Oleh : Pdt. Budi Asali, M.Div
Pertanyaan Ketujuh : Mana dalilnya asal percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat
dijamin
"pasti masuk surga"
Bacalah lebih dulu Bagian 6
Umat Kristiani umumnya berani memastikan
sesuatu yang belum tentu atau belum pasti terjadi. Mereka beranggapan asal
percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, di jamin ‘pasti masuk
surga’. Padahal memastikan seseorang masuk surga, itu bukan hak atau wewenang
kita manusia, itu hanyalah hak Allah Swt. saja. Jika ada umat Islam mengatakan
kepada mereka kata ‘Insya Allah’, sering diprotes, katanya ‘jangan insya
Allah-insya Allah dong, yang pasti aja dong!!’ Mereka tidak memahami bahwa
mengucapkan Insya Allah adalah sesuatu yang dianjurkan dalam kitab suci Al
Qur’an dan juga Alkitab. Tetapi sebagian besar umat Kristiani tidak paham bahwa didalam
Alkitab sebenarnya dianjurkan mengucapkan Insya Allah bila mengatakan sesuatu
yang belum tentu terjadi. Bahkan dikatakan, bila tidak mengucapkan
Insya Allah sesuatu yang belum pasti terjadi, dia tergolong sombong, dan bahkan
berdosa.
Perhatikan
ayat Alkitab sebagai berikut:
“Jadi sekarang, hai kamu yang berkata: ‘Hari ini atau besok kami berangkat ke kota anu, dan di sana kami akan tinggal setahun dan berdagang serta mendapat untung’, sedang kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap. Sebenarnya kamu harus berkata: ‘Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu.’ Tetapi sekarang kamu memegahkan diri dalam congkakmu, dan semua kemegahan yang demikian adalah saIah. Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa.” (Yak 4:13-17)
“Ia minta diri dan berkata: ‘Aku akan kembali kepada kamu, jika Allah menghendakinya.’ Lalu bertolaklah ia dari Efesus." (Kis 18:21)
“Tetapi aku akan segera datang kepadamu, kalau Tuhan menghendakinya. Maka aku akan tahu, bukan tentang perkataan orang-orang yang sombong itu, tetapi tentang kekuatan mereka.(1 Kor 4:19).
Kata-kata
dalam semua ayat ayat tersebut yaitu “Jika Tuhan menghendakinya” dan “Jika
Allah menghendakinya” serta “Kalau Tuhan menghendakinya”, semua itu maknanya
sama yang dalam Al Qur’an disebut “insya Allah”.
Didalam
Alkitab cetakan lama, kata-kata “Jika Tuhan Menghendakinya” semuanya tertulis
jelas dengan kata “insya Allah.”
Perhatikan
Alkitab lama cetakan tahun 1960 sebagai berikut:
- “Hai kamu jang berkata: ‘Bahwa hari ini atau besoknja biarlah kita pergi kenegeri anu serta menahun disitu, dan berniaga dan mentjari laba’; pada halnja kamu tiada mengetahui apa jang akan djadi besoknja. Bahaimanakah hidupmu itu? Karena kamu hanja suatu uap, jang kelihatan seketika sahadja lamanja, lalu lenjap. Melainkan patutlah kamu berkata: ‘Insya Allah, kita akan hidup membuat ini atau itu’. Tetapi dengan hal jang demikian kamu memegahkan dirimu dengan djemawanmu itu; maka semua kemegahan jang demikian itu djahat. Sebab itu, djikalau orang jang tahu berbuat baik, pada halnja tiada diperbuatnja, maka mendjadi dosalah baginja. “Melainkan sambil meminta diri ia berkata: ‘insya Allah, aku akan kembali kepadamu.’ (Kisah Para Rasul 18:21)
- “Tetapi insya Allah aku akan datang kepadamu dengan segeranya, dan aku akan mengetahui bukan perkataan mereka itu jang......dst. (1 Kor4:19).
Dalam
Al Qur’an, mengucapkan kata insya Allah merupakan suatu kewajiban bila kita
tidak mengetahui sesuatu yang bakal terjadi. Perhatikan ayat-ayat Al Qur`an
sebagai berikut:
- “Maka tatkala mereka masuk menemui Yusuf, Yusuf membawa ibu bapaknya ke tempatnya dan berkata, ‘Masuklah kamu ke negeri Mesir, insya Allah dalam keadaan aman.’ (Qs 12 Yusuf 99)
- “Musa berkata, ‘Insya Allah engkau akan mendapati aku orang yang sabar dan aku tiada mengingkari perintahmu. " (Qs 18 Al Kahfi 69)
- “Maka tatkala anak mencapai umur dapat bekerja bersamanya, Ibrahim berkata, ‘Hai anakku, sesungguhnya aku melihat di dalam mimpi bahwa aku akan menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu?’ Dia berkata, ‘Wahai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepada engkau; insya Allah engkau akan mendapati aku termasuk orang-orang yang sabar.’ (Qs 37Ash Shaaffaat 102)
Ternyata
dari keterangan Alkitab tidak boleh mengatakan “PASTI” untuk sesuatu yang belum
tentu terjadi. Memastikan dijamin “Pasti masuk surga” bila percaya kepada Yesus
sebagai Tuhan dan Juruselamat, adalah perbuatan sombong dan dosa. Jika hanya
asal percaya kepada Yesus, semua ummat Islam percaya kepada Yesus yang disebut
Nabi Isa as. Tidak sempurna iman seorang muslim jika tidak mengimani semua
nabi, termasuk Nabi Isa. Bahkan percaya kepada semua nabi termasuk Nabi Isa as
(Yesus), merupakan salah satu Rukun Iman yang harus di imani oleh setiap muslim
dimanapun mereka berada. Hanya saja umat Islam mengimani beliau hanya sebagai
Nabi atau Rasul, bukan Tuhan!!
Menurut
pandangan ummat Kristiani, asal percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan
Juruselamat maka dijamin pasti masuk surga. Tetapi menurut pandangan Islam, hal
itu bertolak belakang 180 derajat, justru kalau percaya kepada Yesus sebagai
Tuhan, maka disitulah tidak mungkin diselamatkan, karena telah menjadikan
tuhan-tuhan lain selain Allah. Dan itu disebut dosa syirik, yaitu salah satu
dosa yang tidak diampuni oleh Allah.
Dalam
kitab Injil, Yesus berfirman bahwa keselamatan itu tergantung bagaimana kita
mengamalkan perintah Allah. Perhatikan ucapan Yesus sebagai berikut:
“Bukan setiap orang yang berseru kepada-ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga.” (Mat 7:21)
Berdasarkan
ucapan Yesus tersebut, dapat kita simpulkan bahwa bukan setiap orang yang berseru
Yesus, Yesus yang akan masuk kedalam surga, tetapi kata Yesus yaitu mereka yang
melakukan sesuai dengan perintah Allah. Tentu menjadi pertanyaan, apakah ummat
Kristiani sudah melakukan sesuai perintah Yesus dan perintah Allah?? Marilah
kita lihat beberapa contoh sebagai bukti:
-
Allah Mengharamkan Babi
“Demikian juga babi hutan, karena memang berkuku belah, yaitu kukunya bersela panjang, tetapi tidak memamah biak; haram itu bagimu. Daging binatang-binatang itu janganlah kamu makan dan bangkainya janganlah kamu sentuh; haram semuanya itu bagimu. (Imamat 11:7-8)
Allah telah mengharamkan babi. Kenyataannya mereka tidak haramkan babi, malah babi jadi makanan kesukaan mereka. Justru yang haramkan babi umat Islam bukan? ""
- Yesus sunat
“Dan ketika genap delapan hari dan Ia harus disunatkan, la diberi nama Yesus, yaitu nama yang disebut oleh malaikat sebelum Ia dikandung ibu-Nya.” (Luk 2:21)
Yesus sunat, tetapi para pendeta tidak wajibkan sunat. Justru yang bersunat yaitu ummat Islam. Nah apakah mereka ikuti perintah Allah? Justru umat Islamlah yang ikut perintah bersunat!! - Yesus mati dikafani tidak pakai peti
“Yusufpun membeli kain lenan, kemudian ia menurunkan mayat Yesus dari salib dan mengapaninya dengan kain lenan itu. Lalu ia membaringkan Dia di dalam kubur yang digali di dalam bukit batu. Kemudian digulingkannya sebuah batu ke pintu kubur itu.” (Mar 15:46)
Yesus mati dikafani, tidak pakai peti. Apakah umat Kristiani yang mengaku pengikut Yesus bila mereka mati dikafani dengan kain putih dan dikubur tidak pakai peti?? Ternyata mereka bila mati, pakai jas, sepatu, dasi, pakaian yang paling bagus, didandani seperti penganten, lalu dimasukkan kedalam peti, padahal Yesus mati hanya dikafani dengan kain putih dan tidak pakai peti. Ini berarti mereka tidak mengikuti contoh bagaimana matinya Yesus. Justru yang mengikuti matinya Yesus, adalah umat Islam. Bahkan dalam Islam, kuburan tidak perlu dibeton seperti bangunan rumah, cukup menaruh batu diatas kubur sebagai tanda. Diatas kuburan Yesus juga ditaruh sebuah batu, sebagai tanda, dan dalam Islam disunahkan menaruh batu diatas kuburan.
