Oleh: Martin Simamora
Ia
Raja Israel? Turunlah Dari Salib Itu, Baru Kami Percaya, Lagian Mengapa “Eli
Eli Lama Sabachtani?”
[Refleksi]
Sebelumnya: Bagian 1
Sementara ditinggikan
dari bumi, menurut Sang Mesias dari sorga
adalah pekerjaan Allah yang harus dilakukannya sebagaimana Musa meninggikan
ular di padang gurun sebagai satu-satunya cara Allah agar maut yang datang dari
murka Allah terhadap dosa, dapat ditanggulangi, namun peninggian demikian justru menjadi pangkalan
penolakan yang tak tersolusikan dan tak mungkin dikompromikan. Tak ada satupun
modifikasi agar peristiwa kelam pada Yesus itu dapat memiliki bagian-bagian
yang menenangkan gelombang badai penolakan yang begitu keras itu, sebagaimana
serangkaian episode ini menyingkapkannya:
Matius
27:39-42 (39) Orang-orang yang lewat di sana menghujat Dia dan
sambil menggelengkan kepala,(40) mereka berkata:
"Hai Engkau yang mau merubuhkan Bait
Suci dan mau membangunnya kembali dalam tiga hari, selamatkanlah diri-Mu
jikalau Engkau Anak Allah, turunlah
dari salib itu!"(41) Demikian juga
imam-imam kepala bersama-sama ahli-ahli Taurat dan tua-tua mengolok-olokkan Dia
dan mereka berkata: (42) Orang
lain Ia selamatkan, tetapi diri-Nya sendiri tidak dapat Ia selamatkan!
Ia Raja Israel? Baiklah Ia turun dari salib itu dan kami akan percaya
kepada-Nya.
Bagi siapapun manusia
baik dahulu kala, apalagi sekarang, penyaliban bukan sebuah kejadian yang
membawa kemuliaan dan kemegahan (tetapi
membawa penistaan dan penghujatan), itu sungguh sukar untuk diterima bahwa
akan seperti inilah peninggian yang dikehendaki olehnya? Perhatikan, ini benar-benar
kontradiksi-maksudnya siapakah yang mau percaya melihat Yesus sebagai sungguh
Sang Mesias dari Allah dan sungguh Anak Allah, sementara ia bertakhta di atas
kontradiksi yang begitu mustahil untuk dipahami- harus dihina, disiksa, dan
dibunuh? Sebab memang orang-orang Yahudi
menerima pengajaran yang menyatakan Mesias tidaklah seperti ini: "Kami telah mendengar dari hukum Taurat,
bahwa Mesias tetap hidup selama-lamanya; bagaimana mungkin Engkau mengatakan,
bahwa Anak Manusia harus ditinggikan? Siapakah Anak Manusia itu?- Yohanes
12:34."
Hanya Yesus yang mengetahui bahwa pemahkotaan kemuliaannya
terletak pada ketaatannya untuk mengerjakan
pekerjaan Allah, yaitu meminum cawan
penderitaan dan kematian yang lahir dari murka Allah terhadap dosa semua
manusia. Ketika Yesus mengatakan ia
harus meminum cawan itu, memang ia sedang membicarakan sebuah rangkaian
peristiwa yang mendahului peninggiannya dari bumi hingga setiap perIstiwa yang
harus terjadi selama peninggian dari bumi berlangsung hingga kesudahannya atau kegenapannya.
Ini begitu jelas atau tak ada keburaman sama sekali dalam maksud kala ia
sendiri menyampaikannya sebagai sebuah pengajaran:
Markus10:32-34 (32)Yesus dan murid-murid-Nya sedang dalam perjalanan
ke Yerusalem dan Yesus berjalan di depan. Murid-murid merasa cemas dan juga
orang-orang yang mengikuti Dia dari belakang merasa takut. Sekali lagi Yesus
memanggil kedua belas murid-Nya dan Ia mulai mengatakan kepada mereka apa yang
akan terjadi atas diri-Nya,(33) kata-Nya: "Sekarang kita pergi ke
Yerusalem dan Anak Manusia akan diserahkan kepada imam-imam kepala dan
ahli-ahli Taurat, dan mereka akan menjatuhi Dia hukuman mati. Dan mereka akan
menyerahkan Dia kepada bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah,(34) dan
Ia akan diolok-olokkan, diludahi, disesah dan dibunuh, dan sesudah tiga hari Ia akan
bangkit."
