Oleh: Martin Simamora
Bagaimana
Bisa Ia Manusia Sekaligus Penyelamat
& Sumber Keselamatan Tunggal Kekal?
Yesus
telah menjadi subyek pembicaraan, perdebatan hingga pertengkaran [misalkan: “Orang-orang Yahudi bertengkar antara sesama
mereka dan berkata: "Bagaimana Ia ini dapat memberikan daging-Nya kepada
kita untuk dimakan." Maka kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata
kepadamu, sesungguhnya jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum
darah-Nya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu”- Yoh 6:52-53]
mengenai siapakah dirinya. Sementara
bagi Yesus, apapun yang dibicarakan, apapun yang diperdebatkan dan
dipertengkarkan mengenainya, fakta-fakta demikian tak sama sekali menunjukan ketiadaan apa yang disebut sebagai kebenaran
absolut,sebagaimana tersingkap di kebisingan kesimpangsiuran dirinya dalam
pikiran-pikiran para manusia:
Yohanes
6:35 Kata Yesus kepada mereka: "Akulah
roti hidup; barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi,
dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak
akan haus lagi.
Yohanes
6:38 Sebab Aku telah turun dari sorga
Yesus
bukan saja menyatakan kemutlakan
dirinya seolah-olah ia adalah salah satu di antara kebenaran-kebenaran yang dapat dijumpai di dunia ini. Keabsolutannya
bahkan bukan berdasarkan interpretasi ayat-ayat suci oleh manusia, tetapi interpretasi oleh dan pada dirinya sendiri sebagai sumber
kehidupan atau teks-teks suci itu sendiri, seolah [semua manusia] dalam
pandangan Yesus tak memiliki kehidupan. Tetapi itu belum puncak tertingginya,
karena tak cukup jika ia hanyalah manusia diantara manusia-manusia ini saja, ia
menyatakan dirinya dari sorga yang tinggal diantara manusia-manusia: “sebab
Aku telah turun dari sorga.”
Keabsolutan
dari sorga [ini tentu saja jika anda tak
meragukan bahwa Ia datang atau berasal dari atas- dari Allah: “Dan ketika Ia membawa pula Anak-Nya yang
sulung ke dunia, Ia berkata: "Semua malaikat Allah harus menyembah Dia-Ibrani
1:6"; “Namun Engkau telah membuatnya
untuk waktu yang singkat sedikit lebih rendah dari pada malaikat-malaikat”-Ibrani
2:7; “Karena itu ketika Ia masuk ke
dunia, Ia berkata: "Korban dan persembahan tidak Engkau kehendaki--tetapi
Engkau telah menyediakan tubuh bagiku”-Ibrani 10:5] menghadapi rejeksi atau
penolakan yang melahirkan berbagai spekulasi atau relativitas pada apa yang dinyatakan absolut oleh mulut Yesus. Produk-produk pemikiran
manusia menghakimi Yesus beserta kebenarannya:
Yohanes
6:41-42 Maka bersungut-sungutlah orang
Yahudi tentang Dia, karena Ia telah mengatakan: "Akulah roti
yang telah turun dari sorga." Kata mereka: "Bukankah Ia ini Yesus, anak Yusuf, yang ibu bapanya kita kenal?
Bagaimana Ia dapat berkata:
Aku telah turun dari sorga?"
Bagaimana
dapat terjadi sebuah kebenaran absolut dari Allah menjadi sebuah kerelatifan belaka?
Hal ini dapat terjadi sebab kemampuan manusia-manusia untuk menerima kebenaran
dari sorga tidak ada sama sekali, untuk menerima kebenaran suci bukan pada teks-teks yang turun dari langit tetapi dari seorang
manusia yang datang dari Allah atau yang turun dari sorga [Yohanes 3:13] merupakan
kemustahilan, sebagaimana
disingkapkan oleh manusia itu sendiri:” Bukankah Ia ini Yesus,
anak Yusuf, yang ibu bapanya
kita kenal?
Pada
dasarnya tak ada yang mengenal Yesus, siapa yang mereka kenal adalah ibu
bapanya, sehingga kebenaran absolut tersebut hanya mampu dicerna berdasarkan
persepsi masing-masing manusia [bukan sebagaimana kehendak Allah], itulah tunas
relativisme yang melahirkan berbagai bentuk perlawanan terhadap kehendak Allah
di dalam Kristus.
Apakah
relativisme diakomodasi oleh Sang Kristus sebagai sebuah jembatan untuk
membangun harmoni kebenaran yang dari Allah?