Sebenarnya
masih ada begitu banyak bukti-bukti bahwa ummat Kristiani tidak mengikuti
perintah Yesus dan Allah. Dari beberapa ayat yang kami paparkan sebagai contoh
itu, cukup memberikan bukti bahwa jaminan keselamatan itu bukan hanya asal
percaya kepada Yesus dijamin pasti masuk surga, tetapi bagaimana mengamalkan
seluruh ajaran Yesus dan Tuhannya Yesus yaitu Allah Swt.
Setelah
dicek diseluruh isi Alkitab, ternyata tidak ada satu ayatpun yang menjamin asal
percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat ‘dijamin pasti masuk surga.’
Oleh sebab
itu jika ada umat Kristiani yang bisa menunjukkan ayatnya yang mengatakan bahwa
asal percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat ‘dijamin pasti masuk
surga’, kami sediakan hadiah uang tunai sebesar Rp. 10.000.000.- (sepuluh juta
rupiah) untuk satu pertanyaan ini saja.
Allah
menjamin masuk surga bagi orang-orang yang benar-benar beriman dan bertaqwa
kepada-Nya yaitu mereka yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya.
“Dan barang siapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah akan memasukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya, dan itulah kejayaan yang besar.” (Qs 4 An Nisaa ` 13)
Ayat
tersebut menjelaskan bahwa yang di jamin masuk surga oleh Allah, yaitu mereka
yang taat kepada Allah dan Rasul-nya. Bagaimana bisa dijamin masuk surga, jika
hanya asal percaya, tetapi tidak mengamalkan serta tidak taat perintah Allah
dan Rasul-Nya?? Buktinya betapa banyak ayat-ayat dalam Alkitab, dimana tidak
diamalkan dan tidak ditaati oleh umat Kristiani. Oleh sebab itu keselamatan itu
yaitu bagaimana kita taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan mengamalkan yang
diperintakan-Nya.
Bagaimana
yang tidak taat kepada Allah dan rasul-Nya serta melanggar hukum dan
ketentuan-Nya, apakah mereka dijamin pasti masuk surga??. Perhatikan ayat
selanjutnya :
“Dan barang siapa durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya dan melanggar batas-batasnya (hukum) Allah, niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam neraka, kekal di dalamnya dan baginya azab yang menghinakan.” (Qs 4 An Nisaa` 14)
Berdasarkan
ayat tersebut, bagi mereka yang mengatakan asal percaya kepada Yesus sebagai
Tuhan dan Juruselamat dijamin pasti masuk surga, padahal tidak melakukan
perintah Allah dan Yesus, maka bukan jaminan surga yang didapat, tapi neraka.
Tanggapan Pdt. Budi Asali:
1) Mokoginta
mengatakan: “Umat Kristiani umumnya berani memastikan sesuatu yang belum
tentu atau belum pasti terjadi. Mereka beranggapan asal percaya kepada Yesus
sebagai Tuhan dan Juruselamat, di jamin ‘pasti masuk surga’. Padahal memastikan
seseorang masuk surga, itu bukan hak atau wewenang kita manusia, itu hanyalah
hak Allah Swt. saja.”.
Saya beranggapan bahwa:
a) Yang Mokoginta katakan sebagai belum tentu atau belum pasti,
adalah dari sudut pandang Islam,
tetapi dari sudut pandang Kristen itu
merupakan suatu kepastian.
b) Mokoginta mengatakan bahwa yang memastikan masuk surga
hanyalah Allah saja, dan itu bukan wewenang atau hak manusia. Saya setuju. Tetapi bagaimana kalau Allahnya
ternyata sudah memberikan / menyatakan syarat-syarat untuk masuk surga, dan
kita memang sudah memenuhi syarat-syarat itu? Apakah kita lalu tidak bisa yakin
bahwa kita akan masuk surga? Kalau tetap tidak yakin, itu menunjukkan kita
tidak beriman kepada Allah dan kata-kataNya berkenaan dengan syarat-syarat itu.
Sebagai
illustrasi: kalau saya mempunyai sebuah gedung bioskop, dan saya memberikan
syarat bahwa siapapun mempunyai tiket masuk, pasti boleh masuk. Dan saudara
memang mempunyai tiket. Apakah saudara harus yakin bahwa saudara akan masuk ke
gedung itu, atau masihkah saudara harus berkata ‘Insya Allah saya akan masuk ke
gedung itu’??
c) Kalau melihat seseorang yang hidupnya sangat
jahat, bukan Islam, dan sampai mati tidak bertobat, apakah Mokoginta yakin orang seperti itu
masuk neraka? Saya yakin bahwa ia yakin akan hal itu. Lalu mengapa
Ia bisa yakin? Mengapa ia tidak berkata bahwa memastikan seseorang masuk neraka
hanyalah hak dari Allah saja? Bukankah ia yakin akan hal itu karena Al-Quran
menyatakan hal itu?
Juga dalam
hal orang Kristen yang ‘menjadikan Yesus Tuhan’, Mokoginta jelas mengatakan
bahwa orang-orang seperti itu pasti tidak selamat. Ini kata-katanya berkenaan
dengan hal itu: “Menurut pandangan ummat Kristiani, asal percaya kepada Yesus
sebagai Tuhan dan Juruselamat maka dijamin pasti masuk surga. Tetapi menurut
pandangan Islam, hal itu bertolak belakang 180 derajat, justru kalau percaya
kepada Yesus sebagai Tuhan, maka disitulah tidak
mungkin diselamatkan, karena telah menjadikan tuhan-tuhan lain
selain Allah. Dan itu disebut dosa syirik, yaitu
salah satu dosa yang tidak diampuni oleh Allah”.
Mengapa ia bisa yakin? Mengapa ia tidak mengatakan bahwa hanya
Allah yang berhak menentukan hal itu? Lagi-lagi jelas, bahwa ia yakin karena
Al-Quran menyatakan hal itu.
Sekarang,
kalau dalam hal-hal seperti itu, ia boleh yakin berdasarkan Kitab Sucinya,
mengapa dalam urusan masuk surga orang Kristen tidak boleh yakin berdasarkan
Kitab Sucinya / Alkitab?
2) Mokoginta lalu mengatakan bahwa mengucapkan ‘Insya Allah’
bukan hanya dianjurkan dalam Al-Quran tetapi juga dalam Alkitab. Dan
bahkan ia mengatakan bahwa dalam Alkitab kalau tidak mengucapkan ‘Insya Allah’
maka itu merupakan kesombongan dan dosa. Dan Ia lalu memberikan sederetan ayat
Alkitab dimana orang mengucapkan kata-kata ‘Insya Allah’.
Lalu
dimana kesalahan Mokoginta? Kesalahannya
adalah dimana ia tidak memperhatikan (atau, sengaja mengabaikan??) apa yang
dikatakan oleh ayat-ayat yang ia kutip. Ayat-ayat itu semuanya sama sekali tidak
berbicara tentang keselamatan / masuk
surga. Untuk jelasnya saya kutip ulang ayat-ayat yang ia gunakan.
- ““Jadi sekarang, hai kamu yang berkata: ‘Hari ini atau besok kami berangkat ke kota anu, dan di sana kami akan tinggal setahun dan berdagang serta mendapat untung’, sedang kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap. Sebenarnya kamu harus berkata: ‘Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu.’ Tetapi sekarang kamu memegahkan diri dalam congkakmu, dan semua kemegahan yang demikian adalah saIah. Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa.” (Yak 4:13-17)
- “Ia minta diri dan berkata: ‘Aku akan kembali kepada kamu, jika Allah menghendakinya.’ Lalu bertolaklah ia dari Efesus." (Kis 18:21)
- “Tetapi aku akan segera datang kepadamu, kalau Tuhan menghendakinya. Maka aku akan tahu, bukan tentang perkataan orang-orang yang sombong itu, tetapi tentang kekuatan mereka.(1 Kor 4:19)”.
Perhatikan
bahwa Yak 4:13-17 berhubungan tentang orang yang berdagang ke kota lain dan
merencanakan untuk mendapat keuntungan. Dalam hal ini, dan bukan dalam hal keselamatan, ia harus
berkata ‘Jika Tuhan menghendakinya’ atau ‘Insya Allah’!
- Dalam Kis 18:21 Paulus berbicara tentang keinginannya untuk bisa mengunjungi jemaat / gereja Efesus lagi. Untuk hal itu, dan bukan dalam urusan keselamatan, ia berkata ‘jika Allah menghendakinya’ atau ‘Insya Allah’.
- Dalam 1Kor 4:19, Paulus lagi-lagi berbicara berkenaan dengan keinginannya untuk mengunjungi jemaat / gereja Korintus. Untuk hal itu, dan bukan tentang keselamatan, maka Paulus menggunakan kata-kata ‘kalau Tuhan menghendakinya’ atau ‘Insya Allah’.
Jadi, saya
beranggapan bahwa ketiga ayat / teka Alkitab yang digunakan oleh
Mokoginta ini sudah gugur semua! Semuanya tidak cocok untuk diterapkan dalam
urusan keselamatan.
