Martin Simamora
Corpus Delicti
Dalam Pengajaran Pendeta Erastus Sabdono
(Lebih dulu di "Bible Alone"-Kamis, 7 Juli 2016)
Bacalah lebih
dulu: “PengajaranPdt.Erastus Sabdono Tentang Corpus Delicti (1)”
Dalam pengajaran
pendeta Erastus Sabdono, Lucifer diajarkan sebagai lebih tinggi daripada
malaikat, artinya: BUKAN malaikat. Ini begitu krusial bagi pengajaran CORPUS
DELICTI yang sedang dibangun berdasarkan “penemuan-penemuannya,” sehingga
penting baginya untuk membangun sebuah dasar yang sangat mendasar untuk dapat
melahirkan penudingan pada kesalahan yang selama ini berlangsung didalam
pengajaran keselamatan Kristen. Ia menyatakan, bahwa sumber kesalahan doktrin
keselamatan berakar dari kesalahan memahami SIAPAKAH LUCIFER. Perhatikan apa
yang dinyatakannya berikut ini:
Bukan Malaikat:
Selama ini hampir semua orang
Kristen mengganggap bahwa Lucifer adalah malaikat. Ini tidak tepat, atau bisa
dikatakan salah besar. Pandangan yang salah ini cukup signifikan merusak
berbagai pandangan dalam doktrin Kristen, seperti mengenai keselamatan, kesempurnaan
Kristiani dan lain sebagainya. Tanda pertama bahwa Lucifer bukanlah malaikat
adalah keterangan bahwa ia memiliki keadaan yang sempurna dalam Yehezkiel 28:15
tadi. Dalam Yehezkiel 28:17 ia juga dikatakan cantik dan semarak dan agung.
Malaikat tidak pernah dikatakan seperti ini.
Kemudian dalam Alkitab dikatakan bahwa Lusifer memiliki keberadaan yang
sangat khusus dan istimewa, sebab IA DICIPTAKAN SECARA TUNGGAL, sedangkan
malaikat jamak. Ia diciptakan secara terpisah. Pada Yehezkiel 28:13 dikatakan
“pada hari penciptaanmu” menunjukan orang kedua tunggal. Sedangkan penciptaan
malaikat tidak jelas, tetapi tampaknya langsung diciptakan semua sekaligus. …..
Lucifer tidak bisa digolongkan sebagai malaikat-malaikat…..
[halaman 20-21]
Mengapa dibutuhkan
CORPUS DELICTI dan mengapa Allah sampai perlu mengutus Yesus untuk menjadi
CORPUS DELICTI, jelas terkait begitu erat dengan bagaimana pendeta Erastus
membangun pengajaran mengenai SIAPAKAH LUCIFER dihadapan Allah: Istimewa atau
khusus dan lebih tinggi daripada malaikat.
Perhatikan juga ini:
“Awalnya
Lucifer adalah mahkluk surgawi yang luar biasa. Batu-batu permata yang ada di
taman Allah disediakan baginya…” [halaman 20]
Apakah CORPUS DELICTI
memang sebuah terminologi hukum yang memadai untuk digunakan menjelaskan
KESELAMATAN DARI ALLAH di dalam Yesus Kristus?
Mari,kini, begitu
penting untuk melihat apakah sebenarnya CORPUS DELICTI itu. Bagaimanakah
terminologi ini lahir dan bagaimanakah kerjanya dalam sejarah dan dalam hukum
itu sendiri.
MENGENAL
CORPUS DELICTI
Corpus delicti
yang bermakna “tubuh sebuah kejahatan,”adalah
sebuah doktrin hukum umum yang meminta negara untuk membutikan bahwa sebuah
kejahatan memang telah dilakukan sebelum membolehkan sebuah pengakuan
ekstrajudisial [diluar pengadilan] terdakwa dapat diterima menjadi bukti dalam
sebuah pengadilan kejahatan. “Corpus Delicti” tidak belaka bermakna jasad atau
mayat, sebagaimana yang diasumsikan orang awam, tetapi adalah tubuh atau
substansi kejahatan. Setiap kejahatan memiliki substansi kejahatannya atau
corpus delictinya, dan sebuah bukti independen, karena itu, dibutuhkan untuk
kejahatan-kejahatan pembunuhan dan non pembunuhan[Perkins, The Corpus Delicti of
Murder, 48 Va. L. Rev. 173, 179 (1962).]. Jika “kaidah atau aturan”
Corpus Delicti tidak dipenuhi, maka sebuah pengakuan tidak dapat menjadi
bukti.