Tidak. Sementara ia hidup ditengah-tengah relativisme kebenaran atau pluralisme
iman tanpa kekerasan dari dirinya, Ia
tetap membangun komunikasi atau mengkomunikasikan kebenarannya yang absolut, tak sama sekali
ia melakukan modifikasi berwujud pelunakan-pelunakan dan tak juga ia melakukan pemaksaan
kebenaran itu. Apa yang dilakukannya, menyatakan kebenaran-Nya tetaplah
absolut ditengah-tengah relativisme itu dengan cara mendudukan kebenaran-Nya pada tempatnya
yang mulia, yaitu di
tangan Allah, sehingga beginilah
ia bersabda:
Yohanes
6:43 Jawab Yesus kepada mereka: "Jangan
kamu bersungut-sungut. Tidak ada seorangpun yang dapat
datang kepada-Ku, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang
mengutus Aku, dan ia akan Kubangkitkan pada akhir zaman.
Yesus
tak menanggulangi kesenjangan yang tajam
itu dengan harmonisasi berdasarkan penyelarasan kebenarannya agar
dapat diproses oleh pikiran atau kemampuan manusia-manusia untuk mengenali
berdasarkan kapasitas kemanusiaannya. Yesus,bahkan,
memang menyadari, begitu sempurna, realita manusia kala diperhadapkan dengan
kebenaran dirinya yang bersumber dari Allah, ini terlihat pada: “jangan
kamu bersungut-sungut.” Menariknya lagi, saat Yesus mengajak mereka untuk menerima kebenaran itu
sebagaimana apa adanya dan tidak menakarnya dengan kemanusiaan mereka, pun
Yesus tidak juga bersungut-sungut pada dirinya sendiri melihat kegagalan para
manusia yang membuahkan relativisme melawan dirinya, sebab ia sendiri
sangat tahu bahwa satu-satunya yang bisa mengatasi kesenjangan kebenaran yang
dilahirkan relativitas kebenaran dalam ukuran-ukuran manusia adalah
Bapa-Nya sendiri - Allah sendiri, dengan bersabda: “tidak
ada seorangpun yang dapat datang
kepada-Ku, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa
yang mengutus Aku.”
Setiap
kali Yesus menyatakan kebenaran pada dirinya maka harus disertai dengan Allah
yang bertindak- yaitu: menarik- untuk
mengatasi relativisme kebenaran yang menjadi belenggu pikiran manusia untuk
dapat mendatangi kebenaran-Nya yang absolut, sehingga pikirannya memiliki
kemerdekaan untuk memutuskan bahwa memang Yesus satu-satunya kebenaran itu.
Mengapa Yesus berkata: “Jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa
yang mengutus Aku?” Setidak-tidaknya ada 2 hal yang sedang Yesus tunjukan:
1.Ketakberdayaan manusia yang total
untuk mendatangi Yesus sebagai kebenaran absolut
2.
Kebenaran Yesus bukanlah berasal dari
dunia ini dan bukan gagasan atau filsafat manusia suci di dunia ini
Bapa
yang menarik manusia itu, sebab manusia tak
memiliki kehidupan dan kebenaran Allah pada dirinya, sehingga sekalipun memiliki kemampuan berpikir atau menalar atau membuat
pertimbangan-pertimbangan saksama, itu sama sekali tak menunjukan sebuah
divinitas atau keilahian pada manusia
untuk mengenali kebenaran Allah dan mengenali siapakah Yesus. Itu sebabnya,
apa yang tersisa pada manusia hanyalah
meraba kebenaran dalam kebutaan kebenaran yang berwujud “relativitas kebenaran”
yang hanya dapat menghasilkan:
“Bukankah ia ini Yesus, anak
Yusuf yang ibu bapanya kita kenal?
Sebaiknya-baiknya mereka mengenali Yesus maka hanyalah beragam persepsi atau identifikasi
akan siapakah dia [seperti halnya ini: “Pada suatu kali ketika Yesus berdoa
seorang diri, datanglah murid-murid-Nya kepada-Nya. Lalu Ia bertanya kepada mereka: "Kata orang banyak, siapakah Aku ini?" Jawab mereka:
"Yohanes Pembaptis, ada juga yang mengatakan: Elia, ada pula
yang mengatakan, bahwa seorang dari nabi-nabi dahulu telah bangkit."
Yesus bertanya kepada mereka: "Menurut
kamu, siapakah Aku ini?" Jawab Petrus: "Mesias dari Allah-
Lukas 9:18-20" sebagaimana di dunia ini tidak ada satu manusia pun yang
beridentitas relatif, maka demikian Yesus; sebagaimana Andi anak Mardi bukan
Andi anak Marlon, pun demikian Yesus memiliki jati diri atau kebenaran pada
dirinya sendiri yang absolut] dalam rabaan indera-indera manusianya tanpa dapat
menjamah keilahian-Nya.
