Oleh: Martin Simamora
Apakah Penghakiman-Nya Terhadap Manusia Ditentukan Oleh Relativitas Manusia?
Bacalah lebih
dulu: “bagian 6.i”
Keselamatan di luar
Kristen pada fundamentalnya, oleh pendeta Dr. Erastus Sabdono, telah
benar-benar mengesampingkan Yesus Sang Mesias bukan saja dari apakah tujuan kedatangan-Nya ke dalam dunia
ini, sebagaimana Ia telah menyatakan, tetapi juga melemparkan
sejauh-sejauhnya kebenaran Allah
berdasarkan sabda Kristus sendiri. Kecuali memang pendeta Erastus tak sama
sekali menerima perkataan-perkataan
Yesus adalah yang memerintah di dunia ini di sepanjang masa hingga ke
datangan-Nya yang kedua kalinya [yang tentu saja secara konsekuensi, karena
berpandangan adanya keselamatan di luar Kristen maka mengajarkan kedatangan
Yesus yang kedua kali sungguh merupakan kekacauan yang menyeluruh pada
ajarannya, sebab yang ini:” Tetapi
kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan
menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke
ujung bumi." Sesudah
Ia mengatakan demikian, terangkatlah Ia disaksikan oleh mereka, dan awan
menutup-Nya dari pandangan mereka. Ketika
mereka sedang menatap ke langit waktu Ia naik itu, tiba-tiba berdirilah dua
orang yang berpakaian putih dekat mereka, dan berkata kepada mereka: "Hai
orang-orang Galilea, mengapakah kamu berdiri melihat ke langit? Yesus ini, yang
terangkat ke sorga meninggalkan kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama
seperti kamu melihat Dia naik ke sorga."- KPR 1:8-12,
sungguh tak masuk akal dan menggelikan untuk dipertahankan oleh pendeta Erastus. Sebab Yesus telah
menyatakan bahwa kebenaran diri-Nya bukan saja harus diberitakan oleh para
murid ke ujung bumi sebagai satu-satunya kebenaran, sebuah ekspresi keglobalan misi itu sendiri, tetapi
dilaksanakan jika Roh Kudus telah turun dari sorga ke atas para murid, menunjukan tak akan ada kebenaran lain dan bagaimana manusia memiliki kebenaran di hadapan Allah]
Bandingkan dengan
pengajaran pendeta Erastus, yang semacam ini:”Penghakiman Tuhan ini sangat
rahasia dan misteri kepada masing-masing individu. Sebab
penghakiman ini berdasarkan suara hati nurani mereka (Rom 2:16).
Jadi, sifatnya sangat batiniah. Tentu suara hati mereka terekspresi dalam
tindakan konkret. Namun harus dicatat bahwa
tindakan atau perilaku yang kelihatan bukanlah ukuran untuk umum tetapi
tergantung pengertian seseorang terhadap kebenaran moral. Suatu tindakan
yang dinilai baik atas seseorang belum tentu bisa menjadi ukuran kebaikan untuk
yang lain. Sedangkan suatu tindakan yang
dinilai buruk atau salah belum tentu bias menjadi ukuran keburukan bagi yang
lain.”- lihat
halaman 19:
Apakah
Allah Hingga Kini Bahkan Tak Memiliki Dasar Penghakiman Sebagai Hakim Sebab
Dasar-Dasar Penghakiman-Nya Tersimpan Rapat di Dalam Dinamika Relativitas Manusia?
Pertama, memang benar
penghakiman Allah tak akan berlangsung kolektifitas tetapi personal.
Masing-masing akan mempertanggungjawabkan dirinya di hadapan Sang Hakim. Tetapi
tidak benar jika dikatakan misteri dan rahasia, sebab tepat di Surat Roma telah
dinyatakan tiada satu bentuk kemisterian dan kerahasiaan yang bagaimanapun juga
terkait bagaimana pengampunan dosa
berlangsung.
Perhatikan
ini:
Roma1:16-17
Sebab aku mempunyai keyakinan yang kokoh
dalam Injil, karena Injil adalah kekuatan
Allah yang menyelamatkan
setiap orang yang percaya, pertama-tama orang Yahudi, tetapi juga orang Yunani.