Secara
analisa, corpus delicti adalah sebuah aturan pada bukti dan sebuah aturan pada
hukum kriminal substantif [Mullen, Rule Without Reason: Requiring
Independent Proof Of The Corpus Delicti As A Condition Of Admitting An
Extrajudicial Confession, 27 U.S.F. L. Rev. 385 (1993).]. Corpus
delicti adalah sebuah aturan bukti karena ia melarang penerimaan keping utama
bukti-sebuah pengakuan-tanpa bukti lainnya. Corpus Delicti dapat dipandang sebagai
sebuah aturan hukum substantif karena ia melarang sebuah dakwaan kriminal,
sebagai sebuah materi hukum, jika penuntutan tidak membuktikan corpus delicti.
Jadi, dalam sebuah pengadilan di Florida, adalah mungkin bahwa seorang juri
tidak akan mendengarkan apapun mengenai sebuah kesaksian terdakwa, bahkan jika
itu jelas menunjukan bahwa terdakwa secara sukerela, secara sadar mengetahui,
dan secara kemauan sendiri telah berjalan mendatangi pos polisi terdekat,
mengabaikan semua hak-hak Konstitusional dan secara penuh mengakui melakukan
sebuah kejahatan. Faktanya, jika negara hanya memiliki bukti adalah sebuah
pengakuan, tuduhan-tuduhan kriminal tidak mungkin bahkan untuk dicatatkan atau
didokumentasikan.
Pada dasarnya, tak
terelakan, setiap orang membutuhkan penjelasan yang memadai dan berdasar
terkait apakah sesungguhnya CORPUS DELICTI itu. Tuntutan semacam ini, menjadi
wajib diperhatikan karena pendeta Erastus sendiri menyatakan bahwa itu adalah
terminologi yang dipinjam untuk kepentingan pengajarannya tersebut. Corpus
Delicti dikaitkan dengan keadilan penghakiman yang memerlukan kecukupan
dasar-dasar kokoh dan tak terbantahkan terhadap Lucifer. Tanpa ini,menurutnya,
Lucifer dapat berkilah. Dengan kata lain, saat ini, sebagai konsekuensi alami
dengan penekanan yang begitu absolut pada corpus delicti, dalam kerajaan Allah ada sebuah
problem yang sangat serius terkait kepastian kemenangan kebenaran-Nya terhadap
Lucifer. Pengadilan Allah dan kuasa penghakiman Allah begitu rapuh tanpa CORPUS DELITIC itu. Itu sebabnya, dalam
pengajaran pdt. Erastus, pembuktian kesalahan Lucifer bukan saja pada tempat kejadian perkara beserta
barang-barang bukti yang dapat memberatkan terdakwa, tetapi bahkan pada Yesus
yang pada saat kejatuhan Lucifer, belum juga turun ke dalam dunia. Ini sendiri
telah menjadi sebuah kejanggalan yang begitu menyilaukan sebab,pendeta Erastus
telah memperlakukan Manusia Yesus sebagai corpus delicti yang bahkan dari
tempat dan waktu kejadian perkara, Manusia Yesus itu sendiri, belum ada.
Bukan saja itu,
tetapi corpus delicti, oleh pdt. Erastus, mencakup juga manusia-manusia yang sama sekali
merupakan bukti-bukti ekstrajudisial yang bahkan sama sekali belum memiliki
kepastian apakah “kesaksian bukti” semacam ini akan diakui oleh pengadilan
Allah? Harus diingat, Alkitab bahkan tidak pernah menyatakan bahwa Bapa
mengutus Yesus untuk menjadi Corpus Delicti sebagaimana yang telah diajarkan
oleh pdt. Erastus Sabdono [Majalah
Truth, edisi 26, “Aturan Main,” hal.37], apa yang ada, adalah sebagai
berikut:
●
Yohanes 3:16-19 Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah
mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya
kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Sebab Allah
mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk
menyelamatkannya oleh Dia. Barangsiapa
percaya kepada-Nya, ia tidak
akan dihukum; barangsiapa tidak
percaya, ia telah berada di bawah hukuman, sebab ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah. Dan inilah
hukuman itu: Terang telah datang ke dalam dunia, tetapi manusia lebih menyukai
kegelapan dari pada terang, sebab perbuatan-perbuatan mereka jahat.
