Oleh: Dr. R.C. Sproul
Kejatuhan Orang Percaya
Kita
mungkin hidup dalam sebuah budaya yang percaya bahwa setiap orang akan
diselamatkan, bahwa kita “dibenarkan oleh kematian” dan yang perlu anda
lakukan untuk pergi ke sorga adalah
mati, tetapi firman Tuhan secara pasti tidak memberikan kepada kita kenyamanan
hebat semacam ini untuk dipercayai. Sebuah pembacaan Perjanjian Baru yang seksama dan tulus memperlihatkan bahwa
Rasul-Rasul telah diyakinkan bahwa tak seorangpun dapat pergi ke sorga kecuali mereka percaya kepada Kristus saja
demi keselamatan mereka:
Yohanes
14:6 Kata Yesus kepadanya: "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak
ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.
Roma
10:9-10 Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan
percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang
mati, maka kamu akan diselamatkan. Karena dengan hati orang percaya dan
dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan.
Mengacu pada sejarah, orang-orang
Kristen Injili pada umumnya sepakat pada poin ini. Posisi mereka menjadi
berbeda kala pada posisi soal keamanan keselamatan. Orang yang bersepakat bahwa
hanya mereka yang percaya kepada Yesus akan diselamatkan telah mengalami
ketaksepakatan pada apakah setiap orang yang sungguh-sungguh percaya kepada
Kristus dapat kehilangan keselamatannya.
Membicarakan ini menyentuh
ranah teologia, apa yang sedang kita perbincangkan saat ini adalah konsep murtad atau apostasia.
Istilah apostasia berasal dari sebuah kata dalam bahasa Yunani yang bermakna “mengundurkan
diri.” Ketika kita membincangkan mereka yang telah menjadi apostat atau telah
melakukan apostasia, kita sedang membincangkan mereka yang telah gugur iman
atau setidak-tidaknya gugur dari pengakuan iman dalam Kristus yang pernah
mereka buat.
Banyak orang percaya yang
mengaku bahwa memang ya, orang-orang Kristen sejati dapat kehilangan
keselamatan mereka karena ada sejumlah teks dalam Perjanjian Baru yang terlihat
mengindikasikan bahwa hal ini dapat terjadi. Saya berpendapat, sebagai contoh,
dari kata-kata Paulus dalam 1 Timotius 1:18-20:
(18) Tugas ini kuberikan kepadamu, Timotius anakku,
sesuai dengan apa yang telah dinubuatkan tentang dirimu, supaya dikuatkan oleh
nubuat itu engkau memperjuangkan perjuangan yang baik dengan iman dan hati
nurani yang murni.(19) Beberapa orang telah menolak hati nuraninya yang murni
itu, dan karena itu kandaslah iman mereka,(20) di
antaranya Himeneus dan Aleksander, yang telah kuserahkan kepada Iblis, supaya
jera mereka menghujat.
Di sini, ditengah-tengah
instruksi-instruksi dan peringatan-peringatan terkait dengan pelayanan dan
kehidupan Timotius, Paulus sedang memperingatkan Timotius untuk menjaga iman
dan untuk menjaga sebuah kesadaran
nurani yang baik, dan sedang diingatkan pada mereka yang tidak. Rasul
Paulus sedang merujuk pada mereka yang
sedang membuat “kapal karam iman mereka,” orang-orang yang telah dia “serahkan kepada Setan sehingga mereka dapat
belajar untuk tidak menghujat.” Poin kedua adalah sebuah rujukan pada
ekskomunikasi atau pengucilan oleh Paulus terhadap orang-orang ini, dan keseluruhan nas ini
mengkombinasikan sebuah peringatan yang
tajam dengan contoh-contoh kongkrit atas mereka yang jatuh secara sangat menyedihkan dari
pengakuan Kristen mereka.
Tidak
ada pertanyaan bahwa para pengaku orang percaya dapat jatuh dan jatuh secara
radikal. Kita memikirkan orang-orang
seperti Petrus, sebagai contoh, yang telah menyangkali Kristus. Tetapi faktanya
dia telah dipulihkan, memperlihatkan bahwa
tidak setiap pengaku orang percaya yang jatuh telah jatuh melewati titik
tidak bisa kembali. Pada poin ini, kita harus membedakan sebuah jatuh yang serius dan radikal dari
sebuah jatuh yang total dan final. Para teolog
Reformed telah mencatat bahwa Alkitab penuh dengan contoh-contoh tentang orang-orang percaya sejati yang jatuh
kedalam dosa yang hebat dan bahkan dalam
periode kebebalan yang berkepanjangan. Sehingga, orang-orang Kristen
memang jatuh dan mereka jatuh secara radikal. Apalagi yang dapat lebih serius
daripada penyangkalan Petrus terhadap Kristus dihadapan banyak orang?