Bagi
Yesus, tindakan Allah yang demikian merupakan
satu-satunya jalan keluar
atas kesenjangan pengenalan akan dirinya. Satu-satunya, agar manusia-manusia dapat mengenali dirinya
sebagaimana adanya, bahwa ia: “datang
dari sorga.” Hanya dapat diatasi oleh tindakan Allah atas ketakberdayaan yang menghasilkan relativitas
dalam memandang dan memahami apa yang dinyatakan oleh Yesus adalah absolut
namun ditolak manusia-manusia itu.
Pikiran
manusia atau kemampuan manusia untuk berpikir dalam kejernihan dan penuh
pertimbangan memang sungguh diperlukan, demikian juga dengan kemampuan manusia
untuk membuat keputusan yang dapat menuntunnya kepada kebenaran atau keputusan
yang tepat haruslah dilakukan, sebab tanpa itu semua maka manusia akan
menghadapi dan menemukan masalah tanpa kemampuan untuk menanggulanginya dalam
kehidupan sehari-harinya. Namun pada problem Yesus, Sang
Kristus sendiri tak melihat aspek
intelektualitas atau kesehatan jiwa manusia sebagai yang perlu diperbaiki
seolah hanya pada bagian ini masalahnya, lalu manusia itu setelah diperbaiki
pada bagian tersebut dibiarkan berdiri sendiri untuk membuat keputusan yang
dapat menghakimi kebenaran yang datang dari Allah- apakah benar dari Allah
dan apakah aku memerlukannya?
Allah
tak
memperbaiki manusia agar kemudian manusia-manusia itu dapat menghakimi-Nya;
Allah
tak pernah memberikan kapasitas untuk menghakimi diri-Nya apalagi
kebenaran-Nya dalam kehendak dan
pewujudan bagaimana keselamatan dari-Nya berwujud. Tak sama sekali seperti itu. Ini sebuah kepastian dan bukan
spekulasi sebagaimana disingkapkan oleh Yesus:
▀Yohanes
6:39-40 Dan inilah kehendak Dia
yang telah mengutus Aku, yaitu supaya dari semua yang telah diberikan-Nya
kepada-Ku jangan ada yang hilang, tetapi supaya Kubangkitkan pada akhir zaman. Sebab inilah kehendak Bapa-Ku,
yaitu supaya setiap orang, yang melihat Anak dan yang percaya kepada-Nya
beroleh hidup yang kekal, dan supaya Aku membangkitkannya pada akhir zaman."
Jikapun
Yesus dianggap datang untuk memperbaiki sebuah
keping kesadaran dalam diri manusia agar kemudian dapat mengenali siapakah diri
sebenarnya, maka dipastikan kualitas perbaikan oleh-Nya adalah sebuah
karya yang divinitas atau bersifat ilahi
sehingga pasti tidaklah kemudian manusia itu melakukan kesalahan dengan
mengatakan Yesus itu adalah Elia atau nabi-nabi lainnya, tetapi Mesias yang
datang dari Allah. Identifikasi jitu sebagaimana pada Petrus. Jikapun
Yesus diperlakukan hanya melakukan perbaikan agar seorang
manusia dapat secara individual membuat keputusannya sendiri terhadap hal
divinitas semacam ini, maka divinitas
yang dikerjakan didalam individu itu, seharusnyalah bekerja dalam sebuah
kemampuan identifikasi presesi untuk mengenali Juruselamatnya, bukan untuk
kemudian menghakiminya, sebab tak pernah Allah mengerjakan sesuatu
dari dirinya untuk kemudian menghina dirinya berdasarkan perbuatannya tadi. Dan
faktanya,
Yesus
bukan melakukan apapun yang telah
saya skenariokan di atas, sebab faktanya setiap manusia yang dapat mengenali Yesus bukan belaka “anak Yusuf”
tetapi Anak Allah, adalah dia yang dilahirkan dari tindakan Allah memberikan atau menyerahkan orang tersebut kepada Yesus dengan sebuah
kepastian dalam perjalanan hidup keberimanannya di bumi ini: tidak
hilang dan dibangkitkan oleh Yesus pada akhir zaman.
