Bacalah terlebih dahulu bagian 1 untuk memahami dan ikutilah keseluruhan serial judul ini untuk memahami secara utuh.
Oleh : Bob Deffinbaugh, Th.M
Kata-kata peringatan Tuhan tidak dipahami sebagai janji kepastian penghukuman, tetapi semata sebagai ancaman-ancaman terhadap ketuhanan yang berpusat pada diri sendiri.
Kita
berangkali bertanya pada kedogmatisan penyangkalan Setan, tetapi dalam pandangan
saya bahwa hal inilah yang memang merupakan hal yang melemahkan posisi Hawa.
Bagaimana bisa seseorang melakukan kesalahan atas hal yang demikian pasti? Hal semacam ini
banyak terjadi pada hari ini, sahabatku, lebih diyakinkan dalam nada dogmatik
seorang guru daripada diyakinkan oleh kebenaran doktrin dari
pengajarannya. Dogmatisme bukan jaminan
untuk keakuratan doktrinal.
Pukulan Setan yang mematikan dicatat dalam ayat 5 :” tetapi Allah mengetahui, bahwa pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat” (Kejadian 3:5)
Banyak yang telah berupaya untuk
menentukan secara tepat apa yang Setan sedang tawarkan pada ayat 5. “Matamu akan
terbuka,”Setan memberikan jaminan ini kepada mereka. Dengan kata
lain, mereka sedang hidup dalam sebuah
keadaan ketidaklengkapan,
ketidakcukupan. Tetapi sekali buah itu dimakan, mereka akan masuk kedalam
sebuah level keberadaan yang baru dan lebih tinggi: mereka akan menjadi “seperti Tuhan”[ Beberapa menunjuk
bahwa ‘Tuhan’ (‘seperti Tuhan”), dalam ayat 5, adalah nama Elohim, yang plural.
Mereka menyarankan bahwa kita semestinya menerjemahkannya, “Engkau akan seperti
tuhan-tuhan” kemungkinan semacam ini, meskipun diperbolehkan secara tata bahasa,
tidak terlihat sebagai pertimbangan yang
bernilai. Kata yang sama (Elohim) ditemukan dalam Kejadian 1:5, dimana Tuhan
dirujukan pada kata ini.]
Pemahaman saya terkait pernyataan Setan, pernyataan itu sengaja dibuat sulit dipahami dan kabur.
Pernyataan ini akan menstimulasi keingintahuan
Hawa. Mengetahui hal “baik dan
jahat” bisa jadi mengetahui setiap hal
”[ “Sejauh
terkait pengetahuan yang baik dan jahat,
orang harus ingat bahwa kata Ibrani yd’ (‘untuk mengetahui’) tidak
pernah berarti secara murni mengetahui secara intelektual, tetapi dalam sebuah
pemahamana yang lebih luas akan sebuah “mengalami,” “menjadi berkenalan dengan,’ bahkan sebuah
“kemampuan.’ ‘Mengetahui dalam dunia purba selalu juga menjadi mampu’
(Wellhaussen).Dan hal yang kedua, baik dan jahat’ tidak bisa dibatasi hanya pada ranah moral. ‘Untuk berbicara bukan mengenai baik dan jahat bermakna tidak berbicara apapun (Kejadian 31.24,29; 2
Sam 13.22); tidak melakukan baik atau jahat bermakna tidak melakukan apapun
(Zafanya 1:12); tidak mengetahui hal baik dan jahat ( katakanlah anak-anak
dan orang usia lanjut) bermakna
tidak ( lagi atau belum)
(Ulangan 1:39; 2 Sam. 19:35 )
“Baik dan jahat” karena itu merupakan
sebuah cara formal dalam mengatakan apa
yang kita maksud dengan kepolosan
akan “segala sesuat”; dan disini juga siapapun harus mengambil maknanya sejauh mungkin.” Gerhard Von Rad, Genesis
(Philadelphia: Westminster Press, 1961),
hal. 86-87.]. Tetapi
bagaimana bisa Hawa mungkin untuk
memahami hal-hal spesifik yang ditawarkan ketika dia belum tahu apakah ‘jahat’ itu?