Yesus menyatakan
perihal yang begitu mencemaskan dan menakutkan para murid dan semua orang yang mengikutinya dari belakang. Itu sudah
terlampau menakutkan untuk diimajinasikan, tetapi Yesus bukan sedang memaparkan
imajinasi tetapi dikatakannya sebagai “apa yang akan terjadi atas diri-Nya”
dalam sebuah deskripsi plot yang menggambarkan apa yang akan dilakukan para
manusia (dalam kehendak dirinya sendiri!)yang berada dalam pelukan kerajaan maut itu kepada dirinya:
▬diserahkan
kepada imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat
▬dijatuhkan
hukuman mati
▬diserahkan
kepada bangsa-bangsa yang tak mengenal
Allah
▬diolok-olokan
▬diludahi
▬disesahi
▬dibunuh
▬sesudah
3 hari bangkit
dari kematian
Yesus
menyebutkan rangkaian yang mencemaskan dan menakutkan ini sebagai cawan yang
harus diminumnya: “Dapatkah kamu meminum
cawan yang harus Kuminum”- Markus 10:38. Kita telah membaca pada
bagian sebelumnya bahwa di taman Getsemani, Yesus kepada Bapanya berkata "Ya Bapa-Ku jikalau cawan ini tidak mungkin
lalu, kecuali apabila Aku meminumnya, jadilah kehendak-Mu!- Matius 26:42."
Dalam hal ini Yesus tak memiliki takhta atas kehendak-Nya sendiri, sebab memang
Ia datang dari sorga bukan membawa pewujudan kehendak-Nya tetapi kehendak Bapa
[bacalah Yohanes 4:34, 6:38 ini bahkan tak boleh diartikan Yesus berjuang bagaikan
pergumulan manusia yang berdosa dan
dikuasai godaan-godaan untuk mewujudkan dosa, ini begitu sukar untuk
disengketakan karena Yesus melontarkan pernyataan yang menunjukan sebuah
penundukan terhadap kehendak Bapa yang datang atau lahir dari kesekehendakan
yang sempurna untuk mewujudkan kehendak Bapa di sorga di bumi ini: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya Anak
tidak dapat mengerjakan sesuatu dari diri-Nya sendiri, jikalau tidak Ia melihat
Bapa mengerjakannya; sebab apa yang dikerjakan Bapa, itu juga yang dikerjakan
Anak- Yoh 5:19”].
Sekarang,dengan
demikian, baik Bapa dan Yesus saling menghendaki hal-hal tersebut harus
berlangsung, peninggian Anak Manusia dari bumi
sudah berjumpa dengan waktu-Nya Sang pemilik kehendak keselamatan di dunia ini. Dalam doanya di Getsemani ia menaklukan kemanusiaannya untuk dapat
meminum cawan tersebut. Ia satu-satunya
manusia yang memang telah ditentukan untuk melakukan itu dan kemanusiaannya
taat kepada kehendak Allah. Dan itu adalah manusia Yesus dalam kehidupan
doanya, bukan saja di Getsemani tetapi kala ia mengajarkan
bagaimana berdoa kepada Bapanya:
Matius
6:9, 10 Karena itu berdoalah demikian: datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti
di sorga
Kehambaan
Kristus bukanlah sebuah pertarungan dalam
sebuah kesengitan perlawanan yang begitu natural dalam diri manusia yang
dibelenggu dosa tetapi sebuah pemerintahan Allah di dalam dirinya sebagaimana di sorga.