Relativitas
atau kekaburan kebenaran hanya teratasi oleh tindakan Allah yang
demikian, dan didalam Allah bertindak, terbenam, di dalam jiwa manusia itu, kehendak-Nya, yaitu: agar manusia itu memiliki pengenalan pada
siapakah Yesus sesungguhnya sehingga datang kepadanya untuk beriman, bukan
untuk menghakimi siapakah dia atau benarkah ia adalah sebagaimana telah dikatakan Allah kepadaku saat ia
menarikku dari dunia ini ke dalam genggaman tangan-Nya untuk diserahkan kepada
Yesus? Tidak ada lagi relativitas dalam peristiwa ini, sebab kehendak-Nya
jelas dan tanpa bayang-bayang: “supaya dari semua yang telah diberikan-Nya
kepada-Ku jangan ada yang hilang.”
Tak pernah ada
satu kali saja ada seorang
manusia yang diambil Allah dari dunia untuk diserahkan kepada Yesus, pada
akhirnya hilang. Jangan ada yang hilang di sini, sangat terkait dengan rencana
Allah atasnya melalui Yesus: “supaya Aku membangkitkannya pada akhir
zaman.”
Manusia-manusia
percaya yang demikian, memang masih
hidup dan berjalan di muka bumi ini. Bukan yang enak, mulus, menyenangkan, lunak apalagi
menerima kekhususan-kekhususan sorgawi yang memanjakan. Tidak sama sekali. Namun
sekalipun demikian “jangan ada yang hilang” tak perlu
menjadi relatif. Seolah itu hanya absolut bagi Tuhan namun
relatif bagi manusia, karena tidak
demikian adanya. Yesus sejak
semula mengatasi relativitas
dalam dunia manusia itu berdasarkan karya atau tindakan Allah, bukan pada
kekuatan manusia, maka memang sejak saat itu kemanusiaan manusia-manusia percaya atau beriman kepada Yesus tak pernah diandalkan oleh Allah sebagai jangkar keselamatan manusia itu,
tetapi diri-Nya saja yang menjadi jangkar keselamatan dan keamanannya dari berbagai risiko atau ancaman yang sama sekali tak berada didalam kendali manusia itu, sebagaimana
dinyatakan oleh Yesus, perhatikan hal-hal yang dikemukakan Yesus berikut ini:
▀Matius
10:19-20 Apabila mereka menyerahkan kamu, janganlah
kamu kuatir akan bagaimana dan akan apa yang harus kamu katakan, karena semuanya itu akan dikaruniakan
kepadamu pada saat itu juga. Karena bukan kamu yang berkata-kata, melainkan Roh Bapamu; Dia yang akan berkata-kata di dalam
kamu.
▀Yohanes
17:14-15 Aku telah memberikan firman-Mu
kepada mereka dan dunia membenci mereka, karena mereka bukan dari dunia, sama
seperti Aku bukan dari dunia. Aku tidak meminta, supaya Engkau mengambil mereka
dari dunia, tetapi supaya Engkau melindungi mereka dari pada yang
jahat.
Mengapa
Allah menarik seseorang, sementara membiarkan yang lainnya bersungut-sungut
[“Jawab Yesus kepada mereka: "Jangan kamu bersungut-sungut. Tidak ada
seorangpun yang dapat datang kepada-Ku, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang
mengutus Aku?- Yohanes 6:43-44] pun hal yang tak dapat dikenali oleh manusia
secara sempurna sebagaimana adanya dalam benak Bapa, selain
spekulasi para manusia yang akhirnya melahirkan sebuah relativisme pada
bagaimana seseorang bisa percaya dan
yang lainnya tidak demi mengharmonikan hal-hal yang sukar untuk diraba oleh
pemikiran para manusia, sementara Allah telah menyajikan sebuah
kepastian: kasih karunia Bapa: “Lalu Ia berkata: "Sebab itu
telah Kukatakan kepadamu: Tidak ada seorangpun dapat datang kepada-Ku, kalau
Bapa tidak mengaruniakannya
kepadanya." - Yohanes 6:65. Dan untuk mengerti kasih karunia itu
sendiri, ternyata membutuhkan kasih karunia itu sendiri agar tak menjadi
bersungut-sungut.
Mahkota
keilahian Kristus ada pada manusia-manusia yang diserahkan Bapa kepadanya agar
datang menjadi percaya, sementara
Kemuliaan keilahian Kristus itu sendiri ada pada peristiwa salib yang telah ditetapkan Allah harus terjadi, karena disitulah semua orang yang diserahkan
oleh Allah ke dalam tangannya menikmati kasih karunia yang membebaskan diri
mereka dari kuasa maut itu sendiri:
▀Ibrani
1:3 Ia adalah cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah dan menopang segala
yang ada dengan firman-Nya yang penuh kekuasaan. Dan setelah Ia selesai mengadakan penyucian
dosa, Ia duduk di sebelah kanan Yang Mahabesar, di tempat yang tinggi,
▀Ibrani
2: 9 Tetapi Dia, yang untuk waktu yang singkat dibuat sedikit lebih rendah dari
pada malaikat-malaikat, yaitu Yesus, kita lihat, yang oleh karena penderitaan
maut, dimahkotai dengan kemuliaan dan hormat, supaya oleh kasih karunia Allah Ia mengalami maut bagi semua
manusia.
