Oleh: Martin Simamora
Apakah Penghakiman-Nya Terhadap Manusia Ditentukan Oleh Relativitas Manusia?
Bacalah lebih
dulu “bagian 6.J”
Ketika anda membaca
Roma 2:6 tidak pernah sama sekali sebuah
gagasan yang menyatakan bahwa penghakiman Allah terhadap manusia ditentukan
oleh relativitas manusia, atau dengan sebagaimana yang diajarkan oleh pendeta
Dr. Erastus Sabdono, harus memperhatikan relativitas kebenaran antar satu
manusia terhadap manusia yang lain: “Sebab
penghakiman ini berdasarkan suara hati nurani mereka (Rom 2:16). Jadi, sifatnya
sangat batiniah. Tentu suara hati mereka terekspresi dalam tindakan konkret.
Namun harus dicatat bahwa tindakan atau
perilaku yang kelihatan bukanlah ukuran untuk umum tetapi tergantung pengertian
seseorang terhadap kebenaran moral. Suatu tindakan yang dinilai baik atas
seseorang belum tentu bisa menjadi ukuran kebaikan untuk yang lain.
Sedangkan suatu tindakan yang dinilai
buruk atau salah belum tentu bias menjadi ukuran keburukan bagi yang lain.”-
lihat halaman 19. Penghakiman Tuhan tidak pernah tunduk dan mengakomodasi
relativitas kebenaran moral yang memang berlangsung dalam setiap manusia. Itu hanya menunjukan satu hal saja,
yaitu: tak ada satupun manusia yang sanggup berdiri tegak sebagai orang benar berdasarkan
kebenaran Allah yang tak memandang bulu: Sebab Allah tidak memandang bulu- Roma 2:11.
Jika dikatakan Allah tidak memandang bulu maka tidak pernah ada sedikit saja aparesiasi terhadap humanisme dalam penghakiman ilahi yang berbunyi seperti ini: “Namun harus dicatat bahwa tindakan atau perilaku yang kelihatan bukanlah ukuran untuk umum tetapi tergantung pengertian seseorang terhadap kebenaran moral.”
Jika dikatakan Allah tidak memandang bulu maka tidak pernah ada sedikit saja aparesiasi terhadap humanisme dalam penghakiman ilahi yang berbunyi seperti ini: “Namun harus dicatat bahwa tindakan atau perilaku yang kelihatan bukanlah ukuran untuk umum tetapi tergantung pengertian seseorang terhadap kebenaran moral.”
Apakah akibatnya?
Penghakiman yang tak memandang bulu atau tak mengakomodasi konsepsi penghakiman
yang apresiatif terhadap humanisme akan menyingkapkan apakah ada satu saja
manusia benar yang dapat diselamatkan
berdasarkan kebenaran diri sendiri dan apakah Allah memiliki perlakuan
kebenaran adaptif terhadap keragaman manusia. Faktanya tidak sama sekali,
tetapi ini: “Sebab semua orang yang berdosa tanpa hukum Taurat akan binasa
tanpa hukum Taurat; dan semua orang yang berdosa di bawah hukum Taurat akan
dihakimi oleh hukum Taurat”-Roma 2:11. Finalnya Paulus menunjukan bahwa
penghakiman bagi segala manusia dan segala bangsa itu berdasarkan injil yang
diberitakannya: “Hal itu akan nampak pada hari, bilamana Allah, sesuai dengan Injil
yang kuberitakan, akan menghakimi segala sesuatu yang tersembunyi dalam
hati manusia, oleh Kristus Yesus”-Roma 2:16. Manusia di sini
adalah semua manusia, termasuk yang bahkan sama sekali tak mengenal atau tak
pernah membaca kitab suci apalagi mengimaninya secara literal dan dalam
pengetahuan yang utuh, perhatikan ini ” Apabila bangsa-bangsa
lain yang tidak memiliki hukum Taurat oleh dorongan diri sendiri melakukan
apa yang dituntut hukum Taurat, maka, walaupun mereka tidak memiliki hukum
Taurat, mereka menjadi hukum Taurat bagi diri mereka sendiri. Sebab dengan itu
mereka menunjukkan, bahwa isi hukum Taurat ada tertulis di dalam hati mereka dan
suara hati mereka turut bersaksi dan pikiran mereka saling menuduh atau saling
membela. Hal itu akan nampak pada hari, bilamana Allah, sesuai
dengan Injil yang kuberitakan, akan menghakimi”
(ayat 14-16). Secara kasat mata ini tak terlihat, sangat sukar untuk
dibuktikan, tetapi dalam hal ini Paulus bukan sedang berjuang menyajikan bukti
tetapi ia hanya memberitakan apa yang merupakan kebenaran di atas segala
kebenaran, sehingga ia menyatakan begini secara bulat mengenai perihal
penghakiman berdasarkan kebenaran tunggal Allah: “Hal itu akan Nampak pada
hari, bila ana Allah, sesuai dengan Injil YANG KUBERITAKAN , akan MENGHAKIMI.”