Salah satu sahabatku mengatakan padaku bahwa perempuan, secara alami, lebih
ingin tahu daripada para pria. Saya
tidak tahu jika ini memang demikian, tetapi saya tahu bahwa saya memiliki sebuah keinginan tahu yang
aktif juga. Kemisteriusan kemungkinan
mengetahui lebih lagi dan hidup pada
semacam taraf yang lebih tinggi pastikah menggunakan spekulasi dan
pertimbangan.
Saya menemukan sebuah ilustrasi pada persoalan ini mengenai keinginan tahu manusia dalam Kitab Amsal :
(13) Perempuan bebal cerewet, sangat tidak berpengalaman ia, dan tidak tahu malu.(14) Ia duduk di depan pintu rumahnya di atas kursi di tempat-tempat yang tinggi di kota,(15) dan orang-orang yang berlalu di jalan, yang lurus jalannya diundangnya dengan kata-kata (16) Siapa yang tak berpengalaman, singgahlah ke mari (17) Air curian manis, dan roti yang dimakan dengan sembunyi-sembunyi lezat rasanya.(Amsal 9:13-17)
Kebodohan perempuan berasal dari kenaifan dan ketidaktahuan dirinya, tetapi dia membujuk korban-korbannya dengan menawarkan pada mereka sebuah pengalaman yang baru, dan fakta bahwa itu ditempat tersembunyi pada dasarnya menambah daya tarik (ayat 16-17). Inilah jenis penawaran yang Setan tawarkan kepada Hawa.
Setan, saya yakin, meninggalkan Hawa dengan pemikiran-pemikirannya pada poin ini. Benih-benih kehancuran dari Setan telah ditanamkan. Meskipun dia belum memakan buah tersebut, dia telah mulai jatuh. Dia telah masuk kedalam sebuah dialog dengan Setan dan sekarang dia sedang melayani pemikiran-pemikiran yang menghujat pada karakter Tuhan. Hawa secara serius sedang merenungkan ketidakpatuhan. Dosa bukan proses yang instan, tetapi berproses (Yakobus 1:13-15), dan Hawa sedang berada di jalur ini.
Perhatikan bahwa pohon kehidupan bahkan tidak disebutkan atau dipertimbangkan disini. Di sini dihadapan Hawa ada dua pohon, pohon kehidupan dan pohon pengetahuan akan yang baik dan benar. Kelihatannya itu bukan sebuah pilihan antara yang satu dengan satunya lagi. Dia hanya melihat pada buah terlarang. Buah itu saja, terlihat menjadi “baik untuk dimakan dan sebuah buah yang menyenangkan di mata”(ayat6),dan sebelumnya di Kejadian 2:9 kita telah diberitahukan bahwa semua pohon ini memiliki karakteristik-karakteristik yang sama. Tetapi Hawa mengarahkan matanya hanya kepada apa yang telah dilarang. Dan pohon ini telah menawarkan semacam kualitas hidup yang misterius, yang memiliki daya tarik pada perempuan itu.
Setan secara telak berdusta dengan menjamin Hawa
bahwa dia tidak akan mati, tetapi dia sengaja tidak mengatakan kepada dia
tulisan mengenai janji yang tercetak
sangat baik tentang apa yang akan ditawarkan oleh buah terlarang itu. Setelah
mempelajari bahwa pohon itu untuk sesaat
(saya membayangkannya), dia pada
akhirnya telah menentukan bahwa manfaat-manfaatnya terlampau besar dan
konsekuensi-konsekuensinya tidak beralasan dank arena itu tidak tidak seperti
buah terlarang. Pada saat itu dia
memetik buah itu dan memakannya.
