Oleh: Martin Simamora
“Aku”
Diantara Kemuliaan Sorga & Kegelapan
Dunia,
Akankah
Aku Memeluk dan Menyembah-Nya?
Kisah
Mulia Keempat Di Hari Itu
[Refleksi]
Bacalah
lebih dulu: Kisah Mulia Ketiga Di Hari Itu
Bukan sekedar
kedukaan karena ditinggal pergi oleh seseorang yang begitu dikasihi dan begitu
berharganya untuk hilang lenyap begitu saja apalagi diremukan dan dibinasakan
dalam sebuah cara yang begitu kusam, begitu memburamkan kemilau harapan didalam
batin ini, bukan sekedar itu. Tetapi juga betapa keburaman itu kian menjadi
sebuah kejahatan dihadapan penguasa bila
berita sukacita itu ditampilkan secara terbuka, sebab sudah kita ketahui bahwa
sebuah peristiwa yang dirancang untuk membungkam kebenaran ini dengan kekuatan
kekuasaan dan politik dengan efek samping mematikan, yaitu: para murid telah mengalami kriminalisasi yang akan
membuat mereka di sepanjang hidup mereka dan di sepanjang sejarah akan juga
dipandang sebagai penipu: “Ketika mereka
di tengah jalan, datanglah beberapa orang dari penjaga itu ke kota dan
memberitahukan segala yang terjadi itu kepada imam-imam kepala. Dan sesudah
berunding dengan tua-tua, mereka mengambil keputusan lalu memberikan sejumlah
besar uang kepada serdadu-serdadu itu dan berkata: "Kamu harus mengatakan,
bahwa murid-murid-Nya datang malam-malam dan mencuri-Nya ketika kamu sedang
tidur. Dan apabila hal ini kedengaran oleh wali negeri, kami akan berbicara
dengan dia, sehingga kamu tidak beroleh kesulitan apa-apa." Mereka
menerima uang itu dan berbuat seperti yang dipesankan kepada mereka. Dan
ceritera ini tersiar di antara orang Yahudi sampai sekarang ini”
- Mat 28:11-15.
Di sepanjang hari
pertama minggu itu, Yesus Sang Mesias yang telah bangkit dari kematian mengunjungi,
menjumpai dan mendapati para muridnya
dalam situasi yang teramat sukar. Kita telah melihat bahwa Yesus memulihkan hal
terpenting yang termustahil untuk
terjadi begitu saja: mengenalinya
kembali sementara jiwa mereka dipenjara oleh ketakberdayaan untuk menerima
kebangkitannya pada hari pertama minggu itu.
Inilah
kisah di malam hari pada hari pertama minggu itu,
sebuah kisah yang menyingkapkan bagaimana Sang Terang Manusia menghampiri
kekasihnya sementara masih berada di dalam cengkraman kegelapan, tak sanggup
mendatangi Dia yang telah bangkit dari kematian itu, sebuah kisah yang semenjak
itu menjadi dasar tunggal kehidupan dan praktik iman para pengikut Sang Kristus
yang hidup itu:
Yohanes
20:19-24Ketika hari sudah malam pada hari pertama minggu itu berkumpullah
murid-murid Yesus di suatu tempat dengan pintu-pintu yang terkunci karena
mereka takut kepada orang-orang Yahudi. Pada waktu itu datanglah Yesus dan
berdiri di tengah-tengah mereka dan berkata: "Damai sejahtera bagi
kamu!" Dan sesudah berkata demikian, Ia
menunjukkan tangan-Nya dan lambung-Nya kepada mereka. Murid-murid
itu bersukacita ketika mereka melihat Tuhan. Maka kata Yesus sekali lagi:
"Damai sejahtera bagi kamu! Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga
sekarang Aku mengutus kamu." Dan sesudah berkata demikian, Ia mengembusi mereka dan berkata:
"Terimalah Roh Kudus. Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya
diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap
ada." Tetapi Tomas, seorang dari kedua belas murid itu, yang disebut
Didimus, tidak ada bersama-sama mereka, ketika Yesus datang ke situ.