Itu harus demikian sebagai satu-satunya yang melakukan kehendak Allah agar
keselamatan dari Allah datang sebagaimana mau-Nya bukan mauku. Sang Anak datang ke hadapan Bapa-dalam doanya-
untuk memastikan bahwa meminum cawan
tersebut adalah kehendak-Nya bukan pemikiran Yesus saja, dan
memastikan bahwa kehendaknya tak membelokan maksud Bapa, sehingga lahirlah keputusan-keputusan dan perbuatan-perbuatan Anak
Manusia itu yang memang berkuasa tanpa sedikitpun goncang dengan apa yang
sedang dialaminya dan dijalaninya sehingga ia tak lagi seteguh saat mengajarkan
apa
yang harus terjadi pada dirinya, seperti hal-hal berikut ini:
Lukas
22:47-51 Waktu Yesus masih berbicara datanglah serombongan orang, sedang murid-Nya
yang bernama Yudas, seorang dari kedua belas murid itu, berjalan di depan
mereka. Yudas mendekati Yesus untuk mencium-Nya. Maka kata Yesus kepadanya:
"Hai Yudas, engkau menyerahkan Anak Manusia dengan ciuman?" Ketika
mereka, yang bersama-sama dengan Yesus, melihat apa yang akan terjadi,
berkatalah mereka: "Tuhan, mestikah kami menyerang mereka dengan
pedang?" Dan seorang dari mereka menyerang hamba Imam Besar
sehingga putus telinga kanannya. Tetapi Yesus berkata: "Sudahlah itu."
Lalu Ia menjamah telinga orang itu dan menyembuhkannya.
Lukas
22:52-53 Maka Yesus berkata kepada imam-imam kepala dan kepala-kepala pengawal
Bait Allah serta tua-tua yang datang untuk menangkap Dia, kata-Nya:
"Sangkamu Aku ini penyamun, maka kamu datang lengkap dengan pedang dan
pentung? Padahal tiap-tiap hari Aku ada di tengah-tengah
kamu di dalam Bait Allah, dan kamu tidak menangkap Aku. Tetapi inilah saat
kamu, dan inilah
kuasa kegelapan itu."
Lukas
22:63-65 Dan orang-orang yang menahan Yesus, mengolok-olokkan Dia dan
memukuli-Nya. Mereka menutupi muka-Nya dan bertanya: "Cobalah katakan
siapakah yang memukul Engkau?" Dan banyak lagi hujat
yang diucapkan mereka kepada-Nya.
Tak ada perlawanan
sama sekali, tepat seperti dikatakannya sendiri
bahwa Ia harus ke Yerusalem untuk mengalami semua itu; tak ada perlawanan yang
bagaimanapun juga seperti telah ditegaskannya di hadapan para murid dan para lawan-lawannya
dengan mencegah penghunusan pedang lebih lanjut bahkan memulihkan telinga yang
diputus dengan pedang, dan tak sama sekali ia meminta 12 pasukan malaikat
menjauhkannya dari kuasa kegelapan yang berusaha menangkapnya. Mengapa?
Sebab itulah cawan yang harus diminumnya
dan itulah saat baginya. Dalam hal ini, Yesus
memastikan bahwa peristiwa peninggian dirinya dari bumi bukanlah sebuah kesalahan
Allah sama sekali dan bukanlah sebuah kegagalah Allah untuk meluputkan Anak-Nya
dari yang jahat.
Tetapi
puncak segala bukti bahwa perjalanannya ke Yerusalem merupakan perjalanan yang
berlangsung dalam kehendak Allah sendiri terletak pada pernyataan ultimat pra
penyaliban:
Lukas
22:69 Mulai
sekarang Anak Manusia sudah duduk
di sebelah kanan Allah."
Sementara
semua meragukan siapakah Yesus dalam peristiwa
yang mencekam itu, Yesus malah berkata bahwa mulai
sekarang dirinya sudah duduk di sebelah kanan Allah . Ini adalah
mahakontradiksi yang tak akan pernah terpahami oleh siapapun, sebagaimana Yesus
sendiri mengemukakannya:
Lukas
22:66-68 Dan setelah hari siang
berkumpullah sidang para tua-tua
bangsa Yahudi dan imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu mereka
menghadapkan Dia ke Mahkamah Agama mereka, katanya: "Jikalau Engkau adalah
Mesias, katakanlah kepada kami." Jawab Yesus: "Sekalipun Aku
mengatakannya kepada kamu, namun kamu tidak akan percaya; dan sekalipun Aku
bertanya sesuatu kepada kamu, namun kamu tidak akan menjawab.
