F O K U S

Nabi Daud Tentang Siapakah Kristus

Ia Adalah Seorang Nabi Dan Ia Telah   Melihat Ke Depan Dan Telah Berbicara Tentang Kebangkitan Mesias Oleh: Blogger Martin Simamora ...

0 Kematian Dalam Refleksi Mengenang Para Terkasih Yang Telah Mendahului Kita

Bagaimana Iman  Menghadapi Kematian

Oleh: Admin bible.org


1.Iman Menghadapi Kematian Secara Gamblang
Ibrani bab 11 kerap dirujuk sebagai “Monumen Iman”. Merupakan sebuah risalah iman banyak karakter yang  digambarkan dalam Perjanjian Lama. Sementara kita menemukan kata “iman” begitu sering dalam bab 11 tersebut, ada kata lain yang ditemukan berdampingan dengan iman-kata itu adalah kematian. Sementara setiap orang dari anggota-anggota  “Monumen Iman” tersebut memiliki iman, setiap dari mereka telah meninggal dunia tanpa menerima janji-janji yang mereka percayai dan bertindak di atas janji-janji tersebut dalam hidup mereka. Kita melihat, kemudian, iman biblikal adalah iman yang menghadapi kematian secara gamblang atau  secara langsung, memang, iman memandang melampaui kematian. Jika orang-orang berkata,”Dimana ada hidup, di sana ada harapan”,pria dan perempuan iman dapat berkata,”Dimana ada kematian, di sana ada harapan”. Karena iman adalah dasar bagi harapan dibalik kematian itu sendiri.

2.Iman Memperlakukan Kematian Secara Serius
Iman tidak berurusan dengan kematian dengan cara meminimalkannya, kematian berurusan dengan dosa sebagai sebuah soal yang sangat serius. Iman tidak memperlakukan kematian dalam sebuah candaan atau gurauan yang seperti apapun juga, sebuah kubur adalah soal serius. 


Kematian adalah serius karena itu adalah penghukuman yang Allah telah nyatakan pada dosa. Kematian itu serius karena kematian adalah sebuah kepastian bagi semua orang. Kematian harus diperlakukan secara serius karena, sebagaimana Allah telah berkata,”Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi” (Ibrani 9:27). Kematian adalah sebuah langkah masuk yang tak dapat diputarbalikan ke dalam kekekalan, sebuah kekekalan bagi satu orang adalah sebuah kebahagiaan sempurna kekal dalam hadirat Allah, atau penderitaan  kekal, disingkirkan dari hadirat Allah (bandingkan dengan Lukas 16:19-31; 2 Tesalonika 1:9).


Keseriusan kematian diindikasikan oleh respon Tuhan kita terhadap kematian. Salah satu dari beberapa kali respon tersebut dikatakan bahwa Tuhan Yesus meratap di makam La zarus, seorang pria yang Ia segera panggil dari kubur itu. Yesus memperlakukan kematian-Nya secara serius juga, sebagaimana dapat dilihat dari penderitaan-Nya di Taman Getsemane. Kematian harus diperlakukan secara serius, karena kematrian adalah konsekuensi dosa yang tak terelakan.

3.Iman Memampukan Orang Kristen Dihiburkan bahkan untuk Menyembah Tuhan, Ketika seorang Yang Dikasihinya Telah Meninggal Dunia
Dalam bab pertama Kitab Ayub, kita telah diberitahukan kematian tragis anak-anak Ayub (Ayub 1:18-22). Ayub adalah seorang pria iman. Ia tak hanya  menerima berita kematian anak-anak-Nya, ia jatuh  ke tanah menyembah. Apakah yang telah memampukan Ayub untuk menyembah, ketika semua anak-anaknya telah meninggal secara tragis, dan (dari sudut pandang manusia) secara prematur? Iman Ayub adalah bukti dalam tiga cara. Ayub memiliki iman dalam kuasa Allah. Ayub telah percaya dalam kedaulatan Allah, faktanya bahwa Allah memegang kendali. Jadi, ia tidak memandang kematian anak-anaknya sebagai sebuah bencana alam (walau, dalam akal sehat, memang demikian), tetapi sebagai sebuah tindakan Allah. Ayub berkata  TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN! (Ayub 1:21). Ayub telah mengetahui bahwa anak-anaknya bukan milik kepunyaannya, pada ultimatnya, Allah pemilik mereka. Ayub telah mengetahui bahwa tepat sebagaimana Allah telah memberikan bagi anak-anaknya kehidupan, Allah juga yang telah mengambilnya. Bagi Ayub, itu bukanlah “waktu kepunyaan mereka”, itu adalah “waktu kepunyaan Allah.” Allah ada dalam kendali, secara spesifik dalam cara dan waktu kematian keluarganya. Jadi, Ayub mampu menyembah.

