Oleh: Martin Simamora
Memahami “Sejak Adam Semua Telah Berada Di Bawah Kuasa Maut, Sekalipun
Baru Pada Era Musa, Dosa Diperhitungkan- Roma 5:13
Bacalah lebih dulu: “bagian 6.H”
Pertanyaan pendeta Dr. Erastus, yang ini: “lalu bagaimana dengan orang non-Yahudi yang tidak memiliki hukum torat?” Apakah dosa bagi mereka? Sebagaimana dapat anda temukan pada halaman 19 dibawah ini:
Memang benar akan
dijumpai semacam perbedaan: (a)orang-orang non Yahudi atau semua bangsa non
Yahudi tidak memiliki hukum Taurat secara tertulis, dan(b) orang-orang Yahudi ketika dibawah kepemimpinan Musa, menerima
hukum Taurat dari Allah. Itulah momentum bangsa ini masuk ke dalam
ketetapan hukum dan pelanggaran atau dosa dapat diperhitungkan berdasarkan hukum tersebut. Tetapi,
perbedaan itu, sama sekali tidak menunjukan kebedaan
perlakuan, dan apalagi favoritisme hukum dan penghukuman oleh Allah
pada penghakiman akhir-Nya.
Juga, pada kedua
kelompok manusia tersebut, sama sekali tidak hendak menyatakan bahwa segenap manusia
setelah Adam dan sebelum Musa, dengan demikian tidak berdosa sebelum hukum ada, dan setelah itu telah terjadi kebedaan perlakuan hukum di antara manusia, oleh
Allah. Keberdosaan atau eksistensi dosa tidak ditentukan oleh kehadiran atau
ketakhadiran hukum:
Roma
5:12 Sebab itu, sama seperti dosa telah
masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah
maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang
telah berbuat dosa.
Semua
manusia setelah Adam telah dikuasai atau dibawah pemerintahan maut yang mengakibatkan tak satu manusiapun yang tidak
berada dibawah perhambaan maut.
Memang benar, era sesudah
kejatuhan Adam ke dosa akibat pelanggaran perintah Allah, tidak ada hukum yang pernah
diberikan Allah sampai pada kepemimpinan Musa atas bangsa Israel. Karena itu,
memang tak ada yang dapat disebut sebagai sebuah pelanggaran
bagi manusia setelah Adam, sehubungan dengan tak satupun larangan berupa hukum
yang dapat secara terbuka didakwakan. Ketika Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa,
begitu jelas apa yang dilanggarnya,
yaitu: “Lalu TUHAN Allah memberi perintah
ini kepada manusia: "Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya
dengan bebas, tetapi pohon
pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati-
Kejadian 2:16-17." Permulaan generasi manusiadi Eden, telah memiliki hukum
tersendiri, yaitu: apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan, lengkap dengan sanksi hukum yang spesifik
bahkan pada momentum apakah sanksi hukum itu menimpa manusia dan apakah itu,
yaitu: “pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati.”
Sehingga ada hukum
yang harus ditaati dan ada sanksi yang bekerja jikalau dilanggar, dalam hal
inilah manusia dapat didakwa atau kesalahannya dapat diperhitungkan. Dan
pada setelah peristiwa
penghukuman dan konsekuensi pada realitas kehidupan manusia itu genap,
yaitu: tidak lagi memiliki kehidupan
bersama Allah atau diusir dari hadapan Allah dengan ketidakmungkinan pada
manusia untuk berjuang masuk kembali dan memiliki hidup yang kekal dari Allah,
sebab dalam hal ini,Allah mencegahnya secara
kokoh agar usaha manusia tidak dapat menjadi sarana untuk kembali memiliki
kehidupan dari Allah. Seperti nyata dalam tindakan Allah berikut ini: “Lalu TUHAN
Allah mengusir dia dari taman Eden supaya ia mengusahakan tanah dari
mana ia diambil. Ia menghalau
manusia itu dan di sebelah timur taman Eden ditempatkan-Nyala beberapa kerub dengan pedang yang
bernyala-nyala dan menyambar-nyambar, untuk
menjaga jalan ke pohon kehidupan”-
Kejadian 3:23-24, ini keberakhiran kerja
hukum pertama itu, dan setelah itu tidak pernah ada lagi hukum yang harus
ditaati manusia.
