Oleh: Martin Simamora
Ketika Hati Menjadi Tawar,
Haruskah Iman Pun Fiktif ?
2 Korintus 4: 16“Sebab itu kami tidak tawar hati, tetapi meskipun manusia lahiriah kami semakin merosot,
namun manusia batiniah kami dibaharui dari sehari ke sehari.”
Baru-baru ini, saya menerima sebuah surel - surat elektronik dari seseorang yang mengisahkan berbagai rentet peristiwa hidup yang tidak mudah – dapat dikatakan memilukan sebab ini bukan jenis kemalangan sebagai buah perbuatan tangannya yang jahat; membuatnya NYARIS SAJA tawar hati terhadap Tuhan. Artikel ini tidak akan menjawab secara presesi seolah sebuah manual jalan keluar, tetapi diharapkan menjadi sebuah perenungan tak hanya baginya tetapi bagi setiap orang Kristen di dunia fana ini. Kebahagiaan adalah sahabat iman yang sehat dan kesusahan adalah karat yang melubangi iman, berangkali ini adalah ekspresi yang saya ungkapkan untuk menggambarkan kehidupan orang Kristen yang mendasarkan penyertaan Tuhan pada hal-hal atau realita yang menyenangkan dan mengandalkan ketahanan iman pada perjuangan mempertahankan iman pada dirinya sendiri. Namun bila anda memperhatikan pada Paulus maka keyakinan yang demikian adalah omong kosong belaka.
Oleh Terang-Nya! Bukan Kuatmu Yang Melindungi Imanmu
Saya tidak bermaksud mengatakan bahwa orang Kristen tidak boleh berbahagia, saya pun mendambakan kebahagiaan menjadi sebuah situasi yang secara dominan mewarnai kehidupan saya, dimana penderitaan adalah hal yang langka. Namun siapapun juga akan menyadari bahwa dunia yang kita hidupi ini bukanlah dunia yang memiliki damai sejahtera dalam sebuah konstan yang sempurna. Kadangkala Kebahagiaan atau damai sejahtera dapat seolah lenyap pergi - lenyap dalam kekonstanan yang sempurna pada sebuah periode atau durasi waktu yang berkepanjangan; lihatlah bagaimana orang-orang Kristen di Irak atau orang-orang Kristen di Nigeria.
Pada tataran yang lebih sederhana dalam kehidupan sehari-hari,
bukankah kebahagiaan dan ketidakbahagian
silih berganti mengisi hidupmu dan saya. Memang yang paling berat kala kita
berada di periode hanya ketidakbahagiaan yang mengisi hidup ini; kadangkala yang terjadi sesungguhnya hanya cukup oleh
sebuah peristiwa tunggal mengecewakan untuk
dapat membuat hari-harimu akan menjadi
buruk sama sekali, sebab jiwa ini tak kuat menerima realita pahit dan
menghantam hingga ke kedalaman jiwamu.
Orang Kristen tidak
salah merindu dan mengupayakan kebahagiaan
dalam hidup ini, namun jangan sekali-kali menjadikan bahagia adalah sahabat iman. Bahwa kuat – lemah dan mati - hidup imanmu ditentukan oleh bahagia
atau tidak dirimu. Jika demikian maka yang terjadi tidak akan pernah dirimu
memiliki iman yang sejati sebab Tuhanmu adalah kebahagiaan dirimu, bukan Tuhan
dan karya penebusan-Nya bagi orang yang
dikasihi-Nya!
Hal yang lebih penting lagi, dalam Iman Kristen apakah anda bahagia atau tidak bahagia tidak akan pernah menjadi tuas atas mati atau hidupnya (iman) dirimu. Semangat yang padam tidak boleh menyandera dirimu apalagi imanmu; apakah anda mumpuni mengelola jiwa ditengah-tengah badai hidup TIDAK BOLEH menjadi sumber keamanan imanmu. Tidak demikian! Tidak menurut Yesus dan tidak menurut Paulus. Adalah malapetaka jika demikian!
Ketika Paulus berkata “Sebab itu kami
tidak tawar hati, tetapi meskipun manusia lahiriah kami semakin merosot,” maka bagi kita ini adalah hal yang
tidak dapat dipahami bahkan tidak realistis. Bagaimanapun jika terjadi sesuatu
yang membuat manusia jasmani kita merosot maka tawar hati atau semangat
yang lenyap pasti terjadi.