Namun pertanyaannya adalah,
apakah orang-orang yang bersalah ini merupakan sebuah kejatuhan yang kekal dan tak
dapat dipulihkan, atau apakah kejatuhan ini sebuah kondisi sementara yang akan,
pada akhirnya, disembuhkan oleh restorasi mereka? Dalam kasus seperti seorang Petrus, kita melihat
bahwa kejatuhannya telah disembuhkan oleh pertobatannya. Akan tetapi, bagaimana dengan mereka yang jatuh
pada akhirnya? Apakah mereka ini memang sungguh-sungguh orang percaya sejak
mulanya?
Jawaban kita terhadap pertanyaan ini pasti tidak. Pertama 1 Yohanes 2:19:
Memang
mereka berasal dari antara kita, tetapi mereka tidak sungguh-sungguh termasuk
pada kita; sebab jika mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita, niscaya mereka
tetap bersama-sama dengan kita. Tetapi hal itu terjadi, supaya menjadi nyata,
bahwa tidak semua mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita.
yang berbicara mengenai
mengenai guru-guru palsu yang keluar dari jemaat sebagai yang tidak pernah
sungguh-sungguh menjadi bagian jemaat. Yohanes menggambarkan kemurtadan orang
yang sebelumnya telah membuat sebuah pengakuan iman tetapi tidak pernah
sungguh-sungguh telah diubahkan. Lebih jauh lagi, kita mengetahui bahwa Tuhan
memuliakan semua yang Dia benarkan :
Roma
8:29-20 (29) Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga
ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya,
supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara.(30) Dan mereka yang ditentukan-Nya dari semula, mereka
itu juga dipanggil-Nya. Dan mereka yang dipanggil-Nya, mereka itu juga
dibenarkan-Nya. Dan mereka yang dibenarkan-Nya, mereka itu juga dimuliakan-Nya.
Jika seseorang memiliki iman
menyelamatkan sejati dan dibenarkan, Tuhan akan menjagai orang tersebut.
Akan tetapi, secara
bersamaan, jika orang tersebut telah
jatuh dan masih hidup, bagaimana kita mengetahui bahwa dia adalah seorang yang
sepenuhnya apostat atau murtad? Satu hal, tak seorangpun dari kita dapat
membaca hati orang lain. Ketika saya melihat seseorang telah membuah sebuah
pengakuan iman dan kemudian membuangnya, saya tidak tahu apakah dia adalah
seorang yang sungguh-sungguh telah lahir baru yang sedang berada
ditengah-tengah sebuah kejatuhan serius dan radikal tetapi yang pada sebuah
titik akan di masa mendatang secara pasti akan direstorasi; atau apakah dia
adalah seorang yang tidak pernah sungguh-sungguh diubahkan, yang memiliki pengakuan iman palsu sejak semula.
Pertanyaan apakah seseorang dapat
kehilangan keselamatannya bukan sebuah pertanyaan abstrak. Pertanyaan ini
menyentuh kita pada jantung kehidupan
Kristen kita, tidak hanya terkait kepedulian kita akan keamanan kita sendiri,
tetapi juga terkait dengan kepedulian kita akan keluarga dan sahabat-sahabat
kita, terutama mereka yang kelihatannya, pada semua tampak atau tampilan
lahiriahnya, memiliki sebuah pengakuan iman yang asli. Kita berpikir bahwa
pengakuan mereka adalah kredibel, kita merangkul mereka sebagai saudara dan
saudari, hanya untuk menemukan bahwa mereka menyingkirkan iman itu (pada
akhirnya).
Apa yang anda lakukan, secara praktis, dalam
situasi seperti itu?Pertama, anda berdoa,dan kemudian,anda menunggu. Kita tidak
tahu hasil final dari situasi itu,dan saya yakin pasti akan ada kejutan-kejutan ketika kita
berada di sorga. Kita akan dikejutkan melihat orang yang ada di sana yang kita
tak pikirkan akan ada di sorga, dan kita akan dikejutkan bahwa kita tidak
melihat orang yang kita pikir pasti akan
ada di sorga, karena kita pada dasarnya tak mengetahui status internal hati
manusia atau jiwa manusia. Hanya Tuhan yang dapat melihat jiwa itu, mengubah jiwa itu, dan
menjagai jiwa itu.
Right
Now Counts Forever - The Fall of a Believer, Dr.R.C. Sproul |diterjemahkan dan
diedit oleh: Martin Simamora
Kredit gambar ilustrasi: "I don't know why you took the fall for Dent's murder, but I'm still a believer in the Batman." by: imgdonkey.com
No comments:
Post a Comment