Orang bisa saja menganggukan kepala pada tindakan Hawa, tetapi keheranan yang sesungguhnya adalah : bahwa Adam kelihatannya tanpa keraguan menyerah pada ajakan Hawa untuk turut dalam ketidakpatuhannya. Musa memuat 5 ¾ ayat (Kejadian 3:1-6a) untuk menggambarkan penipuan dan ketidakpatuhan Hawa, tetapi hanya satu bagian dari satu kalimat untuk mencatat kejatuhan Adam (Kejadian 3:6b). Mengapa? Meskipun saya tidak menjadi dogmatis pada kemungkinan ini sebagaimana sebelumnya, dua kata-kata Musa dapat memberikan kita jawaban:”bersama dengan perempuan itu” (ayat 6):
“Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan suaminyapun memakannya” (Kejadian 3:6)
Apakah mungkin bahwa Hawa tidak pernah sendirian bersama dengan ular itu?[ “Dia memakan buah itu, dia memberikan kepada suaminya, dan turut juga memakan. Seseirang mungkin bertanya: ‘Dimanakah Adam selama in?’ Alkitab tidak mengatakan apapun kepada kita. Saya menduga bahwa Adam hadir di sana saat itu, karena Hawa telah memberikan buah itu kepada dia: ‘suaminya ada bersama dengan dia.’ Terlebih lagi kita tidak dapat mengatakan alas an sederhana karena Alkitab tidak mengatakan lebih lanjut.” E. J. Young, In the Beginning (Carlisle, Pennsylvania: The Banner of Truth Trust, 1976), hal. 102.]. Apakah bisa bahwa Musa, dengan dua kata ini,”bersama dengan perempuan itu”, sedang memberitahukan kepada kita bahwa Adam ada hadir diseluruh kejadian ini, namun tidak pernah membuka mulutnya? Jika dia memang benar ada di sana, mendengarkan setiap kata dan memberikan persetujuan dengan sikap diamnya, maka ini tidak terlalu mengherankan bahwa dia pada akhirnya dengan begitu saja mengambil buah itu dan memakannya ketika buah itu ditawarkan oleh Hawa.
Ini
sesuatu yang dapat disamakan dengan situasi dimana isteriku dan aku yang sedang
duduk di ruang tamu. Ketika bel pintu berbunyi, isteriku bangkit untuk membuka pintu sementara saya tetap
menyaksikan acara tv kesuakaanku. Saya dapat mendengar isteriku membiarkan
seorang salesman vacuum cleaner masuk
dan mendengarkan dengan minat yang
meningkat pada promosi dagangannya. Saya
tidak ingin menghentikan menyaksikan acaraku, jadi saya biarkan percakapan
berlanjut, bahkan saat isteriku menandatangani sebuah kontrak. Andaikan juga dia kemudian mendatangiku ke ruang keluarga
dan berkata kepadaku,”Disini, kamu harus menandatangani ini juga, maka tidak mengagetkan jika saya menandatanginya tanpa protes.
Secara otomatis saya telah membiarkan
isteriku untuk membuat sebuah keputusan dan sata telah membuat keputusan untuk
mengikuti keputusan itu.
Andaikan
Adam tidak hadir diseluruh dialog antara
ular dan isterinya, siapapun masih dapat membayangkan bagaimana hal itu dapat
terjadi. Hawa secara mandiri dapat memakan buah dan kemudian dengan
tergesa-gesa mengatakan kepada suaminya
mengenai pengalamannya. Saya dapat membayangkannya dengan baik bahwa
Adam akan ingin mengetahui dua hal.
Pertama, dia akan ingin tahu jika Hawa merasakan sesuatu yang lebih baik—yaitu,
apakah buah itu memiliki efek menguntungkan apapun pada dirinya. Kedua, Adam ingin mengetahui jika buah itu memiliki
efek merugikan. Hal terakhir, Tuhan
telah mengatakan bahwa mereka akan mati pada hari itu juga. Apakah dia
merasakan buah itu menyenangkan dan
tetap tidak memiliki efek bahaya,
Adam pastilah akan cenderung mengikuti
contoh isterinya. Betapa ini sebuah kesalahan tragis!