Penangkapannya
di Getsemani dan perendahannya yang begitu nista dalam sebuah pertunjukan penghempasan harga diri yang semacam ini: “Dan orang-orang yang menahan Yesus,
mengolok-olokkan Dia dan memukuli-Nya. Mereka menutupi
muka-Nya dan bertanya: "Cobalah katakan siapakah yang memukul
Engkau?" Dan
banyak lagi hujat yang diucapkan mereka kepada-Nya”-
ayat 63-65, sama sekali tak dapat memburamkan bahkan merusak kemilau terangnya
yang sementara ia sedang dinista tetap menyorot kegelapan jiwa manusia itu
secara tajam, bahwa mereka membutuhkan Juruselamat:
(1)"Jikalau
Engkau adalah Mesias, katakanlah kepada kami." (ayat 67)
(2)“"Kalau
begitu, Engkau ini Anak Allah?" (ayat 70)
Pertanyaan
pertama telah mendatangkan jawaban yang
menakjubkan namun semakin membingungkan pengertian kemanusiaan mereka: “Sekalipun Aku mengatakannya kepada kamu,
namun kamu tidak akan percaya Sekalipun Aku mengatakannya kepada kamu, namun
kamu tidak akan percaya dan sekalipun Aku bertanya sesuatu kepada kamu, namun
kamu tidak akan menjawab. Mulai sekarang Anak Manusia sudah
duduk di sebelah kanan Allah "(ayat 67-69).
Sementara itu untuk pertanyaan kedua telah memberikan jawaban, sebagai apakah ia meminum
cawan itu atau ia akan ditinggikan dari bumi: “Jawab Yesus: "Kamu sendiri mengatakan, bahwa Akulah Anak Allah."
Pada
sisi sebaliknya, dengan demikian para tua-tua bangsa Yahudi dan imam-imam
kepala dan ahli-ahli Taurat telah mendapatkan sebuah pengakuan yang mahapenting
untuk menjatuhkan hukuman mati atas Yesus, bahwa Yesus tak menolak bahwa Ia
adalah Anak Allah. Sebuah bentuk penghujatan yang memang memiliki dasar hukum untuk
dibunuh (bacalah: Menurut Hukum Itu Ia Memang Harus Mati).
Mulai
sekarang Anak Manusia sudah duduk disebelah kanan Allah Yang Mahakuasa, ini
hendak menyatakan bahwa Ia akan menyelesaikan pekerjaan Allah, juga menyatakan
bahwa peminuman cawan olehnya dan peninggian dirinya dari bumi akan menjadi
sebuah penggenapan sempurna dan mulia olehnya atas segala sesuatu yang
dituliskan oleh Taurat dan kitab para Nabi: “Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum
Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan
untuk menggenapinya. Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum
lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan
dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi”- Matius 5:17-18. Yesus hendak menyatakan bahwa Ia sudah duduk
disebelah kanan Allah Yang Mahakuasa sebab inilah momentum terpuncak dari
penggenapan keselamatan yang datang dari Allah itu. Ia akan ditinggikan dari
bumi atau ia akan minum cawan yang telah ditetapkan Bapa sebagai Anak Manusia
yang sudah duduk disebelah kanan Allah Yang Mahakuasa, Ia adalah Manusia Yesus
yang akan ditinggikan dari bumi dalam kuasanya sebagai Anak Allah. Demikianlah
caranya Ia menjadi satu-satunya penggenap segenap Taurat dan kitab para nabi
sehingga darinya lahir keselamatan dari Allah, sebab tak ada satupun manusia
yang dapat menggenapi apapun juga yang dituntut Allah dalam kitab-kitab
nabi-Nya yang kudus itu.
Secara
aklamasi beginilah pernyataan para tokoh Israel itu: “Kita ini telah mendengarnya dari mulut-Nya sendiri” (ayat 71).