Bagi Rasul Paulus,
tak ada sama sekali elemen relativitas manusia sebagai ‘bahan baku’ yang jika memadai akan
memberikan keuntungan bagi seorang manusia dalam penghakiman Allah. Tak sama
sekali ada diperhitungkan, terkait keselamatan, ketercukupan kebenaran moral
manusia bahkan dalam takaran relativitas, akan memberikan sumbangsih selamatnya
seorang manusia dan masuk ke dalam kehidupan kekal dari Allah. Sebaliknya tegas dan tunggal saja ukuran
keselamatan dan sumbernya, yaitu:”Injil adalah kekuatan Allah yang
menyelamatkan setiap orang yang percaya.” Bahkan setiap orang
yang percaya, tidak mengindikasikan nasionalitas atau kebangsaan tertentu
terkait keselamatan tetapi sebuah keberlakuan Injil adalah kekuatan Allah secara
global pada bola dunia yang mencakup
segala dunia yang belum dikenali atau ujung bumi.
Apakah injil yang
sedang dibicarakan ini; yang menyelamatkan pertama-tama orang Yahudi, tetapi
juga orang Yunani [atau bangsa-bangsa non Yahudi]? Beginilah Paulus
menjelaskannya:
Roma
1:2-3 Injil itu telah dijanjikan-Nya sebelumnya dengan perantaraan
nabi-nabi-Nya dalam kitab-kitab suci, tentang Anak-Nya,
yang menurut daging diperanakkan dari keturunan Daud, dan
menurut Roh kekudusan dinyatakan oleh kebangkitan-Nya dari antara orang mati,
bahwa Ia adalah Anak Allah yang berkuasa, Yesus Kristus Tuhan kita.
Inilah jenis injil yang
sedang diberitakan Paulus:”Dari Paulus, hamba Kristus Yesus, yang
dipanggil menjadi rasul dan dikuduskan untuk memberitakan Injil Allah”- Rom
1:1
Bandingkanlah
dengan berita injil yang disampaikan Yesus sendiri kepada 2 orang murid dalam
perjalanan ke Emaus:
Lukas
24:25- 27Lalu
Ia berkata kepada mereka: "Hai kamu orang bodoh, betapa lambannya hatimu,
sehingga kamu tidak percaya segala sesuatu, yang telah dikatakan para nabi! Bukankah
Mesias harus menderita semuanya itu untuk masuk ke dalam kemuliaan-Nya?"
Lalu
Ia menjelaskan kepada mereka apa yang tertulis tentang Dia dalam seluruh Kitab
Suci, mulai dari kitab-kitab Musa dan segala kitab nabi-nabi.
Juga
ayat 44-47 I a berkata kepada mereka: "Inilah
perkataan-Ku, yang telah Kukatakan kepadamu ketika Aku masih bersama-sama
dengan kamu, yakni bahwa harus digenapi semua yang ada tertulis tentang Aku
dalam kitab Taurat Musa dan kitab nabi-nabi dan kitab Mazmur." Lalu Ia
membuka pikiran mereka, sehingga mereka mengerti Kitab Suci. Kata-Nya kepada
mereka: "Ada tertulis demikian: Mesias harus menderita dan bangkit dari
antara orang mati pada hari yang ketiga, dan lagi: dalam
nama-Nya berita tentang pertobatan
dan pengampunan dosa harus disampaikan kepada segala bangsa, mulai dari
Yerusalem.
Perhatikan baik-baik
dan pelajarilah cermat. Rasul Paulus sebagaimana Tuhannya, Yesus Kristus, tak
sama sekali memberikan keduaan atau kemultian bagaimana penghakiman dan
keselamatan itu harus berlangsung. Sebaliknya tunggal, yaitu keselamatan yang
telah terbangun sempurna dan terbuka bagi segala bangsa untuk diberitakan dan
diterima sebagai sebuah kasih karunia dalam Kristus saja.
“Pengampunan dosa” tidak berlangsung karena apapun dan bagaimanapun kemuliaan
relativitas kebenaran pada masing-masing individual untuk menjadi dasar
keberadaan kebenaran bersifat unik satu sama lain yang menjadi dasar penghakiman-Nya
bagi manusia. Sebaliknya, dikatakan “pengampunan dosa” sebagai bersumber dalam nama-Nya. Ini adalah instruksi global atau untuk segala bangsa. Tak
ada satu bentuk antisipasi kerelativitasan kebenaran manusia atau kebedaan moral
antarbangsa,antarbudaya dan antar nilai kebenaran sebagai elemen-elemen penting
bagi Allah kala menghakimi manusia dunia ini. Tak ada keragaman
dan kemultian kebenaran yang semacam ini atau yang seperti diajarkan oleh
pendeta Erastus:”Suatu tindakan yang dinilai baik atas seseorang belum tentu bisa menjadi
ukuran kebaikan untuk yang lain. Sedangkan suatu tindakan yang dinilai buruk atau salah
belum tentu bias menjadi ukuran keburukan bagi yang lain” karena Allah
tak pernah memandang kebenaran-Nya sebagai yang harus merendah pada
kerendahan moralitas manusia yang telah dikuasai pemerintahan maut [Roma 5:12,14].