Semakin tidak dapat diterima bagi manusia pada umumnya, ketika
Paulus menggambarkan apa yang dimaksud dengan “manusia lahiriah kami semakin
merosot.” Beginilah Paulus menggambarkan apa yang menimpa dirinya :
2 Korintus 4:8-9 “Dalam
segala hal kami ditindas, namun tidak terjepit; kami habis akal, namun tidak
putus asa; kami dianiaya, namun tidak ditinggalkan sendirian, kami dihempaskan, namun
tidak binasa.”
Pernyataan Paulus ini, jika tidak ingin dikatakan “bombastis”
jelas sebuah ekspresi orang yang jiwanya
telah sakit akibat menanggung derita dalam sebuah durasi waktu yang
berkepanjangan. Namun kalau anda memperhatikan semua surat Paulus maka tudingan
bahwa dia menderita sakit jiwa akan terlampau sukar merupakan fakta.
Jika saja
Paulus menulis realita super ini oleh karena kekuatan pikiran dan jiwanya
maka saya pun akan menganggapnya sebagai sebuah tulisan seorang yang sakit
jiwa. Coba renungkan bagaimana dia menggambarkan apa-apa yang telah dia derita
: dia berkata DALAM SEGALA HAL : ditindas.
Satu elemen penderitaan ini dalam
dimensi SEGALA HAL sudah cukup untuk merubuhkan
kesehatan jiwa apalagi kesehatan iman! Tetapi, daftar elemen kesusahan
hidup itu masih dia tambahkan : “habis akal,”
“dianiaya,” dan “ dihempaskan.”
Kalau saya melihat pada hidup ini
dan saya juga percaya, hal ini dapat juga terjadi pada anda sekalian
pembaca budiman; biasanya hanya memerlukan sebuah elemen masalah berat akan dapat membuat anda menjadi
kelimpungan. Pun biasanya “habis akal”
dan perasan “ditindas” oleh permasalahanmu akan
segera memojokan dirimu dan imanmu; kalaupun cermat ditelisik sangat jarang
terjadi DALAM SEGALA HAL, sebab
lazimnya satu atau dua hal- apakah
masalah pekerjaan atau keluarga, misalnya.
Ini bukan persoalan seberapa
dewasa anda mengelola masalah dan tekanan hidup yang menerpa dirimu, walau hal
ini penting namun bukan merupakan fondasi primer untuk menjelaskan mengapa
Paulus dapat kokoh dalam kompleksitas masalah dan mengapa kebanyakan orang
Kristen gagal untuk tetap memiliki semangat yang murni dalam berpengharapan
kepada Tuhan.
Mari kita lihat pada
bagian lain, bagaimana Paulus menggambarkan
penderitaan-penderitaan yang menhujami hidupnya :
2 Korintus 11:23-27 “Apakah mereka pelayan
Kristus? --aku berkata seperti orang gila--aku lebih lagi! Aku lebih
banyak berjerih lelah; lebih sering di dalam
penjara; didera di luar batas; kerap kali dalam bahaya maut. Lima kali aku disesah orang Yahudi, setiap kali empat puluh kurang satu pukulan, tiga kali aku didera, satu
kali aku dilempari dengan batu, tiga kali
mengalami karam kapal, sehari semalam aku
terkatung-katung di tengah laut. Dalam perjalananku aku sering diancam bahaya banjir dan bahaya
penyamun, bahaya dari pihak orang-orang
Yahudi dan dari pihak orang-orang bukan
Yahudi; bahaya di kota, bahaya di padang gurun, bahaya
di tengah laut, dan bahaya dari pihak
saudara-saudara palsu. Aku banyak berjerih lelah dan bekerja berat; kerap kali aku tidak tidur; aku lapar dan dahaga; kerap kali aku berpuasa, kedinginan dan tanpa pakaian,”
SEBENTAR DULU! Apakah Paulus ini seorang hamba Tuhan atau seorang terkutuk?? Cek..cek..cek... yang begini mengaku Rasul Tuhan? Dia pasti salah dengar dengan panggilannya; tidak terlihat sedikitpun hidupnya diberkati, apalagi secara materi! Saya bisa membuatkan daftar sederhana untuk membuktikan Paulus adalah seorang yang mengada-ada dengan panggilannya dengan sederet bukti KETIADAAN TUHAN dalam hidupnya:(1) Sering DIPENJARA(2) Disiksa secara EKSTRIM(3) Sering alamai BAHAYA MAUT(4) Dicambuk orang Yahudi 5 x- masing-masing 40-1 cambukan(5) Satu kali aku dilempari BATU(6)Tiga kali KAPAL KARAM(7)Sehari semalam TERKATUNG-KATUNG DI TENGAH LAUT(8)Diancam BANJIR(9)Diancam PENYAMUN(10)Bahaya PADANG GURUN(11)Bahaya DI TENGAH LAUT(12) KELAPARAN(13)KEHAUSAN(14)TIDAK BERPAKAIAN
Setiap kali membaca kisah Paulus ini maka siapapun juga pasti pertama-tama
akan menggeleng-gelengkan kepala dan pasti segera menuding kehidupan rohaninya
tidak beres; tidak diberkati Tuhan. Kalau saya
adalah Paulus, maka saya akan segera menyimpulkan bahwa panggilan saya bukanlah
untuk melayani Kristus; saya pasti telah salah memandang diri saya sebagai
seorang pelayan Kristus.