Ayat 7 dan 8 secara khusus bersifat informatif, karena kedua ayat ini menginstruksikan kita bahwa dosa memiliki konsekuensi-konsekuensinya serta juga penghukuman. Tuhan belum mengutarakan penghukuman apapun untuk dosa-dosa Adam dan Hawa, serta juga konsekuensi-konsekuensi yang tak terpisahkan merangkaikan kejahatan. Konsekuensi-konsekuensi dosa telah disebutkan disini, yaitu malu dan pemisahan.
Ayat 7 dan 8 secara khusus bersifat informatif, karena kedua ayat ini menginstruksikan kita bahwa dosa memiliki konsekuensi-konsekuensinya serta juga penghukuman. Tuhan belum mengutarakan penghukuman apapun untuk dosa-dosa Adam dan Hawa, serta juga konsekuensi-konsekuensi yang tak terpisahkan merangkaikan kejahatan. Konsekuensi-konsekuensi dosa telah disebutkan disini, yaitu malu dan pemisahan.
Ketelanjangan yang dialami Adam dan Hawa tanpa rasa bersalah kini menjadi sumber rasa malu. Ketakbersalahan yang manis telah lenyap selamanya. Ingat, tidak ada manusia didalam taman selain mereka berdua. Tetapi mereka malu untuk saling memandang tanpa pakaian. Tak hanya mereka tidak dapat saling menatap satu sama lain sebagai sebelumnya, tetapi mereka telah ketakutan menghadapi Tuhan. Ketika Dia datang untuk mengadakan persekutuan yang indah bersama dengan mereka, mereka menyembunyikan diri mereka didalam ketakutan.
Tuhan telah mengatakan bahwa mereka akan mati pada hari dimana mereka telah memakan buah
terlarang tersebut. Beberapa orang telah dibingungkan atas penghukuman yang
telah dijanjikan ini. Meskipun proses kematian jasmani telah dimulai pada hari
yang fatal tersebut, mereka tidak mati
secara fisik. Marilah kita mengingat bahwa kematian rohani adalah pemisahan
dari Tuhan :
Mereka ini akan menjalani hukuman kebinasaan selama-lamanya, dijauhkan dari hadirat Tuhan dan dari kemuliaan kekuatan-Nya,(2Tesalonika 1:9)
Tidaklah mengherankan bahwa kematian rohani Adam dan Hawa terjadi dengan segera—bahwa, sekarang ada sebuah pemisahan dari Tuhan. Dan pemisahan ini bukan Tuhan yang menimpakannya; pemisahan ini telah dimulai oleh manusia.
Saya
harus menyatakan hal yang sedikit
menyimpang dari bahasan pokok bahwa kematian rohani yang telah dialami oleh
Adam dan isterinya adalah kematian yang sama sebagaimana yang terjadi pada hari ini. Ini adalah pengasingan manusia dari
Tuhan. Dan kondisi ini adalah pilihan yang dibuat oleh manusia itu sendiri.
Kondisi ini adalah preferensinya. Neraka adalah pemberian Tuhan kepada manusia atas apa yang mereka
inginkan dan apa yang pantas mereka dapatkan (bandingkan dengan Wahyu 16:5-6).
Tuhan Mencari,
Menyelidiki, dan Menghukum Manusia
(Kejadian 3:8-21)
Pemisahan yang dialami Adam dan Hawa membawa pada tindakan Tuhan untuk menjembatani. Tuhan mencari manusia di Taman. Sementara itu pertanyaan Setan telah dirancang untuk mengakibatkan kejatuhan manusia. Pertanyaan-pertanyaan Tuhan mengupayakan rekonsiliasi dan restorasinya.
Perhatikan bahwa tidak ada pertanyaan-pertanyaan yang ditanyakan pada ular. Tidak ada maksud untuk restorasi bagi Setan. Kesudahannya telah dimeteraikan. Perhatikan juga urutan atau runutannya disini. Kejatuhan manusia berlangsung dalam rentet peristiwa ini: ular, Hawa, Adam. Ini berlawanan dengan rantai komando Tuhan. Meskipun Tuhan telah mengajukan pertanyaan menurut urutan otoritas (Adam, Hawa, Ular), Tuhan telah menghukum dalam urutan peritiwa kejatuhan (ular, Hawa, Adam). Kejatuhan merupakan, bagian, akibat dari pembalikan urutan ketentuan Tuhan.