Dalam
Kristen, menggunakan kata-kata ‘Jika Tuhan /
Allah menghendaki’ atau ‘Insya Allah’ diijinkan / diharuskan, dalam hal-hal yang tidak dijanjikan oleh Tuhan.
Misalnya: kalau kita menginginkan kesembuhan
dari penyakit, bebas dari problem, mobil, rumah, pacar, kesuksesan dalam
pekerjaan, dan sebagainya. Tetapi dalam hal-hal yang dijanjikan oleh Tuhan,
seperti pengampunan dosa (1Yoh 1:9), keselamatan /
hidup kekal (Yoh
6:46 Yoh 3:16), mengatakan ‘insya Allah’ menunjukkan ketidak-percayaan
terhadap janji Tuhan itu!
3) Tentang tuduhan
sombong bagi orang-orang yang yakin akan keselamatannya, kelihatannyaMokoginta
tidak bisa membedakan antara ‘sombong’ dan ‘iman / keyakinan keselamatan’.
Kalau saya
bertanya kepada Mokoginta: apakah anda menganggap Islam lebih benar dari pada
Kristen? Saya yakin ia pasti akan menjawab bahwa Islam memang lebih benar dari
Kristen! Apakah dari sudut pandang Islam itu merupakan kesombongan atau
merupakan iman? Tidak bisa tidak ia akan menjawab bahwa ‘itu merupakan iman’.
Jadi jelas bahwa ‘yakin / iman’ berbeda dengan ‘kesombongan’.
Demikian
juga dengan keyakinan keselamatan. Itu bukan kesombongan tetapi iman /
keyakinan. Karena dalam Alkitab berulang-ulang dinyatakan / dijanjikan bahwa
orang yang percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat akan masuk surga
/ selamat / mendapat hidup kekal, maka orang-orang Kristen yang betul-betul
percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat yakin bahwa kapanpun mereka
mati, mereka akan masuk surga. Ini jelas merupakan iman / keyakinan yang
didasarkan pada Firman Tuhan / janji Tuhan dalam Alkitab, dan ini sama sekali
bukan merupakan kesombongan.
Perlu saya tambahkan bahwa kalau
ada orang Kristen yang yakin selamat berdasarkan perbuatan baiknya, maka itu
bukan hanya salah / sesat, tetapi itu juga merupakan kesombongan. Tetapi orang kristen yang sejati yakin akan keselamatannya bukan
karena perbuatan baiknya tetapi karena imannya kepada Kristus dan karya Kristus
di kayu salib. Keselamatan diyakini oleh orang Kristen sebagai anugerah yang tidak layak ia dapatkan. Bagaimana
mungkin ini dianggap sebagai ‘kesombongan’? Ini iman / keyakinan, bukan
kesombongan!
4) Bahwa Kitab Suci
memang memberikan janji-janji Tuhan yang menyebabkan orang kristen yang sejati
seharusnya mempunyai keyakinan
keselamatan bisa terlihat dari ayat-ayat di bawah ini:
a) Yoh 6:47 - “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya
barangsiapa percaya, ia mempunyai hidup yang kekal”.
b) Ro 8:1 - “Demikianlah sekarang tidak ada
penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus”.
Dan kita bisa berada ‘di dalam
Kristus’ kalau kita ‘percaya kepada Yesus’. Ini dinyatakan oleh teks di bawah ini.
- Fil 3:8-9 - “(8) Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus, (9) dan berada dalam Dia bukan dengan kebenaranku sendiri karena mentaati hukum Taurat, melainkan dengan kebenaran karena kepercayaan kepada Kristus, yaitu kebenaran yang Allah anugerahkan berdasarkan kepercayaan”.
c) Yoh 10:26-29 - “(26) tetapi kamu tidak percaya,
karena kamu tidak termasuk domba-dombaKu. (27) Domba-dombaKu
mendengarkan suaraKu dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku, (28) dan Aku
memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa
sampai selama-lamanya dan seorangpun tidak akan merebut mereka dari
tanganKu. (29) BapaKu, yang memberikan mereka kepadaKu, lebih besar dari
pada siapapun, dan seorangpun tidak dapat merebut mereka dari tangan Bapa”.
d) Kis 16:31 - “Jawab mereka: ‘Percayalah kepada Tuhan
Yesus Kristus dan engkau akan selamat, engkau dan seisi rumahmu.’”.
e) Kis 10:43 - “Tentang Dialah semua nabi bersaksi,
bahwa barangsiapa percaya kepadaNya, ia akan mendapat pengampunan dosa oleh
karena namaNya.’”.
f) Kis 13:39 - “Dan di dalam Dialah setiap orang yang
percaya memperoleh pembebasan dari segala dosa, yang tidak dapat kamu peroleh
dari hukum Musa”.
g) Kis 16:31 - “Jawab mereka: ‘Percayalah kepada Tuhan
Yesus Kristus dan engkau akan selamat, engkau dan seisi rumahmu.’”.
h) Ibr 7:25 - “Karena itu Ia (Yesus) sanggup juga menyelamatkan dengan
sempurna semua orang yang oleh Dia datang kepada Allah. Sebab Ia hidup
senantiasa untuk menjadi Pengantara mereka”.
Catatan: kata ‘oleh’ yang saya garis-bawahi itu berasal dari kata Yunani dia (DIA), yang lebih tepat kalau diterjemahkan ‘through’ (= melalui), seperti dalam terjemahan-terjemahan dari KJV/RSV/NIV/NASB/ASV/NKJV.
i) 1Yoh 5:11-13 - “(11) Dan inilah kesaksian itu: Allah
telah mengaruniakan hidup yang kekal kepada kita dan hidup itu ada di dalam
AnakNya. (12) Barangsiapa memiliki Anak, ia memiliki hidup; barangsiapa tidak
memiliki Anak, ia tidak memiliki hidup. (13) Semuanya itu kutuliskan kepada
kamu, supaya kamu yang percaya kepada nama Anak Allah, tahu, bahwa kamu memiliki hidup
yang kekal”.
j) Ayat-ayat Alkitab yang menunjukkan bahwa Roh Kudus
diberikan kepada orang-orang percaya sebagai ‘jaminan’.
- 2Kor 1:21-22 - “(21) Sebab Dia yang telah meneguhkan kami bersama-sama dengan kamu di dalam Kristus, adalah Allah yang telah mengurapi, (22) memeteraikan tanda milikNya atas kita dan yang memberikan Roh Kudus di dalam hati kita sebagai jaminan dari semua yang telah disediakan untuk kita”.
- 2Kor 5:5 - “Tetapi Allahlah yang justru mempersiapkan kita untuk hal itu dan yang mengaruniakan Roh, kepada kita sebagai jaminan segala sesuatu yang telah disediakan bagi kita”.
- Ef 1:14 - “Dan Roh Kudus itu adalah jaminan bagian kita sampai kita memperoleh seluruhnya, yaitu penebusan yang menjadikan kita milik Allah, untuk memuji kemuliaanNya”.
1. Kata yang diterjemahkan ‘jaminan’ adalah ARABON,
yang sebetulnya bukan merupakan kata bahasa Yunani tetapi kata bahasa Ibrani.
Arti dari kata ARRABON adalah ‘tanggungan’ / ‘uang muka’.
Bdk. Kej 38:17,18,20 - “(17) Jawabnya: ‘Aku akan mengirimkan
kepadamu seekor anak kambing dari kambing dombaku.’ Kata perempuan itu: ‘Asal
engkau memberikan tanggungannya,
sampai engkau mengirimkannya kepadaku.’ (18) Tanyanya: ‘Apakah tanggungan yang harus kuberikan kepadamu?’
Jawab perempuan itu: ‘Cap meteraimu serta kalungmu dan tongkat yang ada di
tanganmu itu.’ Lalu diberikannyalah semuanya itu kepadanya, maka ia
menghampirinya. Perempuan itu mengandung dari padanya. ... (20) Adapun Yehuda,
ia mengirimkan anak kambing itu dengan perantaraan sahabatnya, orang Adulam
itu, untuk mengambil kembali tanggungannya
dari tangan perempuan itu, tetapi perempuan itu tidak dijumpainya lagi”.
Dalam Kej 38:17,18,20 ini, kata Ibrani
yang diterjemahkan ‘tanggungan’
adalah ERABON / HA-ERABON
[= the pledge (= jaminan /
tanggungan)]. Tanggungan ini mengharuskan Yehuda
untuk membayar sesuai apa yang ia janjikan.
Jadi, ‘tanggungan’
/ ‘uang muka’ ini mengesahkan suatu
kontrak / pembelian, dan memberikan kepastian bahwa pembayaran akan dilunasi.
John Stott membedakan
antara ‘uang muka’ dan ‘tanggungan’. ‘Tanggungan’ akan
dikembalikan pada waktu seluruh pembayaran telah dilunasi. Tetapi ‘uang
muka’ merupakan sebagian / bagian pertama dari seluruh pembayaran. Kata
ARRABON bisa berarti ‘tanggungan’ ataupun ‘uang muka’, tetapi
dalam ayat-ayat yang membicarakan Roh Kudus sebagai ARRABON, maka Stott memilih
terjemahan ‘uang muka’. Dan kelihatannya penafsir-penafsir lain juga
berpandangan sama dengan Stott.