Sebab memang sesuai dengan keadaan Allah--yang bagi-Nya dan oleh-Nya segala
sesuatu dijadikan--,yaitu Allah yang membawa banyak
orang kepada kemuliaan, juga menyempurnakan Yesus, yang memimpin
mereka kepada keselamatan, dengan penderitaan.
Kasih
karunia Allah itu begitu berlimpah bagi manusia tetapi sebagaimana hanya Allah yang dapat
mengalami maut bagi semua manusia, maka hanya Allah saja yang dapat membawa
banyak orang kepada kemuliaan.
Inilah
adalah sudut tajam kebenaran pada keabsolutan
keselamatan hanya oleh Allah dalam Yesus
Kristus dan keabsolutan kepastian keselamatan yang dapat
dialami oleh manusia. Sebagaimana manusia
tak dapat mengenali keabsolutan kebenaran dalam Kristus sehingga hanya oleh
tindakan Bapa saja seorang manusia dapat terlepas dari relativitas atau
kekaburan kebenaran tunggal, maka demikian juga kasih karunia itu hanya dapat
menghampiri manusia sejauh Allah membawa manusia-manusia itu kepada Kristus.
Kristus mengalami maut bagi semua manusia, yang
mana semua manusia itu adalah banyak manusia yang dibawa Allah kepada
kemuliaan. Sentralitas
Kristus dan keilahian
Kristus dalam kemanusiaan pada hakikatnya merupakan sinar kemuliaan
keselamatan yang Allah lakukan.
Itu
sebabnya Yesus disebut Pokok Keselamatan manusia yang menunjukan kebergantungan total manusia untuk dapat mendatangi Allah, jika tak
melalui Yesus maka mustahil. Sebuah keimamatan yang tentu saja memastikan tak ada satupun yang dapat menghampiri
Allah tanpa
Kristus sebagai imam yang mau atau bersedia memperdamaikanmu
dengan Allahnya:
▀Ibrani 5:5-7 Demikian pula Kristus
tidak memuliakan diri-Nya sendiri dengan
menjadi Imam Besar, tetapi dimuliakan oleh Dia yang berfirman
kepada-Nya: "Anak-Ku Engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari
ini", sebagaimana firman-Nya dalam suatu nas lain: "Engkau adalah Imam untuk selama-lamanya, menurut peraturan
Melkisedek." Dalam hidup-Nya
sebagai manusia, Ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan
ratap tangis dan keluhan kepada Dia, yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut,
dan karena kesalehan-Nya Ia telah didengarkan.
Keilahian
Kristus dalam
kemanusiaannya tak pernah
bersifat relatif sekalipun pikiran manusia menghakiminya sebagai sebuah
kebenaran yang relatif. Bahkan bukan saja keabsolutan itu bukan saja terletak
pada siapakah Yesus, bukan saja mengenai kepastian keselamatan, tetapi juga kepada siapakah keselamatan itu sesungguhnya
ditujukan:
▀Ibrani 7:24-25 Tetapi, karena Ia tetap
selama-lamanya, imamat-Nya tidak dapat beralih kepada orang lain. Karena itu Ia sanggup juga
menyelamatkan dengan sempurna semua orang yang oleh Dia datang kepada Allah. Sebab Ia hidup
senantiasa untuk menjadi Pengantara mereka.