(Kejadian 3:8-21)
Pemisahan yang dialami Adam dan Hawa membawa pada tindakan Tuhan untuk menjembatani. Tuhan mencari manusia di Taman. Sementara itu pertanyaan Setan telah dirancang untuk mengakibatkan kejatuhan manusia. Pertanyaan-pertanyaan Tuhan mengupayakan rekonsiliasi dan restorasinya.
Perhatikan bahwa tidak ada pertanyaan-pertanyaan yang ditanyakan pada ular. Tidak ada maksud untuk restorasi bagi Setan. Kesudahannya telah dimeteraikan. Perhatikan juga urutan atau runutannya disini. Kejatuhan manusia berlangsung dalam rentet peristiwa ini: ular, Hawa, Adam. Ini berlawanan dengan rantai komando Tuhan. Meskipun Tuhan telah mengajukan pertanyaan menurut urutan otoritas (Adam, Hawa, Ular), Tuhan telah menghukum dalam urutan peritiwa kejatuhan (ular, Hawa, Adam). Kejatuhan merupakan, bagian, akibat dari pembalikan urutan ketentuan Tuhan.
Adam adalah yang pertama-tama Tuhan cari dengan pertanyaan , “dimanakah engkau?”(ayat9). Adam dengan berat hati mengakui malu dan takutnya, berangkali berharap bahwa Tuhan akan menekan dia pada isu ini. Tetapi pemeriksaan Tuhan diakukan secara lebih mendalam, mencari sebuah pengakuan atas perbuatan salah :” Siapakah yang memberitahukan kepadamu, bahwa engkau telanjang? Apakah engkau makan dari buah pohon, yang Kularang engkau makan itu?" (ayat 11).
Pada akhirnya atas desakan melepaskan diri dari tanggung jawab, dilemparkannya tanggung jawab itu kepada Sang Pencipta, Adam tanpa berpikir berkata,” Perempuan yang Kautempatkan di sisiku, dialah yang memberi dari buah pohon itu kepadaku, maka kumakan" (ayat 12).
Baik Hawa dan Tuhan harus turut bertanggungjawab atas kejatuhan ini, jawab Adam. Andilnya disebutkan yang terakhir dengan detail sesedikit mungkin. Dan demikianlah selalu seperti ini dengan mereka yang bersalah. Kita selalu berusaha mencari jalan menyelematkan diri dari situasi-situasi semacam ini.
Segala jalan orang adalah bersih menurut pandangannya sendiri, tetapi Tuhanlah yang menguji hati.(Amsal 16:2)
Kemudian berfirmanlah TUHAN Allah kepada perempuan itu: "Apakah yang telah kauperbuat ini?" (Kejadian 3:13)
Tanggapan Hawa agak sedikit berbeda (dalam esensinya) daripada respon suaminya :” "Ular itu yang memperdayakan aku, maka kumakan." (Kejadian 3:13)
Tentu saja itu benar. Ular memang telah memperdayanya ( 1 Timotius 2:14), dan Hawa memang telah memakannya. Keduanya bersalah, meskipun ini sebuah upaya yang tiada berarti untuk membenarkan atau setidaknya melenyapkan tanggungjawab manusia telah dilakukan, memang dengan jelas telah dilakukan.
Hal seperti ini memang selalu terjadi, saya yakin. Sebelum penghukuman dapat ditimpakan, perbuatan salah harus dibuktikan dan diakui. Jika tidak maka penghukuman tidak akan memiliki efek korektif pada yang bersalah. Hukuman-hukuman kini dinyatakan oleh Tuhan, diberikan berdasarkan pada urutan kejadian kejatuhan.
Bersambung : Ular Dihukum
The Fall of Man (Genesis 3:1-24) | diterjemahkan dan diedit oleh : Martin Simamora
No comments:
Post a Comment