John Stott: “‘Guarantee’
here is arrabon, originally a
Hebrew word which seems to have come into Greek usage through Phoenician
traders. ... in ancient commercial transaction it signified a ‘first
instalment, deposit, down payment, pledge, that pays a part of the purchase
price in advance, and so secures a legal claim to the article in question, or
makes a contract valid’ (AG). In this case the guarantee is not something
separate from what it guarantees, but actually the first portion of it. ... A
deposit on a house or in a hire-purchase agreement, ... is more than a
guarantee of payment; it is itself the first instalment of the purchase price.
So it is with the Holy Spirit. In giving him to us, God is not just promising
us our final inheritance but actually giving us a foretaste of it, which
however, ‘is only a small fraction of the future endowment’” (= ‘Jaminan’ di sini adalah ARRABON, yang sebetulnya merupakan suatu kata bahasa Ibrani yang
kelihatannya digunakan dalam penggunaan Yunani melalui pedagang-pedagang
Fenisia. ... dalam transaksi perdagangan kuno itu berarti suatu ‘angsuran,
setoran pertama, uang muka, yang membayar di muka sebagian dari harga
pembelian, dan dengan demikian menjamin tuntutan hukum terhadap benda yang
dibicarakan, atau membuat suatu kontrak sah’ (AG). Dalam kasus ini, ‘jaminan’
bukanlah sesuatu yang terpisah dari apa yang dijaminnya, tetapi betul-betul
bagian pertama darinya. ... suatu setoran bagi sebuah rumah atau dalam suatu
perjanjian sewa-beli, adalah lebih dari suatu jaminan pembayaran; jaminan itu
sendiri merupakan angsuran pertama dari harga pembelian. Demikian juga dengan
Roh Kudus. Dalam memberikanNya kepada kita, Allah bukan sekedar menjanjikan
kepada kita warisan akhir kita, tetapi betul-betul memberikan kita suatu
cicipan darinya, tetapi yang ‘hanya merupakan suatu pecahan / bagian kecil dari
anugerah / berkat di masa yang akan datang’) - ‘Ephesians’,
hal 49.
Barclay: “The
arrabon was a regular feature of the Greek business world. It was a part of the
purchase price of anything, paid in advance as a guarantee that the rest would
in due time be paid” (= ARRABON merupakan
suatu karakter / bentuk umum dari dunia bisnis Yunani. Itu merupakan suatu
bagian dari harga pembelian dari sesuatu, dibayarkan dimuka sebagai suatu
jaminan bahwa sisanya akan dibayar pada waktunya) - ‘Ephesians’,
hal 87.
Ralph P. Martin: “The
use of avrrabwn (ARRABON) ... refers to a down payment, something
to assure that the ‘final installment will come’ (1:22)” [= Penggunaan dari avrrabwn (ARRABON) ...
menunjuk pada suatu uang muka, sesuatu untuk menjamin bahwa ‘angsuran akhir
akan datang’ (1:22)] - ‘Word Biblical Commentary, II
Corinthians’, hal 108.
Charles
Hodge: “The word avrrabwn (ARRABON), ‘pledge,’
is a Hebrew word, which passed as a mercantile term, probably from the
Phenician, into Greek and Latin. It is properly that part of the purchase money
paid in advance, as a security for the remainder” [= Kata avrrabwn
(ARRABON), ‘uang
muka’, merupakan suatu kata bahasa Ibrani, yang disampaikan / diterima sebagai
suatu istilah perdagangan, mungkin dari orang-orang Fenisia, ke dalam bahasa
Yunani dan Latin. Itu sebenarnya merupakan suatu bagian dari uang pembelian
yang dibayarkan di muka, sebagai suatu jaminan bagi sisanya] - ‘I & II Corinthians’,
hal 401.
Charles Hodge: “The
Holy Spirit is itself the earnest, i. e. at once the foretaste and pledge of
redemption. The word ARRABON, pledge, is a Hebrew word, ... It is properly that
part of the purchase money paid in advance, as a security for the remainder.
... So certain, therefore, as the Spirit dwells in us, so certain is our final
salvation” (= Roh Kudus itu sendiri adalah jaminan, yaitu sekaligus
suatu icip-icip dan jaminan penebusan. Kata ARRABON, jaminan, adalah suatu kata Ibrani, ... Itu sebetulnya
merupakan bagian dari uang pembayaran yang dibayarkan lebih dulu, sebagai suatu
jaminan untuk pembayaran sisanya. ... Karena itu, sepasti Roh itu tinggal di
dalam kita, begitulah pastinya keselamatan akhir kita) - ‘I &
II Corinthians’, hal 401.
2. Dengan adanya ARRABON sebagai ‘uang
muka’ / ‘jaminan’, apa yang kita harapkan untuk
kita terima nanti?
Ef 1:14 - “Dan Roh Kudus itu adalah jaminan bagian kita sampai kita memperoleh seluruhnya, yaitu penebusan yang menjadikan kita milik Allah, untuk memuji kemuliaanNya”.
Kata ‘penebusan’ ini biasanya berarti pembebasan
dari kutuk / hukuman dan pemulihan diri kita, sehingga kembali diperkenan oleh
Allah. Tetapi kadang-kadang kata ‘penebusan’ ini menunjuk pada pembebasan total dari segala kejahatan,
yang terjadi pada kedatangan Kristus yang keduakalinya. Arti kedua ini digunakan misalnya dalam:
a. Luk 21:28 - “Apabila semuanya itu mulai terjadi, bangkitlah dan angkatlah mukamu, sebab penyelamatanmu [NIV: ‘redemption’ (= penebusan)] sudah dekat.’”.b. Ro 8:23 - “Dan bukan hanya mereka saja, tetapi kita yang telah menerima karunia sulung Roh, kita juga mengeluh dalam hati kita sambil menantikan pengangkatan sebagai anak, yaitu pembebasan [NIV: ‘redemption’ (= penebusan)] tubuh kita”.c. Ef 4:30 - “Dan janganlah kamu mendukakan Roh Kudus Allah, yang telah memeteraikan kamu menjelang hari penyelamatan [NIV: ‘redemption’ (= penebusan)]”.
Dan Hodge mengatakan,
bahwa dalam Ef 1:14, arti kedua inilah yang harus diambil.
Charles Hodge: “The word ‘redemption,’ in its Christian
sense, sometimes means that deliverance from the curse of the law and
restoration to the favour of God, of which believers are in this life the
subjects. Sometimes it refers to that final deliverance from all evil, which is
to take a place at the second advent of Christ. ...There can be no doubt that
it here refers to this final deliverance” (= Kata
‘penebusan’, dalam arti Kristennya, kadang-kadang berarti pembebasan dari kutuk
hukum Taurat dan pemulihan pada perkenan Allah, tentang siapa orang-orang
percaya adalah subyeknya dalam hidup ini. Kadang-kadang kata itu menunjuk pada
pembebasan akhir dari semua kejahatan, yang akan terjadi pada kedatangan
Kristus yang keduakalinya. ... Tidak diragukan bahwa di sini kata itu menunjuk
pada pembebasan akhir ini) - ‘Ephesians’,
hal 5-6.
Jadi, kalau Roh Kudus disebut sebagai ‘jaminan’ / ‘uang muka’, itu menunjukkan bahwa Ia adalah jaminan
bagi keselamatan maupun berkat-berkat yang lain, termasuk surga. Roh Kudus itu
menyebabkan kita bisa pasti bahwa berkat-berkat tersebut di atas akan kita
terima. Dengan kata lain, Roh Kudus merupakan jaminan bagi kita bahwa
keselamatan kita tidak akan bisa hilang.
Charles
Hodge: “The Holy Spirit is itself ‘the earnest,’
i.e. at once the foretaste and pledge of redemption. ... So certain, therefore,
as the Spirit dwells in us, so certain is our final salvation” (= Roh Kudus sendiri adalah ‘jaminan’, yaitu sekaligus
merupakan cicipan dan jaminan / janji tentang penebusan. ... Karena itu,
sepasti seperti Roh Kudus tinggal di dalam kita, demikianlah pastinya
keselamatan akhir kita) - ‘I
& II Corinthians’, hal 401.
Barclay: “What
Paul is saying is that the experience of the Holy Spirit which we have in this
world is a foretaste of the blessedness of heaven; and it is the guarantee that
some day we will enter into full possession of the blessedness of God. The
highest experiences of Christian peace and joy which this world can afford are
only faint foretaste of the joy into which we will one day enter” (= Apa yang dikatakan oleh Paulus adalah bahwa pengalaman
tentang Roh Kudus yang kita punyai dalam dunia ini adalah suatu cicipan dari
berkat di surga; dan itu adalah jaminan bahwa pada suatu saat nanti kita akan
masuk ke dalam kepemilikan penuh terhadap berkat Allah. Pengalaman tertinggi
dari damai dan sukacita Kristen yang bisa diberikan dunia ini hanyalah suatu
cicipan yang redup dari sukacita yang akan kita masuki pada suatu hari kelak)
- ‘Ephesians’, hal 87-88.