Semua murid-Nya,
kecuali Tomas, menerima kunjungan yang menakjubkan di tengah ketakutan mereka
terhadap orang-orang Yahudi. Ini sebuah ketakutan yang mengancam jiwa, sehingga
mereka memilih sebuah tempat untuk menjauhkan diri dari risiko itu, berkumpul
di sebuah tempat dengan pintu-pintu terkuci. Itu terkunci bukan selazimnya orang mengunci rumahnya kala malam hari,
namun untuk mengamankan diri mereka dari orang-orang Yahudi. Betapa
kehidupan mereka bukan saja sekedar
kekecewaan yang meremukan jiwa yang berharap begitu tinggi akan Sang Mesias
itu, tetapi harus hidup didalam kriminalisasi oleh para pemimpin agama Yahudi
yang berkolaborasi dengan salah satu elemen kekuasaan pengusa saat itu, para
prajurit Roma. Yesus begitu saja ada hadir ditengah-tengah mereka, dan betapa “Damai sejahtera
bagi kamu!” bukan sekedar salam seorang yang bertemu sapa ,tetapi
sebuah sabda dari mulutnya yang penuh kuasa untuk mengatasi atau menaklukan
segala perintang di dalam jiwa mereka; sebuah sabda yang menarik mereka keluar
dari penjara penguasa-penguasa dunia dengan segala kehendaknya yang hendak
melawan maksud Sang Mesias atas kehidupan mereka; sebuah sabda yang menembus ke
kedalaman jiwa mereka yang tertutup begitu rapat dengan pintu-pintu pengharaan yang terkunci mati, tanda
ketakberdayaan dan tanda kematian pengharapan yang dahulu pernah mereka begitu
elu-elukan.
Apa yang terpenting
selanjutnya bagi Yesus, adalah menunjukan bahwa dirinya adalah sebagaimana
yang telah mereka kenal, bahwa dia
adalah yang sebelumnya selalu bersama-sama dengan dia, dia adalah yang menyampaikan pengajaran luar
biasa di bukit, dia adalah yang bersama-sama
dengannya saat jamuan Paskah Yahudi yang dilakukannya dan memerintahkan mereka untuk melakukan itu sebagai tindakan
mengenangnya: "Inilah tubuh-Ku
yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah
ini menjadi peringatan akan Aku-
Lukas 22:19," dia adalah yang sebelumnya mengajak mereka untuk berdoa di
sebuah taman, Getsemani, dan tentu saja dia adalah dia yang ditangkap di taman
itu untuk kemudian melalui sebuah proses pengadilan yang begitu ditunggangi
oleh kebencian para pemimpin Yahudi yang bagaimanapun menghendaki kematiannya [Lukas 23:3-25].
Tetapi Yesus tak
pernah sedikitpun memaksudkan sebuah peringatan atau pengenangan yang
menunjukan penderitaan dan kematian yang berujung pada kematian kekal, bukan!
Sama sekali tidak demikian, sebab Ia menghendaki sebuah kemenangan yang
menggambarkan bagaimana ia menggenapi maksud Allah bahwa di dalam segala
kekejian yang menimpa dirinya, itulah satu-satunya cara Allah menebus setiap
yang dikasihinya dari belenggu maut yang membinasakan mereka dari
pengharapan keselamatan dari Allah dalam
Kristus. Peringatan atau pengenangan akan pemecahan roti oleh-Nya di menjelang tragedi itu adalah pengenangan kemenangan tubuh yang dapat binasa oleh maut-tubuhku dan
tubuhmu sebenarnya- atas maut itu sendiri karena Yesus Sang Mesias! Itulah
pengenangan yang dimaksud. Bukan sebuah pememorian masa lalu, tetapi sebuah
pengenangan kehidupan yang sudah diterima dan Sang Terang Manusia itu sudah
memenangkan siapapun manusia yang merupakan para pengikut Kristus. Setiap kali
itu dilakukan, itu lebih dari sebuah pengenangan, bukan sama sekali sebuah asesoris ritualisme, itu adalah apa
yang telah dilakukan-Nnya dan telah
diberikan-Nya kepadamu dan saya dengan
sebuah kasih yang tak ada lebih besar dari ini! Jadi inilah yang dilakukan
oleh Yesus didalam ruang yang begitu
tertutup dan dikuasai oleh sebuah kematian akan pengharapan, seperti orang
dunia mati dan dipenuhi ketakpastian apapun. Yesus mematahkan itu, ia menunjukan realita tubuhmu dan
tubuhku-kehidupanku dan kehidupanmu sebagai murid Yesus kala kelak kematian menghampirimu, bahwa saya dan
anda akan mengalami kemenagan atas maut karena mengalami kebangkitan yang
membahagiakan yang dating dari Yesus. Perhatikanlah hal ini: “Dan sesudah
berkata demikian, Ia menunjukkan tangan-Nya dan lambung-Nya kepada mereka.” Yesus
menunjukan tubuhnya, tubuh yang telah dipecah-pecahkan itu (didera kesakitan dan siksaan yang mematikan), ia mempersembahkan
itu kepada para muridnya. Itulah yang dilakukannya, bukan sabda kata-kata tetapi sabda perbuatan yang telah dilakukan atau
sabda yang telah digenapi didalamnya pada tubuhnya. Inilah Aku yang telah bangkit sebagaimana aku telah berkata kepadamu;
inilah tanganku dan lambungku.