Manusia hidup tanpa
hukum, sehingga memang tidak ada apapun
yang dapat didakwakan pada manusia sebagaimana saat di taman Eden.
Terkait hal ini, Paulus menyatakan
demikian:
Roma
5:13 Sebab sebelum
hukum Taurat ada, telah
ada dosa di dunia. Tetapi
dosa itu tidak
diperhitungkan kalau tidak ada hukum Taurat.
Teks
ini, sama sekali, tidak menyatakan bahwa dalam
dosa tidak diperhitungkan karena belum ada hukum Taurat, maka apa yang disebut dosa tidak ada, sekalipun
ada. Tidak demikian, sebab rasul Paulus sendiri menegaskan bahwa dalam
“dosa itu tidak diperhitungkan kalau tidak ada hukum Taurat,” maut tetap mencengkram manusia sehingga
tidak dapat memiliki kehidupan dari Allah:
Roma
5:14 Sungguhpun demikian maut telah berkuasa dari zaman Adam sampai kepada zaman Musa juga
atas mereka, yang tidak berbuat dosa dengan cara yang sama seperti yang telah
dibuat oleh Adam, yang adalah gambaran Dia yang akan datang.
“Sungguhpun demikian,”
apakah maksudnya? Maksudnya “sekalipun
dosa tidak diperhitungkan karena tidak ada hukum yang menjadi dasar pendakwaan,
namun kuasa dosa, yaitu maut terus
bekerja dahsyat,” bahkan kedahsyatannya tidak dapat dihalangi oleh
kejahatan manusia yang lebih rendah daripada Adam dan Hawa: “juga atas mereka, yang tidak berbuat dosa
dengan cara yang sama seperti yang telah dibuat oleh Adam.”Dengan kata lain
tidak ada
relativisme pada realitas berada dalam kuasa maut. Dengan demikian,
semua bangsa sejak Adam telah berada dibawah pemerintahan maut, sekalipun
bangsa-bangsa lain tetap tidak memiliki hukum dari Allah Israel secara terbuka
[secara tertulis dimiliki] dan otentik, hingga kini.
Itu sebabnya “dosa
tidak dapat diperhitungkan” bukan sama sekali celah hukum bagi Allah di hadapan
manusia, sehingga Ia perlu menghadirkan hukum bagi manusia, selain untuk
menyatakan bahwa manusia memang hidup di
dalam pemerintahan maut, secara jauh lebih kuat dan lebih aktual bagi semua manusia.
Kebenaran
ini, begitu penting, karena ini akan menjelaskan mengapa
Yesus Sang Mesias adalah keselamatan bagi segala bangsa? Karena kedatangan
Mesias ke dalam dunia ini, terkait dengan penaklukan pemerintahan maut atas
dunia, seperti yang disampaikan Allah saat Ia menyatakan pelanggaran dan penghukuman
yang harus dialami manusia dan iblis: “Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini,
antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya
akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya-
Kejadian 3:15 [ juga baca dan pelajari: Kej 3:15; 12:1-3; 22:1-18 (lihat
Galatia 3:8); 49:10 Kel 12, Im 16, Ul 18:15-19 (lihat Kel 33:17-33) 2 Samuel
7:12-17, Maz 2:1-12; 16:7-11; 22, 23; 110:1 (Lihat Mat 22:41-45); 118:22, Yes 7:14; 9:1-7;
52:13--53:12, Yer 23:1-6; 32:37-40; 33:6-9, 14-18, Daniel 2:31-45; 7:13-14;
9:24-27, Mikha 5:2-5, Zak 9:9; 13:7; 14:1-11"], dan ini sama sekali tidak dibawah otoritas hukum taurat, yang memang bekerja
secara khusus atas sebuah bangsa
tertentu, sementara bangsa- bangsa yang lain tidak menerimanya. Janji Mesias luar biasa berbeda pada keluasan atau globalitas penerimanya dan
keberlakuannya, dibandingkan dengan hukum yang diterima oleh Israel yang memang
memiliki eksklusivitasnya pada Israel. Ini
jelas sekali, karena untuk pemberian janji keselamatan, telah dinyatakan
dengan “akan sampai kepada segala bangsa.” Perhatikan,
misalkan: “maka Aku akan memberkati
engkau berlimpah-limpah dan membuat keturunanmu sangat banyak seperti bintang
di langit dan seperti pasir di tepi laut, dan keturunanmu itu akan menduduki
kota-kota musuhnya. Oleh keturunanmulah semua
bangsa di bumi akan mendapat berkat, karena engkau mendengarkan
firman-Ku- Kejadian 22:17-18."