Bagaimana
kesempurnaan keselamatan yang dikerjakan oleh Yesus Kristus itu? Sempurna, tidak memerlukan
penyokongan atau penopangan dari perjuangan manusia untuk melengkapi keimamatan yang diselenggarakan oleh Yesus yang menguduskanmu--[semenjak pengudusan adalah karyanya oleh tubuhnya dan darahnya sebagai sebuah rencana Allah bahkan sebelum dirimu dan dunia ini eksis (1Pet 1:18-19) maka memang sama sekali kontribusi manusia begitu nihil]-- di hadapan Allah -- [perhatikan, dikatakan manusia tak dapat melakukan apapun juga untuk membuat keimamatan Kristus semakin efektif, bukan hendak mengatakan dengan begitu kehidupan seorang Kristen tanpa keberbuahan atau masa bodoh saja tanpa memperhatikan bagaimana ia hidup sebagai anak-anak Bapa (misalkan: kehidupan yang kian lama kian serupa dengan Kristus yang kehidupannya sepenuh bagi kehendak Bapa - tak ada sama sekali kehendak dirinya (inilah yang membuat Yesus satu-satunya manusia mulia,kudus,baik, sempurna layak di hadapan Allah bahkan pada dirinya sendiri, sebab hanya dia dalam keadaannya sebagai manusia tak pernah sedikit saja kehendak dirinya sendiri yang memerintah "Yohanes 4:34; 6:38"); atau hal lainnya lagi: kesetiaan Iman atau ketaatan pada kehendak Bapa hingga kematian menjelang), juga bukan tanpa pendedikasian yang harus dibangunnya hari demi hari, sebaliknya,sudah sepatutnya terjadi dan dibangunkan sebagai sebuah kehidupan baru dari Kristus Penebusnya. Tapi, di sini, yang hendak ditekankan dan dijulangkan, dalam kesemua buah-buah kehidupan yang memuliakan Allah tersebut, yang diajarkan itu, yang dinasihatkan dengan tak jemu-jemu itu, yang harus menjadi kehidupan aktif di dalam diri oleh anak-anak Tebusan Allah itu, kesemuanya itu sama sekali tidak memberikan kontribusi (bukankah dikatakan: itu semua sebagai buah-buah yang dihasilkan kehidupan dalam Kristus: Yohanes15:1-8),atau menolong atau memperkokoh pada kesempurnaan atau kepastian keamanan keselamatannya sendiri oleh dirinya sendiri, tidaklah demikian! Sebab hanya Allah yang dapat mengamankan masa depan keamanan keselamatanmu dalam Kristus dan kesetiaanmu hingga kesudahannya, bahkan yang lebih penting kesetiaan Yesus kepada janjinya sendiri atasmu. Bukankah pada dasarnya kita bersetia, bertekun dan bersemangat bagi Allah berlandaskan pada karya keselamatan-Nya yang telah tuntas dan janjinya bagi setiap orang percaya bahwa dimana Ia berada disitulah orang percaya pilihan-Nya berada?- Bukankah Bapa berkehendak jangan ada yang hilang kala ia menyerahkan mereka kepada Yesus?]-- Sang Imam
Besar itu. Bagaimana bisa ada manusia dapat datang atau menghampiri Imam Besar semacam ini:
▀Ibrani 7:26-27 Sebab Imam Besar yang demikianlah yang kita
perlukan: yaitu yang saleh, tanpa salah, tanpa noda, yang terpisah dari orang-orang berdosa dan lebih tinggi dari pada tingkat-tingkat sorga, yang tidak
seperti imam-imam besar lain, yang setiap hari harus mempersembahkan korban
untuk dosanya sendiri dan sesudah itu barulah untuk dosa umatnya, sebab hal itu
telah dilakukan-Nya satu kali untuk selama-lamanya, ketika Ia mempersembahkan
diri-Nya sendiri sebagai korban.
Ibrani
1:3 Ia adalah cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah dan menopang segala
yang ada dengan firman-Nya yang penuh kekuasaan. Dan setelah Ia selesai mengadakan penyucian dosa, Ia duduk di
sebelah kanan Yang Mahabesar, di tempat yang tinggi,
Tak ada manusia
yang dapat mendatangi
dia.
Kasih Karunia bukan sebuah
kesederhanaan atau sebuah kemuliaan keselamatan dalam konsepsi manusia sehingga
manusia dapat bekerja didalamnya olehnya sendiri untuk mengupayakan.
Kasih karunia pada dasarnya sebuah kasih Allah yang begitu besar yang hadir
dalam kemuliaan penghakiman-Nya: betapa manusia begitu mati untuk
dapat sedikit saja menguduskan
dirinya, sampai-sampai memerlukan seorang Imam Besar dari sorga
dan kini ,Ia sudah bertakhta di sorga setelah menguduskan banyak manusia yang telah
diserahkan kepadanya untuk dikuduskan olehnya.
Yesus sendiri berkata:
mustahil ada yang dapat datang atau mendatangi dirinya di kediamannya itu:
▀Yohanes 7:33-34 Maka kata Yesus:
"Tinggal sedikit waktu saja Aku ada bersama kamu dan sesudah itu Aku akan
pergi kepada Dia yang telah mengutus Aku. Kamu akan mencari Aku, tetapi tidak akan bertemu dengan Aku, sebab
kamu tidak dapat datang ke tempat di mana Aku berada."
▀Yohanes 8:21 Maka Yesus berkata pula
kepada orang banyak: "Aku akan pergi dan kamu akan mencari Aku tetapi kamu
akan mati dalam dosamu. Ke tempat Aku
pergi, tidak
mungkin kamu datang."