●Yohanes
5:24 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa
mendengar perkataan-Ku dan percaya kepada Dia yang mengutus Aku, ia
mempunyai hidup yang kekal dan tidak turut dihukum, sebab ia sudah pindah dari
dalam maut ke dalam hidup.
●1Yohanes
4:9 Dalam hal inilah kasih Allah dinyatakan di tengah-tengah kita, yaitu bahwa Allah telah mengutus
Anak-Nya yang tunggal ke dalam dunia, supaya kita hidup oleh-Nya.
Tujuan
Yesus datang bukan untuk menjadi corpus delicti bagi orang-orang beriman tetapi memberi hidup dari Allah kepada yang mau beriman kepada-Nya.
Pengutusan Yesus ke dalam dunia ini oleh Bapa
bukan sama sekali agar ia menjadi corpus delicti dalam sebuah pemahaman
keadilan pengadilan di dunia ini. Tidak sama sekali, sebab Yesus sendiri,
bahkan berkata, barangsiapa percaya kepada Bapa yang mengutus Anak disamping
mendengar atau menerima perkataannya, ia mempunyai hidup kekal dan tidak turut
dihukum, sebab ia sudah pindah dari dalam maut ke dalam hidup.
Bapa tidak pernah mendesain Anak
dan anak-anak-Nya atau orang-orang beriman yang mengalami penebusannya untuk
menjadi corpus delicti demi keberhasilan Allah untuk menghakimi si Lucifer.
Setiap anak-anak Allah atau orang percaya, tak pernah sama sekali dituntutut
dari mulut Yesus untuk menjadi corpus delicti, bahkan dalam pesan-pesan paling
terakhir kepada para murid-murid-Nya, tak pernah ia menyatakan ajarkanlah
setiap orang percaya bahwa mereka menjadi corpus delicti bersama-sama dengan
aku sehingga kelak dalam penghakiman akhir, Allah dapat menghakimi Lucifer
tanpa ia dapat berdalih sehingga lolos dari penghakiman Allah. Tak pernah sama
sekali dan tak mungkin Yesus lupa sehingga baru di era saat ini, Ia
mengajarkannya pada seorang hambanya bernama pdt.Dr. Erastus Sabdono.
Mari perhatikan
pesan-pesan terakhir Yesus bagi para muridnya, terutama menyangkut UNTUK APAKAH
IA DIUTUS BAPA KE DUNIA INI:
●Lukas
24:44-46 Ia berkata kepada mereka: "Inilah perkataan-Ku, yang telah
Kukatakan kepadamu ketika Aku masih bersama-sama dengan kamu, yakni bahwa harus
digenapi semua yang ada tertulis tentang Aku dalam kitab Taurat Musa dan kitab
nabi-nabi dan kitab Mazmur." Lalu Ia membuka pikiran mereka, sehingga
mereka mengerti Kitab Suci. Kata-Nya kepada mereka: "Ada tertulis
demikian: Mesias harus menderita dan bangkit dari antara orang mati pada hari
yang ketiga,
Apakah masuknya Yesus
“ke dalam” cawan yang harus diminumnya merupakan sebuah ketaatan yang merupakan
corpus delicti bagi manusia-manusia lainnya? Jika memang demikian maka hal
penting ini harus menjadi pokok amanat Yesus kepada para muridnya. Faktanya
ketaatan dirinya masuk ke dalam cawan yang harus diminumnya hingga mengalami
kesengsaraan, kematian di salib dan kebangkitan, bukanlah merupakan BUKTI atau
corpus delicti yang dapat membungkam Lucifer sehubungan kebangkitan Yesus hanya
sejauh merupakan bukti ketaatannya kepada Allah. Tidak juga hendak menyatakan
bahwa dengan demikian manusia-manusia seharusnya dapat taat sebagaimana Yesus
telah taat, atau dalam hal ini, Yesus adalah corpus delicti bagi
manusia-manusia lainnya. Tidak sama sekali.
Perhatikanlah
ini:
●Lukas
24:47 dan lagi: dalam nama-Nya berita tentang pertobatan dan pengampunan dosa
harus disampaikan kepada segala bangsa, mulai dari Yerusalem.
