit menyangkalnya.
... Pertimbangan-pertimbangan seperti ini telah membimbing para ahli bahasa /
penafsir untuk menyimpulkan bahwa bagian-bagian terdekat dalam Perjanjian Lama
yang merupakan pendahulu dari Yoh 8:58 ditemukan dalam kata-kata ‘Aku adalah’
dari Yesaya. Jika ini benar, kesimpulannya tidak bisa dihindarkan bahwa Yesus
sedang mengclaim sebagai Yahweh] - ‘Jehovah’s Witnesses, Jesus Christ, and the Gospel of John’, hal
120,121.
d)Sekarang
mari kita kembali kepada kedua kelompok ayat dalam Injil Yohanes dimana Yesus
menyebut diriNya dengan sebutan ‘I am’ (= Aku adalah).
Dengan mengingat
apa yang sudah saya bahas di atas, yang menekankan hubungan yang erat antara
nama YAHWEH dengan
‘I am’ (= Aku
adalah), maka kita bisa menyimpulkan bahwa kata-kata ‘I am’ (= Aku adalah) dari Yesus ini
secara implicit menunjukkan diriNya sebagai Yahweh / Allah sendiri (bdk.
Yer 23:5-6 dimana Yesus secara explicit
disebut sebagai TUHAN / Yahweh!).
Memang ada
orang-orang yang tidak setuju bahwa kelompok pertama, yaitu seri 7 ‘I am’,
menunjukkan bahwa Yesus adalah YAHWEH. Mereka menganggap bahwa ‘I am’ di
dalam ayat-ayat itu hanyalah ‘I am’ biasa, karena
kata-kata ‘I am’ itu diikuti penggambaran Yesus tentang diriNya
sendiri. Karena itu mari kita memperhatikan kelompok kedua saja, dimana
kata-kata ‘I am’ digunakan secara mutlak, maksudnya
kata-kata ‘I am’ itu tidak diikuti dengan penggambaran oleh Yesus
tentang diriNya.
1.Yoh 8:24,28 - “(24) Karena itu tadi Aku berkata kepadamu,
bahwa kamu akan mati dalam dosamu; sebab jikalau kamu tidak percaya, bahwa Akulah
Dia, kamu akan mati dalam dosamu.’ ... (28) Maka kata Yesus: ‘Apabila kamu
telah meninggikan Anak Manusia, barulah kamu tahu, bahwa Akulah Dia, dan
bahwa Aku tidak berbuat apa-apa dari diriKu sendiri, tetapi Aku berbicara
tentang hal-hal, sebagaimana diajarkan Bapa kepadaKu”.
TDB: ‘akulah dia’.
NWT: ‘I am (he)’ [= Aku adalah (Dia)].
KJV: ‘I am he’ (= Aku adalah Dia).
Terjemahan hurufiah seharusnya hanyalah: ‘I am’ (= Aku adalah).
Catatan: kata ‘he’ (= Dia) oleh NWT diletakkan dalam tanda kurung untuk
menunjukkan bahwa kata itu tidak ada dalam bahasa aslinya; tetapi TDB tidak
memberikan tanda kurung itu. KJV menterjemahkan seperti NWT, tetapi kata ‘he’ tidak diletakkan dalam tanda kurung, melainkan dicetak dengan
huruf miring. Maksudnya sama seperti NWT, yaitu untuk menunjukkan bahwa kata
itu sebetulnya tidak ada dalam bahasa aslinya.
William Hendriksen: “This
death in sins will be the result of not believing that I am he; literally, that
I am (e]gw ei]mi), ... Basic to the expression are passages such as Ex. 3:14;
Deut. 32:39; Is. 43:10. The meaning is: that I am all that I claim to be; the
One sent by the Father, the One who is from above, the Son of Man, the
only-begotten Son of God, equal with God, the One who has life in himself, the
very essence of the scriptures, the bread of life, the light of the world,
etc.”
[= Kematian dalam dosa ini merupakan akibat dari ketidak-percayaan bahwa
‘Akulah Dia’; secara hurufiah, bahwa ‘Aku adalah’ (e]gw ei]mi / EGO
EIMI), ... Yang
mendasari ungkapan itu adalah teks-teks seperti Kel 3:14; Ul 32:39; Yes
43:10). Artinya adalah: bahwa Aku adalah semua yang Aku claim tentang diriKu; seseorang yang diutus oleh
Bapa, seseorang dari atas, Anak Manusia, satu-satunya Anak Allah yang
diperanakkan, setara dengan Allah, seseorang yang mempunyai hidup dalam diriNya
sendiri, inti / hakekat dari kitab suci, roti hidup, terang dunia, dsb.] - hal
46.
A. T. Robertson: “Jesus can
mean either ‘that I am from above’ (verse 23), ‘that I am the one sent from the
Father or the Messiah’ (7:18,28), ‘that I am the Light of the World’ (8:12),
‘that I am the Deliverer from the bondage of sin’ (8:28, 31f., 36), ‘that I
am’ without supplying a predicate in the absolute sense as the Jews (Deut.
32:39) used the language of Jehovah (cf. Isa. 43:10 where the very words occur
HINA PISTEUSETE - HOTI EGO EIMI). The phrase EGO EIMI occurs three times here
(8:24,28,58) and also in 13:19. Jesus seems to claim absolute divine being as
in 8:58”
[= Yesus bisa memaksudkan salah satu dari hal-hal ini, ‘bahwa Aku adalah
dari atas’ (ayat 23), ‘bahwa Aku adalah Orang yang diutus oleh Bapa atau
Mesias’ (7:18,28), ‘bahwa Aku adalah Terang Dunia’ (8:12), ‘bahwa Aku adalah
Pembebas dari perbudakan / belenggu dosa’ (8:28, 31-dst, 36), ‘bahwa Aku ada
/ adalah’ tanpa menyuplai predikat dalam arti yang mutlak seperti orang-orang
Yahudi (Ul 32:39) menggunakan bahasa Yehovah (bdk. Yes 43:10 dimana
kata-kata yang persis sama muncul (HINA PISTEUSETE - HOTI EGO EIMI). Ungkapan
EGO EIMI muncul 3 x di sini (8:24,28,58) dan juga dalam 13:19. Yesus
kelihatannya mengclaim sebagai makhluk ilahi yang mutlak seperti dalam 8:58] - ‘Word Pictures
in the New Testament’, vol 5, hal 146.
Robert M. Bowman
Jr.: “The sole objection offered by the JWs is that David said ANI HU in
1Chronicles 21:17, an objection which fails to note that David’s use of the
phrase is completely nontheological” (= Satu-satunya keberatan yang diberikan oleh Saksi-Saksi Yehuwa adalah
bahwa Daud mengatakan ANI HU dalam 1Taw 21:17, suatu keberatan yang tidak
memperhatikan bahwa penggunaan Daud tentang ungkapan ini adalah sama sekali
tidak bersifat teologis) - ‘Jehovah’s Witnesses, Jesus Christ, and the Gospel of John’, hal
120.
1Taw 21:17 - “Dan berkatalah Daud kepada Allah: ‘Bukankah
aku ini yang menyuruh menghitung rakyat dan aku sendirilah (ANI HU
= akulah dia) yang telah
berdosa dan yang melakukan kejahatan, tetapi domba-domba ini, apakah yang
dilakukan mereka? Ya TUHAN, Allahku, biarlah kiranya tanganMu menimpa aku dan
kaum keluargaku, tetapi janganlah tulah menimpa umatMu.’”.
Tetapi Calvin
mempunyai pandangan lain tentang Yoh 8:24 ini.
Calvin: “For
there is no other way for lost men to recover salvation, but to betake
themselves to Christ. The phrase, ‘that I am,’ is emphatic; for, in order to
make the meaning complete, we must supply all that the Scripture ascribes to
the Messiah, and all that it bids us expect from him. ... Some of the
ancient writers have deduced from this passage the Divine essence of Christ;
but that is a mistake, for he speaks of his office towards us. This statement
is worthy of observation; for men never consider sufficiently the evils in
which they are plunged; and though they are constrained to acknowledge their
destruction, yet they neglect Christ, and look around them, in every direction,
for useless remedies” (=
Karena tidak ada jalan lain untuk orang-orang yang terhilang untuk memperoleh
keselamatan, kecuali dengan pergi / membawa dirinya sendiri kepada Kristus. Ungkapan
‘bahwa Aku ada / adalah’ perlu diperhatikan; karena untuk membuat artinya
lengkap, kita harus menyuplai semua yang oleh Kitab Suci dianggap sebagai milik
/ kwalitet dari Mesias, dan semua yang Kitab Suci minta untuk kita harapkan
dari Dia. ... Sebagian dari penulis-penulis kuno telah menyimpulkan dari teks
ini hakekat Ilahi dari Kristus; tetapi itu merupakan suatu kesalahan, karena Ia
berbicara tentang jabatanNya / tugasNya terhadap kita. Pernyataan ini layak
untuk diperhatikan; karena manusia tidak pernah mempertimbangkan dengan cukup
kejahatan dalam mana mereka tercebur, tetapi mereka mengabaikan Kristus, dan
memandang ke sekeliling mereka, ke setiap arah, untuk obat yang sia-sia) - hal
333.
Catatan:
-bagian
yang saya garis-bawahi itu jelas juga mencakup keilahian dari Kristus / Mesias,
karena hal itu jelas diajarkan oleh Kitab Suci.
-Calvin
kelihatannya tidak menghubungkan Yoh 8:24 ini dengan Kel 3:14.
Dan tentang
kata-kata ‘I am’ (= Aku
adalah) dalam Yoh 8:28, Calvin berkata: “this does not
refer to Christ’s Divine essence, but to his office” (= ini tidak menunjuk kepada hakekat Ilahi
Kristus, tetapi kepada jabatanNya) - hal 338.