Perhatikan
baik-baik. Setelah Yesus menuntaskan karya keselamatan oleh kasih karunia
Allah, apakah kemudian manusia-manusia dapat mencari dan menemukannya begitu
saja? Tanpa kasih karunia
dari Bapa? Tidak bisa, sebab Yesus berkata: kamu akan mencari Aku, tetapi
tidak akan bertemu.” Mengapa? Apakah karena manusia itu kurang
serius,bermain-main, tidak segenap dirinya? Bukan itu, tetapi oleh realitas
yang tak bisa diatasi oleh manusia itu selain kalau Allah bertindak atasnya.
Inikan tidak dapat diatasi oleh siapapun manusia itu: “sebab kamu tidak dapat datang ke
tempat di mana Aku berada.”
Perhatikan,
apa yang sedang dimaksudkan oleh Yesus
pada keseluruhannya, tidak dapat dipahami oleh manusia secara mandiri: Jika
memahami maksud Yesus saja manusia tak berdaya maka terlebih lagi keselamatan
yang datang darinya:
Yohanes
7:35-36 Orang-orang Yahudi itu berkata seorang kepada yang lain: "Ke
manakah Ia akan pergi, sehingga kita tidak dapat bertemu dengan
Dia? Adakah maksud-Nya untuk pergi kepada mereka yang tinggal di perantauan, di
antara orang Yunani, untuk mengajar orang Yunani? Apakah maksud perkataan yang
diucapkan-Nya ini: Kamu akan mencari Aku, tetapi kamu tidak akan bertemu
dengan Aku, dan: Kamu tidak
dapat datang ke tempat di mana Aku berada?"
Jika
memahami maksud Yesus saja manusia tak berdaya maka terlebih lagi keselamatan
yang datang darinya, bagaimana keselamatan itu menjadi sebuah kepastian yang
datang dari Allah:
▀Yohanes 7:37 Dan pada hari terakhir,
yaitu pada puncak perayaan itu, Yesus berdiri dan berseru: "Barangsiapa
haus, baiklah ia datang kepada-Ku dan minum!
Jika
sebelumnya, Ia berkata: tak ada yang
dapat datang ke tempat di mana aku berada, mengapa dia sekarang berkata: “barangsiapa
haus, baiklah ia datang kepada-Ku dan minum!” Tidakkah dengan
demikian, “datang kepada Yesus” bukan lahir dari kealamian manusia untuk datang,
tetapi tindakan Allah yang membuat mendatangi Yesus untuk beriman kepadanya,
untuk menerima yang hendak diberikan-Nya, bukan untuk menerima darimu dan
apalagi untuk menghakimi kebenaran itu dan dapat berujung menolak Yesus.
Datang
kepada Yesus memang bukan hal yang dapat diupayakan oleh manusia, sebab dapat
datang dan mendatangi Yesus menyebabkan
peristiwa rohani keselamatan manusia itu sendiri:
Yohanes
7:38 Barangsiapa percaya kepada-Ku, seperti
yang dikatakan oleh Kitab Suci: Dari dalam hatinya akan mengalir
aliran-aliran air hidup."
Manusia
tak dapat menghakimi peristiwa ini dengan pemikirannya, sebab sumber kebenaran keselamatan ini, bukan pemikiran
para manusia, tetapi pemikiran Allah: “barangsiapa
percaya kepada-Ku, seperti yang
dikatakan oleh Kitab Suci.” Tak ada relativitas dalam bagaimanakah
seharusnya mempercayai Yesus, karena dikatakan: “percaya kepada-Ku, seperti yang dikatakan oleh Kitab Suci.”
Sementara dunia ini memiliki buah-buah lebat terkait setinggi apakah Kristus
itu diimani, Kitab suci menyatakannya dalam sebuah peristiwa ilahi yang disebabkan beriman kepada Kristus
sebagaimana kehendak Allah-Kitab suci: akan
mengalir aliran-aliran air hidup.
Allahlah yang membawa manusia
untuk beriman kepada Kristus tanpa perlu manusia-manusia itu melakukan sesuatu
sehingga layak atau pantas mendapatkan anugerah keselamatan,
karena itu bukan anugerah jika demikian. Tak ada yang dapat datang ke tempat Ia
berada, itu sebuah kegelapan total
pada manusia sementara Yesus
Kristus ada di hadapan mereka. Itu memerlukan tindakan Allah menyerahkannya ke
dalam Yesus agar dapat percaya kepada Yesus sebagaimana kitab suci menuturkan
siapakah dia.