Kematian dan
kebangkitan Yesus sebagai manusia yang taat untuk meminum cawan yang sudah
ditetapkan Allah, bukanlah cawan yang menjadikan Yesus sebagai corpus delicti.
Tidak sama sekali, faktanya, Yesus menyatakan: “dalam nama-Nya berita tentang pertobatan dan pengampunan dosa HARUS
disampaikan kepada segala bangsa.”
Tak ada sedikitpun
pengajaran yang mengandung pokok-pokok ajaran bahwa manusia-manusia yang
beriman kepadanya harus menjadi corpus delicti, sebaliknya BERITAKANLAH
pertobatan dan pengampunan dosa dalam nama Yesus.
Tidak
pernah ada pengajaran dari dalam diri Yesus dan tidak pernah Roh Kudus datang ke dunia ini untuk membantu para murid dapat
menjadi corpus delicti, sebab Yesus sudah menyatakan bahwa pengutusan Roh Kudus
bertujuan untuk memperlengkapi para murid dengan kuasa dari atas untuk
memberitakan pertobatan dan pengampunan dosa dalam nama Yesus sendiri:
●Lukas
24:48-49 Kamu adalah saksi dari semuanya ini. Dan Aku akan mengirim kepadamu apa yang
dijanjikan Bapa-Ku. Tetapi kamu harus tinggal di dalam kota ini sampai kamu
diperlengkapi
dengan kekuasaan dari tempat tinggi."
Harus dicamkan bahwa kebangkitan Yesus dari kematian bukan menunjukan bahwa Yesus dengan demikian
telah berhasil menjadi corpus delicti bagi orang percaya. Bukan itu, tetapi segala
kuasa di sorga dan di bumi telah berada di dalam genggaman tangannya:
●Matius
28:18 Yesus mendekati mereka dan berkata: "Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi.
Penyertaan Yesus
kepada segenap orang beriman di segala zaman [sampai akhir zaman] bukan sama
sekali terkait agar saya dan anda dan kelak generasi-generasi mendatang orang
percaya dapat sukses menjadi corpus delicti, tetapi Ia menyertai demi
kepentingan dan kesuksesan pemberitaan pertobatan dan pengampunan di dalam
namanya saja:
●Matius
28:20 dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan
kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir
zaman."
Pendeta Erastus Sabdono,
berdasarkan kaidah pengadilan dunia corpus delicti, telah merombak total
keselamatan di dalam Yesus Kristus menjadi begitu bertentangan dengan perintah
Yesus kepada para muridnya! Karena bagi pdt. Eratus, manusia-manusia beriman
seharusnya menjadi Corpus Delicti sebagaimana Yesus Kristus, yang secara
terpisah, telah menjadi teladan sukses dan tak gagal menjadi Corpus Delicti
dihadapan persidangan Allah, sehingga nanti dapat membungkam Lucifer.
Berdasarkan hal-hal
yang begitu dapat dipertanyakan, maka perlu diperiksa, apakah sebenarnya Corpus
Delicti dalam hukum, bagaimanakah kerjanya dan apakah memang aplikatif dalam
kebenaran yang hendak dinyatakan Allah dalam Yesus. Pada akhirnya, tak
terelakan, harus diperiksa atau diuji, apakah pendeta Erastus telah
mengoperasikan Corpus Delicti melampaui dan melawan kebenaran dalam
Alkitab.
Berikut ini adalah
paparan ringkas tentang asal-usul Corpus Delicti, yang mana sejumlah pandangan hukum akan
diajukan, beserta sejumlah contoh kasus sehingga,sebagai pembaca awam, dapat
memiliki gambaran mengenai corpus delicti itu.