Sebagai
Anak Manusia yang sudah duduk disebelah kanan Allah Yang Mahakuasa, Yesus akan
ditinggikan, pada peristiwa inilah ia akan mengakhiri atau menggenapi kehendak
Allah yang harus dikerjakan dan diselesaikannya, tak pernah sebelumnya ia
berkata dalam cara seperti ini terkait apa yang akan dilakukannya, sebagaimana
juga tak pernah sebelumnya ia terlihat melakukan pekerjaan Allah namun
pemandangan yang hadir adalah penistaan, penyiksaan dan pembunuhan. Tak pernah
sebelumnya, namun demikian semua pemangku kepentingan Yahudi berkata bahwa
demikianlah ia menyatakan dirinya atau “kita telah mendengarnya dari mulut-Nya
sendiri.” Dan inilah yang harus dijalaninya:
▬Lukas23:13-25
(13) Lalu
Pilatus mengumpulkan imam-imam kepala dan pemimpin-pemimpin serta rakyat,(14)
dan
berkata kepada mereka: "Kamu telah membawa orang ini kepadaku sebagai
seorang yang menyesatkan rakyat. Kamu lihat sendiri bahwa aku telah
memeriksa-Nya, dan dari kesalahan-kesalahan yang kamu tuduhkan kepada-Nya tidak
ada yang kudapati pada-Nya.(15) Dan Herodes juga
tidak, sebab ia mengirimkan Dia kembali kepada kami. Sesungguhnya tidak ada
suatu apapun yang dilakukan-Nya yang setimpal dengan hukuman mati. (16)Jadi
aku akan menghajar Dia, lalu melepaskan-Nya."(17) (Sebab
ia wajib melepaskan seorang bagi mereka pada hari raya itu.) (18) Tetapi
mereka berteriak bersama-sama: "Enyahkanlah Dia, lepaskanlah Barabas bagi
kami!"(19) Barabas ini dimasukkan ke dalam
penjara berhubung dengan suatu pemberontakan yang telah terjadi di dalam kota
dan karena pembunuhan.(20) Sekali lagi Pilatus berbicara
dengan suara keras kepada mereka, karena ia ingin melepaskan Yesus.(21) Tetapi
mereka berteriak membalasnya, katanya: "Salibkanlah Dia! Salibkanlah
Dia!"(22) Kata Pilatus untuk ketiga kalinya
kepada mereka: "Kejahatan apa yang sebenarnya telah dilakukan orang ini?
Tidak ada suatu kesalahanpun yang kudapati pada-Nya, yang setimpal dengan
hukuman mati. Jadi aku akan menghajar Dia, lalu melepaskan-Nya."(23)
Tetapi
dengan berteriak mereka mendesak dan menuntut, supaya Ia disalibkan, dan
akhirnya mereka menang dengan teriak mereka.(24) Lalu Pilatus
memutuskan, supaya tuntutan mereka dikabulkan.(25) Dan
ia melepaskan orang yang dimasukkan ke dalam penjara karena pemberontakan dan
pembunuhan itu sesuai dengan tuntutan mereka, tetapi Yesus diserahkannya kepada
mereka untuk diperlakukan semau-maunya.
Apapun
juga yang diupayakan Pilatus tak akan berhasil, sekalipun ia tak bersalah sama
sekali tetap harus mati. Mengapa? Sebab
Yesus harus meminum cawan dari Allah itu yang berisikan penghinaan,
penyiksaan, penyaliban, kematian hingga bangkit
pada hari yang ketiga. Cawan itu harus diminum sehingga ia menjadi
penggenap Taurat dan kitab para nabi.
▬Ayat
33-35 (33) Ketika mereka
sampai di tempat yang bernama Tengkorak, mereka menyalibkan Yesus di situ dan
juga kedua orang penjahat itu, yang seorang di sebelah kanan-Nya dan yang lain
di sebelah kiri-Nya. (34) Yesus berkata: "Ya Bapa,
ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat." Dan
mereka membuang undi untuk membagi pakaian-Nya. (35) Orang
banyak berdiri di situ dan melihat semuanya. Pemimpin-pemimpin mengejek Dia,
katanya: "Orang lain Ia selamatkan, biarlah sekarang Ia menyelamatkan
diri-Nya sendiri, jika Ia adalah Mesias, orang yang dipilih Allah."
Yesus
tahu dan sudah menyatakan bahwa Mesias
yang dipilih Allah itu harus
ditinggikan, sebagaimana Musa meninggikan ular di gurun agar manusia-manusia
berdosa yang sedang menuju kematian
dapat beroleh kehidupan yang menaklukan maut yang datang dari murka
Allah akibat pemberontakan dosa para manusia.Sebagaimana Musa
memancang ular pada tiang di tengah-tengah manusia yang sekarat menuju
kepastian kematiannya, demikian juga Yesus harus dipancangkan pada kayu salib
di dunia yang sedang dimurkai Allah karena dosa mereka, agar siapa yang percaya
kepadanya menerima kehidupan yang
menaklukan maut. Sebuah kehidupan yang kudus sebab datang dari Allah, bukan
dari Setan. Sebuah kehidupan yang mengatasi
maut dan menuntun manusia untuk menuju kepada Bapa yang kasih dan kudus, yang
menghendaki kasih, keadilan dan kekudusan atas manusia. Sebab Sang Mesias saat ditinggikan sedemikian
menjadi momentum: sudah duduk disebelah kanan Yang Mahakuasa, menjadi dasar
bagi Yesus untuk menyatakan dirinya: "Akulah jalan dan kebenaran dan
hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku”
(Yohanes 14:6). Sehingga pernyataan Yesus yang berbunyi “Anak Manusia sudah
duduk disebelah kanan Allah Yang
Mahakuasa menjelang penyalibannya atau
masih di tengah-tengah penistaan dan penyiksaan hendak menegaskan bahwa semua itu
berlangsung atau dilangsungkan dalam Ia duduk di sebelah kanan Allah YangMahakuasa.