Yesus
adalah Imam Besar yang bertakhta di sorga, sekarang ini, di sebelah kanan Yang Maha Tinggi. Bagaimana bisa percaya? Orang tersebut membutuhkan Roh Kudus untuk
menghantarkannya kepada Yesus yang kini bertakhta di sorga, bukan kepada Yesus
karangan manusia, bukan pada Yesus
menurut filsafat-filsafat dunia ini. Kesalamatan berdasarkan kasih karunia
bukan menjadikan manusia dapat bertindak
berdasarkan kemampuannya, tidak sama sekali. Manusia membutuhkan
Roh Kudus sementara Ia dalam perjalanan
menuju sorga atau ke tempat di mana Yesus berada:
Yohanes
16:13 Tetapi apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran; sebab Ia
tidak akan berkata-kata dari diri-Nya sendiri, tetapi segala sesuatu yang
didengar-Nya itulah yang akan dikatakan-Nya dan Ia akan memberitakan kepadamu
hal-hal yang akan datang.
Orang
percaya seumur hidupnya di dunia ini tak
dapat memimpin dirinya sendiri untuk
sampai kepada seluruh kebenaran-Nya. Ya.. sebagaimana Allah yang
menyerahkan orang percaya untuk datang kepada Yesus dan mengikutnya, maka dalam
kepengikutan orang percaya terhadapYesus, Roh Kudus yang memimpinnya. Inilah dasar keamanan keselamatan, yaitu hidup dalam kepemimpinan Roh Kudus. Sebagaimana Yesus dapat diandalkan dalam melaksanakan
keselamatan di kayu salib bagi saya dan anda maka Roh Kudus pun sama andalnya dalam melaksanakan tugasnya. Jangan pernah berpikir bahwa anda terlalu hebat atau terlalu kuat untuk
dididik Allah. Sebagaimana anda tak berdaya untuk melepaskan diri dari
belenggu dosa maka anda sama tak berdayanya di dalam kehendak Allah yang
menaklukan kehendak-kehendak daging
dirimu di sepanjang perjalanan menuju ke tempat di mana Yesus berada.
Di
dunia ini, saat ini, pun tak ada
kerelatifan dalam keselamatan kekal yang begitu tunggal di dalam Yesus
Kristus, sebab Roh Kudus menghakimi relativitas kebenaran itu berdasarkan
kebenaran tunggal dalam Yesus sendiri:
▀Yohanes 16:7-10 Namun benar yang
Kukatakan ini kepadamu: Adalah lebih berguna bagi kamu, jika Aku pergi. Sebab
jikalau Aku tidak pergi, Penghibur itu tidak akan datang kepadamu, tetapi
jikalau Aku pergi, Aku akan mengutus Dia kepadamu. Dan kalau Ia datang, Ia akan menginsafkan dunia akan dosa, kebenaran dan penghakiman; akan dosa, karena mereka
tetap tidak percaya kepada-Ku; akan kebenaran, karena Aku pergi kepada
Bapa dan kamu tidak melihat Aku lagi;
Setiap
orang Kristen sejati memiliki sebuah kebenaran
tunggal yang juga digemakan oleh Roh Kudus.
Jikalau seorang mengaku Kristen tetapi melawan kehendak Roh Kudus itu maka
jelas, ia adalah lawan bagi Roh Kudus itu sendiri dalam setiap sabda-Nya kepada
dunia ini, di saat ini:
Yohanes
7:39 Yang dimaksudkan-Nya ialah Roh
yang akan diterima oleh mereka yang percaya kepada-Nya;
Segala Kemuliaan Hanya Bagi Tuhan
Bacalah juga:
*"Tinjauan Pengajaran Pdt. Dr. Erastus Sabdono "Keselamatan Di Luar Kristen" (3G): Keselamatan Kristus Juga Untuk Mereka Yang Tak Beriman Kepada-Nya"
*"Tinjauan Pengajaran Pdt.Dr. Erastus Sabdono "Keselamatan Di Luar Kristen (1B)"
*"Apakah Kuasa Kebangkitan Yesus Juga Terletak Pada Kelulusan dan Kesalehannya Terhadapa Bapa?"
*"Tinjauan Pengajaran Pdt. Dr. Erastus Sabdono "Keselamatan Di Luar Kristen" (3G): Keselamatan Kristus Juga Untuk Mereka Yang Tak Beriman Kepada-Nya"
*"Tinjauan Pengajaran Pdt.Dr. Erastus Sabdono "Keselamatan Di Luar Kristen (1B)"
*"Apakah Kuasa Kebangkitan Yesus Juga Terletak Pada Kelulusan dan Kesalehannya Terhadapa Bapa?"
No comments:
Post a Comment