Mengenal Lebih Lanjut
Corpus Delicti:Asal-Usul dan Bagaimanakah Corpus Delicti itu
Sebuah
tinjauan ringkas sejarah memerintahnya dan dasar logika Corpus Delicti dapat
sangat membantu ketika diperhadapkan dengan sebuah isu corpus delicti dalam
praktik hukum. Para sejarahwan melacak asal-usul penggunaannya atau penerimaan
corpus delicti dalam hukum pada sebuah kasus pengadilan terhadap peristiwa
pembunuhan di Inggris tahun 1661 yang dikenal sebagai Kasus Perry[14 How. St. Tr. 1311 (1660); Mullen, supra
note 2, at 399–402.]. Dalam kasus tersebut, jasad korban tidak pernah
ditemukan tetapi 3 pelaku yang melakukan kejahatan secara bersama-sama
(codefendant) telah dinyatakan bersalah atas kejahatan pembunuhan dan telah dihukum,sebagian
besar, berdasarkan pada kesaksian seorang pelakunya. Malangnya, orang yang
diduga sebagai korban pembunuhan muncul dalam keadaan hidup dan sehat, segera
setelah eksekusi mereka. Sebuah situasi yang serupa telah terjadi di Amerika
Serikat pada awal 1800-an. Dalam kasu Stephen dan Jessee Boorn, orang yang
diduga korban pembunuhan telah memunculkan kembali dirinya tepat pada waktu
untuk mencegah orang yang telah dituduh pembunuh itu menjalani eksekusinya[The Trial of Stephen and Jessee Boorn, 6 Am.
St. Tr. 73 (1819); Perkins, supra note 1, at 174–175.]. Kasus-kasus malang
semacam ini telah membawa pengadilan-pengadilan untuk mengembangkan apa yang
kita kenal hari ini sebagai “the corpus delicti rule.”
Kaidah corpus
delicti Inggris yang orisinal telah dibatasi hanya untuk kasus-kasus
pembunuhan, tetapi pengadilan-pengadilan Amerika telah meluaskannya untuk
diaplikasikan pada kasus-kasus criminal [Mullen,
supra note 2, at 401.]. Di Florida terlihat nyata bahwa sebuah isu corpus
delicti telah mencuat pertama kali dalam sebuah opini yang dipublikasikan pada
1894 [Lihat Lambright v. State, 34 Fla.
564, 16 So. 582, 585 (Fla. 1894]. Hari ini, hampir setiap juridiksi Amerika
memiliki beberapa versi aturan atau kaidah corpus delicti tersendiri. Secara
mengejutkan, syarat-syarat aturan atau kaidahnya sangat begitu berbeda dari
satu juridiksi ke juridiksi lainnya dan ada sebuah versi federal yang sangat
khusus pada doktrin ini, yang secara substansial berbeda dengan kaidah atau
aturan corpus deliti Florida [Opper v.
United States, 348 U.S. 84 (1954); dan Smith
v. United States, 348 U.S. 147 (1954), the
federal courts have abandoned a strict corpus delicti rule in favor of a
“corroboration” requirement. Pursuant to this line of authority, the
defendant’s confession must be corroborated but “the corroborative evidence
need not be sufficient, independent of the statements, to establish the corpus
delicti.” Opper, 348 U.S. at 93.].
Berikut ini
adalah 3 kebijakan umum corpus delicti: (1)untuk melindungi terdakwa yang
secara mental tidak stabil dari didakwa berdasarkan sebuah hasil
pengakuan-pengakuan yang tidak benar;(2)Untuk menjamin bahwa orang yang tidak
bersalah tidak didakwa sebagai sebuah hasil “pengakuan-pengakuan” yang dipaksa
dan tidak dilakukan secara sukarela; dan (3)untuk mempromosikan sebuah kerja
penegakan hukum yang menyeluruh dengan meminta pihak-pihak berotoritas untuk
menemukan bukti melampaui sebuah kesaksian[Mullen, supra note 2, at 40.].
Mahkamah Agung Florida telah menjelaskan alasan-alasan bagi ukuran atau kaidah
corpus delicti tersebut, sebagai berikut: “Pengakuan seseorang untuk sebuah
kejahatan bukan bukti memadai dari sebuah tindak kejahatan dimana tidak ada
kehadiran atau keberadaan bukti independen atau bukti circumstantial, yaitu
yang secara tak langsung dapat menunjuk
pada kesalahan atau kejahatan seseorang untuk menyediakan bukti pendukung
peristiwa atau kejadian sebuah kejahatan. Pencarian judisial bagi kebenaran,
membutuhkan bahwa tak ada orang yang didakwa berdasarkan (out of)
ketidakteraturan atau keserampangan (derangement), kekeliruan atau perancangan
yang memalsukan kebenaran secara resmi [State
v. Allen, 335 So. 2d 823, 825 (Fla. 1976).]. Sebagaimana yang telah
dijelaskan oleh Fifth District: “tujuan tradisional kaidah atau aturan corpus
delicti adalah untuk memastikan bahwa seorang terdakwa tidak akan didakwa
semata-mata berdasarkan sebuah kesaksian salah untuk sebuah kejahatan yang
tidak pernah terjadi [Franklin v. State,
718 So. 2d 902 (Fla. 5th D.C.A. 1998) (mengutip State v. Allen, 335 So. 2d 823,
825 (Fla. 1976)).]