Kontradiksi?
Ya dan sangat. Tetapi tanpa
spekulasi sebab kita mendengar dari
mulut Yesus ia berkata bahwa dirinya sudah bertakhta disebelah kanan Allah Yang
Mahakuasa.
Perihal ini begitu istimewa saya
paparkan, sebagaimana Yesus sendiri menyatakan perihal itu
dari mulutnya sendiri dalam sebuah momen yang istimewa baginya sebab ia sedang
meminum cawan yang disediakan Allah
baginya atau saat ia sedang menyelesaikan pekerjaan Allah di bumi untuk
kemudian pada akhirnya ia benar-benar secara sempurna menjadi satu-satunya jalan menuju Allah, tidak ada
yang lain sebagaimana tak ada yang lain datang dari sorga dengan misi meminum
cawan penderitaan dan kematian atau dengan misi menggenapi seluruh maksud Kitab
Suci.
Dan
dalam terang
inilah, saya mengajak para
pembaca masuk kedalam peninggian Anak Manusia dari bumi di tengah-tengah orang
berdosa sehingga menghasilkan kehidupan yang menaklukan maut. Sebuah
peninggian dari bumi yang menunjukan
betapa dosa adalah sebuah keterpisahan dari kehidupan yang dari Allah itu
merupakan fakta yang sangat menakutkan untuk dialami. Allah yang tak akan
pernah mengalami pengalaman-pengalaman emosional yang menhujam jiwa-
sebagaimana pada semua manusia- kala terlepas dari Allah, tetapi oleh Yesus, itu
dapat dikenali atau dialami sehingga Sang Mesias dari sorga bukan saja hanya
Juruselamat tetapi sangat memahami dahsyatnya kuasa maut atau kematian yang
membelenggu manusia itu, tanpa Allah yang menyelamatkan mustahil bagi
setiap manusia dapat menanggulangi maut dengan kebaikan dan kemuliaan upaya
dirinya. Mungkinkah bagi Allah untuk menjadi Sang
Penyelamat sekaligus juga pihak yang benar-benar memahi bagaimana dahsyatnya
kuasa dosa yang bekerja atas semua manusia? Mungkin, dan pada peristiwa peninggian Anak Manusia
dari bumi sebagaimana Musa meninggikan ular di gurun, semua telinga para saksi mendengarkan teriakan yang
menggidikan ini:
Matius
27:45- (45) Mulai
dari jam dua belas kegelapan meliputi seluruh daerah itu sampai jam tiga.
Kira-kira
jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring: "Eli, Eli, lama sabakhtani?"
Artinya: Allah-Ku,
Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?
Perhatikan,
bagi kebanyakan orang, teriakan ini membingungkan. Ia yang berkata Bapa didalamku dan Aku di dalam Bapa
atau Aku dan Bapa satu, kini berkata Bapa meninggalkannya? Ayat 47 hingga 49
menjelaskan kebingungan yang begitu kental menjerat jiwa manusia. Tak kuasa
memahaminya.
Jika
siapapun berpikir Bapanya sedang meninggalkannya, maka itu salah sama sekali,
sebab Yesus kemudian berkata:
Lukas
23:46 Lalu Yesus berseru dengan suara
nyaring: "Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku."
Dan sesudah berkata demikian Ia menyerahkan nyawa-Nya.