Lambungnya, di sini lebih dari sekedar
bagian tubuhnya yang dipakukan, tetapi bagian badannya yang ditikam dengan
tombak: “tetapi seorang dari antara
prajurit itu menikam lambung-Nya dengan tombak, dan segera mengalir keluar
darah dan air”- Yoh 19:34. Di dalam tubuh yang mati itu ia memiliki memori
akan apa yang terjadi dengan tubuhnya! Dalam kematiannya ia memastikan
tubuhnya berada di dalam pengetahuan dan
kedaulatannya, tubuhnya harus berada
didalam kedaulatannya sekalipun ia mati: tetapi ketika mereka sampai kepada Yesus dan melihat bahwa Ia telah
mati, mereka tidak mematahkan kaki-Nya- Yohanes 19:33.
Pada
tubuhnya tersimpan sempurna semua memori pewujudan kehendak Allah di bumi ini
di dalam Kristus. Allah bukan saja menunjukan kepada dunia bahwa Ia
adalah satu-satunya dan tiada duanya yang harus menjadi keselamatan dari
Allah [Yohanes 3:16-18], tetapi juga pada tubuh Yesus itu saja segala
penggenapannya direkam dengan baik, bahkan disaat ia telah mati. Bahkan kuasa kubur tak dapat
membusukan tubuhnya dan melenyapkan catatan-catatan penggenapan kehendak
keselamatan Allah pada tubuh dan dalam Kristus itu. Tak ada satu kuasapun yang sanggup
menggagalkan maksud Yesus, bahkan didalam sebuah kesendirian dan didalam sebuah
ketakberdayan dalam cangkang maut. Benarlah memang Injil Yohanes menyatakan
tentang dia, seperti ini: Terang itu
bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya- Yohanes
1:5. Tubuhnya memang layak dikenang sebab
disitulah Allah menuliskan penggenapannya, bagaimanakah terjadinya atau berlangsungnya, tubuhnya sendiri adalah penggenap segala maksud Taurat dan segala maksud kitab para nabi dan
kitab Mazmur. Bukan sebuah tindakan sembarangan saat ia menunjukan
tubuhnya: tangannya, kakinya, dan lambungnya, karena itu adalah bukti kemenangan Sang Mesias atas; kesengsaraan, kuasa kubur, dan maut/dosa. Ia bukan
hantu dan bukan belaka roh, ia seutuhnya manusia Yesus yang selama ini mereka
kenal namun kini dalam kegemilangan kemuliaan yang tak dapat dikurung oleh waktu dan ruang. Ia sepenuhnya manusia Yesus,
namun kini apalagi yang dapat mengurungnya, kegelapan di dunia ini? Tidak, bahkan
secara otentik ia telah menginjak kuasa
maut yang bertakhta di dunia ini dengan
kakinya yang memiliki bekas luka!
Salamnya, bukan
basa-basi atau bukan salam antarmanusia fana. Bukan! Anda tak dapat mengucapkan
salam sepenuh kuasa itu, sekalipun anda dapat melakukannya dalam bahasa
aslinya, sebab itu adalah Salam yang diucapkan oleh manusia Yesus yang telah bangkit dari kematian. Salam dari
seorang yang telah menaklukan kuasa dunia ini!