2.Yoh 13:19 - “Aku mengatakannya kepadamu sekarang juga sebelum
hal itu terjadi, supaya jika hal itu terjadi, kamu percaya, bahwa Akulah Dia”.
TDB: ‘akulah
dia’.
NWT: ‘I am (he)’ [= Aku adalah (Dia)].
KJV: ‘I am he’ (= Aku adalah Dia).
Literal: ‘I am’ (= Aku adalah).
William Hendriksen: “They
must continue to believe that ‘I am (he),’ that is, that Jesus is whatever he
claimed to be” (=
Mereka harus terus percaya bahwa Yesus adalah apapun seperti yang Ia claim tentang diriNya sendiri) - hal 240.
Calvin (hal 66) dan A. T. Robertson (hal 242) menganggap bahwa
kata-kata ‘Akulah Dia’ di sini menunjukkan bahwa Yesus adalah Mesias yang dijanjikan, tetapi
tentang pandangan A. T. Robertson bandingkan dengan komentarnya tentang
Yoh 8:24 di atas.
Walter Martin menganggap bahwa kata-kata ‘I am’ (= Aku adalah) di sini juga berhubungan dengan kata-kata ‘Aku adalah yang
Aku adalah’ dan ‘Aku
adalah’ dalam Kel 3:14.
Walter Martin: “The
meaning of the phrase in the sense of full Deity is especially clear at John
13:19 where Jesus says that He has told them things before they come to pass,
that when they do come to pass the disciples may believe that EGO EIMI (I am).
Jehovah is the only One who knows the future as a present fact. Jesus is
telling them beforehand that when it does come to pass in the future, they may
know that ‘I am’ (EGO EIMI), i.e., that He is Jehovah!” [= Arti dari ungkapan itu dalam arti
KeAllahan yang penuh khususnya sangat jelas dalam Yoh 13:19 dimana Yesus
berkata bahwa Ia telah memberitahu mereka hal-hal sebelum hal-hal itu terjadi,
supaya pada waktu hal-hal itu terjadi, murid-murid bisa percaya bahwa EGO EIMI
(Aku adalah). Yehovah adalah satu-satunya yang mengetahui masa depan sebagai
suatu fakta masa kini. Yesus memberitahu mereka sebelumnya bahwa pada waktu itu
terjadi, mereka bisa mengetahui bahwa ‘Aku adalah’ (EGO EIMI), yaitu bahwa Ia
adalah Yehovah!] - ‘The Kingdom of
the Cults’, hal 88-89.
UBS New Testament
Handbook Series (tentang Yoh 13:19): “RSV/TEV
COMPARISON. “I tell you this now before it happens, so that when it does
happen, you will believe that ‘I Am Who I Am.’”. ... On the absolute use of the
phrase I Am Who I Am, see John 4:26. When used without a predicate, this
statement is a way of identifying Jesus with God. Both this passage and
8:24 are very close to the Septuagint teks of Isa 43:10 (‘in order that you
might know and believe and understand that I am’), where God is the speaker.
There are real complications in attempting to translate meaningfully the
expression ‘I Am Who I Am.’ The English rendering certainly does not do justice
to the underlying meaning, for in this form it would mean to the average person
‘I’m just the kind of person I am, and no one else.’ While it is grammatically
possible in English, in some languages one cannot say I Am Who I Am. In fact in
some languages there is no equational verb. Such expressions as ‘I am John’ and
‘I am good’ are simply ‘I John’ and ‘I good.’ Thus a literal rendering of ‘I Am
Who I Am’ would be nothing more than ‘I who I.’ The closest equivalent in some
languages is ‘I am the one who has always existed.’ In this way one may
emphasize the aspect of ‘being’ and relate it to the divine quality of eternal
existence. This means that for the expression ‘I AM’ in the Old Testament, one
may translate ‘the eternally existing one.’” (= belum diterjemahkan ).
UBS New Testament
Handbook Series (tentang Yoh 4:26): “In the Gospel of John ‘I am’ is used
by Jesus in three different ways. (1) It appears as a simple statement of
identity here and in John 6:20; 18:5. (2) Most often it is followed by a
predicate nominative (6:35,51; 8:12; 10:7,9,11,14; 11:25; 14:6; 15:1,5). (3) In
several places it is used absolutely (8:24,28,58; 13:19). It is necessary to
look closely at the absolute use of the ‘I am’ phrase. Although there is
evidence of a similar use of this term in religious literature outside of the
Old Testament, the Old Testament itself offers the best background for
understanding its use in this Gospel. In Ex 3:14, the passage in which God
reveals his name to Moses, the Greek Septuagint translates the Hebrew phrase as
‘I am the Existing One.’ This rendition of the divine name in Greek is
paralleled elsewhere in the Old Testament. In several places ‘I am’ (literally
Hebrew ‘I am he’) is used as a divine name. Isa 43:25 is a striking example.
There the Hebrew reads ‘I, I am he, who wipes out sin.’ The Septuagint
translates the first part of this statement by using the Greek expression ‘I
am’ twice. The Septuagint actually reads ‘I am I am who wipes out sin’ and the
second ‘I am’ becomes the equivalent of the divine name. The Greek translators
of Isa 51:12 followed the same procedure. In later Judaism the expression ‘I
am’ is definitely used as a name for God. Thus in those passages in John’s
Gospel where Jesus uses ‘I am’ in an absolute sense, he is identifying himself
with God. TEV attempts to indicate this divine title by the use of capitals (in
John 8:24,28; 13:19 TEV has ‘I AM WHO I AM’; in 8:58 ‘I AM’)” (= belum
diterjemahkan ).
3.Yoh 18:5-6,8 - “(5) Jawab mereka: ‘Yesus dari Nazaret.’
KataNya kepada mereka: ‘Akulah Dia.’ Yudas yang mengkhianati Dia berdiri
juga di situ bersama-sama mereka. (6) Ketika Ia berkata kepada mereka: ‘Akulah
Dia,’ mundurlah mereka dan jatuh ke tanah. ... (8) Jawab Yesus: ‘Telah
Kukatakan kepadamu, Akulah Dia. Jika Aku yang kamu cari, biarkanlah
mereka ini pergi.’”.
TDB: ‘Akulah dia’.
NWT: ‘I am (he)’ [= Aku adalah (Dia)].
KJV: ‘I am he’ (= Aku adalah Dia).
Literal: ‘I am’ (= Aku adalah).
Tasker (Tyndale): “The
Greek EGO EIMI rendered ‘I am he’ might well suggest divinity to those familiar
with the Greek Bible, for it is the rendering in the LXX for the sacred name of
God (see Ex. 3:14)” [=
Kata Yunani EGO EIMI yang diterjemahkan ‘Akulah Dia’ memang mungkin secara tak
langsung menunjukkan keilahian bagi mereka yang akrab dengan Alkitab Yunani,
karena itu merupakan terjemahan dalam LXX / Septuaginta untuk nama yang kudus
dari Allah (lihat Kel 3:14)] - hal 196.
C. H. Spurgeon: “When
in His humiliation he did but say to the soldiers, ‘I am He,’ they fell
backward; what will be the terror of His enemies when He shall more fully
reveal Himself as the ‘I am?’” (= Jika dalam perendahanNya Ia hanya berkata
kepada tentara-tentara itu ‘Akulah Dia’ dan mereka rebah ke belakang; bagaimana
ketakutan dari musuh-musuhNya pada waktu Ia akan menyatakan diriNya sendiri
secara lebih penuh sebagai ‘Aku adalah’?) - ‘Morning and Evening’,
October 15, morning.
George Hutcheson: “The word of Christ, how contemptible
soever it seem to be, is full of majesty, and accompanied with divine power,
and terror to his enemies, when he pleaseth to let it out; ... And if his
lamb’s voice was so terrible, how dreadful will he be when he roars as a lion?
and if that sweet word, ‘I am he,’ which comforted the disciples, John 6:20, be
their terror, how terrible will it be when he speaks to them as they deserve?”
(= Perkataan Kristus, betapapun remehnya kelihatannya, adalah penuh dengan
keagungan, dan disertai dengan kuasa ilahi, dan rasa takut pada musuh-musuhNya,
pada waktu Ia berkenan mengeluarkannya; ... Dan jika suara anak dombaNya begitu
mengerikan, bagaimana menakutkannya suaraNya nanti pada waktu Ia meraung sebagai
seekor singa? dan jika kata-kata yang manis, ‘Akulah Dia’, yang menghibur
murid-muridNya, Yoh 6:20, menakutkan bagi mereka, bagaimana mengerikan
kata-kataNya pada waktu Ia berbicara sesuai dengan yang layak mereka dapatkan?)
- hal 375.
Catatan: ia menggambarkan
Yesus sebagai ‘singa’ karena
Wah 5:5 menyebut Yesus sebagai ‘singa
Yehuda’.
Calvin: “He
replies mildly that he is the person whom they seek” (= Ia menjawab dengan enteng / ringan bahwa
Ia adalah orang yang mereka cari) - hal 191.
Jadi Calvin tidak
menghubungkan ini dengan Kel 3:14, dan bahkan dalam persoalan ayat ini,
kelihatannya Calvin tidak menganggap ini sebagai bukti keilahian Yesus.
4.Yoh 8:58 - “Kata Yesus kepada mereka: ‘Aku berkata
kepadamu, sesungguhnya sebelum Abraham jadi, Aku telah ada.’”.
Dari
seluruh bagian ini, Yoh 8:58 ini
adalah ayat yang terkuat / terpenting. Karena itu mari sekarang kita
menyorotinya secara mendetail.
a.Terjemahan
dari ayat ini.
Kata-kata ‘Aku telah ada’ ini
salah terjemahan; TB2-LAI tidak memperbaikinya. Tetapi anehnya, ada sebagian
TB1-LAI yang tidak mempunyai kata ‘telah’.