Hukum
tidak pernah membicarakan berkat sebagaimana
Kejadian 22:17-18, sebaliknya natur kehadiran dan penghadiran hukum, agar Allah dapat mendakwa realitas manusia memang telah berada dibawah pemerintahan maut yang
eksternalisasinya dinyatakan dalam kehadiran dan implementasi hukum yang senantiasa
mendatangkan penghukuman demi penghukuman karena kecenderungan manusia sejak
dahulu adalah senantiasa jahat semata adanya [bandingkan dengan Kejadian 6:5
;Yohanes
1:5,9-11 dan Yohanes 3:19-20] disamping menunjukan
kekudusan Allah di dalam hukum tersebut terhadap dosa: melanggar akan mendatangkan
kematian, tepat sebagaimana hukum Allah di dalam taman Eden yang
sudah genap bekerja mendatangkan kematian bagi setiap pelanggarnya, tak peduli apapun argumen manusia dalam menjelaskan kepada Allah apakah
yang dipahaminya sebagai apa yang baik dan apa yang buruk berdasarkan
pengalaman hidupnya bersama Hawa, dan bagaimana iblis telah mengaburkan
padanya [Kejadian 3:8-13]. Janji Allah di
taman Eden, sebaliknya, senantiasa dan pasti berupa berkat yang merupakan pewujudan
atau penggenapan: “keturunannya
akan meremukan kepalamu,” yang diperhitungkan akan bermula dari
Abraham dan hadir bersama hukum yang
diterima oleh Musa [Ulangan 18:15-19, bandingkan dengan: Yohanes 5:46 dan Kisah
Para Rasul 3:18,22-25], dan Ia adalah Yesus Sang Kristus, sebagaimana juga
secara khusus dinyatakan oleh rasul Paulus: “Dan Kitab Suci, yang sebelumnya mengetahui, bahwa Allah membenarkan orang-orang bukan Yahudi
oleh karena iman, telah terlebih dahulu memberitakan Injil kepada Abraham:
"Olehmu segala bangsa akan
diberkati- Gal 3:8" ; “Adapun
kepada Abraham diucapkan segala janji itu dan kepada keturunannya. Tidak dikatakan "kepada
keturunan-keturunannya" seolah-olah dimaksud banyak orang, tetapi hanya
satu orang: "dan kepada keturunanmu", yaitu Kristus-Gal 3:16.” Itu sebabnya, Injil Matius,
dalam silsilah Yesus Sang Mesias menuliskan mengenai-Nya sebagai keturunan
Abraham: “Inilah silsilah Yesus Kristus,
anak Daud, anak Abraham”- Mat 1:1.
Jadi, ketika
membicarakan kehadiran hukum Allah pada sebuah bangsa dan ketidakhadiran pada
bangsa-bangsa lainnya, tidak boleh sama sekali diajarkan
dan dinyatakan sebagai bagaimanakah cara kehadiran dosa bahwa yang satu berdasarkan
melanggar hukum Taurat dan yang lainnya berdasarkan hati nurani yang relatif antarmanusia,
sebab, Paulus tidak pernah menyatakan kehadiran dosa sehubungan dengan
kehadiran hukum dan kerja hati nurani pada setiap manusia, tetapi apakah dasar bagi sebuah pendakwaan realitas
manusia yang berada dalam maut, dapat berlangsung. Paulus terkait kehadiran
hukum, tidak pernah menyatakan hal itu untuk menunjukan bagaimankah dosa bisa
ada seolah sebelum hukum ada, maka
dosa tidak ada atau dengan demikian tak
ada manusia yang berdosa. Perhatikan pernyataan rasul Paulus berikut ini:
Galatia
3:10 Karena semua orang, yang
hidup dari pekerjaan hukum Taurat, berada di bawah kutuk. Sebab ada tertulis: "Terkutuklah
orang yang tidak setia melakukan
segala sesuatu yang tertulis dalam kitab hukum
Taurat."