Mengapa saya berpikir
demikian? Sebab nyaris
semua orang Kristen memililiki pandangan
ala “Kebahagiaan
adalah sahabat iman yang sehat dan kesusahan adalah karat yang melubangi iman.”
Mana mungkin seorang hamba Tuhan untuk
sekedar mengadakan pakaian yang pantas saja
tidak mampu; masakah hamba Tuhan bisa mengalami kelaparan?;
masakah hamba Tuhan bisa mengalami kehausan?;
masakan dipenjara?;masakan diancam penyamun?; Dilempari
Batu?
Megachurch-foxnews |
Masakan Paulus seorang
hamba Kristus tidak diluputkan dari RENTET
penderitaan seperti itu? Kalau
begitu, mana ada jemaat yang mau mengangkat dia menjadi Gembala Sidang! Gembala
Sidang yang kehidupannya diwarnai dengan
kesialan demi kesialan. Sungguh tidak ada berkat berkelimpahan jika dia
menumpangkan tangan kepada saya; saya malahan akan menerima “roh penderitaan” jika demikian?
Benarkah? Jika anda telah membaca artikel sebelumnya terkait perihal semacam ini, maka anda paham bahwa penderitaan
bagi umat Tuhan adalah sebuah kealamian-
sebuah kealamian yang sama jika umat Tuhan itu diberkati Tuhan!
Siapakah yang hebat dalam hal ini? Apakah Paulus yang begitu hebat dalam
membangun keimanannya sehingga menjadi sosok yang memiliki iman yang unggulan
oleh upaya kerasnya? Sungguh menarik bahwa Paulus dalam hal ini sama sekali
tidak berbicara tentang keperkasaan dirinya dalam membangun iman; dia tidak
sama sekali bertutur bagaimana hebatnya dia membangun sebuah iman yang
unggulan. Perhatikan pernyataannya terkait hal ini :
2 Korintus 11: 30 “Jika aku
harus bermegah, maka aku akan bermegah atas kelemahanku.”
Bagaimana mungkin bermegah atas kelemahanku?
Bukankah kelemahan adalah hal yang paling ingin anda sembunyikan? Mengapa tidak
Paulus menyebutkan “strenght of points” pada dirinya kala dia mengalami dan melalui
semua penderitaan itu? Mengapa dia hanya berkata “ Jika aku harus
bermegah, maka aku akan bermegah atas kelemahanku?”
Tidakkah ini sama saja dengan berkata “ Aku tidak memiliki andil apapun dalam hal ini!”
Jika Paulus tidak mengandalkan kesediaan
dirinya untuk rela melalui dan MELAKUKAN PERJUANGAN HIDUP lantas apakah yang
menjelaskan diri Paulus dapat melaluinya? Saya pun harus secara serius
merenungkan perkataan Paulus ini:
2 Korintus 4:7 “Tetapi harta ini kami
punyai dalam bejana tanah liat,
supaya nyata, bahwa kekuatan yang
melimpah-limpah itu berasal dari Allah,
bukan dari diri kami.”
Paulus sedang membicarakan KEKUATAN YANG
MELIMPAH-LIMPAH sebelum dia bertutur “Dalam segala hal
kami ditindas, namun
tidak terjepit; kami habis akal, namun tidak putus asa; kami dianiaya, namun tidak
ditinggalkan sendirian, kami dihempaskan, namun tidak binasa.”
Paulus sedang menunjukan
bahwa, manakala dia berkata : “namun tidak terjepit,” namun tidak putus asa,” “
namun tidak ditinggalkan,” “namun tidak binasa,” BUKAN SAMA sekali mengenai
dirinya yang hebat dan memiliki kekuatan pada dirinya sendiri, tetapi KEKUATAN YANG MELIMPAH-LIMPAH yang BUKAN DARI
DIRINYA, tetapi BERASAL DARI ALLAH.