TDB: “aku telah ada.’”.
NWT: “I have been” (= Aku telah ada).
KJV/RSV: ‘Before Abraham was, I am’ (= Sebelum Abraham ada, Aku ada).
NIV/NASB: ‘before Abraham was born, I am’ (= sebelum Abraham dilahirkan, Aku ada).
Catatan: dalam menterjemahkan
kata-kata ‘I am’ ke dalam bahasa Indonesia kadang-kadang harus diterjemahkan ‘Aku ada’ dan kadang-kadang harus diterjemahkan sebagai ‘Aku adalah’. Konteksnya yang harus menentukan hal itu.
Kata-kata bentuk present (‘I am’) ini kelihatannya aneh / tak masuk akal, karena pada
waktu membicarakan tentang Abraham (yang hidup di masa lampau) digunakan bentuk
lampau (past tense), tetapi pada waktu
membicarakan Yesus, yang ada sebelum Abraham, digunakan present tense.
Tetapi
keanehan yang sama juga ada dalam Kol 1:17a - “Ia (Yesus) ada terlebih dahulu dari segala sesuatu”.
KJV/RSV/NIV/NASB: ‘He is before all things’. Perhatikan kata ‘is’ yang merupakan bentuk
present!
Moule: “is,
not only was” - hal
78.
Kata-kata ‘He is’ tidak
terlalu berbeda dengan kata-kata ‘I am’. Perbedaannya
hanyalah bahwa dalam kasus pertama Yesus digambarkan sebagai orang ketiga, dan
dalam kasus kedua Yesus digambarkan sebagai orang pertama.
Jangan
terlalu heran kalau Yesus membicarakan diriNya dengan ‘cara yang aneh’. Ia
adalah Allah, dan karena itu Ia melampaui pikiran kita. Dan terjemahan yang
aneh ini justru sesuai dengan bahasa aslinya.
Pulpit Commentary
(tentang Yoh 8:58): “the present tense, ei]mi, and not the past,
e]n, was used by our Lord” [=
bentuk present, ei]mi
(EIMI), dan bukan bentuk
lampau, e]n (EN), yang
digunakan oleh Tuhan kita] - hal 373.
Jadi, kata-kata
yang diterjemahkan ‘Aku telah
ada’ ini dalam bahasa Yunaninya adalah EGO EIMI, yang
ada dalam bentuk present.
Bagaimana kata-kata Yunani bentuk present EGO
EIMI (= ‘I am’) bisa
diterjemahkan ‘Aku telah
ada’ baik oleh Kitab Suci Indonesia maupun oleh NWT / TDB? Ini mengubah
bentuk ‘present’
menjadi bentuk ‘perfect’, dan
karenanya jelas salah! Terjemahan yang benar adalah ‘Aku ada / adalah’ bukan ‘Aku telah ada’.
b.Apa
tujuan Saksi Yehuwa menterjemahkan ‘I have been’ (= Aku telah ada)?
Robert M. Bowman Jr.: “it eliminates any apparent allusion to Exodus 3:14
and the ‘I am’ passages in Isaiah. It also softens the contrast between the two
verbs (‘came into existence’ and ‘am’), and in so doing enables the Witnesses
to understand Jesus to mean that he simply existed some time prior to Abraham
without being eternally preexistent” [= itu menghapuskan hubungan tidak langsung
yang nyata dengan Kel 3:14 dan teks-teks ‘Aku adalah’ dalam Yesaya. Itu juga
melunakkan kontras antara dua kata kerja (‘jadi / menjadi ada’ dan ‘ada
/ adalah’), dan dengan demikian memungkinkan Saksi-Saksi untuk mengerti
bahwa kata-kata Yesus berarti bahwa Ia hanya ada / sudah ada beberapa waktu
sebelum Abraham tetapi bukannya ada secara kekal] - ‘Jehovah’s Witnesses, Jesus Christ, and the Gospel of John’, hal 89-90.
Yoh 8:58 - “Sebelum Abraham jadi, Aku ada”.
Tadi
waktu membahas Kel 3:14 kita telah melihat bahwa Saksi-Saksi Yehuwa tidak
mau menerima terjemahan ‘I am who I am’, dan mereka menghendaki terjemahan ‘I
will be that I will be’. Tujuannya untuk menghindari
hubungan antara Yoh 8:58 dengan Kel 3:14 itu. Rupanya mereka masih tidak puas dengan hal itu, sehingga
dalam penterjemahan Yoh 8:58 ini mereka mengubah kata-kata ‘I am’
menjadi ‘I have been’.
c.Keberatan
/ serangan dari Saksi-Saksi Yehuwa terhadap terjemahan ‘I am’ (= Aku ada / adalah)
ini.
(1)Saksi-Saksi
Yehuwa mengatakan: “(NE,
KJ, TEV, JB, NAB semua menyatakan ‘Aku ada,’ bahkan ada yang menggunakan
huruf-huruf besar untuk menyatakan gagasan sebuah gelar. Jadi mereka berusaha
menghubungkan ungkapan itu dengan Keluaran 3:14, di mana, menurut terjemahan
mereka, Allah menyebut diriNya dengan gelar ‘Aku ada.’) Tetapi, dalam NW dan TB
(TB-LAI) bagian terakhir
dari Yohanes 8:58 bunyinya: ‘Sebelum Abraham ada, aku telah ada.’ (Gagasan yang
sama dinyatakan dalam AT, Mo, CBW, SE, Bode dan BIS.) Terjemahan manakah
yang sesuai dengan ikatan kalimatnya? Pertanyaan orang-orang Yahudi (ayat
57) yang dijawab Yesus ada hubungannya dengan usia, bukan identitas. Jawaban
Yesus secara logis adalah mengenai usianya, lamanya ia telah hidup. Menarik
sekali, tidak pernah ada usaha untuk memakai EGO EIMI sebagai gelar untuk roh
kudus. A Grammar of the Greek New Testament in the Light of Historical
Research, oleh A. T. Robertson mengatakan: ‘Kata kerja (EIMI) ... Kadang-kadang
kata itu memang menyatakan keberadaan sebagai predikat seperti kata kerja
lainnya, misalnya dalam (EGO EIMI) (Yohanes 8:58).’ Nashville, Tenn.; 1934, h.
394.” - ‘Bertukar Pikiran Mengenai Ayat-Ayat Alkitab’, hal 405-406.
Jawaban
saya:
-Dalam menterjemahkan kita harus memperhatikan gramatika, dan
dalam Yoh 8:58 telah saya tunjukkan di atas bahwa kata-kata EGO EIMI ada
dalam bentuk present, dan
karena itu harus diterjemahkan ‘Aku
ada / adalah’ / ‘I am’, dan tidak boleh
diterjemahkan ‘Aku sudah ada’ / ‘I have
been’ yang merupakan bentuk perfect. Kalau Yesus memang memaksudkan ‘Aku sudah ada’ / ‘I have
been’, mengapa Ia tidak menggunakan ‘perfect tense’ saja?
-sekarang tentang ikatan kalimat / konteks.
Saya
kutip ulang kata-kata mereka pada bagian tengah yang berbunyi sebagai berikut: “Terjemahan manakah yang sesuai dengan
ikatan kalimatnya? Pertanyaan orang-orang Yahudi (ayat 57) yang dijawab
Yesus ada hubungannya dengan usia, bukan identitas. Jawaban Yesus secara
logis adalah mengenai usianya, lamanya ia telah hidup” -
‘Bertukar Pikiran Mengenai Ayat-Ayat Alkitab’, hal 405.
Tanggapan saya:
Adalah
merupakan suatu omong kosong bahwa orang-orang Yahudi menanyakan usia dan bukan
identitas. Mulai Yoh 8:12, Yesus sudah berbicara tentang identitasnya
sebagai ‘Terang dunia’. Lalu
dalam Yoh 8:19b Yesus berkata: “Baik
Aku, maupun BapaKu tidak kamu kenal. Jikalau sekiranya kamu mengenal Aku, kamu
mengenal juga BapaKu”. Ini lagi-lagi pasti berurusan dengan
identitas. Lalu dalam Yoh 8:24 Yesus berkata: “jikalau kamu tidak percaya, bahwa Akulah Dia, kamu akan mati dalam
dosamu”. Ini pasti juga berurusan dengan identitas, sehingga orang-orang Yahudi
lalu bertanya dalam Yoh 8:25 - “Siapakah
Engkau?”. Apakah ini bukan pertanyaan tentang identitas?.
Mari kita sekarang melihat konteks yang dekat dengan Yoh 8:58.
Yoh 8:51-59
- “(51) Aku berkata
kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa menuruti firmanKu, ia tidak akan mengalami
maut sampai selama-lamanya.’ (52) Kata orang-orang Yahudi kepadaNya: ‘Sekarang
kami tahu, bahwa Engkau kerasukan setan. Sebab Abraham telah mati dan demikian
juga nabi-nabi, namun Engkau berkata: Barangsiapa menuruti firmanKu, ia tidak
akan mengalami maut sampai selama-lamanya. (53) Adakah Engkau lebih besar
dari pada bapa kita Abraham, yang telah mati! Nabi-nabipun telah mati; dengan
siapakah Engkau samakan diriMu?’ (54) Jawab Yesus: ‘Jikalau Aku memuliakan
diriKu sendiri, maka kemuliaanKu itu sedikitpun tidak ada artinya. BapaKulah
yang memuliakan Aku, tentang siapa kamu berkata: Dia adalah Allah kami, (55)
padahal kamu tidak mengenal Dia, tetapi Aku mengenal Dia. Dan jika Aku berkata:
Aku tidak mengenal Dia, maka Aku adalah pendusta, sama seperti kamu, tetapi Aku
mengenal Dia dan Aku menuruti firmanNya. (56) Abraham bapamu bersukacita
bahwa ia akan melihat hariKu dan ia telah melihatnya dan ia bersukacita.’