Ini
tak menyatakan bahwa sebelum kehadiran hukum,
dosa tidak ada yang dikarenakan tak bisa
sebuah pelanggaran diperhitungkan sebagai dosa jika tidak ada hukum yang
melarang atau menyatakan pelanggaran itu adalah dosa. Apa yang dinyatakan oleh
hukum Taurat adalah: “tidak setia
melakukan SEGALA SESUATU yang tertulis maka orang tersebut TERKUTUKLAH.”
Apa
yang dibicarakan adalah kutuk, bukan dosa tanpa kuasa yang membelenggu. Dosa telah menghasilkan kuasa yang membelenggu dan
tak dapat ditanggulangi dengan membangun kehidupan lebih baik. Lawan kutuk adalah berkat dari
Allah itu sendiri. Sehingga kutuk terkait manusia tidak setia melakukan segala
sesuatu, hanya dapat diatasi oleh berkat Allah dalam Yesus Kristus.
Terkutuklah
jika tidak setia melakukan segala sesuatu merupakan
natur hukum Allah yang diberikan kepada manusia. Terkutuk, bukan
terberkatilah. Jika sudah terkutuk maka tak ada manusia yang dapat mengubahnya
menjadi terberkati berdasarkan upayanya untuk memperbaiki satu saja kegagalan
untuk SETIA dalam melakukan segala sesuatunya.
Natur kegagalan
mentaati semacam ini, menjadi “terkutuklah,” sangat identik
dengan situasi: “pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati.” Itu
sebabnya, Paulus membuat relasi tak terpisahkan
antara kegagalan manusia di taman Eden
untuk mentaati perintah berupa hukum yang harus senantiasa sehingga
mendatangkan kematian yang menjalar ke semua manusai di setiap generasi
[Roma 5:12] serta kegagalan manusia untuk setia mentaati
SEGALA sesuatu yang tertulis, sehingga menjadi terkutuk, dengan
Yesus Kristus sebagai satu-satunya
sumber berkat untuk kembali memiliki kehidupan
dan berkat dari Allah yang tak mungkin gagal dan digagalkan:
Galatia
3:13-14 Kristus
telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi
kutuk karena kita, sebab ada tertulis: "Terkutuklah orang yang digantung
pada kayu salib!" Yesus Kristus telah membuat ini, supaya di
dalam Dia berkat Abraham sampai kepada
bangsa-bangsa lain, sehingga oleh iman kita menerima Roh yang telah
dijanjikan itu.
Penghukuman
Berdasarkan Hati Nurani Yang Relatif Antarmanusia, Jalan Keselamatan Yang Lainkah?
Ketika Paulus menuliskan Roma
2:12-16, memang kita menjumpai “hati
nurani” kala membicarakan bangsa-bangsa lain atau non Yahudi, tetapi
konteksnya tak pernah mengenai hukum-hukum lain yang bekerja secara
tersirat dalam hati nurani mereka.