Hal
tunggal yang terjadi: eli, eli lama
sabakhtani tidak sama sekali menunjukan
sebuah peninggalan yang bermakna di salib itu dalam ia menyelesaikan
pekerjaan Allah, Ia sendirian, sebab Yesus sudah sedari awal
memberikan isyarat bahwa Anak tak dapat berbuat apa-apa dari dirinya sendiri: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya Anak
tidak dapat mengerjakan sesuatu dari diri-Nya sendiri, jikalau tidak Ia melihat
Bapa mengerjakannya; sebab apa yang dikerjakan Bapa, itu juga yang dikerjakan
Anak. "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya Anak tidak dapat mengerjakan
sesuatu dari diri-Nya sendiri, jikalau tidak Ia melihat Bapa mengerjakannya;
sebab apa yang dikerjakan Bapa, itu juga yang dikerjakan Anak” – Yoh 5:19-20.
Jika demikian, apakah penjelasan untuk:
eli, eli lama sabachtani itu? Satu jawaban saja: Yesus sedang mengalami maut akibat murka Allah karena dosa sebagaimana
yang dialami oleh manusia. Kehidupan yang berada didalam maut adalah kehidupan yang ditinggalkan Allah
dan diserahkan ke dalam kuasa maut. Yesus mengalami atau sedang menderita
puncak penderitaan yang begitu maut sebagaimana natur segala manusia menderita
sebagai naturnya. Tetapi itu bukanlah natur Yesus, sebab kematian
Yesus bukanlah kematian didalam penguasaan maut tetapi di dalam ia mengendalikan
kuasa maut dan menanggung murka Allah terhadap semua manusia sebagaimana
digambarkan dalam peninggian ular di gurun oleh Musa. Ia sedang menanggung
murka Allah sebagaimana murka itu sedang dialami oleh segenap manusia. Pada salib, semua manusia dapat memadang betapa besarnya murka Allah terhadap
pemberontakan manusia terhadap Allah dan nabinya-Anak-Nya itu, saat Yesus
berteriak eli, eli lama sabachtani atau Allahku, Allahku, mengapa Engkau
meninggalkanku. Kemurkaan Allah atas
manusia-manusia berdosa sedang dirasakan, dialami atau diderita oleh Yesus di
salib itu, Allah yang murka atas dosa adalah Allah yang meninggalkan
manusia tanpa kehidupan dari Allah selain maut yang memeluk semua manusia, tepat sebagaimana Allah mengirimkan
ular-ular ketengah-tengah bangsa itu untuk memagut hingga banyak yang mati,
pengecualian oleh Allah hanya bagi
mereka yang memadang ular yang ditinggikan Musa di gurun sementara bangsa itu masih diburu oleh ular-ular yang memagut mereka. Kala
Yesus berkata bahwa Anak Manusia harus ditinggikan sebagaimana Musa meninggikan
ular di gurun untuk memberikan keselamatan di tengah-tengah Allah yang sedang
murka dengan ular-ular-Nya yang membunuhi mereka, maka demikian juga yang sedang dialami oleh Yesus. Ia menyaksikan dan mengalami kemurkaan Allah terhadap segenap manusia,
sebuah realita yang hanya dapat disaksikan oleh Yesus kala ia meminum cawan
murka Allah bagi semua manusia dengan peninggiannya itu. Yesus bukanlah manusia yang digigiti ular itu
pada sebagaimana era Musa, tetapi ialah yang mengalami peninggian dari bumi - bagaikan ular
tembaga yang ditinggikan di gurun, tetapi jauh lebih sempurna dan mulia,
yang menyaksikan dan mengalami sendiri kemurkaan Allah itu, sebab pertama-tama
dan satu-satunya ditimpakan kepada kemanusiaannya yang tak berbeda dengan
kemanusiaan semua manusia dalam dosa, untuk menghasilkan penanggulangan murka
Allah yang mendatangkan maut atas manusia-manusia yang semuanya berdosa di
hadapan Allah. Dengan demikian, Yesus tak berdosa, sebab Yesus ditinggikan untuk
menyelamatkan yang berdosa dan berada dalam penderitaan dan kematiannya yang abadi. Perhatikan
penjelasan epistel Ibrani ini:
Ibrani
2:9-11 Tetapi Dia, yang untuk waktu yang singkat dibuat sedikit lebih rendah
dari pada malaikat-malaikat, yaitu Yesus, kita lihat, yang oleh karena
penderitaan maut, dimahkotai dengan kemuliaan dan hormat, supaya oleh kasih karunia Allah Ia mengalami maut bagi semua manusia.