(57) Maka kata orang-orang Yahudi itu kepadaNya: ‘UmurMu belum sampai lima
puluh tahun dan Engkau telah melihat Abraham?’ (58) Kata Yesus kepada mereka:
‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sebelum Abraham jadi, Aku telah ada.’ (59)
Lalu mereka mengambil batu untuk melempari Dia; tetapi Yesus menghilang dan
meninggalkan Bait Allah”.
Perhatikan Yoh 8:53 yang saya garis bawahi itu. Kalau
itu bukan pertanyaan tentang identitas, lalu tentang apa? Jawaban Yesus dalam
Yoh 8:58 ini diberikan bukan hanya untuk menjawab pertanyaan orang-orang
Yahudi dalam Yoh 8:57 tetapi juga pertanyaan mereka dalam Yoh 8:53, yang
jelas mempersoalkan identitas.
William Hendriksen: “what
he states here in 8:58 is his answer not only to the statement of the Jews
recorded in 8:57 but also to that found in 8:53”
[= apa yang Ia nyatakan di sini dalam 8:58 merupakan
jawabanNya bukan hanya terhadap pernyataan orang-orang Yahudi yang dicatat
dalam 8:57 tetapi juga terhadap pernyataan yang didapatkan dalam 8:53] - hal 66-67.
Jadi terjemahan ‘I am’ / ‘Aku ada’ tetap sesuai
dengan ikatan kalimat / konteks, karena dengan jawaban ini Yesus menunjukkan
identitasNya sebagai Allah sendiri.
-Kalaupun jawaban Yesus hanya mempersoalkan umur,
kata-kataNya yang menunjukkan bahwa Ia sudah ada lebih dulu dari Abraham yang
hidup lebih dari 2000 tahun sebelum kelahiranNya, tetap menunjukkan bahwa Ia
itu kekal, dan dengan demikian, juga menunjukkan bahwa Ia adalah Allah.
-Kalau mau memperhatikan konteks, kita harus memperhatikan bagian
sebelum dan sesudah ayat itu. Sekarang perhatikan bagian sesudah Yoh
8:58, yaitu Yoh 8:59 - “Lalu
mereka mengambil batu untuk melempari Dia; tetapi Yesus menghilang dan
meninggalkan Bait Allah”.
Mengapa
orang-orang Yahudi itu mau merajam Yesus? Jelas karena kata-kata ‘I am’ (= Aku adalah) itu merupakan klaim sebagai Allah,
dan itu dianggap sebagai penghujatan! Seandainya Yesus berkata ‘I have
been’ (= Aku telah ada), maka
paling-paling orang-orang Yahudi akan menganggap Dia sebagai orang gila, dan
mereka tidak akan merajam orang gila.
Walter Martin
berkata bahwa dalam hukum Taurat hanya ada beberapa hal dimana hukuman rajam
diberlakukan, yaitu:
-mempunyai
roh peramal (Im 20:27).
-menghujat
Allah (Im 24:10-23).
-nabi
palsu yang mengajak menyembah allah lain (Ul 13:5-10).
-anak
durhaka (Ul 21:18-21).
-perzinahan
dan pemerkosaan (Ul 22:21-24 Im 20:10).
Satu-satunya yang
bisa dipakai sebagai alasan oleh orang-orang Yahudi untuk mau merajam Yesus
adalah ‘menghujat Allah’.
Mengapa Ia dianggap menghujat Allah? Karena kata-kata ‘I am’ (= Aku ada / adalah) dalam
Yoh 8:58 itu jelas mengacu pada Kel 3:14 yang merupakan nama Allah.
Bandingkan dengan Yoh 5:18 dan Yoh 10:33 dimana mereka juga mau
merajam Yesus karena pengakuan Yesus bahwa Ia adalah Anak Allah (yang berarti
bahwa Ia setara dengan Allah - Yoh 5:18
Yoh 10:33).
Walter Martin juga
mengatakan (hal 88) bahwa ada Saksi-Saksi Yehuwa yang mengatakan bahwa
orang-orang Yahudi itu mau merajam Yesus, karena Yesus mengatai mereka dengan
mengatakan bahwa Iblis adalah bapa mereka (Yoh 8:44). Tetapi jika ini
alasannya:
-mengapa
mereka tidak berusaha melempariNya pada saat itu (pada Yoh 8:44,45)?
-mengapa
mereka tidak berusaha melempariNya pada waktu Yesus mengatakan bahwa mereka
adalah orang munafik, ular beludak, kuburan yang dilabur putih, orang-orang
tolol yang buta, dan sebagainya (Mat 23:13-33)?
-Tidak ada keharusan untuk menggunakan EGO EIMI terhadap Roh
Kudus. Kitab Suci memang menunjukkan keilahian Roh Kudus, tetapi Kitab Suci
menggunakan cara yang berbeda dengan pada waktu Kitab Suci menunjukkan
keilahian Yesus. Siapa
yang memberi peraturan bahwa dalam membuktikan / menunjukkan keilahian Yesus
dan keilahian Roh Kudus Kitab Suci harus menggunakan cara yang sama?
-Saksi-Saksi Yehuwa mengutip A. T. Robertson seakan-akan A. T.
Robertson mendukung pandangan mereka, yang untuk
jelasnya saya kutip ulang di sini: “A
Grammar of the Greek New Testament in the Light of Historical Research, oleh A.
T. Robertson mengatakan: ‘Kata kerja (EIMI) ... Kadang-kadang kata itu memang
menyatakan keberadaan sebagai predikat seperti kata kerja lainnya, misalnya dalam
(EGO EIMI) (Yohanes 8:58).’ Nashville, Tenn.; 1934, h. 394” -
‘Bertukar Pikiran Mengenai Ayat-Ayat Alkitab’, hal 405-406.
Tetapi dalam buku
tafsirannya ‘Word Pictures in
the New Testament’, vol V, hal 158-159, A. T. Robertson mengomentari Yoh 8:58 dengan kata-kata sebagai
berikut: “‘I am’ (EGO EIMI). Undoubtedly here Jesus claims eternal
existence with the absolute phrase used of God. The contrast between GENESTHAI
(entrance into existence of Abraham) and EIMI (timeless being) is complete”
[= ‘Aku ada / adalah’ (EGO EIMI).
Tidak diragukan bahwa di sini Yesus mengclaim keberadaan yang kekal dengan suatu ungkapan mutlak yang digunakan
terhadap Allah. Kontras antara GENESTHAI (masuknya Abraham ke dalam keberadaan)
dan EIMI (keberadaan yang kekal / ada di atas waktu) adalah sempurna].
Juga dalam
komentar A. T. Robertson tentang Yoh 8:24 di atas, terlihat bahwa ia
menganggap bahwa kata-kata Yesus dalam Yoh 8:58 sebagai claim keilahian.
(2)Saksi-Saksi
Yehuwa mengatakan bahwa EGO EIMI itu merupakan ‘perfect indefinite tense’ dan
secara benar diterjemahkan ‘Aku telah ada’.
Jawaban
saya:
EGO EIMI itu jelas
merupakan ‘present tense’, dan dalam
bahasa Yunani tidak ada ‘perfect
indefinite tense’. Itu hanya merupakan ciptaan / khayalan
dari Saksi-Saksi Yehuwa, untuk melakukan penipuan. Karena itu,
bukankah tepat kalau saya mengubah nama mereka menjadi ‘Jehovah’s
(False) Witnesses’ / ‘Saksi-Saksi (Palsu) Yehuwa’?
Walter Martin: “Jehovah’s
Witnesses (p. 312 of the New World Translation of the Christian Greek Scriptures,
footnote C) declare that the Greek rendering of EGO EIMI (I am) in John 8:58 is
properly rendered in the ‘perfect indefinite tense’ (I have been), not ‘I am.’
... It is difficult to know what the author of the note on page 312 means since
he does not use standard grammatical terminology, nor is his argument
documented from standard grammars. ... The term ‘perfect indefinite’ is not a
standard grammatical term and its use here has been invented by the authors of
the note, so it is impossible to know what it meant. ... The incorrect and rude
rendering of the NWT only serves to illustrate the difficulty of evading the
meaning of the phrase and the conteks” [= Saksi-Saksi Yehuwa (h. 312 dari the New World
Translation of the Christian Greek Scriptures, footnote C) menyatakan bahwa terjemahan Yunani dari
EGO EIMI (I am / Aku ada / adalah) dalam Yoh 8:58 diterjemahkan dengan benar
dalam ‘perfect indefinite tense’ (I have been / Aku
sudah ada), bukan ‘I am’ / ‘Aku ada / adalah’. ... Sukar untuk mengetahui apa yang dimaksudkan
oleh sang pengarang dengan catatan pada halaman 312, karena ia tidak
menggunakan istilah gramatika yang standard. ... Istilah ‘perfect
indefinite’
bukanlah istilah gramatika yang standard, dan penggunaannya di sini telah
ditemukan / diciptakan oleh pengarang-pengarang dari catatan itu, sehingga
mustahil untuk mengetahui apa yang dimaksudkan dengan istilah itu. ...
Terjemahan yang tidak benar dan bodoh dari NWT hanya berfungsi untuk
mengilustrasikan sukarnya menghindari arti dari ungkapan dan konteks] - ‘The Kingdom of the Cults’, hal
88.
Robert M. Bowman
Jr.: “It is true that some Christian scholars have critized the NWT footnote
on the grounds that there is no such thing in Greek as the ‘perfect indefinite
tense’” (= Adalah benar
bahwa beberapa ahli bahasa / penafsir Kristen telah mengkritik catatan kaki
dari NWT dengan dasar bahwa dalam bahasa Yunani tidak ada ‘perfect
indefinite tense’) - ‘Jehovah’s Witnesses, Jesus Christ, and the
Gospel of John’, hal 94.