Paulus, dalam hal ini menyatakan bahwa pada bangsa-bangsa lain hukum Taurat
yang dinyatakan dan bekerja secara terbuka pada bangsa Yahudi, dapat bekerja
secara tertutup pada bangsa-bangsa lain. Perhatikan pernyataan Paulus berikut
ini: “Apabila bangsa-bangsa lain yang
tidak memiliki hukum Taurat oleh
dorongan diri sendiri melakukan apa
yang dituntut hukum Taurat, maka,
walaupun mereka tidak memiliki hukum Taurat, mereka menjadi hukum Taurat bagi
diri mereka sendiri. Sebab dengan itu mereka
menunjukkan, bahwa isi hukum Taurat ada tertulis di dalam hati mereka
dan suara hati mereka turut bersaksi dan pikiran mereka saling menuduh atau
saling membela- Roma 2:14-15.” Sehingga, entah manusia itu bangsa Yahudi atau
bangsa lain, Allah tetap memiliki dasar untuk mendakwa semua manusia dari
segala bangsa sekalipun mereka tak memiliki secara terbuka, hukum Taurat
tersebut. Ketika hati nuraninya melawan
keinginan untuk membunuh, maka pada diri manusia non Yahudi tersebut, telah
bekerja hukum yang berbunyi: “jangan membunuh.” Jadi, sangat berbeda dengan apa
yang diajarkan oleh pendeta Dr, Erastus Sabdono, terkait hukum yang bekerja di
dalam hati nurani bangsa lain adalah relatif: “berbicara mengenai hati nurani
ukurannya sangat relatif, sebab hati nurani seseorang terbentuk melalui
pengalaman hidup dari lingkungannya. Dalam hal ini. Tuhan yang akan menghakimi
seseorang berdasarkan pengertian tentang apa
yang baik dan apa yang buruk yang dimiliki masing-masing individu-halaman 19
“Keselamatan Diluar Kristen.” Tidak demikian, karena ketika Paulus
membahasa hati nurani, jelas sekali bahwa Tuhan menempatkan standard
kekudusan-Nya untuk diperhadapkan pada manusia. Jadi memang benar bahwa hati
nurani manusia dapat begitu relatif dan
fluktuatif terhadap apa yang baik dan apa yang buruk, namun dalam kesemua itu
akan diperhadapkan dengan standard kekudusan Allah yang bersemayam di dalam
Taurat Allah, karena: “isi hukum Taurat ada tertulis di dalam hati mereka,”
dengan kata lain “relativisme” moral, hukum dan kebenaran apapun pada diri setiap manusia, akan dihakimi
berdasarkan kekudusan Allah yang absolut , yang bersemayam di dalam isi hukum Taurat yang
ada tertulis di dalam hati mereka.”
Apa
yang terpenting adalah: Allah tak pernah menghakimi
secara favoritisme semacam ini: “Tuhan akan menghakimi
seseorang berdasarkan pengertian
tentang apa yang baik dan buruk yang
dimiliki masing-masing
individu,” tetapi ini: “Sebab
Allah tidak memandang bulu”-
Roma 2:11.
Itu sebabnya, pada
bangsa-bangsa lain, ketika membicarakan penghakiman, tidak ada kebedaan yang bagaimanapun dengan bangsa Yahudi,
bahwa semua manusia dari segala bangsa akan menghadapi penghakiman Kristus: “Hal itu
akan nampak pada hari, bilamana Allah, sesuai dengan Injil yang
kuberitakan, akan
menghakimi segala sesuatu yang tersembunyi dalam hati manusia, oleh Kristus Yesus- Roma 2:16.”
Sehingga, apa yang
dilakukan oleh pendeta Dr. Erastus Sabdono dalam pengajarannya ini, selain
merupakan pengajaran yang tak berakar pada Alkitab, sementara ia mengutipnya,
juga merupakan pengingkaran keuniversalan Yesus bagi segala bangsa untuk
memiliki berkat kehidupan dari Allah dan meniadakan kutuk karena tidak setia melakukan segala sesuatu
isi hukum taurat yang tertulis di dalam hati nurani mereka, dengan cara datang dan
beriman sebagai cara memiliki hidup yang telah meniadakan baik kuasa maut yang
masuk melalui Adam dan kutuk yang membelenggu manusia karena tidak setia
melakukan segala sesuatu yang dikehendaki hukum taurat atau isinya yang
tertulis pada hati bangsa-bangsa lain.
Jadi tidak ada dasar
sama sekali bagi pendeta Erastus menggunakan kebenaran ini untuk mengajarkan
ada keselamatan di luar Kristen berdasarkan penghakiman yang mengacu pada
kebenaran-kebenaran relatif pada setiap manusia di dunia ini.
Bersambung ke bagian 6.J
AMIN
Segala Pujian Hanya Kepada TUHAN
The cross
transforms present criteria of relevance: present criteria of relevance do not
transform the cross
[dari
seorang teolog yang saya lupa namanya]
No comments:
Post a Comment