Sangat penting
untuk dicatat bahwa corpus delicti adalah sebuah common law atau hukum umum
ketimbang sebuah doktrin Konstitusional. Walaupun satu komentator pernah
menuliskan pada 1960-an telah memprediksikan bahwa Warren Court akan menemukan
bahwa Konstitusi telah membutuhkan beberapa versi dari sebuah kaidah atau
aturan corpus delicti, ini tidak pernah terjadi[Lihat Margolis, Corpus Delicti: State of Disunion, 2 Suffolk U. L. Rev. 44,
45 (1968).]. Tak ada pengadilan yang pernah menemukan sebuah “hak” Konstitusional
yang membutuhkan kaidah atau aturan corpus delicti menjadi memuaskan dalam
sebuah kasus kriminal [Mullen,
supra note 2, at 389.].
Konsisten
dengan Common Law atau Hukum Umum, hukum Florida memerlukan Negara Bagian untuk
“membuktikan corpus delicti” sebelum kesaskian ekstrajudisial seorang terdakwa akan dapat diterima dalam sebuah
kasus kriminal. “Corpus Delicti terdiri dari 2 elemen: (1)Kejahatan itu telah
dilakukan, sebagai contoh, seorang pria telah dibunuh atau sebuah gedung telah
dibakar; dan (2)bahwa sejumlah orang bertanggungjawab secara kriminal untuk
tindakan tersebut.”[Nelson v. State, 372
So. 2d 949, 951 (Fla. 2d D.C.A.), cert.denied, 396 So. 2d 1130 (Fla. 1979).].
Walaupun berbagai Pengadilan Florida telah menyampaikan kaidah corpus delicti
dalam cara-cara yang agak berbeda, substansinya secara esensial sama dalam
setiap kasus [lihat contoh, Allen, 335
So. 2d at 825 (“The state therefore
must show that a harm has been suffered of the type contemplated by the charges
[for example, a death in the case of a murder charge or a loss of property in
the case of a theft charge], and that such harm was incurred due to the
criminal agency of another.”); Finney v. State, 550 So. 2d 1194 (Fla. 1st
D.C.A. 1989) (“The corpus delicti of a crime essentially consists of showings
both of the fact that the crime charged has been committed and that some person
is criminally responsible for it.”)]
Juga membantu
untuk mengetahui sebuah elemen yang esensial yaitu: Sebuah Kejahatan Yang Telah Dilakukan
Agar memahami
aspek pertama dari aturan corpus delicti (bahwa sebuah kriminal telah
dilakukan), dua kasus Mahkamah Agung Florida harus dipertimbangkan secara
cermat: Negara Bagian versus Allen
dan Burks versus Negara Bagian.
Allen telah
didakwa dengan mengendarai kendaraan yang dari kendaraan tersebut seorang
penumpang, Curtis Black, telah dilempar dan tewas. Tidak ada seorangpun saksi
mata pada peristiwa tersebut, tetapi Allen telah bersaksi bahwa dia adalah
pengemudi dan Black adalah penumpang kendaraannya. Untuk menerima pengakuan
tersebut di pengadilan, Negara Bagian bergantung pada berbagai bukti circumstantial
atau yang secara tak langsung mendukung agar memenuhi atau memuaskan kaidah
corpus delicti. Allen telah didakwa pada 2 tuduhan pembantaian manusia, satu
oleh kelalaian yang patut dikecam (culpable
negligence) dan yang satunya lagi berdasarkan pada undang-undang yang
berkaitan dengan mengendarai dalam keadaan mabuk oleh pengaruh minuman
beralkohol. Satu-satunya argumen Allen yang disampaikannya pada pembelaannya,
adalah: sebelum pengakuannya telah diakui, negara bagian tidak pernah dapat
membuktikan bahwa dia telah mengemudikan kendaraan yang dari kendaraan itu,
Curtis Black telah dilemparkan dan dan dibunuh.