William Hendriksen: “when
God deposited the Spirit in the hearts of his children he obligated himself to
bestow upon them consequently the full remainder of all the blessings of
salvation merited for them by the atoning sacrifice of Christ” (= pada saat Allah memberikan Roh dalam hati dari
anak-anakNya, maka sebagai akibatnya Ia mewajibkan diriNya sendiri untuk
memberikan kepada mereka sisa yang tertinggal dari berkat-berkat keselamatan
yang layak mereka dapatkan oleh korban penebusan Kristus) - hal 92.
Editor dari Calvin’s Commentary mengutip kata-kata
Chrysostom, yang mengatakan bahwa kalau Allah memberikan Roh KudusNya sebagai
jaminan / uang muka, dan Ia lalu tidak memberikan ‘sisa warisan’, maka Ia akan
kehilangan Roh Kudus itu, dan ini jelas merupakan sesuatu yang tidak mungkin
terjadi.
Editor dari Calvin’s Commentary: “If God having given this earnest, should not also give the rest of the
inheritance, he should undergoe the losse of his earnest, as Chrysostome most
elegantly and soundly argueth” (= Jika Allah, setelah memberikan uang muka / jaminan ini, tidak
memberikan juga sisa dari warisan, Ia harus mengalami kehilangan uang muka /
jaminanNya, seperti yang diargumentasikan oleh Chrysostom dengan sangat bagus
dan sehat / benar) - ‘Second
Epistle to the Corinthians’, hal 140 (footnote).
3. Kata ARRABON bisa menunjuk pada cincin pertunangan /
janji pernikahan.
John Stott: “It is used in modern Greek for an engagement ring” (= Itu digunakan dalam bahasa Yunani modern untuk suatu
cincin pertunangan) - ‘Ephesians’, hal 49.
William Hendriksen: “He who gives the engagement ring, in pledge,
expects to receive the bride. It is God who gave the arrabon. The word arrabon
and its cognates are used in modern Greek to indicate matters pertaining to a
wedding engagement” (= Ia yang memberikan
cincin pertunangan sebagai jaminan, mengharapkan untuk menerima mempelai
wanitanya. Allahlah yang memberikan arrabon. Kata arrabon dan kata-kata yang asalnya sama, digunakan dalam bahasa
Yunani modern untuk menunjuk pada hal-hal yang berhubungan dengan perjanjian
pernikahan) - hal 92 (footnote).
Memang hubungan Allah / Yesus dengan kita digambarkan seperti sepasang
calon mempelai. Dengan adanya pemberian Roh Kudus sebagai cincin pertunangan /
janji pernikahan, maka pernikahan tersebut merupakan sesuatu yang pasti
terjadi.
Catatan: saya ingin tanya kepada
Mokoginta:
bagaimana anda menafsirkan semua ayat-ayat di atas ini, sehingga anda
mengatakan bahwa dalam seluruh Alkitab tidak ada ayat yang menjamin bahwa kalau
seseorang percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat akan masuk surga?
Bahwa orang
kristen yang sejati mempunyai keyakinan keselamatan, secara theologis tidak
mengherankan. Dalam semua agama lain di luar Kristen, dan juga dalam banyak
sekte di dalam Kristen, perbuatan baik mempunyai andil dalam keselamatan. Dengan theologia seperti ini tidak mungkin ada orang yang
bisa yakin akan keselamatannya, karena tidak ada orang bisa tahu
berapa perbuatan baiknya dan berapa dosanya. Tetapi dalam Kristen, kita
diselamatkan oleh Kristus dan karyaNya di atas kayu salib, yang kita terima
dengan iman. Perbuatan baik sama sekali tidak
punya andil. Kita bisa tahu bahwa kita beriman, dan karena itu kita
bisa yakin akan keselamatan kita.
Masih
ditambah satu hal lagi, yaitu bahwa Roh Kudus yang diberikan kepada orang-orang
Kristen, akan memberikan keyakinan keselamatan itu.
Ro
8:16 - “Roh itu bersaksi
bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita adalah anak-anak Allah”.
Calvin
menafsirkan bahwa maksud ayat ini adalah bahwa Roh Kudus meyakinkan kita bahwa
kita adalah anak-anak Allah. Kalau kita memang anak-anak Allah, bagaimana
mungkin kita tidak masuk surga?
Salah satu keunggulan utama dari kristen terhadap
semua agama lain, adalah bahwa dalam Kristen sajalah ada keyakinan keselamatan!
Tetapi bagaimana dengan fakta akan adanya orang-orang Kristen
yang tidak yakin akan keselamatannya? Menurut saya, orang-orang itu bukan orang
kristen yang sejati, tetapi hanyalah orang kristen KTP.
5) Keyakinan
keselamatan juga terlihat dalam diri orang-orang tertentu, seperti:
a) Paulus dalam:
1. Fil 1:21-23 - “(21) Karena bagiku hidup adalah
Kristus dan mati adalah keuntungan.
(22) Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja
memberi buah. Jadi mana yang harus kupilih, aku tidak tahu. (23) Aku didesak
dari dua pihak: aku ingin pergi dan diam
bersama-sama dengan Kristus - itu memang jauh lebih baik”.
2. 2Kor 5:1,8 - “(1) Karena kami tahu, bahwa jika kemah tempat kediaman kita di bumi ini dibongkar,
Allah telah menyediakan suatu tempat kediaman di sorga bagi kita,
suatu tempat kediaman yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia. ...
(8) tetapi hati kami tabah, dan terlebih suka kami beralih dari tubuh ini
untuk menetap pada Tuhan”.
b) Penjahat yang bertobat di kayu salib.
Yesus
sendiri menjamin keselamatannya dan ini terlihat dalam Luk 23:43 - “Kata
Yesus kepadanya: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan
ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.’”.
6) Sekarang saya akan
menanggapi kata-kata Mokoginta yang saya kutip ulang di bawah ini:
“Jika hanya
asal percaya kepada Yesus, semua ummat Islam percaya kepada Yesus yang disebut
Nabi Isa as. Tidak sempurna iman seorang muslim jika tidak mengimani semua
nabi, termasuk Nabi Isa. Bahkan percaya kepada semua nabi termasuk Nabi Isa as
(Yesus), merupakan salah satu Rukun Iman yang harus di imani oleh setiap muslim
dimanapun mereka berada. Hanya saja umat Islam mengimani beliau hanya sebagai
Nabi atau Rasul, bukan Tuhan!!
Menurut
pandangan ummat Kristiani, asal percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan
Juruselamat maka dijamin pasti masuk surga. Tetapi menurut pandangan Islam, hal
itu bertolak belakang 180 derajat, justru kalau percaya kepada Yesus sebagai
Tuhan, maka disitulah tidak mungkin diselamatkan, karena telah menjadikan
tuhan-tuhan lain selain Allah. Dan itu disebut dosa syirik, yaitu salah satu
dosa yang tidak diampuni oleh Allah.”.
Saya menjawab sebagai berikut:
a) Mengimani Yesus
bukan sebagai Tuhan dan Juruselamat, bukanlah mengimani Yesus. Nama ‘Yesus’ itu
sendiri artinya adalah ‘Juruselamat dosa’. Mat 1:21 - “Ia akan melahirkan anak laki-laki dan
engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah
yang akan menyelamatkan umatNya dari dosa mereka.’”.
- Bdk. Ro 3:24-25 - “(24) dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus. (25) Kristus Yesus telah ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian karena iman, dalam darahNya. Hal ini dibuatNya untuk menunjukkan keadilanNya, karena Ia telah membiarkan dosa-dosa yang telah terjadi dahulu pada masa kesabaranNya”.
Ro
3:25 (KJV/NIV): ‘through faith in his blood’ (= melalui iman kepada darahNya).
Kata-kata ini jelas menunjukkan bahwa dalam iman Kristen harus tercakup
iman kepada penebusan yang Kristus lakukan di atas kayu salib.
- Bdk. Ro 5:8-10 - “(8) Akan tetapi Allah menunjukkan kasihNya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa. (9) Lebih-lebih, karena kita sekarang telah dibenarkan oleh darahNya, kita pasti akan diselamatkan dari murka Allah. (10) Sebab jikalau kita, ketika masih seteru, diperdamaikan dengan Allah oleh kematian AnakNya, lebih-lebih kita, yang sekarang telah diperdamaikan, pasti akan diselamatkan oleh hidupNya!”.
Disamping
itu, Alkitab dalam sangat banyak ayat, menyebut Yesus dengan istilah
‘Juruselamat’!
Jelas sekali dari kata-kata
Mokoginta bahwa sekalipun mereka / orang Islam beriman kepada Yesus, tetapi
imannya berbeda dengan iman Kristen. Ini menunjukkan bahwa Al-Quran tidak
mungkin merupakan ‘sambungan’ dari Alkitab, karena keduanya memang saling
bertentangan. Kalau
memang Al-Quran merupakan sambungan dari Alkitab, bagaimana mungkin melalui
Alkitab Allah mengajarkan bahwa Yesus itu adalah Tuhan dan Juruselamat, tetapi
melalui Al-Quran Allah mengajar bahwa Yesus hanyalah seorang nabi? Bagaimana
mungkin Alkitab mengajarkan bahwa mempercayai Yesus sebagai Tuhan merupakan
syarat keselamatan (Ro 10:9), tetapi Al-Quran justru mengajar bahwa
mempercayai Yesus sebagai Tuhan justru merupakan dosa yang tak diampuni oleh
Allah? Apakah Allah berbicara dengan lidah bercabang?