Paulus mengenal baik bahwa Dia yang diberitakannya adalah Hakim atas segala
bangsa berdasarkan kebenaran diri-Nya sendiri, bukan humanisme manusia yang
relativitas.
Berdosa
Dan Kehilangan Kemuliaan Allah: Problem Absolut Dan
Universal Semua Manusia
Karena memang bukan
relativitas yang sebagaimana diusung oleh pendeta Dr. Erastus Sabdono maka
rasul Paulus tak pernah menyajikan opsi-opsi terhadapa kebenaran dalam Yesus.
Tak ada sedikit saja gagasan di luar Kristus yang dapat memberikan jalan-jalan
yang menghindarkan manusia dari kebinasaan, sebaliknya ia berkata begini: “Karena
semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan
Allah”-Roma 3:23. Bukan saja
semua manusia telah berbuat dosa tetapi semua telah kehilangan kemuliaan Allah.
Dosa dengan demikian tak bisa ditanggulangi dengan tindakan korektif karena
tindakan korektif hanya bias mengoreksi moralitas manusia tersebut dalam
hubunganya antarmanusia, bukan terhadap Tuhan. Mengapa? Karena di sini Paulus
menautkan keberdosaan manusia dengan telah kehilangan kemuliaan Allah? Dengan
apakah manusia dapat menemukan kembali kemuliaan milik Allah dan memilikinya
kembali, kala itu sama sekali bukan kepunyaan diri dan bukan hal yang dapat
disentuh oleh manusia. Mengapa kemuliaan atau doxa Allah tak dapat disentuh oleh manusia? Karena
kemuliaan Allah yang hilang pada semua manusia yang berdosa hanya ada di dalam
Anak Manusia yaitu Yesus Sang Kristus. Perhatikan pernyataan Yesus berikut ini:
“Kata Yesus kepada mereka: "Aku
berkata kepadamu, sesungguhnya pada waktu penciptaan kembali, apabila Anak Manusia bersemayam di takhta kemuliaan-Nya,
kamu, yang telah mengikut Aku, akan duduk juga di atas dua belas takhta untuk
menghakimi kedua belas suku Israel”- Mat 19:28; Pada waktu itu akan tampak tanda Anak Manusia di langit dan semua
bangsa di bumi akan meratap dan mereka akan melihat Anak Manusia itu datang di
atas awan-awan di langit dengan segala kekuasaan dan kemuliaan-Nya-Mat 24:30; “Ketika
Yesus mendengar kabar itu, Ia berkata: "Penyakit itu tidak akan membawa
kematian, tetapi akan menyatakan kemuliaan
Allah, sebab oleh penyakit itu Anak Allah akan dimuliakan"- Yoh 11:4.
Kehilangan kemuliaan Allah atau telah kehilangan kemuliaan Allah yang tak
terkatakan yang merupakan manifestasi kehadiran Allah dalam manusia. Jadi kita
dapat memahami “Anak Manusia bersemayam di takhta kemuliaan-Nya” sedang
menunjukan bahwa kemuliaan Anak Manusia itu adalah manifestasi kemuliaan Allah
yang tak terkatakan ada pada Anak Manusia itu sendiri.
Mengapa rasul Paulus
menyatakan “semua orang telah berdosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah,”
bukan saja menunjukan bahwa manusia berdosa atau manusia berbuat dosa bukan
sekedar problem moralitas yang dapat ditanggulangi dengan tindakan korektif
tetapi keberdosaan manusia adalah
problem yang mendatangkan kemurkaan Allah yang
mana kemurkaan itu tak dapat diredakan melalui tindakan korektif sebab
dalam hal itu kemuliaan Allah tidak serta merta dimiliki. Jika kemuliaan Allah
tak dimiliki oleh seorang manusia maka itu hanya menunjukan satu hal saja:
manusia membutuhkan satu-satunya kebenaran yang berkuasa bukan saja
menyelamatkan tetapi mendamaikan manusia itu dengan Allah. Kebenaran humanisme manusia walau benar tak
terbantahkan dapat memperbaiki kualitas
hubungan antarmanusia dan bahkan dapat menjadikan seorang manusia itu menjadi
teladan bagi manusia-manusia lainnya yang harus digugu atau diteladani,
sayangnya itu tak menolong apapun untuk memperbaiki kualitas hubungan manusia
dengan Allah, terlebih lagi jika itu terkait “kehilangan kemuliaan Allah.”