Kekudusan
moralitas Allah,bukannya Ia begitu jijik terhadap sedikit saja ketakkudusan?
Habakuk
1:13Mata-Mu terlalu suci untuk melihat kejahatan dan Engkau tidak dapat memandang
kelaliman
Mazmur
34:16 wajah TUHAN menentang
orang-orang yang berbuat jahat untuk melenyapkan ingatan kepada mereka dari
muka bumi.
Mazmur
50:16,21 Tetapi kepada orang fasik Allah berfirman: "Apakah urusanmu menyelidiki ketetapan-Ku,
dan menyebut-nyebut perjanjian-Ku dengan mulutmu, Itulah yang engkau lakukan,
tetapi Aku berdiam diri; engkau
menyangka, bahwa Aku ini sederajat dengan engkau. Aku akan menghukum
engkau dan membawa perkara ini ke hadapanmu.
1Pet
3:12 Sebab mata Tuhan tertuju
kepada orang-orang benar, dan telinga-Nya kepada permohonan mereka yang minta
tolong, tetapi wajah Tuhan menentang
orang-orang yang berbuat jahat."
Mazmur
5:4-Sebab Engkau bukanlah Allah yang
berkenan kepada kefasikan; orang
jahat takkan menumpang
pada-Mu. Pembual tidak akan tahan di depan mata-Mu; Engkau membenci semua orang yang melakukan
kejahatan. Engkau membinasakan
orang-orang yang berkata bohong,
TUHAN jijik melihat penumpah darah dan penipu.
Sedikit teks-teks ini
telah menunjukan tak ada sama sekali Allah mengakomodasi kebenaran menurut
masing-masing manusia berdasarkan kemampuannya untuk memahami dan melakukannya.
Sebaliknya elemen keabsolutan kebenaran dengan menyatakan sumber penghakiman
itu hanya pada diri Allah saja yang diwakili oleh frasa-frasa absolut pada-Nya
saja:
-Mata-Mu terlalu suci: Sudut pandang dan
nilainya hanya berdasarkan pandangan Allah dan sangat definitif menutup ruang
akomodasi nilai-nilai manusia: “Engkau
tidak dapat memandang kelaliman.”
-Tuhan Menentang: tak ada satu ruang
bagi relatifitas bagi kebenaran Allah supaya dapat mengadopsi relativitas
semacam ini: Suatu tindakan yang dinilai baik atas seseorang belum tentu bisa menjadi
ukuran kebaikan untuk yang lain. Sedangkan suatu tindakan yang dinilai buruk atau salah
belum tentu bisa menjadi ukuran keburukan bagi yang lain, apa yang ada
hanya Tuhan menentang.
-Apakah urusanmu menyelidiki ketetapan-Ku:
ini bukan sekedar tak ada ruang relatifitas kebenaran semacam ajaran pendeta
Erastus, tetapi Allah menghina pandangan relativtas itu dengan “mengacungkan”
tinggi-tinggi keabsolutan kebenarannya di tengah-tengah dunia yang jatuh ke
dalam kejahatan ini, dengan menyatakan “Apakah urusanmu menyelidiki
ketetapan-Ku.”
Harus
dicamkan, Allah memang tak menyukai dan
membenci sebuah perelatifan atau perendahan kedaulatan dan keabsolutan diri-Nya
dan sabda-Nya sehingga meninggikan manusia untuk menjadi allah-allah kebenaran
bagi manusia sendiri dan berpikir kebenarannya harus diperhitungkan Allah.
Tidak demikian, sebaliknya Ia tegas berkata kepada manusia Israel: Aku hendak
bersaksi terhadap kamu: Akulah Allah, Allahmu!- Maz 50:7
Ketika
siapapun membaca “apakah urusanmu menyelidiki ketetapan-Ku,” itu hendak
memberikan pesan keras dan absolut “Akulah Allah” bukan manusia-manusia. Para
manusia bukanlah sebagaimana Allah yang dapat menghadirkan kebenaran yang dapat
berkompetisi dan memperkaya kebenaran Allah dalam penghakiman manusia-manusia dan bagaimanakah keselamatan dapat dimiliki manusia, kecuali ada manusia yang menakar dirinya tandingan Allah: engkau
menyangka, bahwa Aku ini sederajat dengan engkau??
Bahkan sekedar
bohong mendatangkan kebinasaan dan
penipuan tak ada bedanya dengan penumpahan darah: kejijikan
bagi Tuhan.
Siapakah manusia yang
dapat menghakimi penghakiman Allah dalam cara semacam ini: “bahwa
tindakan atau perilaku yang kelihatan bukanlah ukuran untuk umum tetapi
tergantung pengertian seseorang terhadap kebenaran moral ?”