Dalam upaya
menguatkan dakwaan atas Allen, Mahkamah Agung Florida telah menyatakan bahwa
“Negara memiliki sebuah beban untuk mengajukan ‘bukti substansial’ dengan
maksud untuk menunjukan pada komisi kejahatan yang telah didakwakan. Standard
ini tidak membutuhkan bukti agar menjadi tidak dikontradiksikan atau sangat
kuat mendukung. Tetapi bukti substansial itu setidak-tidaknya memperlihatkan keberadaan
setiap elemen kejahatan tersebut [Allen,
335 So. 2d at 825].
Kasus Burk
versus Negara Bagian- Florida tahun 1993, merupakan sebuah kasus pembantaian
manusia oleh pengemudi yang berada dibawah pengaruh [bisa] minuman beralkohol
atau obat-obatan/narkoba (lazim disebut DUI atau DMV, sebagai rujukan baca
misalkan saja dari tautan ini
dan untuk Indonesia perhatikan tautan ini- harap
dimengerti dan dicamkan bahwa sebetulnya corpus delicti ala pengajaran pendeta
Erastus tidak mungkin ditautkan dengan hukum Negara manapun semenjak ia
mengaplikasikannnya pada Yesus, pada Allah, pada iblis dan pada manusia yaitu
orang-orang beriman). Dalam kasus ini, terdakwa telah mengakui
kepada aparat atau penegak hukum bahwa pada tempat kejadian peristiwa bahwa
dialah si pengemudi dari kendaraan tersebut, dan dia telah minum begitu banyak
di sepanjang malam tersebut.
Dalam catatan kaki, Mahkamah Agung telah melakukan
klarifikasi sebagai berikut:
Kejahatan pada
elemen-elemennya yang harus dibuktikan tidak harus menjadi kejahatan sama
persis yang didakwakan. Sebagaimana telah ditunjukan dalam kasus Negara Bagian
versus Allen- Florida 1975: Itu adalah sebuah prinsip hukum fundamental bahwa
tak ada orang yang dipertimbangkan atau dihakimi dalam sebuah cara yang khusus
pada kesalahan atas sebuah kejahatan sampai Negara Bagian telah memperlihatkan
bahwa sebuah kejahatan telah dilakukan. Negara Bagian, karena itu, harus
menunjukan bahwa tindakan atau perbuatan yang mengakibatkan bahaya atau
kerusakan telah mengalami penderitaan yang berasal dari jenis atau tipe
dakwaan-dakwaan yang telah dipikirkan secara mendalam dan berhati-hati [misalkan,
sebuah kematian dalam kasus dengan dakwaan pembunuhan atau sebuah kehilangan
properti atau harta benda dalam kasus dakwaan pencurian], dan kerusakan atau
bahaya yang ditimbulkan oleh kejahatan tedakwa semacam itu telah layak untuk
dilekatkan pada dirinya sehubungan dengan ia adalah agensi kejahatan terhadap
manusia lainnya. Dengan demikian, adalah memadai jika elemen-elemen yang
mendasari tindak kejahatan itu: terbukti, ketimbang elemen-elemen tersebut
merupakan variasi atau ukuran utama atas kejahatan tersebut [ hanya sebagai]
yang mungkin dapat didakwakan.
Untuk tujuan
memenuhi atau memuaskan kaidah atau aturan corpus delicti, Burks kelihatan
hanya meminta Negara Bagian maju dengan “bukti substansial [atau yang mendukung
secara tak langsung peristiwa kejahatan]” bahwa sebuah kejahatan “dari sebuah
jenis atau tipe dakwaan yang telah dipikirkan secara mendalam dan berhati-hati”
telah terjadi. Dalam praktik, permintaan yang lebih umum ini sangat berbeda
dengan sebuah permintaan bahwa Negara Bagian menghasilkan “bukti substansial”
yang mendukung setiap elemen yang bersifat tehnik pada kejahatan yang persis
telah didakwakan.