Ro 10:9 - “Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan”.
Kalau mau
ditambahkan lagi, bagaimana mungkin Alkitab mengajarkan doktrin Allah Tritunggal,
sedangkan Al-Quran mengajarkan hanya ada satu Allah yang tunggal secara mutlak
(Tauhid)? Dan kalau mau bicara tentang fakta sejarah, bagaimana mungkin
Alkitab mengajarkan bahwa Abraham disuruh mempersembahkan Ishak sedangkan
Al-Quran mengatakan Abraham mempersembahkan Ismael?
Memang,
kalau pertanyaan-pertanyaan ini ditanyakan kepada orang Islam maka jawabannya
pasti ‘Alkitab sudah diubah’. Tetapi lagi-lagi, siapa yang mengubah, kapan
mengubahnya, dan bagaimana bisa mengubah begitu banyak fakta, tanpa diketahui
siapapun?
b) Kata-kata
Mokoginta bahwa “justru kalau percaya kepada Yesus sebagai Tuhan, maka
disitulah tidak mungkin diselamatkan, karena telah
menjadikan tuhan-tuhan lain selain Allah”,
merupakan kata-kata yang salah, karena orang Kristen tidak
menjadikan Yesus sebagai Tuhan!! Dia memang adalah Tuhan / Allah, dan karena
itu orang Kristen mempercayaiNya sebagai Tuhan Allah. Tak ada siapapun yang
bisa menjadikan yang bukan Tuhan / Allah menjadi Tuhan / Allah!
7) Sekarang saya
soroti kata-kata Mokoginta yang ini: “Dalam kitab Injil, Yesus berfirman
bahwa keselamatan itu tergantung bagaimana kita mengamalkan perintah Allah. Perhatikan
ucapan Yesus sebagai berikut: “Bukan setiap orang yang berseru kepada-ku:
Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan
kehendak Bapa-Ku yang di sorga.” (Mat 7:21) Berdasarkan ucapan Yesus tersebut,
dapat kita simpulkan bahwa bukan setiap orang yang berseru Yesus, Yesus yang
akan masuk kedalam surga, tetapi kata Yesus yaitu mereka yang melakukan sesuai
dengan perintah Allah.”.
Mokoginta
menafsirkan Mat 7:21 dengan sama
sekali mengabaikan
konteKS dari ayat itu. Mari kita
melihat konteks
ayat itu.
Mat 7:15-23 - “(15) ‘Waspadalah terhadap nabi-nabi palsu yang datang kepadamu dengan menyamar seperti domba, tetapi sesungguhnya mereka adalah serigala yang buas. (16) Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka. Dapatkah orang memetik buah anggur dari semak duri atau buah ara dari rumput duri? (17) Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik. (18) Tidak mungkin pohon yang baik itu menghasilkan buah yang tidak baik, ataupun pohon yang tidak baik itu menghasilkan buah yang baik. (19) Dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang ke dalam api. (20) Jadi dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka. (21) Bukan setiap orang yang berseru kepadaKu: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak BapaKu yang di sorga. (22) Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepadaKu: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi namaMu, dan mengusir setan demi namaMu, dan mengadakan banyak mujizat demi namaMu juga? (23) Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari padaKu, kamu sekalian pembuat kejahatan!’”.
Jelas bahwa
konteks dari ayat itu adalah tentang nabi-nabi palsu (ay 15). Buah / Kehidupan mereka pasti
buruk (ay 16-20).
Karena itu,
Yesus mengucapkan ay 21-23 itu, bukan untuk
mengajarkan keselamatan karena perbuatan baik, tetapi untuk menekankan bahwa
hanya pengakuan di mulut, tanpa perbuatan baik sebagai bukti dari iman, akan
sia-sia. Menurut Yakobus, iman seperti itu adalah iman yang mati, dan
itu bukan iman!
Yak 2:17,26 - “(17)
Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu
tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati.
... (26) Sebab seperti tubuh tanpa roh adalah mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati”.
8) Untuk menunjukkan
bahwa orang Kristen justru tidak selamat, selain menuduh bahwa orang Kristen
menjadikan Yesus sebagai Tuhan, Mokoginta memberikan
beberapa contoh ketidaktaatan Kristen.
Ini kata-katanya:
“1. Allah Mengharamkan Babi
“Demikian
juga babi hutan, karena memang berkuku belah, yaitu kukunya bersela panjang,
tetapi tidak memamah biak; haram itu bagimu. Daging binatang-binatang itu
janganlah kamu makan dan bangkainya janganlah kamu sentuh; haram semuanya itu
bagimu. (Imamat 11:7-8)
Allah telah
mengharamkan babi. Kenyataannya mereka tidak haramkan babi, malah babi jadi
makanan kesukaan mereka. Justru yang haramkan babi umat Islam bukan?
2.Yesus sunat
“Dan ketika
genap delapan hari dan Ia harus disunatkan, la diberi nama Yesus, yaitu nama
yang disebut oleh malaikat sebelum Ia dikandung ibu-Nya.” (Luk 2:21)
Yesus sunat,
tetapi para pendeta tidak wajibkan sunat. Justru yang bersunat yaitu ummat
Islam. Nah apakah mereka ikuti perintah Allah? Justru umat Islamlah yang ikut
perintah bersunat!!
3. Yesus mati dikafani tidak pakai peti
“Yusufpun
membeli kain lenan, kemudian ia menurunkan mayat Yesus dari salib dan mengapaninya
dengan kain lenan itu. Lalu ia membaringkan Dia di dalam kubur yang digali di
dalam bukit batu. Kemudian digulingkannya sebuah batu ke pintu kubur itu.” (Mar
15:46)
Yesus mati
dikafani, tidak pakai peti. Apakah umat Kristiani yang mengaku pengikut Yesus
bila mereka mati dikafani dengan kain putih dan dikubur tidak pakai peti??
Ternyata mereka bila mati, pakai jas, sepatu, dasi, pakaian yang paling bagus,
didandani seperti penganten, lalu dimasukkan kedalam peti, padahal Yesus mati
hanya dikafani dengan kain putih dan tidak pakai peti. Ini berarti mereka tidak
mengikuti contoh bagaimana matinya Yesus. Justru yang mengikuti matinya Yesus,
adalah umat Islam. Bahkan dalam Islam, kuburan tidak perlu dibeton seperti
bangunan rumah, cukup menaruh batu diatas kubur sebagai tanda. Diatas kuburan
Yesus juga ditaruh sebuah batu, sebagai tanda, dan dalam Islam disunahkan
menaruh batu diatas kuburan”.
Saya menanggapi tuduhan
Mokoginta ini sebagai berikut:
a) Larangan makan
babi dan keharusan sunat.
Dalam hukum
Taurat ada hukum-hukum moral, seperti ‘jangan membunuh’, ‘jangan berzinah’ dan
sebagainya. Hukum-hukum moral seperti ini tidak akan berubah selama-lamanya.
Bdk. Mat 5:17-20 - “(17) ‘Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. (18) Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi. (19) Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga”.
Yang
dimaksud dengan ‘hukum Taurat’ di sini adalah hukum Taurat yang adalah hukum
moral.
Tetapi dalam
hukum Taurat ada juga ‘ceremonial law’ (= hukum-hukum upacara), dan yang ini
bisa berubah.
Ef 2:15 - “sebab dengan matiNya sebagai manusia Ia telah membatalkan hukum Taurat dengan segala perintah dan ketentuannya, untuk menciptakan keduanya menjadi satu manusia baru di dalam diriNya, dan dengan itu mengadakan damai sejahtera”.
Sebagai
contoh dari hukum ceremonial / upacara ini adalah sunat, perjamuan Paskah
(Perjanjian Lama), keharusan mempersembahkan korban dosa, dan juga hukum-hukum
tentang najis dan tahir, dan binatang-binatang yang bolah dan tidak boleh
dimakan, dan sebagainya.
Dari
3 hal yang dituduhkan oleh Mokoginta sebagai pelanggaran orang Kristen terhadap
kehendak Allah, yang no 1 dan no 2 termasuk dalam hukum upacara, dan karena itu
memang berubah. Dalam
jaman Perjanjian Lama, makan babi memang dilarang (Im 11), tetapi ada 2 hal yang perlu diperhatikan:
1. Bukan
hanya babi yang dilarang dimakan,
tetapi banyak binatang-binatang lain, yang dimakan oleh orang Islam. Jadi,
apakah ini menunjukkan ketaatan orang Islam terhadap hukum Taurat?
2. Dalam jaman
Perjanjian Baru, larangan itu sudah dibatalkan.