(3)Saksi-Saksi
Yehuwa mengatakan bahwa ungkapan EGO EIMI merupakan bentuk present ditinjau secara sejarah (historical present), dan
karena itu dari sudut pandang kita bagian itu boleh diterjemahkan ‘Aku telah ada’.
Jawaban
saya:
Baik Walter Martin
maupun Robert M. Bowman Jr. mengatakan bahwa ‘historical present’ hanya bisa digunakan dalam suatu cerita
sejarah. Padahal dalam Yoh 8:58 itu bukan merupakan suatu cerita, tetapi
suatu kutipan dari argumentasi Yesus.
Walter Martin: “In
conclusion, the facts are self-evident and undeniably clear - the Greek allows
no such impositions as ‘I have been.’ The Watchtower’s contention on this point
is that the phrase in question is a ‘historical present’ used in reference to
Abraham, hence permissible. This is a classic example of Watchtower double talk.
The passage is not a narrative, but a direct quote of Jesus’ argument. Standard
grammars reserve the use of ‘historical present’ to narrative alone”
[= Kesimpulannya, fakta-fakta membuktikan dirinya sendiri dan begitu
jelas sehingga tidak bisa disangkal - bahasa Yunani tidak mengijinkan pemaksaan
seperti ‘Aku telah ada’. Anggapan dari Menara Pengawal pada bagian ini adalah
bahwa ungkapan yang dipersoalkan merupakan suatu ‘historical
present’ / ‘masa sekarang
secara historis’ yang digunakan berkenaan dengan Abraham, dan karena itu
diijinkan. Ini merupakan contoh klasik dari omongan ganda dari Menara Pengawal.
Teks ini bukanlah suatu cerita, tetapi suatu kutipan langsung dari argumentasi
Yesus. Standard dari gramatika menyediakan penggunaan dari ‘historical
present’ / ‘masa sekarang
secara historis’ hanya bagi suatu cerita saja] - ‘The Kingdom of the Cults’, hal89.
Robert M. Bowman Jr.: “The historical present is an idiom in which past
events are narrated, story-telling fashion, in the present tense, as a vivid,
dramatic way of projecting the reader or listener into the narrative. In John
8:58, on the other hand, Jesus’ words do not tell a story or describe a past
event, but instead simply state a comparison between Abraham and Jesus. … There
is thus no reason whatsoever to believe that EIMI in John 8:58 is an historical
present, and every reason to believe that it is not” (= Historical present merupakan suatu
ungkapan dalam mana peristiwa-peristiwa pada masa lampau diceritakan - suatu
cara menceritakan cerita - dalam bentuk present / sekarang, sebagai suatu cara yang hidup dan
dramatis untuk membawa pembaca atau pendengar ke dalam cerita itu. Dalam Yoh
8:58, di sisi yang lain, kata-kata Yesus tidak menceritakan suatu cerita atau
menggambarkan suatu peristiwa di masa lampau, tetapi sebaliknya hanya
menyatakan suatu perbandingan antara Abraham dan Yesus. … Karena itu, tidak ada alasan apapun untuk
percaya bahwa EIMI dalam Yoh 8:58 adalah suatu ‘historical
present’, dan ada banyak /
setiap alasan untuk percaya bahwa itu bukanlah demikian) - ‘Jehovah’s Witnesses, Jesus Christ, and the Gospel of
John’, hal 100,103.
(4)Saksi-Saksi
Yehuwa juga mengatakan bahwa kata-kata EGO EIMI dalam Yoh 8:58 itu
merupakan ‘present of past action still
in progress’.
Jawaban
saya:
-Argumentasi
yang berubah-ubah.
Robert M. Bowman
Jr. mengatakan (‘Jehovah’s
Witnesses, Jesus Christ, and the Gospel of John’, hal 90-92) bahwa
argumentasi dari Saksi-Saksi Yehuwa tentang Yoh 8:58 ini berubah-ubah.
Mula-mula mereka mengatakan bahwa itu merupakan bentuk ‘perfect
indefinite tense’ (suatu tense yang sebetulnya tidak pernah
ada), lalu mereka mengatakan bahwa itu adalah suatu ‘historical
present’, dan lalu mereka mengubahnya lagi dengan mengatakan bahwa itu adalah suatu ‘perfect
tense indicative’, ‘perfect
indicative’, atau hanya ‘perfect tense’.
Lalu pada tahun
1978 seorang bernama Nelson Herle mulai memberikan penafsiran bahwa ‘perfect
indefinite tense’ dan ‘perfect tense
indicative’ adalah sama. Tetapi Robert Bowman mengatakan bahwa
kedua istilah itu tidak mungkin sama.
Robert M. Bowman
Jr.: “‘indicative’ is a term describing the mood of the verb, while
‘indefinite,’ as used in the 1950 NWT footnote, is a term describing the tense
of the verb. The indicative mood is simply that aspect of the verb that
identifies it as a statement (rather than a question, command, or wish). Thus,
it is simply not true that ‘perfect tense indicative’ is synonymous with
‘perfect indefinite tense’” [=
‘indikatif’ adalah suatu istilah yang menggambarkan ‘mood’ / ‘modus’ dari kata kerja, sedangkan ‘indefinite’, sebagaimana digunakan dalam catatan kaki
dari NWT tahun 1950, adalah suatu istilah yang menggambarkan ‘tense’ / ‘tensa’ dari kata kerja. Modus indikatif
hanyalah suatu aspek dari kata kerja yang menunjukkan kata kerja itu sebagai
suatu pernyataan (dan bukannya suatu pertanyaan, perintah, atau keinginan).
Karena itu, adalah tidak benar bahwa ‘perfect tense
indicative’ adalah
sama dengan ‘perfect indefinite tense’] - ‘Jehovah’s Witnesses, Jesus Christ, and the Gospel
of John’, hal 94-95.
-Sekarang
tentang ‘present of past action still in progress’.
Nelson Herle
mengatakan bahwa adanya anak kalimat dalam bentuk lampau / aorist yang mendahului
kata kerja EIMI itu menyebabkan kata EIMI itu harus ditafsirkan sebagai ‘perfect
tense’. Ia menggunakan suatu ungkapan ‘present
of past action still in progress’. Untuk mendukung
pandangannya, Nelson Herle / Saksi-Saksi Yehuwa mengutip 2 ahli bahasa Yunani
yaitu G. B. Winer dan Nigel Turner, yang mengatakan bahwa kadang-kadang bentuk present tense bisa mencakup
bentuk past tense, yang
terus berlangsung sampai sekarang (Robert M. Bowman Jr., ‘Jehovah’s Witnesses, Jesus Christ, and the
Gospel of John’, hal 105).
Tetapi Robert M.
Bowman Jr. mengatakan (hal 105,109) bahwa dalam hal seperti itu kalimat
tersebut harus mengandung suatu bagian yang menunjukkan lamanya waktu
yang ditunjukkan oleh kata kerja tersebut, dan ia mengutip kata-kata dari
Burton, Goodwin, A. T. Robertson, dan Dana & Mantey untuk mendukung
pandangannya itu.
Contoh:
-1Yoh 2:9 - “Barangsiapa berkata, bahwa ia berada di dalam terang, tetapi ia
membenci saudaranya, ia berada (present tense) di dalam kegelapan sampai sekarang”.
-2Pet 3:4 - “Kata mereka: ‘Di manakah janji tentang kedatanganNya itu? Sebab sejak bapa-bapa leluhur kita meninggal,
segala sesuatu tetap (present
tense) seperti semula,
pada waktu dunia diciptakan.’”.
-Yoh 15:27 - “Tetapi kamu juga harus bersaksi, karena kamu (Lit:
‘you are’ - present tense) dari semula bersama-sama dengan Aku.’”.
Bagian yang saya
garis bawahi dobel menunjukkan ‘lamanya waktu’.
Dalam
Yoh 8:58 ‘lamanya waktu’ itu tidak ada, dan karena itu Robert M. Bowman
Jr. menyimpulkan bahwa Yoh 8:58 tidak termasuk dalam ‘present
of past action still in progress’ (‘Jehovah’s Witnesses, Jesus Christ, and the
Gospel of John’, hal 111).
d.Kontras
antara EIMI (= am / adalah) dan GENESTHAI (= became / menjadi; was made / dibuat; was born / dilahirkan; was created / dicipta).
Yoh 8:58 - “Kata Yesus kepada mereka: ‘Aku berkata
kepadamu, sesungguhnya sebelum Abraham jadi (GENESTHAI), Aku telah ada (EIMI).’”.
Robert M. Bowman
Jr.: “It has long been recognized by commentators on the Gospel of John that
in 8:58 a deliberate contrast is made between the created origin of Abraham and
the eternal uncreated nature of Christ. This contrast is made by the use of
GENESTHAI for Abraham, but EIMI for Christ. Thus, Augustine wrote, Understand,
that ‘was made’ refers to human formation; but ‘am’ to the Divine essence” (= Telah lama diakui oleh penafsir-penafsir
tentang Injil Yohanes bahwa dalam 8:58 ada suatu kontras yang disengaja antara
asal usul Abraham yang diciptakan dan hakekat Kristus yang kekal dan tidak
diciptakan. Kontras ini dibuat dengan menggunakan GENESTHAI untuk Abraham,
tetapi EIMI untuk Kristus. Karena itu, Agustinus menulis: “Mengertilah, bahwa
kata ‘dibuat’ menunjuk pada pembentukan manusia; tetapi kata ‘adalah’ menunjuk
pada hakekat Ilahi”) - ‘Jehovah’s
Witnesses, Jesus Christ, and the Gospel of John’, hal 112.