Pada elemen ini
sendiri, untuk saat ini, dapat dinyatakan secara sederhana bahwa “Corpus
Delicti” tidak
dapat diaplikasikan pada pengadilan Allah, karena keadilan Allah itu
sendiri melampaui kesaksian dan tidak membutuhkan kesaksian para manusia
berdosa yang tak memiliki kebenaran pada dirinya sendiri. Allah tak membutuhkan
para saksi dan barang bukti yang bahkan merupakan bukti tak langung akibat
ketakmampuan manusia untuk menunjukan bukti langsung dan saksi langsung
sehingga dapat secara tepat mendefinsikan secara legal bahwa memang kejahatan
telah terjadi. Allah tak pernah mengalami problem tersebut sebab Ia bukan saja
maha-tahu tetapi juga maha-hadir.
IA adalah hakim yang
memang memperhatikan bukti-bukti kejahatan atau dosa yang menumpuk di
hadapan-Nya, tetapi apa yang lebih penting lagi harus dicamkan, Ia adalah HAKIM
YANG MAHATAHU dan sanggup menghadirkan bukti-bukti tak tersanggahkan di hadapan
persidangan-Nya.
Pada manusia ia dapat
menghadirkan corpus delicti yang
tersembunyi rapat dalam jiwa manusia, sehingga Allah secara keseluruhan
terhadap siapapun baik manusia atau iblis tak akan punya kesulitan
dalam melakukan pengadilan yang memuliakan keadilan-Nya sendiri.
Perhatikan ini:
●Ibrani
4:13 Dan tidak
ada suatu makhlukpun yang tersembunyi
di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia,
yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab.
NIV
Nothing in all
creation is hidden from God's sight. Everything is uncovered and
laid bare before the eyes of him to whom we must give account.
KJV
Neither is there any creature that is not manifest in his sight: but all
things are naked and opened unto the eyes of him with whom we have to do.
●Mazmur
139:4 Sebab sebelum lidahku mengeluarkan perkataan, sesungguhnya, semuanya telah
Kauketahui, ya TUHAN.
Apakah Allah tetap
membutuhkan corpus delicti Yesus dan orang-orang beriman agar dapat menghakimi
Lucifer dan antek-anteknya?
Jika pendeta Erastus berkata:
ya, mutlak diperlukan,
karena tanpa corpus delicti, Setan dapat berhadapan dengan Yesus tanpa perlu
ketakutan sama sekali, maka pendeta Erastus harus berjuang lebih gigih dan
lebih trengginas lagi untuk bukan saja membungkam pengajaran Yesus tetapi
berangkali perlu juga membungkam mulut Lucifrer beserta antek-anteknya.
Perhatikanlah hal
ini:
Matius
8:28-29 Setibanya di seberang, yaitu di daerah orang Gadara, datanglah dari
pekuburan dua orang yang kerasukan setan menemui Yesus. Mereka sangat
berbahaya, sehingga tidak seorangpun yang berani melalui jalan itu. Dan mereka
itupun berteriak, katanya: "Apa urusan-Mu dengan kami, hai Anak Allah? Adakah
Engkau ke mari untuk menyiksa kami sebelum waktunya?"
Kerajaan Setan tahu
sekali, siapakah Yesus dan apakah kuasanya atas mereka. Bahkan tanpa perlu meributkan corpus delicti,
kerajaan setan tahu diri akan takdirnya di tangan Sang Hakim: Yesus Kristus.
Dalam Matius 8, yang dipertanyakan dalam kengerian oleh para setan, bukan
manakah
bukti bagimu untuk menghakimi dan menghukum kami, tetapi waktunya
atau kesudahan para setan itu belum tiba.
Kerajaan setan tahu sekali, bahwa Yesus berkuasa penuh kedaulatan atas mereka,
itu sebabnya dihadapan Yesus, mereka sudah tahu sekali bahwa penghakiman dan
vonis hukumannya sudah pasti.
TETAPI JAUH LEBIH
PENTING LAGI, betulkah pengadilan Allah itu memerlukan corpus delictic sebagaimana
disangkakan oleh pendeta Erastus? Betulkah Allah mengalami problem super pelik
dihadapan iblis yang dapat berujung
iblis akan gagal dihakimi pada akhirnya. Sebab begitu bergantung pada kinerja
manusia-manusia yang serba tak pasti untuk menjadi barang bukti kejahatan
iblis. Benarkah manusia-manusia tanpa penebusan Kristus dari kuasa maut, berkuasa untuk
menyeret iblis di pengadilan Allah?
Berlanjut
ke bagian 3
Segala
Kemuliaan hanya Bagi Tuhan
No comments:
Post a Comment