Kita akan mendiskusikan beberapa dari pandangan tersebut. Saya sengaja mengutip kalimat asli dari para ahli tersebut. Dengan demikian, pembaca dapat memahaminya secara utuh. Mohon maaf karena kalimat kutipan dalam bahasa Inggris tidak saya terjemahkan.
1. Pluralisme (John Hick, Paul F. Knitter)
Pandangan ini menolak ajaran bahwa Yesus adalah satu-satunya jalan keselamatan. Menurut pandangan ini, ada banyak (plural) jalan menuju keselamatan, dan Yesus hanya salah satu jalan di antara jalan tersebut.
John Hick seorang pluralist menulis: "There is a direct line of logical entailment from the premise that Jesus was God, in the sense that he was God the Son, the second person of the divine Trinity, living in a human life, to the conclusion that Christianity, and Christianity alone, was founded by God in person; and from this to the further conclusion that God must want all his human children to be related to him through his religion which he has himself founded for us; and then to the final conclusion, that "Outside Christianity, there is no salvation".[1]
Ajaran Alkitab yang mengacu kepada keAllahan Yesus digugatnya, juga ajaran inkarnasi, Yesus adalah Allah yang menjadi manusia (Yoh.1:14), serta istilah Anak Allah. Hick
menulis: "Incarnation is a metaphor, as in "Abraham Lincoln ircarnated the spirit of American independence...And in this metaphorical sense we can say that insofar as any human being does God's will, God is "incarnate", embodied, in a human action".[2]
Selanjutnya, tentang istilah "Anak Allah", dia menegaskan bahwa istilah tersebut sering diberikan kepada manusia biasa pada dunia purba. Menurut Hick, ketika itu konsep dan bahasa yang digunakan untuk hal yang bersifat ilahi (divinity) seringkali tidak jelas. Karena itu, para kaisar, para Firaun, dan filsuf-filsuf besar serta pemimpin-pemimpin agama juga kadang-kadang disebut "anak Allah" dan dianggap sebagai yang ilahi.[3] Demikian juga dia mengutip Mazmur 2:7 "Anakku engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini". Kemudian dia menafsirkan ayat tersebut dengan mengatakan: " No one thought that King David, to whom God said at his coronation, was literally God's son. And it would be entirely natural that Jesus, as a great charismatic preacher and healer, should be thought of as a son of God".[4]
D'Costa mencoba memahami mengapa John Hick, yang tadinya penganut theologia Injili beralih menjadi liberal. Menurut D'Costa, pertemuan Hick dengan orang dari berbagai agama[5] yang kelihatannya sungguh-sungguh dan bermoral baik membuatnya tidak lagi melihat bahwa kekristenan dan Yesus hanya satu-satunya jalan keselamatan. Karena menjadi nyata baginya bahwa di luar kekristenan dan di luar pengaruh Yesus Kristus, mereka itu juga dapat diselamatkan.[6] Sementara itu, Denise dan John Carmody mempertanyakan kesungguhan kaum pluralist dalam ajaran keAllahan Yesus. Karena itu dalam responnya terhadap pandangan Knitter yang berjudul Do Knitter's Theses Take Christ's Divinity Seriously, kita dapat membaca tantangan mereka sebagai berikut:
"If one holds, with traditional Christians creeds, that in Jesus the eternal Word of God took flesh, in such wise Jesus was the incarnation of 'God from God, light from light', then one will probably think that no salvation occurs apart from Jesus –outside the single, comprehensive, ontological order centered in the Incarnate Word. Then the soteriological functions of other saviors –figures such as Buddha and Muhammad, who mediate the historical process of healing and sanctification manifest in their people- occur in an ontological Christian order of salvation. We see no alternative, unless one is going to scrap either traditional Christian faith in the full divinity of Jesus the Christ or traditional Christian monotheism".[7]
(bersambung)
Pdt. Mangapul Sagala
No comments:
Post a Comment