Robert M. Bowman
Jr.: “By itself, of course, the word EIMI does not connote eternal
preexistence. However, placed alongside GENESTHAI and referring to a time
anterior to that indicated by GENESTHAI, the word EIMI (or its related forms),
because it denotes simple existence and is a durative form of the verb
‘to be,’ stands in sharp contrast to the aorist GENESTHAI which speaks of
‘coming into being.’ It is this sharp contrast between ‘being’ and ‘becoming’
which makes it clear that in a teks like John 8:58 EIMI connotes eternality,
not merely temporal priority” [= Dalam dirinya sendiri, tentu saja kata EIMI tidak mempunyai arti
pre-eksistensi yang kekal. Tetapi, ditempatkan di sisi GENESTHAI dan menunjuk
pada suatu waktu sebelum waktu yang ditunjukkan oleh GENESTHAI, maka kata EIMI
(atau bentuk-bentuknya yang berhubungan), karena kata itu menunjukkan
keberadaan biasa dan merupakan suatu
bentuk yang terus menerus dari kata kerja ‘to be’, berada dalam kontras yang tajam dengan
bentuk aorist /
lampau GENESTHAI, yang berbicara tentang ‘menjadi ada’. Kontras yang tajam
antara ‘being’ dan ‘becoming’ inilah yang membuat jelas bahwa dalam suatu
teks seperti Yoh 8:58 EIMI menunjukkan ‘kekekalan’, bukan sekedar ‘lebih dulu
dalam hal waktu’] - ‘Jehovah’s
Witnesses, Jesus Christ, and the Gospel of John’, hal 114.
Robert M. Bowman
Jr.: “In his ‘Prologue’ John contrasts the Word, which ‘was’ (EN, third
person imperfect form of EIMI) in the beginning, with his bringing into
existence (EGENETO, the third person singular indicative form of GENESTHAI) of
all things (John 1:1-3). ... to say that the Word was continuing to exist at
the beginning of created time is simply another way of saying that the Word was
eternal. By going on to say that this uncreated Logos ‘became’ (egeneto) flesh (1:14), John draws
another contrast between the two natures of Christ. To put it in the classic
terminology of orthodox incarnational theology, Christ was uncreated (EN) with
respect to his deity, but created (EGENETO) with respect to his humanity” [= Dalam ‘Pendahuluan’nya Yohanes mengkontraskan
Firman, yang ‘was’ / ‘telah ada’ (EN, orang
ketiga, bentuk imperfect dari EIMI) pada mulanya, dengan pembuatan / penciptaan (EGENETO,
orang ketiga tunggal, bentuk indikatif dari GENESTHAI) dari segala sesuatu (Yoh
1:1-3). ... mengatakan bahwa Firman terus ada pada permulaan dari waktu yang
diciptakan hanyalah merupakan cara lain untuk mengatakan bahwa Firman itu
kekal. Dengan mengatakan selanjutnya bahwa Logos yang tidak diciptakan ini ‘became’ / ‘menjadi’ (EGENETO) daging (1:14), Yohanes membuat kontras yang
lain antara kedua hakekat Kristus. Untuk mengatakannya dalam ungkapan klasik
dari theologia inkarnasi yang ortodox, Kristus tidak diciptakan (EN) berkenaan
dengan keallahanNya, tetapi diciptakan (EGENETO) berkenaan dengan
kemanusiaanNya] - ‘Jehovah’s
Witnesses, Jesus Christ, and the Gospel of John’, hal 114.
Yoh 1:1 - “(1) Pada mulanya adalah Firman;
Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah. ... (3)
Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatupun yang
telah jadi dari segala yang telah dijadikan. ... (14) Firman itu telah
menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat
kemuliaanNya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepadaNya sebagai Anak Tunggal
Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran”.
Catatan: kata
EGENETO ada dalam aorist
tense; sedangkan kata EN ada dalam imperfect
tense. Aorist tense
menunjuk pada tindakan sesaat di masa lampau, sedangkan imperfect tense menunjuk pada
tindakan yang berjalan terus di masa lampau.
Robert M. Bowman
Jr.: “had Jesus wished to say what JWs understand him to have said - that he
merely existed for a long time before Abraham - he could have said so by
saying, ‘Before Abraham came into existence, I was,’ using the imperfect tense
EMEN instead of the present tense EIMI. ... Such a statement would have left
open the question of whether or not Jesus had always existed, or whether (like
the angels) he had existed from the earliest days of the universe’s history.
Or, ... he could have said so by stating, ‘Before Abraham came into existence,
I came into existence’ (by using the first person aorist EGENOMEN instead of
EIMI), or perhaps more simply, ‘I came into existence before Abraham.’ Having
said neither of these things, but rather, having chosen terms which went beyond
these other formulations to draw a contrast between the created and the
uncreated, Jesus’ words must be interpreted as a claim to eternality”
[= seandainya Yesus bermaksud untuk mengatakan sebagaimana kata-kataNya
dimengerti oleh Saksi-Saksi Yehuwa - bahwa Ia hanya sudah ada untuk waktu yang
lama sebelum Abraham - Ia bisa mengatakan hal itu dengan berkata: ‘Sebelum
Abraham menjadi ada, Aku ada / I was’, menggunakan imperfect tense EMEN dan bukannya present
tense EIMI. ...
Pernyataan seperti itu akan membiarkan terbuka pertanyaan apakah Yesus selalu
sudah ada atau tidak, atau apakah (seperti malaikat-malaikat) Ia telah ada
sebelum saat-saat yang paling awal dari sejarah alam semesta. Atau, ... Ia bisa
mengatakan demikian dengan berkata: ‘Sebelum Abraham menjadi ada, Aku menjadi
ada’ (dengan menggunakan bentuk aorist / lampau, orang pertama EGENOMEN dan bukannya EIMI), atau mungkin
dengan lebih sederhana: ‘Aku menjadi ada sebelum Abraham’. Tetapi karena Ia
tidak mengatakan yang manapun dari hal-hal ini, tetapi sebaliknya, memilih
istilah-istilah yang melampaui pernyataan-pernyataan yang lain ini, untuk
membuat suatu kontras antara yang dicipta dan yang tidak dicipta, maka
kata-kata Yesus harus ditafsirkan sebagai suatu claim pada / untuk kekekalan] - ‘Jehovah’s Witnesses, Jesus Christ, and the
Gospel of John’, hal 115-116.
e.Hubungan
antara Yoh 8:58 dengan Maz 90:2.
Yoh 8:58 - “Kata Yesus kepada mereka: ‘Aku berkata
kepadamu, sesungguhnya sebelum Abraham jadi (GENESTHAI = became = menjadi), Aku telah ada (EIMI =
am = adalah).’”.
Maz 90:2 - “Sebelum gunung-gunung dilahirkan (LXX:
GENETHENAI), dan bumi dan
dunia diperanakkan, bahkan dari selama-lamanya sampai selama-lamanya Engkaulah
Allah (LXX: SU EI = You are / Engkau adalah)”.
Catatan: Bowman
menggunakan LXX / Septuaginta / Perjanjian Lama berbahasa Yunani untuk
Maz 90:2. Sama seperti Bowman, A. T. Robertson juga membandingkan
Yoh 8:58 dengan Maz 90:2 (hal 159).
Bowman mengatakan
(hal 117-118) bahwa kata GENESTHAI dalam Yoh 8:58 dan kata GENETHENAI
dalam Maz 90:2 mempunyai kata dasar yang sama, yaitu GINOMAI. Tetapi:
-GENESTHAI
ada dalam bentuk aorist active infinitive.
-GENETHENAI
ada dalam bentuk aorist passive infinitive.
Lalu, kata-kata ‘Aku ada / adalah’ dalam
Yoh 8:58 adalah EGO EIMI (= I am);
sedangkan kata-kata ‘Engkaulah’ atau ‘Engkau adalah’ dalam
Maz 90:2 adalah SU EI (= You are).
Jadi terlihat
dengan jelas bahwa Yoh 8:58 paralel dengan Maz 90:2. Perbedaan dari
kedua teks itu hanyalah:
-dalam
Yoh 8:58 digunakan bentuk aktif dari GINOMAI; sedangkan dalam Maz
90:2 digunakan bentuk pasifnya.
-dalam
Yoh 8:58 digunakan orang pertama (Aku); sedangkan dalam
Maz 90:2 digunakan orang kedua (Engkau).
Tetapi perbedaan
ini sama sekali tidak mempengaruhi ke-paralel-an dari kedua teks ini.
Maz 90:2 jelas
dimaksudkan untuk menunjukkan kekekalan dari Allah / YAHWEH (baca ay 1nya
yang berbicara tentang YAHWEH), dan jelas bahwa Yoh 8:58, yang begitu
paralel dengan Maz 90:2 itu, berbicara tentang kekekalan dari Yesus!
Robert Bowman
mengatakan bahwa Saksi-Saksi Yehuwa menjawab dengan mengatakan bahwa terjemahan
LXX dari Maz 90:2 itu salah, karena LXX menghapuskan kata ‘Allah’ pada akhir dari
ayat itu. LXX hanya menterjemahkan ‘You are’ (= Engkau adalah), padahal seharusnya adalah ‘You
are God’ (= Engkau adalah
Allah). Dengan demikian Maz 90:2 tidak paralel dengan Yoh 8:58.
Robert Bowman
menjawab keberatan ini dengan 2 hal:
-memang
Yoh 8:58 bukan kutipan dari Maz 90:2, dan karena itu tidak harus sama
dalam segala hal. Yang kita claim
hanyalah bahwa kedua teks ini paralel dalam mengkontraskan bentuk dari EIMI dan
GENESTHAI untuk menunjukkan kontras antara ‘keberadaan sementara’ dan ‘keberadaan yang kekal’.
-Perbedaan
antara adanya kata ‘Allah’ dalam teks
Ibraninya dan tidak adanya kata ‘Allah’ dalam
LXX tidak terlalu besar artinya.