Tetapi lebih lanjut, Ayub tak hanya memiliki iman dalam kuasa Allah (dalam kedaulatan-Nya, dalam kendali-Nya), tetapi dalam pribadi-Nya. Iman Ayub berakar dalam karakter Allah. Allah itu berkuasa penuh dan baik. Ayub, telah dikatakan,” tidak berbuat dosa dan tidak menuduh Allah berbuat yang kurang patut (Ayub 1:22). Ayub tidak memandang Allah sebagai pihak yang dalam cara apapun juga “pada posisi salah”, sebagai melakukan kesalahan dalam kematian anak-anak-Nya. Ia adalah Allah yang Ayub percayai sampai pada batas tak bertepi. Sehingga Ayub menyembahnya, bahkan dalam saat tragedi.


Ada satu dimensi final bagi iman Ayub, sebagaimana saya pahami dalam teks ini. Itu adalah, Ayub mau percaya kepada Allah dalam kematian anak-anaknya,  walaupun ia tidak memahaminya. Ayub tahu bahwa Tuhan itu baik, dan bahwa Tuhan  telah mengambil anak-anaknya dalam kematian

Ayub tidak tahu kenapa. Dan hal itu akan memperlihatkan bahwa imannya yang seperti itu tidak membuat dirinya harus mengetahui kenapa, setidaknya tidak  sampai nanti. Waktu akan menunjukan alasan-alasannya, tetapi itu kerap hanya dalam kekekalan bahwa alasan-alasannya akan diketahui. Iman menemukan penghiburan dalam kuasa, dalam kebaikan, dan dalam tujuan-tujuan Allah, bahkan walau kita tidak mengerti alasan-alasan tragedi tersebut pada saat itu juga.

Sebagaimana anda sedang menghadapi kehilangan orang yang sangat dikasihi, ada banyak pertanyaan yang hendak ditanyakan, ada banyak hal yang kita tidak, pada momen waktu ini, mengerti. Tetapi jika kita, oleh iman, telah mengenal Allah sebagai Juruselamat kita, maka kita mengetahui bahwa Ia  memegang kendali, bahwa Ia adalah baik, dan bahwa kebijakan-Nya dan anugerah-Nya dalam orang-orang yang dikasihi dan telah meninggal tersebut akan terbukti pada suatu hari.

4.Iman Memandang Kematian Melalui Pribadi dan Karya Yesus Kristus
Bagian alasan mengapa kematian begitu sukar bagi manusia adalah karena kita takut kematian. Penulis Surat Ibrani membicara inkarnasi dan kematian Yesus  agar supaya: dan supaya dengan jalan demikian Ia membebaskan mereka yang seumur hidupnya berada dalam perhambaan oleh karena takutnya kepada maut (Ibrani 2:15). Orang-orang memang tepat harus takut akan kematian, terpisah atau terlepas dari Kristus. Itu adalah sebuah penghakiman yang adil dan pasti, dan kematian adalah jalan masuk kedalam sebuah hidup yang terpisah dari Allah, bagi semua orang berdosa. Jadi, orang-orang yang tak beriman kepada Allah, takut akan kematian. Mereka menantikan atau mengantisipasi kematian dengan sebuah ketakutan yang  mencengkram jiwa. Mereka menjalani hidup mereka dalam belenggu takut akan kematian.

Orang-orang Kristen tidak lagi hidup dalam belenggu takut akan kematian karena iman mereka dalam Yesus Kristus. Ia telah datang untuk mati mengambil posisi orang berdosa, untuk menanggung penghukuman kematian. Yesus tak hanya telah menderita murka Allah, Ia telah dibangkitkan dari kematian, sehingga kematian tidak lagi memerintah atas orang-orang beriman pada-Nya. Kematian adalah musuh yang telah ditaklukan. Kematian tidak mencengkram ketakutan mereka yang beriman dan hidup dalam Kristus. Paulus telah memandang kematian sebagai sebuah  kelepasan, sebagai sebuah promosi (Filipi 1:19-26). Kata kemenangan  dari rasul Paulus ini, telah dicatat dalam Surat Roma bab 8, menyingkapkan  perspektif iman terhadap kematian.
Sebab itu apakah yang akan kita katakan tentang semuanya itu? Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita? Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia? Siapakah yang akan menggugat orang-orang pilihan Allah? Allah, yang membenarkan mereka? Siapakah yang akan menghukum mereka? Kristus Yesus, yang telah mati? Bahkan lebih lagi: yang telah bangkit, yang juga duduk di sebelah kanan Allah, yang malah menjadi Pembela bagi kita? Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang?... Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita. Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita. (Roma 8:31-39)

telegraph


Diterjemahkan dan diedit oleh: Martin Simamora
Sola Gratia



No comments:

Post a Comment

Anchor of Life Fellowship , Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri - Efesus 2:8-9