Bdk. Kis 10:9-16 - “(9) Keesokan harinya ketika ketiga
orang itu berada dalam perjalanan dan sudah dekat kota Yope, kira-kira pukul
dua belas tengah hari, naiklah Petrus ke atas rumah untuk berdoa. (10) Ia
merasa lapar dan ingin makan, tetapi sementara makanan disediakan, tiba-tiba
rohnya diliputi kuasa ilahi. (11) Tampak olehnya langit terbuka dan turunlah
suatu benda berbentuk kain lebar yang bergantung pada keempat sudutnya, yang diturunkan
ke tanah. (12) Di dalamnya terdapat pelbagai jenis binatang berkaki empat,
binatang menjalar dan burung. (13) Kedengaranlah olehnya suatu suara yang
berkata: ‘Bangunlah, hai Petrus, sembelihlah dan makanlah!’ (14) Tetapi Petrus
menjawab: ‘Tidak, Tuhan, tidak, sebab aku belum pernah makan sesuatu yang haram
dan yang tidak tahir.’ (15) Kedengaran pula untuk kedua kalinya suara yang
berkata kepadanya: ‘Apa yang dinyatakan halal oleh Allah, tidak boleh engkau
nyatakan haram.’ (16) Hal ini terjadi sampai tiga kali dan segera sesudah itu
terangkatlah benda itu ke langit”.
Mengapa
demikian? Karena
tujuan dari larangan itu dalam jaman Perjanjian Lama adalah untuk membedakan
dan bahkan memisahkan bangsa Israel dari bangsa-bangsa lain. Mengapa harus
dipisahkan? Karena Allah menjanjikan Mesias dari kalangan Israel. Kalau Israel
kawin campur dan bangsa Israel musnah, maka janji tentang munculnya Mesias dari
kalangan bangsa Israel tidak bisa terwujud. Tetapi setelah Mesias muncul dari
kalangan Israel, dan setelah Ia mati dan bangkit, maka tidak ada lagi perlunya
hukum itu dipertahankan. Karena itu hukum yang melarang makan binatang-binatang
haram (termasuk babi) sudah dibatalkan. Bahwa dalam Alkitab ada pembatalan
larangan makan, sudah ada sebelum jaman Musa. Pada jaman Adam sampai Nuh, orang
hanya boleh makan buah-buahan (Kej 2:16-17) dan biji-bijian saja, tetapi
setelah air bah maka manusia diijinkan untuk makan daging binatang.
Kej 9:3 - “Segala
yang bergerak, yang hidup, akan menjadi makananmu. Aku telah memberikan
semuanya itu kepadamu seperti juga tumbuh-tumbuhan hijau”.
Jadi, apa
anehnya kalau dalam jaman Perjanjian Baru terjadi perubahan lagi dalam
persoalan apa yang boleh / tidak boleh dimakan?
Dalam
persoalan sunat, sama saja, karena
sunat juga termasuk dalam ceremonial law
(= hukum yang berhubungan dengan upacara keagamaan). Memang dalam jaman
Perjanjian Lama sunat diharuskan (Kej 17:5-14). Penyunatan diharuskan untuk
dilakukan pada hari ke 8 (Kej 17:12). Jadi, bagaimana Mokoginta bisa mengatakan
orang Islam mentaati hukum ini, padahal mereka menyunat anak pada usia 13 tahun
menurut teladan Ismael?
Yesus
hidup bukan dalam jaman Perjanjian Baru, tetapi dalam jaman Perjanjian Lama. Ingat bahwa secara teologis, batas
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, adalah salib Kristus. Bukti: Dalam
hidupNya Yesus memelihara semua hukum-hukum Perjanjian Lama, yang belakangan
dihapuskan dalam jaman Perjanjian Baru, seperti sunat, Perjamuan Paskah, dan
sebagainya. Juga pada saat Yesus mati, tirai Bait Allah terbelah (Mat 27:51),
menunjukkan bahwa seluruh Bait Allah, dengan imam-imam dan hukum-hukum upacara,
semuanya dihapuskan (Ef 2:15).
Jadi,
keharusan sunat ini dihapuskan sejak kematian Kristus. Dan sebagai sakramen
pertama dalam Perjanjian Lama, kedudukannya digantikan oleh baptisan.
- Gal 5:6 - “Sebab bagi orang-orang yang ada di dalam Kristus Yesus hal bersunat atau tidak bersunat tidak mempunyai sesuatu arti, hanya iman yang bekerja oleh kasih”.
- Gal 6:15 - “Sebab bersunat atau tidak bersunat tidak ada artinya, tetapi menjadi ciptaan baru, itulah yang ada artinya”.
- Kol 2:11-12 - “(11) Dalam Dia kamu telah disunat, bukan dengan sunat yang dilakukan oleh manusia, tetapi dengan sunat Kristus, yang terdiri dari penanggalan akan tubuh yang berdosa, (12) karena dengan Dia kamu dikuburkan dalam baptisan, dan di dalam Dia kamu turut dibangkitkan juga oleh kepercayaanmu kepada kerja kuasa Allah, yang telah membangkitkan Dia dari orang mati”.
Orang
Kristen tidak mutlak dilarang sunat. Sunat diijinkan, asal bukan dengan alasan
rohani, atau dengan tujuan untuk menyesuaikan diri.
Kis 16:1-3 - “(1) Paulus datang juga ke Derbe dan ke Listra. Di situ ada seorang murid bernama Timotius; ibunya adalah seorang Yahudi dan telah menjadi percaya, sedangkan ayahnya seorang Yunani. (2) Timotius ini dikenal baik oleh saudara-saudara di Listra dan di Ikonium, (3) dan Paulus mau, supaya dia menyertainya dalam perjalanan. Paulus menyuruh menyunatkan dia karena orang-orang Yahudi di daerah itu, sebab setiap orang tahu bahwa bapanya adalah orang Yunani”.
Dalam kasus di atas ini, Paulus
menyuruh menyunatkan Timotius, hanya untuk menyesuaikan diri dengan orang-orang
Yahudi, sehingga ia bisa diterima oleh orang-orang Yahudi.
Bdk. 1Kor 9:20 - “Demikianlah bagi orang Yahudi aku
menjadi seperti orang Yahudi, supaya aku memenangkan orang-orang Yahudi. Bagi
orang-orang yang hidup di bawah hukum Taurat aku menjadi seperti orang yang
hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku sendiri tidak hidup di bawah hukum
Taurat, supaya aku dapat memenangkan mereka yang hidup di bawah hukum Taurat”.
Tetapi kalau sunat dengan
alasan rohani, itu ditentang secara keras oleh Paulus.
- Gal 5:1-2 - “(1) Supaya kita sungguh-sungguh merdeka, Kristus telah memerdekakan kita. Karena itu berdirilah teguh dan jangan mau lagi dikenakan kuk perhambaan. (2) Sesungguhnya, aku, Paulus, berkata kepadamu: jikalau kamu menyunatkan dirimu, Kristus sama sekali tidak akan berguna bagimu”.
- Kis 15:1-2 - “(1) Beberapa orang datang dari Yudea ke Antiokhia dan mengajarkan kepada saudara-saudara di situ: ‘Jikalau kamu tidak disunat menurut adat istiadat yang diwariskan oleh Musa, kamu tidak dapat diselamatkan.’ (2) Tetapi Paulus dan Barnabas dengan keras melawan dan membantah pendapat mereka itu. Akhirnya ditetapkan, supaya Paulus dan Barnabas serta beberapa orang lain dari jemaat itu pergi kepada rasul-rasul dan penatua-penatua di Yerusalem untuk membicarakan soal itu”.
b) Tentang penguburan
menggunakan peti.
Mokoginta
lagi-lagi menunjukkan ketidak-mengertiannya tentang Hermeneutics (= ilmu
penafsiran Alkitab). Dalam
Alkitab ada dua bagian yang perlu kita bedakan, yaitu:
1. Bagian yang
sifatnya descriptive (= menggambarkan).
Ini biasanya
berbentuk cerita sejarah. Dan ini tidak boleh dianggap sebagai rumus / hukum /
norma. Sebagai contoh: bahwa Yesus berjalan di atas air, itu betul-betul
terjadi, tetapi karena itu merupakan peristiwa sejarah, itu bukan rumus / hukum
/ norma. Demikian juga Yesus berpuasa 40 hari, Yesus membangkitkan Lazarus,
tidak menikah, dan sebagainya.
Kalau semua
ini dijadikan rumus, maka akan terjadi segala macam kekacauan, dan bahkan
lelucon!
2. Bagian yang
sifatnya Didactic (= mengajar).
Ini menunjuk
pada bagian yang berbentuk pernyataan, janji, perintah, dan larangan. Dan ini
harus dianggap sebagai rumus / hukum / norma.
Sebagai
contoh: larangan untuk berzinah (Kel
20:14), janji Tuhan bahwa yang percaya kepada Yesus akan selamat (Kis 16:31),
pernyataan bahwa Allah mencintai orang berdosa (Ro 5:8), perintah untuk
memberitakan Injil (Mat 28:19), dan sebagainya.
Penguburan
Yesus termasuk yang mana? Jelas itu
merupakan peristiwa sejarah, dan karena itu termasuk yang pertama. Karena itu jelas
bahwa ini tidak boleh dianggap sebagai rumus / hukum / norma!
Kalau penguburan ini mau
dijadikan hukum, maka kita juga harus dikubur di gua batu di Palestina! Juga
kita harus menggunakan rempah-rempah seperti dalam kasus Yesus! Bdk. Yoh
19:39-40 - “(39)
Juga Nikodemus datang ke situ. Dialah yang mula-mula datang waktu malam kepada
Yesus. Ia membawa campuran minyak mur dengan minyak gaharu, kira-kira lima puluh
kati beratnya. (40) Mereka mengambil mayat Yesus, mengapaninya dengan kain
lenan dan membubuhinya dengan rempah-rempah menurut adat orang Yahudi bila
menguburkan mayat”.