Dikarenakan realitas dosa itu melahirkan hakikat semua manusia adalah “kehilangan
kemuliaan Allah,” maka segera setelah rasul Paulus menyatakan “semua orang telah berbuat dosa dan telah
kehilangan kemuliaan Allah-3:23” maka solusi atas dosa dan kehilangan
kemuliaan Allah bukan pada hati nurani atau moralitas manusia atau kebenaran
pada diri manusia yang memang dapat dibangun dan diperjuangkan, tetapi inilah
satu-satunya solusi atas dosa dan kehilangan kemuliaan Allah: “oleh
kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam
Kristus Yesus. Kristus Yesus telah
ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian karena iman, dalam
darah-Nya. Hal ini dibuat-Nya untuk menunjukkan keadilan-Nya, karena Ia
telah membiarkan dosa-dosa yang telah terjadi dahulu pada masa kesabaran-Nya”-
ayat 24-25.
Perhatikan
baik-baik! Ini (ayat 24-25) bukan ayat khusus bagi umat
pemercaya Kristus saja dan dengan demikian diluar Kristus ada kebenaran lain
lagi. Tidak demikian, dan rasul Paulus tak pernah menggagaskan relativitas
kebenaran sebagaimana yang disangka oleh pendeta Dr. Erastus Sabdono.
Perhatikanlah ini:” Karena kami yakin, bahwa manusia
dibenarkan karena iman, dan bukan karena ia melakukan hukum Taurat. Atau
adakah Allah hanya Allah orang Yahudi saja?
Bukankah Ia juga adalah Allah bangsa-bangsa lain? Ya, benar. Ia juga adalah
Allah bangsa-bangsa lain! (ayat 28-29). Ketika
Paulus menuliskan “…hanya Allah orang Yahudi saja? Ini bahkan harus dipahami
sejak pengajaran dalam Perjanjian Lama, sebab rasul ini menyatakan begini: “dan yakin, bahwa engkau adalah penuntun orang buta dan terang bagi mereka yang di dalam
kegelapan, pendidik orang bodoh, dan pengajar orang yang belum dewasa,
karena dalam hukum Taurat engkau memiliki kegenapan segala kepandaian dan kebenaran”-
Rom 2:19-20. Harus dimengerti di sini, dalam Paulus menyatakan keistimewaan
semacam “penuntun” dan “terang bagi,” kesemua itu menunjukan bahwa kebenaran
yang dimiliki bangsa Yahudi adalah kebenaran universal dan tunggal mengikat
semua bangsa. Itu sebabnya kegagalan Israel mendatangkan murka Allah atas semua
manusia, bukan saja bagi Israel. Perhatikan bagaimana bangsa-bangsa lain
menjadi seteru Allah berdasarkan kebenaran yang eksklusif bagi Israel: “Seperti ada tertulis: "Sebab oleh
karena kamulah nama Allah dihujat di antara bangsa-bangsa lain"-
Roma 2:24 dan “Tetapi kita tahu, bahwa segala sesuatu yang
tercantum dalam Kitab Taurat ditujukan kepada mereka yang hidup di bawah hukum
Taurat, supaya tersumbat setiap mulut dan seluruh
dunia jatuh ke bawah hukuman Allah. Inilah dasar hukum mengapa benar-benar omong kosong sekaligus anti firman pengajaran
semacam ini: “Penghakiman Tuhan ini
sangat rahasia dan misteri kepada masing-masing individu. Sebab penghakiman ini
berdasarkan suara hati nurani mereka (Rom 2:16). Jadi, sifatnya sangat
batiniah. Tentu suara hati mereka terekspresi dalam tindakan konkret. Namun
harus dicatat bahwa tindakan atau
perilaku yang kelihatan bukanlah ukuran untuk umum tetapi tergantung pengertian
seseorang terhadap kebenaran moral. Suatu tindakan yang dinilai baik atas
seseorang belum tentu bisa menjadi ukuran kebaikan untuk yang lain.
Sedangkan suatu tindakan yang dinilai
buruk atau salah belum tentu bias menjadi ukuran keburukan bagi yang lain”-
lihat halaman 19, sebab pengajaran ini sedang menyangkali bahwa problem dosa
begitu integeral dengan kehilangan kemuliaan Allah yang sedang menyingkapkan
bahwa manusia berada dalam murka Allah dan membutuhkan pendamaian terhadap
Allah yang telah dinyatakan oleh rasul Paulus hanya Yesus yang dapat menebus
dan mendamaikan: “Karena semua orang
telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah, dan
oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam
Kristus Yesus.Kristus Yesus telah ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian karena iman, dalam darah-Nya.- Rom 3:23-25.
Bersambung
ke bagian 6.L
AMIN
Segala Pujian Hanya Kepada TUHAN
The cross transforms present criteria of
relevance: present criteria of relevance do not transform the cross
[dari
seorang teolog yang saya lupa namanya]
No comments:
Post a Comment