Dengan menggunakan
kata ‘Allah’ itu
maka teks Ibraninya menekankan fakta bahwa YAHWEH bukan hanya ada secara kekal,
tetapi ada secara kekal sebagai Allah.
f.Kalaupun
Yoh 8:58 tidak mempunyai hubungan dengan Kel 3:14-15 ataupun dengan
ayat-ayat Perjanjian Lama yang lain, Robert Bowman
berpendapat bahwa Yoh 8:58 tetap menunjukkan kekekalan Kristus, dan karena
itu, juga menunjukkan keilahianNya.
Robert M. Bowman Jr.: “it is not very important whether such a connection
can be established. Even if Exodus 3:14 were not in the Bible at all, John 8:58
would stand on its own as an assertion of the eternality of Christ, … If Christ
is eternal and uncreated, then he is Yahweh, for only Yahweh is eternal and
uncreated. Therefore, it is not at all necessary for the Christian to prove any
connection at all between John 8:58 and Exodus 3:14 in order to use John 8:58
as a proofteks for the deity of Christ” (= tidak terlalu penting apakah hubungan
seperti itu bisa dibuktikan. Bahkan seandainya Kel 3:14 itu sama sekali tidak
ada dalam Alkitab, Yoh 8:58 tetap akan berdiri sendiri sebagai suatu penegasan
tentang kekekalan Kristus, … Jika Kristus kekal dan tidak dicipta, maka Ia
adalah YAHWEH, karena hanya YAHWEH yang kekal dan tidak dicipta. Karena itu,
sama sekali tidak perlu bagi orang Kristen untuk membuktikan hubungan apapun
antara Yoh 8:58 dan Kel 3:14 untuk menggunakan Yoh 8:58 sebagai ayat bukti
untuk keallahan Kristus) - ‘Jehovah’s
Witnesses, Jesus Christ, and the Gospel of John’, hal 121-122.
g.Komentar-komentar
lain tentang Yoh 8:58.
Calvin: “he
uses different verbs. Before Abraham WAS, or Before Abraham WAS BORN, I AM. But
by these words he excludes himself from the ordinary rank of men, and claims
for himself a power more than human, a power heavenly and divine, the
perception of which reached from the beginning of the world through all ages.
Yet these words may be explained in two ways. Some think that this applies
simply to the eternal Divinity of Christ, and compare it with that passage in
the writings of Moses, I am what I am, (Exod. 3:14.) But I extend it much
farther, because the power and grace of Christ, so far as he is the
Redeemer of the world, was common to all ages. It agrees therefore with that
saying of the apostle, ‘Christ (is the same) yesterday, and to-day, and for ever, (Heb.
13:8). For the conteks appears to demand this interpretation. ... this saying
of Christ contains a remarkable testimony of his Divine essence. ... the
present tense of the verb is emphatic; for he does not say, I was, but I am; by
which he denotes a condition uniformly the same from the beginning to the end”
(= Ia menggunakan
kata kerja yang berbeda. Sebelum Abraham ADA, atau Sebelum Abraham dilahirkan, Aku ADA / ADALAH. Tetapi
oleh kata-kata ini Ia mengeluarkan diriNya sendiri dari golongan manusia biasa,
dan mengclaim untuk
diriNya sendiri suatu kuasa yang lebih dari manusiawi, suatu kuasa surgawi dan
ilahi, yang pengertiannya mencapai dari permulaan dunia ini sampai semua jaman.
Tetapi kata-kata ini bisa dijelaskan dengan dua cara. Sebagian orang
beranggapan bahwa ini hanya digunakan untuk keilahian yang kekal dari Kristus,
dan membandingkannya dengan teks dalam tulisan Musa, ‘Aku adalah yang Aku
adalah’, (Kel 3:14). Tetapi saya memperluasnya lebih jauh, karena kuasa dan
kasih karunia Kristus, sejauh Ia adalah Penebus dunia ini, adalah sama untuk
semua jaman. Karena itu, ini sesuai dengan kata-kata sang rasul, ‘Yesus Kristus
tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya’ (Ibr 13:8).
Karena konteksnya kelihatannya menuntut penafsiran ini. ... kata-kata Kristus
ini mencakup suatu kesaksian yang luar biasa tentang hakekat IlahiNya. ...
bentuk present tense dari
kata kerjanya ditekankan; karena Ia tidak berkata, ‘Aku dulu ada’, tetapi ‘Aku
ada’; dengan mana Ia menunjukkan suatu kondisi yang terus menerus sama dari
permulaan sampai akhir) - hal 362-363.
Dari kata-kata ini
saya garis bawahi itu terlihat bahwa Calvin menganggap Yoh 8:58 ini memang ada
hubungannya dengan Kel 3:14. Bahkan kelihatannya, sama seperti yang
dikatakan oleh Robert Bowman di atas, Calvin juga berpendapat bahwa
Yoh 8:58 itu sendiri (terpisah dari Kel 3:14) menyatakan kekekalan
dari Kristus, dan karena itu juga keilahian dari Kristus.
William Hendriksen: “The
Jews had committed the error of ascribing to Jesus a merely temporal existence.
They saw only the historical manifestation, not the eternal Person; only the
human, not the divine. Jesus, therefore, reaffirms his eternal, timeless
absolute essence. ... Over against Abraham’s fleeting span of life (Gen. 25:7)
Jesus places his own timeless present. To emphasize this eternal present he
sets over against the aorist infinitive, indicating Abraham’s birth in time,
the present indicative, with reference to himself; hence, not ‘I was,’ but ‘I
am.’ Hence, the thought here conveyed is not only that the second Person always
existed (existed from all eternity; cf. 1:1,2; cf. Col. 1:17), though this,
too, is implied; but also, and very definitely, that his existence transcends
time. ... The ‘I am’ here (8:58) reminds one of the ‘I am’ in 8:24. Basically
the same thought is expressed in both passages; namely, that Jesus is God!
Moreover, what he states here in 8:58 is his answer not only to the statement
of the Jews recorded in 8:57 but also to that found in 8:53”
[= Orang-orang Yahudi telah melakukan kesalahan dari
memberikan kepada Yesus suatu keberadaan yang hanya bersifat sementara. Mereka
hanya melihat manifestasi yang bersifat sejarah, bukan Pribadi yang kekal;
hanya manusia, bukan ilahi. Karena itu, Yesus menegaskan kembali hakekatNya
yang mutlak, kekal, dan tak terbatas oleh waktu. ... Bertentangan dengan saat
kehidupan Abraham yang singkat (Kej 25:7) Yesus menempatkan keadaan present / masa kiniNya
yang tidak terbatas waktu / ada di atas waktu. Untuk menekankan masa kini yang
kekal ini Ia mengkontraskan / mempertentangkan bentuk infinitif lampau yang
menunjukkan kelahiran Abraham dalam waktu dengan indikatif present / sekarang
berkenaan dengan diriNya sendiri; karena itu Ia tidak menggunakan ‘I was’, tetapi ‘I am’. Karena itu
pemikiran yang disampaikan di sini bukan hanya bahwa Pribadi yang kedua ini
selalu ada (sudah ada dari kekekalan; bdk. 1;1,2; bdk. Kol 1:17), sekalipun ini
juga ditunjukkan secara implicit / tak
langsung; tetapi juga, dan dengan sangat pasti, bahwa keberadaanNya melampaui
waktu. ... Kata-kata ‘Aku ada / adalah’ di sini (8:58) mengingatkan pada ‘Aku
ada / adalah’ dalam 8:24. Secara dasari pemikiran yang sama dinyatakan dalam
kedua teks; yaitu bahwa Yesus adalah Allah! Lebih lagi, apa yang Ia nyatakan di
sini dalam 8:58 merupakan jawabanNya bukan hanya terhadap pernyataan
orang-orang Yahudi yang dicatat dalam 8:57 tetapi juga terhadap pernyataan yang
didapatkan dalam 8:53] - hal 66-67.
Walter Martin: “The
real problem in the verse is the verb ‘EGO EIMI.’ ... The usage occurs four
times (in John 8:24; 8:58; 13:19; 18:5). In these places the term is the same
used by the Septuagint at Deuteronomy 32:39; Isaiah 43:10; 46:4; etc., to
render the Hebrew phrase ‘I (am) He.’ The phrase occurs only where Jehovah’s
Lordship is reiterated. The phrase then is a claim to full and equal Deity” [= Problem sebenarnya dalam ayat ini adalah
kata kerja ‘EGO EIMI’. ... Penggunaannya terjadi empat kali (dalam Yoh 8:24;
8:58; 13:19; 18:5). Di tempat-tempat ini istilah itu sama dengan yang digunakan
oleh Septuaginta (Perjanjian Lama berbahasa Yunani) pada Ulangan 32:39; Yesaya 43:10;
46:4; dsb. untuk menterjemahkan ungkapan Ibrani ‘Aku (adalah) Dia’. Ungkapan
itu terjadi hanya dimana KeTuhanan dari Yehovah diulangi / dinyatakan ulang.
Maka, ungkapan itu merupakan suatu claim tentang KeAllahan yang penuh dan setara] - ‘The Kingdom of the Cults’, hal
88.
Walter Martin: “The
term is translated here correctly only as ‘I am’ and since Jehovah is the only
‘I am’ (Exodus 3:14; Isaiah 44:6), He and Christ are ‘One’ in Nature, truly the
fullness of the ‘Deity’ in the flesh. The Septuagint translation of Exodus 3:14
from the Hebrew EHYEH utilizes EGO EIMI as the equivalent of ‘I am,’ Jehovah,
and Jesus quoted the Septuagint to the Jews frequently, hence their known
familiarity with it, and their anger at His claim (8:59)” [= Di sini istilah ini diterjemahkan dengan
benar hanya sebagai ‘Aku ada / adalah’ dan karena Yehovah adalah satu-satunya
‘Aku ada / adalah’ (Keluaran 3:14; Yesaya 44:6), Ia dan Kristus adalah ‘Satu’
dalam Hakekat, sungguh-sungguh kepenuhan keAllahan dalam daging. Terjemahan
Septuaginta dari Keluaran 3:14 dari kata Ibrani EHYEH menggunakan EGO EIMI
sebagai kata yang sama artinya dengan ‘Aku adalah’, Yehovah, dan Yesus sering
mengutip Septuaginta bagi orang-orang Yahudi, dan karena itu mereka akrab
dengannya / mengenalnya dengan baik, dan mereka menjadi marah atas claimNya (8:59)] - ‘The Kingdom of the Cults’, hal
89.