Sebab memang sesuai dengan keadaan Allah--yang bagi-Nya dan oleh-Nya segala
sesuatu dijadikan--,yaitu Allah yang membawa banyak orang kepada kemuliaan,
juga menyempurnakan Yesus, yang memimpin mereka kepada keselamatan, dengan
penderitaan. Sebab Ia yang menguduskan dan mereka yang dikuduskan, mereka semua
berasal dari Satu; itulah sebabnya Ia tidak malu menyebut mereka saudara,
Hanya
saja kemanusiaan Yesus yang benar-benar sama dengan kemanusiaan semua manusia
yang sedang dimurkai Allah itu, bukanlah kemanusiaan yang berada dibawah
pemerintahan maut, tetapi sebagai yang memerintah atas maut, sebab ia sebelum
disalibkan berkata: Anak Manusia sudah
duduk disebelah kanan Allah Yang Mahakuasa.
Sehingga
saat Yesus ditinggikan dan mengalami murka Allah bagi segenap manusia sebagai
upah dosa yang mendatangkan kematian, bukan
merupakan jenis kematian yang menyanderanya dalam kerajaan Iblis tetapi dalam kematian akibat ia menanggung murka Allah bagi semua manusia, Ia masuk kembali ke kerajaan Allah dengan
cara menyerahkan nyawanya sendiri olehnya sendiri.
Dan
apakah yang dilakukan oleh Yesus dalam kematian secara demikian? Epsitel
Ibrani menjelaskan seperti ini bagi kita:
▬Ibrani
2:14-15 Karena anak-anak itu adalah anak-anak dari darah dan daging, maka Ia
juga menjadi sama dengan mereka dan mendapat bagian dalam keadaan mereka,
supaya oleh kematian-Nya Ia memusnahkan dia, yaitu Iblis, yang berkuasa atas maut; dan supaya dengan
jalan demikian Ia membebaskan mereka yang seumur hidupnya berada dalam
perhambaan oleh karena takutnya kepada maut.
Ia
ditinggikan dari bumi seperti Musa meninggikan ular dari gurun yang memberikan
kehidupan yang menaklukan maut sebagai
akibat murka Allah. Bagaimana Yesus bekerja sebagaimana ular yang ditinggikan
Musa itu, pada peristiwa “eli eli lama sabachtani,” keselamatan Allah dikerjakan oleh Yesus saat ia telah menyerahkan
nyawanya dan duduk di sebelah kanan Allah Yang Mahakuasa. Jadi harus
ditegaskan, Yesus tidak mengerjakan keselamatan dalam kematiannyaitu sebagai
yang sedang sendirian atau Bapa pergi meninggalkannya sendirian.
Epistel
Ibrani, sebagaimana Yesus sendiri
berkata dalam “perumpamaan kebun anggur” telah menyatakan bahwa Ia akan menjadi batu penjuru yang menyelamatkan banyak orang dari
berbagai bangsa, pun menunjukan penuntasan pekerjaan Allah di salib itu telah
menjadikan Yesus Imam Besar yang akan menyelamatkan dan menguduskan banyak
orang dari berbagai bangsa sehingga memiliki kehidupan dalam keselamatan dan dalam pengudusan diri yang datang dari
Allah:
Ibrani
2:17-18 Itulah sebabnya, maka dalam segala hal Ia harus disamakan dengan
saudara-saudara-Nya, supaya Ia menjadi Imam Besar yang menaruh belas
kasihan dan yang setia kepada Allah untuk mendamaikan dosa seluruh bangsa.
Sebab
oleh karena Ia sendiri telah menderita karena pencobaan, maka Ia dapat menolong
mereka yang dicobai.
Itu
sebabnya siapapun anda dan apapun suku anda atau kebangsaan anda, kini dapat
menerima keselamatan dari Allah dalam Yesus Kristus sebab dengan berimannya
anda kepada Yesus maka ia menjadi Imam Besar bagimu, mendamaikanmu yang penuh
dosa kepada Allah yang murka terhadap dirimu yang penuh dengan dosa. Untuk
hidup mengatasi dosa dan hidup dalam pengudusan yang datang dari pengudusan
oleh Imam Besarmu.
-Selesai-
Segala
Pujian Hanya Bagi Tuhan
No comments:
Post a Comment