Dari situlah air mata sukacita mengalir di dalam
jiwa para murid! Bahkan berdasarkan kuasa yang telah dimilikinya atas dunia
ini- hei apalagi kuasa yang lebih mulia
untuk dimiliki di dunia ini selain kuasa menaklukan kematian sedunia- ia
memberikan perintah dan otoritas: "Damai sejahtera bagi kamu! Sama seperti Bapa
mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu."
Pintu-pintu terkunci
itu dan kemencekaman itu bukan saja dilenyapkan tetapi ditaklukan dengan
memberikan perintah kepada para murid: “Sekarang
juga Aku mengutus kamu.” Tak
peduli penguasa Roma dan penguasa agama Yahudi sedang memburu mereka sebagai pelaku kejahatan yang
mencuri mayat Yesus, kepada para murid Yesus menyuruh mereka keluar. Apakah
dasar kuasanya? Inilah dasar kuasanya: “Sama
seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga
sekarang Aku mengutus kamu,” kuasa pengutusan Bapa terhadap Yesus kini
bekerja didalam pengutusan Yesus kepada para murid! Inilah kuasa untuk melawan atau menaklukan kuasa pemerintahan Roma
dan kuasa perintah para pemimpin agama Yahudi. Melawan kuasa-kuasa dunia ini!
Pengutusan mereka bahkan lebih menakjubkan
lagi, karena ini menyangkut kuasa yang menunjukan kemenangan Yesus atas kuasa dosa atau
maut:” Ia mengembusi mereka
dan berkata: "Terimalah Roh Kudus.” Para murid menerima kuasa Roh Kudus
yang dihembuskan ini sebagai bagian dari sepasang bukti otentik kemenangannya
atas kematian: selain
tubuhnya yang bangkit dari kematian , juga kuasa
yang bekerja di dalam diri Yesus yang telah menaklukan kematian yang
diakibatkan dosa yang membelenggu para manusia. Lihatlah, kini,
kuasa kemenangan Yesus atas maut diberikan kepada para murid untuk
didemonstrasikan:“Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu
menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada.” Betapa sebuah
perubahan yang begitu tajam. Bukan sekedar menghilangkan ketakutan dan
membongkar pintu-pintu terkunci itu, tetapi kepada para muridnya, Yesus
memberikan kuasa kemenanganya atas dosa yang membelenggu segenap manusia kepada
para muridnya dengan sebuah cara yang begitu demonstratif: Jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada,
jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni. Kini apa yang tak
terlihat dan tak pernah diketahui di dalam kematian dan di dalam kubur hingga
kebangkitan Yesus, telah disingkapkan dan diperintahkan menjelajahi bumi untuk
memburu apa yang paling tak dapat ditaklukan dan ditanggulangi oleh manusia:
dosa dengan kuasa pembelengguannya atas manusia. Sabda itu tinggal di dalam
para murid dan Roh Kudus yang diberikan kepada mereka [ini peristiwa yang amat berbeda dengan datangnya Roh Kudus pada Pentakosta] telah
menjadikan mereka sebagai pemberita
kebangkitan Yesus beserta hasilnya dalam sebuah cara penuh kuasa yang bekerja menaklukan pemerintahan dosa atas para
manusia. Ini sama sekali tak membicarakan mereka mahasuci pada
tubuhnya, sebab pada dasarnya Yesus memberikan mereka sukacita sorga yang penuh
kuasa untuk dinyatakan kepada dunia. Siapa manusia yang dapat berkuasa demikian
selain karena Yesus memerintahkannya?
Inilah kemuliaan
keempat di hari itu, dalam catatan saya, begitu
gemilang dan cemerlang didalam kegelapan malam dan kemencekaman yang
membelit jiwa-jiwa manusia. Bacalah, renungkalah dan sadarilah bahwa anda
memerlukan Yesus sang pengampun dosa dan yang akan membawamu masuk sebagai
orang-orang yang memiliki kuasa untuk hidup melayani kehendak-Nya, bukan dosa.
Jika anda mengaku Kristen, percayakah?
Serial "Kisah Mulia Di Hari Kebangkitannya" ini, telah selesai.
Selanjutnya kisah: Peristiwa-Peristiwa Mulia lainnya pada hari-hari setelah hari kebangkitannya.
Segala
Pujian Hanya Bagi Tuhan
No comments:
Post a Comment