Sesuatu
yang perlu dicamkan adalah: sekalipun Alkitab memang mengatakan bahwa Yesus adalah
teladan kita (Yoh 13:15), tetapi itu tidak berarti bahwa segala sesuatu yang
Yesus lakukan atau tidak lakukan, harus kita teladani. Kalau segala sesuatu
yang Yesus lakukan atau tidak lakukan harus kita teladani, maka kita juga harus
puasa 40 hari, tidak punya anak, tidak menikah ataupun pacaran, mati disalib,
dan sebagainya. Ini mustahil!
Jadi, segala
sesuatu yang dilakukan Yesus harus kita bandingkan dengan ayat-ayat Alkitab
yang lain, untuk menentukan apakah hal itu harus kita teladani atau tidak.
Dalam hal sunat ataupun penguburan, kita tidak harus meneladani Yesus!
Disamping
itu, saya ingin menyoroti lagi kata-kata Mokoginta, yang mengklaim bahwa dalam persoalan
penguburan orang Israel yang mentaati teladan Yesus.
“Yesus mati dikafani, tidak pakai peti. Apakah umat Kristiani yang mengaku pengikut Yesus bila mereka mati dikafani dengan kain putih dan dikubur tidak pakai peti?? Ternyata mereka bila mati, pakai jas, sepatu, dasi, pakaian yang paling bagus, didandani seperti penganten, lalu dimasukkan kedalam peti, padahal Yesus mati hanya dikafani dengan kain putih dan tidak pakai peti. Ini berarti mereka tidak mengikuti contoh bagaimana matinya Yesus. Justru yang mengikuti matinya Yesus, adalah umat Islam. Bahkan dalam Islam, kuburan tidak perlu dibeton seperti bangunan rumah, cukup menaruh batu diatas kubur sebagai tanda. Diatas kuburan Yesus juga ditaruh sebuah batu, sebagai tanda, dan dalam Islam disunahkan menaruh batu diatas kuburan”.
Bagaimana
mungkin Mokoginta bisa mengatakan bahwa di atas kuburan Yesus diletakkan
sebuah batu? Padahal
persis sebelum kata-katanya di atas ini, ia mengutip suatu ayat Alkitab, yang
saya kutip ulang di bawah ini:
““Yusufpun membeli kain lenan, kemudian ia menurunkan mayat Yesus dari salib dan mengapaninya dengan kain lenan itu. Lalu ia membaringkan Dia di dalam kubur yang digali di dalam bukit batu. Kemudian digulingkannya sebuah batu ke pintu kubur itu.” (Mar 15:46)”
Dari ayat
ini, dalam juga ayat-ayat lain dalam Alkitab tentang penguburan Yesus, terlihat
dengan jelas bahwa Yesus dikubur dalam sebuah gua, dan di depan mulut
gua itu lalu digulingkan sebuah batu sebagai penutup.
- Mat 27:60 - “lalu membaringkannya di dalam kuburnya yang baru, yang digalinya di dalam bukit batu, dan sesudah menggulingkan sebuah batu besar ke pintu kubur itu, pergilah ia”.
Catatan: kalau kubur
Yesus seperti kubur orang Islam, bagaimana mungkin bisa ada ‘pintu’nya?
Yoh 20:2-9 - “(2)
Ia berlari-lari mendapatkan Simon Petrus dan murid yang lain yang dikasihi
Yesus, dan berkata kepada mereka: ‘Tuhan telah diambil orang dari kuburnya dan
kami tidak tahu di mana Ia diletakkan.’ (3) Maka berangkatlah Petrus dan murid
yang lain itu ke kubur. (4) Keduanya berlari bersama-sama, tetapi murid yang
lain itu berlari lebih cepat dari pada Petrus sehingga lebih dahulu sampai di
kubur. (5) Ia menjenguk ke dalam, dan melihat kain kapan terletak di tanah;
akan tetapi ia tidak masuk ke dalam. (6) Maka datanglah Simon Petrus juga
menyusul dia dan masuk ke dalam kubur itu.
Ia melihat kain kapan terletak di tanah, (7) sedang kain peluh yang tadinya ada
di kepala Yesus tidak terletak dekat kain kapan itu, tetapi agak di samping di
tempat yang lain dan sudah tergulung. (8) Maka masuklah
juga murid yang lain, yang lebih dahulu sampai di kubur itu dan ia
melihatnya dan percaya. (9) Sebab selama itu mereka belum mengerti isi Kitab
Suci yang mengatakan, bahwa Ia harus bangkit dari antara orang mati”.
Catatan: kalau kubur Yesus seperti kubur orang Islam, bagaimana mungkin kedua murid ini bisa masuk ke dalam kubur itu?
Meletakkan
sebuah batu di depan pintu kubur, jelas sama sekali tidak sama dengan meletakkan
sebuah batu di atas kubur!
Hal lain
yang perlu dicamkan adalah bahwa dalam penguburan Yesus, Yesusnya sendiri
pasif. Ia dikuburkan. Yang menguburkan adalah orang lain! Jadi,
kalau kita mau meneladani, siapa gerangan yang kita teladani?
9) Mokoginta berkata:
“Sebenarnya masih ada begitu banyak bukti-bukti bahwa ummat Kristiani tidak
mengikuti perintah Yesus dan Allah. Dari beberapa ayat yang kami paparkan
sebagai contoh itu, cukup memberikan bukti bahwa jaminan keselamatan itu bukan
hanya asal percaya kepada Yesus dijamin pasti masuk surga, tetapi bagaimana
mengamalkan seluruh ajaran Yesus dan Tuhannya Yesus yaitu Allah Swt.”.
Tanggapan
saya adalah:
a) Bukti-bukti yang
ia berikan dari Alkitab hanyalah Mat 7:21, dan ayat-ayat yang
menggunakan kata ‘jika Allah / Tuhan menghendaki’, dan semuanya sudah saya
jawab dan hancurkan. Bukti apa lagi? Sebaliknya, coba Mokoginta menghancurkan
bukti-bukti yang saya ambil dari Alkitab yang menunjukkan bahwa memang dalam
kristen ada keyakinan keselamatan!
Catatan: saya
mengabaikan bukti-bukti yang Mokoginta ambil dari Al-Quran, karena saya memang
tidak mempercayainya. Saya hanya percaya Alkitab, bukan Kitab Suci agama lain
manapun.
b) Mokoginta
mengatakan dalam kutipan di atas bahwa “jaminan keselamatan itu bukan
hanya asal percaya kepada Yesus dijamin pasti masuk surga, tetapi bagaimana
mengamalkan seluruh ajaran Yesus dan Tuhannya Yesus yaitu Allah Swt”.
Ada
2 hal yang ingin saya berikan sebagai jawaban:
1. Saya kira
Mokoginta menggunakan kata ‘Tuhan’ dalam arti ‘Allah’. Kalau Allah itu
adalah Allahnya Yesus, bagaimana dengan ayat di bawah ini?
Ibr 1:8 - “Tetapitentang(kepada) Anak Ia berkata: ‘TakhtaMu, ya Allah, tetap untuk seterusnya dan selamanya, dan tongkat kerajaanMu adalah tongkat kebenaran”.
KJV: ‘But unto the Son he saith, Thy throne, O God, is for ever and ever: a sceptre of righteousness is the sceptre of thy kingdom’ (= Tetapi kepada Anak Ia berkata, TakhtaMu, ya Allah, adalah untuk selama-lamanya: tongkat kebenaran adalah tongkat dari kerajaanMu).
Jelas bahwa Allah berbicara KEPADA Anak / Yesus, dan mengatakan ‘ya
Allah’! Jadi, Yesus juga adalah Allahnya Allah!
Memang dalam Allah Tritunggal tak ada yang lebih tinggi atau lebih
rendah. Ketiga pribadi itu setara!
2. Saya ingin menekankan kata ‘seluruh’ dalam kutipan
kata-kata Mokoginta di atas. Saya ingin bertanya: adakah orang yang bisa taat
seluruh ajaran Yesus dan Allah? Apakah dia orang Kristen atau orang Islam, itu
mustahil!
Bdk. 1Yoh 1:8,10 - “(8) Jika kita berkata, bahwa kita tidak berdosa, maka kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada di dalam kita. ... (10) Jika kita berkata, bahwa kita tidak ada berbuat dosa, maka kita membuat Dia menjadi pendusta dan firmanNya tidak ada di dalam kita”.
Pkh 7:20 - “Sesungguhnya, di bumi tidak ada orang yang saleh: yang berbuat baik dan tak pernah berbuat dosa!”.
Jadi, memang ada 2 jalan ke surga:
a. Dengan mentaati seluruh
Firman Tuhan, dan ini mustahil.
b. Dengan percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan
Juruselamat, dan ini mudah sekali.
Mau yang mustahil, atau yang mudah, itu terserah kepada
saudara!
Bersambung ke Bagian delapan
No comments:
Post a Comment