Paulus dalam 2 Korintus 4:6 berkata begini : “Sebab Allah yang telah berfirman: "Dari dalam gelap akan terbit terang!", Ia juga yang membuat terang-Nya bercahaya di dalam hati kita, supaya kita beroleh terang dari pengetahuan tentang kemuliaan Allah yang nampak pada wajah Kristus.”
Tetapi apa hubungan ayat 6 ini dengan ayat 7?
Untuk memahaminya maka perlu dipahami bahwa
Paulus bukan sekedar menunjukan bahwa kekuatannya berasal dari Allah,
namun dia juga menyatakan bahwa dalam segala hal didalam dirinya tidak ada lagi
dirinya- dalam segala aspek dia
memandang dirinya bukan lagi perkara penting tetapi Yesus! Paulus melulu akan
menunjuk pada Kristus bahkan kala bertutur tentang dirinya :
2 Korintus 4:5- “Sebab bukan diri
kami yang kami beritakan, tetapi Yesus Kristus sebagai Tuhan, dan diri kami sebagai hambamu karena kehendak Yesus.”
Yesus
begitu tinggi dan Paulus begitu rendahnya! Dia cuma berani memosisikan dirinya
dihadapan orang-orang percaya sebagai HAMBA! Tak aneh bila dia tidak meributkan
segala macam penderitaannya; dia tidak meributkan apakah dia kelaparan atau tidak; apakah punya pakaian
atau tidak; apakah diberkati atau tidak. Hidupnya telah secara total diakuisisi
oleh Kristus. Tidak ada kebanggaan pada dirinya – tidak ada waktu bagi dirinya
untuk memosisikan dirinya sebagai seorang hamba Tuhan yang fenomenal malahan
dia bersaksi tentang penderitaan-penderitaan dalam sebuah CARA PENUH KEBANGGAAN
bukan sebagai orang sakit jiwa tetapi penuh pengetahuan bahwa hal itu terjadi
KARENA KEHENDAK KRISTUS.
Itu sebabnya rentetan derita tidak membuatnya tawar hati; tidak membuatnya berpikir Tuhan tidak memberkatinya; tidak membuatnya berpikir bahwa dia sebetulnya tidak diberkati sebagai hamba Tuhan, sekalipun derita demi derita!
Lihatlah bagaimana Paulus begitu terpesona
oleh Kristus bahkan baginya tidak ada lagi ruang bagi dirinya untuk sedikit saja
disandingkan bersama Kristus seolah dia
menjadi salah satu kontributor yang menentukan apakah seseorang dapat menjadi
percaya atau tidak : “Dari dalam gelap
akan terbit terang!", Ia juga yang membuat terang-Nya bercahaya di dalam hati
kita, supaya kita beroleh terang dari pengetahuan tentang kemuliaan Allah yang
nampak pada wajah Kristus.”
Andai saja Kristus BUKAN TERANG BAGI DIRINYA
maka jelas Paulus akan berujung kepada sebuah frustrasi pelayanan dan guncangan
jiwa yang hebat akibat rentetan malapetaka dalam hidupnya. Seolah-olah bagi
Paulus berpesta pora dalam penderitaan adalah sebuah hal yang dapat dinikmati.
DARI DALAM GELAP AKAN TERBIT
TERANG, begitulah
Yesus bagi Paulus; TERANG ITU BERCAHAYA DIDALAM HATI KITA. Wah...luar
biasa jika saja saya masih dapat
mengatakan perihal yang sama ini kala
derita datang bagaikan deret hitung? Saya berdoa agar Tuhan memberikan kepada saya TERANG yang dapat
membuat saya tetap memuji Yesus dan meninggikannya setinggi-tingginya sekalipun
saya ditemani penderitaan-penderitaan. Saya tahu sekali bahwa apapun yang
terjadi pada saya sama sekali tidak dapat diperbandingkan dalam titik yang bagaimanapun dengan deret derita Paulus!
Paulus sadar bahwa dia bukanlah
kekuatan itu tetapi Tuhan. Paulus
menggambarkan orang percaya termasuk dirinya sebagai bejana tanah liat- yang dapat pecah porak
poranda jika terjatuh. Paulus menunjukan
siapa yang menjadi sumber kekuatan yang melimpah-limpah itu : “harta ini kami
punyai dalam bejana tanah liat.”