Leon Morris (NICNT): “Whether
we translate ‘before Abraham was’ (as AV), or ‘was born’ (as ARV, NEB, etc.)
the meaning will be ‘came into existence’, as the aorist tense indicates. A
mode of being which has a definite beginning is contrasted with one which is
eternal. ‘I am’ must have the fullest significance it can bear. It is ... in
the style of deity. ... It is an emphatic form of speech and one that would not
normally be employed in ordinary speech. Thus to use it was recognizably to
adopt the divine style. In passages like vv. 24,28 that is fairly plain, but in
the present passage it is unmistakable. When Jesus is asserting His existence
in the time of Abraham there is no other way of understanding it. It should
also be observed that He says ‘I am’, not ‘I was’. It is eternity of being and
not simply being which has lasted through several centuries that the expression
indicates” [=
Apakah kita menterjemahkan ‘sebelum Abraham ada’ (seperti AV / KJV), atau ‘dilahirkan’ (seperti ARV, NEB,
dsb.) artinya adalah ‘menjadi ada’, seperti yang ditunjukkan oleh bentuk lampau
dari kata itu. Suatu cara keberadaan yang mempunyai suatu permulaan yang
tertentu dikontraskan dengan cara keberadaan yang kekal. ‘Aku adalah’ harus
mempunyai arti yang paling penuh yang bisa dikandungnya. Kata-kata itu ada ...
dalam gaya dari keallahan. ... Itu merupakan bentuk pengucapan yang tegas /
ditekankan, dan merupakan suatu bentuk yang tidak digunakan secara normal dalam
pembicaraan biasa. Jadi menggunakan bentuk itu bisa dikenali sebagai
menggunakan gaya ilahi. Dalam teks-teks seperti ay 24,28 hal itu cukup jelas,
tetapi dalam teks ini (Yoh 8:58) hal itu tidak bisa salah. Pada waktu Yesus sedang menegaskan
keberadaanNya pada jaman Abraham tidak ada cara lain untuk memahaminya. Juga
harus diperhatikan bahwa Ia mengatakan ‘I am’ (‘Aku adalah’ - bentuk present) bukan ‘I was’ (‘Aku adalah’ - bentuk lampau). Adalah
kekekalan dari keberadaan, dan bukannya sekedar keberadaan yang berlangsung /
bertahan melalui beberapa abad, yang ditunjukkan oleh ungkapan itu] - hal 473-474.
Leon Morris (Tyndale): “That
is a supreme claim to Deity; ... These are the words of the most impudent
blasphemer that ever spoke, or the words of God incarnate” (= Ini adalah claim yang tertinggi atas keAllahan; ...
Kata-kata ini adalah kata-kata dari penghujat yang paling kurang ajar yang
pernah berbicara, atau kata-kata dari Allah yang berinkarnasi) - hal 473 (footnote).
Leon Morris
(NICNT): “e]go ei]mi / EGO
EIMI in LXX renders the Hebrew xUh ynix] (ANI HU) which is the way God speaks (cf. Deut. 32:39;
Isa. 41:4; 43:10; 46:4, etc.). The Hebrew may carry a reference to the meaning
of the divine name hvhy / YHWH (cf.
Exod. 3:14). We should almost certainly understand John’s use of the term to
reflect that in the LXX. It is the style of deity, and it points to the
eternity of God according to the strictest understanding of the continuous
nature of the present ei]mi (EIMI). He
continually IS” [= e]go
ei]mi / EGO EIMI dalam
LXX / Septuaginta menterjemahkan kata-kata Ibrani xUh ynix] (ANI HU
- Aku adalah Dia) yang
merupakan cara Allah berbicara (bdk. Ul 32:39; Yes 41:4; 43:10; 46:4, dsb).
Bahasa Ibraninya mungkin membawa suatu hubungan dengan arti dari nama ilahi hvhy / YHWH (bdk. Kel 3:14). Hampir pasti kita
harus memahami penggunaan istilah itu oleh Yohanes untuk menggambarkan hal itu
dalam LXX / Septuaginta. Itu merupakan gaya dari keallahan, dan itu menunjuk
kepada kekekalan Allah menurut pengertian yang paling ketat dari sifat kontinyu
/ terus menerus dari bentuk present ei[mi (EIMI). Ia
secara kontinyu / terus menerus ADA / adalah] - hal
473 (footnote).
William Barclay: “We
must note carefully that Jesus did not say: ‘Before Abraham was, I was,’ but, ‘Before Abraham was, I am.’
Here is the claim that Jesus is timeless. There never was a time when he came
into being; there never will be a time when he is not in being. ... There is
only one person in the universe who is timeless; and that one person is God.
What Jesus is saying here is nothing less than that the life in him is the life
of God; he is saying, as the writer of the Hebrew put it more simply, that he
is the same yesterday, today and forever. In Jesus we see, not simply a man who
came and lived and died; we see the timeless God, who was the God of Abraham
and of Isaac and of Jacob, who was before time and who will be after time, who
always is. In Jesus the eternal
God showed himself to men” (=
Kita harus memperhatikan dengan seksama bahwa Yesus tidak berkata: ‘Sebelum
Abraham ada, I was’ (‘Aku ada’ - bentuk lampau), tetapi ‘Sebelum Abraham ada, I am’ (‘Aku ada’ - bentuk present). Ini adalah suatu claim bahwa Yesus itu tidak terbatas waktu. Tidak
pernah ada waktu dimana Ia menjadi ada; tidak pernah akan ada waktu dimana Ia
tidak ada. ... Hanya ada satu pribadi dalam alam semesta yang tidak terbatas
waktu; dan satu pribadi itu adalah Allah; Ia sedang mengatakan, seperti penulis
dari surat Ibrani menyatakannya dengan lebih sederhana, bahwa Ia adalah sama
kemarin, hari ini, dan selama-lamanya. Dalam Yesus kita melihat, bukan hanya
seorang manusia yang datang dan hidup dan mati; kita melihat Allah yang tidak
terbatas waktu, yang adalah Allah dari Abraham dan dari Ishak dan dari Yakub,
yang ada sebelum waktu dan akan ada setelah waktu, yang selalu ada (IS - bentuk present). Dalam Yesus, Allah yang kekal menunjukkan
diriNya sendiri kepada manusia] - hal 36.
Barnes’ Notes: “There
is a remarkable similarity between the expression employed by Jesus in this
place, and that used in Exodus to denote the name of God” (= Ada suatu kemiripan yang hebat / luar
biasa antara ungkapan yang digunakan oleh Yesus di tempat ini, dan ungkapan
yang digunakan dalam Keluaran untuk menunjukkan nama Allah) - hal 310.
Tasker (Tyndale): “The
fact that the Jews attempted to stone Jesus after hearing the words ‘I am’
shows that it suggested to them the divine name so translated in the LXX
version of Ex. 3:14” (=
Fakta bahwa orang-orang Yahudi berusaha untuk merajam Yesus setelah mendengar
kata-kata ‘Aku adalah’ menunjukkan bahwa itu menunjukkan secara tidak langsung
kepada mereka nama ilahi yang diterjemahkan demikian dalam Kel 3:14 versi LXX /
Septuaginta) - hal 122.
F. F. Bruce: “He
echoes the language of the God of Israel, who remains the same from everlasting
to everlasting: ‘I, the LORD, the first, and with the last, I am He’ (Isa.
41:4). ... he was using language which only God could use” [= Ia menggemakan bahasa Allah dari Israel,
yang tetap sama dari selama-lamanya sampai selama-lamanya: ‘Aku TUHAN, yang
pertama, dan bersama dengan yang terakhir, Aku adalah Dia’ (Yes 41:4). ... Ia
sedang menggunakan bahasa yang hanya bisa digunakan oleh Allah] - hal 205,206.
Kesimpulan: tidak
semua penafsir setuju bahwa semua ayat-ayat dimana Yesus mengucapkan ‘I am’ (= Aku ada / adalah)
berhubungan dengan nama Allah dalam Kel 3:14,15. Tetapi dalam kasus
Yoh 8:58:
-kebanyakan penafsir setuju / sependapat bahwa kata-kata ‘I am’ (= Aku ada / adalah) di
sana memang berhubungan dengan nama Allah dalam Kel 3:14-15.
-sebagian penafsir membandingkannya dengan ayat-ayat Perjanjian Lama lain
yang dalam Septuaginta menggunakan EGO EIMI, khususnya Ul 32:39 Yes 41:4
Yes 43:10 Yes 45:18 Yes 46:4
Yes 48:12 Yes 52:6.
-beberapa penafsir masih menghubungkan lagi Yoh 8:58 dengan Maz 90:2.
Dan,
seperti yang dikatakan oleh Robert Bowman dalam point f. di atas, kalaupun
Yoh 8:58 tidak berhubungan dengan Kel 3:14-15 atau ayat-ayat
Perjanjian Lama yang lain, ayat itu sendiri tetap menunjukkan kekekalan Yesus
dan keberadaan Yesus yang melampaui waktu / di atas waktu / tak terbatas oleh
waktu, dan karena itu tetap menunjukkan bahwa Yesus adalah Allah sendiri.
***
No comments:
Post a Comment