Ingatlah pernyataan Allah mengenai diri-Nya: Akulah Allah, Allahmu!
Jadi, hai manusia
sekalian siapapun juga, dengarkanlah Dia dan diamlah sekalian manusia ketika Ia
bersabda!
Dan memang Roma 2:6 “Ia
akan membalas setiap orang menurut perbuatannya” tidak sama sekali
dapat diperlakukan sebagai sebuah relativitas penghakiman semacam ini:” Suatu
tindakan yang dinilai baik atas seseorang belum tentu bisa menjadi ukuran
kebaikan untuk yang lain. Sedangkan suatu tindakan yang dinilai buruk atau salah
belum tentu bisa menjadi ukuran keburukan bagi yang lain,” sebaliknya
kekuasaan keabsolutan Tuhan untuk menghakimi setiap jenis kejahatan menurut
ukuran Allah, bukan relativitas seperti yang dikonstruksikan pendeta Erastus.
Mengapa demikian? Perhatikanlah: “Ia
akan membalas setiap orang” yang mana tindakan pembalasan itu
berdasarkan penghakimannya yang serba absolut untuk masing-masing perbuatan
kejahatan, yaitu: “yaitu hidup kekal kepada mereka yang dengan tekun berbuat baik, mencari
kemuliaan, kehormatan dan ketidakbinasaan, tetapi murka dan
geram kepada mereka yang mencari kepentingan sendiri, yang tidak taat kepada
kebenaran, melainkan taat kepada kelaliman. Penderitaan dan kesesakan akan
menimpa setiap orang yang hidup yang berbuat jahat, pertama-tama orang
Yahudi dan juga orang Yunani, tetapi kemuliaan,
kehormatan dan damai sejahtera akan diperoleh semua orang yang berbuat baik,
pertama-tama orang Yahudi, dan juga orang Yunani. Sebab
Allah tidak memandang bulu. Sebab semua orang
yang berdosa tanpa hukum Taurat akan binasa tanpa hukum Taurat; dan semua
orang yang berdosa di bawah hukum Taurat akan dihakimi oleh hukum
Taurat.”- Rom 2:7-12
Kecuali pendeta Dr.
Erastus tidak mengakui kebenaran ayat-ayat setelah Roma 2:6 yaitu ayat 7-12
maka jelas asumsinya yang semacam ini: “Suatu tindakan yang dinilai baik atas
seseorang belum tentu bisa menjadi ukuran kebaikan untuk yang lain. Sedangkan suatu tindakan yang dinilai buruk atau salah
belum tentu bisa menjadi ukuran keburukan bagi yang lain” jelas-jelas
merupakan omong kosong sebab Allah tidak
menggunakan ukuran relativitas tetapi absolut:
-Sebab
Allah tidak memandang bulu
-semua
yang berdosa tanpa hukum Taurat akan binasa tanpa hukum Taurat
-semua
yang berdosa di bawah hukum Taurat akan dihakimi oleh hukum Taurat
-pertama-tama
orang Yahudi dan kemudian orang bukan Yahudi
Bahkan
kedaulatan keabsolutan hukum penghakiman Allah itu bertakhta menghakimi dan
menyeret semua relativitas hati nurani manusia untuk sujud pada pemerintahan tunggal
kebenaran-Nya:” Apabila
bangsa-bangsa lain yang tidak memiliki hukum Taurat oleh dorongan diri sendiri
melakukan apa yang dituntut hukum Taurat, maka, walaupun mereka tidak memiliki
hukum Taurat, mereka menjadi hukum Taurat bagi diri mereka sendiri. Sebab
dengan itu mereka menunjukkan, bahwa isi hukum Taurat ada tertulis di dalam
hati mereka dan suara hati mereka turut bersaksi dan pikiran mereka saling
menuduh atau saling membela. Hal itu akan
nampak pada hari, bilamana Allah, sesuai
dengan Injil yang kuberitakan, akan
menghakimi segala sesuatu yang tersembunyi dalam hati manusia, oleh
Kristus Yesus”- Roma 2:14-16.
Jadi
manusia boleh menyembunyikan apapun tetapi jelas tak akan sanggup bersembunyi
dihadapan kedaulatan pemerintahan hukum Allah dalam penghakiman-Nya sehingga
seolah Allah menjadi gamang dalam penghakiman dan harus merujuk pada
relativitas manusia. Tak pernah demikian.
Bersambung ke bagian 6.K
AMIN
Segala Pujian Hanya Kepada TUHAN
The
cross transforms present criteria of relevance: present criteria of relevance
do not transform the cross
[dari seorang teolog yang saya lupa namanya]
No comments:
Post a Comment