Bagi Paulus Terang yang ada didalam dirinya adalah hartanya! Yesus
adalah kekayaannya! Tidak masalah baginya menderita kelaparan, kehausan, ketelanjangan,
dipenjara, dicambuki! Tak masalah bagi dia kehilangan KEBAHAGIAAN HIDUP INI
asalkan dia memiliki harta yang istimewa yaitu Yesus. Sedemikian tingginya Yesus sehingga dia hanya sanggup berkata :” Jika
aku harus bermegah, maka aku akan bermegah atas kelemahanku.”
Dia tidak ingin sedikit saja Yesus dalam
bayang-bayang dirinya; cukup kelemahan-kelemahannya saja yang dia singkapkan
secara telanjang sebab dalam cara demikian maka harta dalam bejana tanah liat
itu akan memiliki terang yang berkemilau. Paulus hanya ingin Yesus yang
terlihat kala orang memandang dirinya; Paulus hanya ingin orang-orang memandang
dan mendambakan Kristus kala dia
berkata-kata. Paulus boleh berkata-kata dalam hikmat yang luar biasa namun
tetap Yesus Kristus yang menjadi MAHKOTA
EMAS dalam setiap pemberitaanya bahkan dalam semua tubuh pelayanannya,
orang-orang tidak dapat lagi melihat Paulus tetapi Kristus saja.
“Sebab bukan diri kami yang kami beritakan.” Kalau saja setiap orang Kristen memiliki Kristus dalam bejana tanah liatnya atau tubuh fananya, maka apapun rentet derita yang terjadi tidak akan lagi menjadi tajuk berita dalam kehidupanmu. Setiap kali penderitaan menyinggahimu maka hanya Yesus saja yang anda jumpai sebab dalam penderitaan-penderitaanmu anda melihat Yesus tampil mendampingimu. Tak peduli anda tidak dapat lagi melihat kebahagiaan, anda tidak dapat lagi mencampakan Yesus sebagai seorang Tuhan yang tak dapat diandalkan. Seperti Paulus yang telah dikuasai oleh Kristus maka mari kita memandang pada pesona Kristus-terang Kristus bukan terang dirimu-hebatmu. Hanya Dia dan Dia saja yang menjadi pembicaraanmu bahkan dalam gelapnya hidupmu!
Paulus adalah manusia normal, senormal saya dan anda.
Bahkan dia berani jujur untuk menuturkan bahwa dia tidak kebal dari putus asa :
2 Korintus 1: 8 “Sebab kami mau, saudara-saudara, supaya kamu
tahu akan penderitaan yang kami alami di Asia Kecil. Beban yang ditanggungkan
atas kami adalah begitu besar dan begitu berat, sehingga kami telah putus asa juga
akan hidup kami. Bahkan kami merasa, seolah-olah kami telah dijatuhi hukuman mati.
Tetapi hal
itu terjadi, supaya kami jangan menaruh kepercayaan pada diri kami sendiri,
tetapi hanya kepada Allah yang membangkitkan orang-orang mati.”
Lihatlah, betapa samanya Paulus dengan saya
dan anda. Saya dapat mengalami putus asa; merasa telah dijatuhi hukuman mati
malahan! Tetapi apa yang membedakan Paulus dengan saya dan anda? Bahwa Paulus
yang hidupnya telah menjadi HAMBA bagi orang-orang yang dilayani atas KEHENDAK
KRISTUS sungguh memahami bahwa hal itu terjadi supaya Paulus, demikian juga
saya dan anda jangan menaruh kepercayaan pada diri sendiri, tetapi hanya kepada Allah saja yang MEMBANGKITKAN
orang-orang mati.
Memiliki TERANG dalam diri kita adalah sebuah harta yang BUKAN BENDA MATI. Malahan TERANG itu memberikan HIDUP dan KUASA untuk menanggung segala bentuk kekecewaan dan penderitaan. Seberapa Hebat kuasa itu? Kuasa yang kita peroleh dari TERANG itu adalah KUASA yang membangkitkan orang-orang mati. ANDA TIDAK DAPAT MATI OLEH RENTETAN PENDERITAANMU; IMANMU TIDAK AKAN MATI ATAU TAWAR HANYA OLEH RENTETAN PENDERITAANMU sebab didalam dirimulah terletak KEKUATAN YANG BERLIMPAH LIMPAH YAITU KRISTUS! Bukan aku, kau dan hamba Tuhan manapun!
Amin
Referensi
No comments:
Post a Comment