Oleh: Martin Simamora
Bacalah lebih
dulu bagian 3Q-3g4
Wujud
kebedaan [Matius 7:28-29] Yesus dengan ahli-ahli
Taurat lainnya adalah penekanan satu-satunya
pada kesempurnaan Bapa didalam maksud dan didalam pewujudan maksud Bapa itu yang bersemayam di dalam diri Kristus
(kehendak diri Kristus, sejatinya tak pernah eksis oleh sebab kehendak Bapa
yang memerintah absolut), berlangsung sempurna dan berdaulat yang terpancar
dari perkataan [Yohanes 12:49] dan berbagai pewujudan di dalam tindakan-tindakan
[Yohanes 4:34, 6:38, 8:29, 17:4] olehnya. Dengan demikian Yesus kala berada di bumi,
bukan sekedar Guru yang mengajarkan kitab suci atau seorang nabi yang mensyi’arkan
agama, seolah ia adalah murid dari seorang
atau salah satu nabi besar. Kala Ia berkata, semacam ini: “Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang
mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya,” maka jelas Yesus sedang mengunjukan dirinya adalah Yang
Berkuasa bukan saja melakukan tetapi
menyelesaikan atau menuntaskan pekerjaan Allah atau apa yang hanya berkuasa
untuk dilakukan Allah. “Menyelesaikan pekerjaan-Nya,” dengan demikian adalah ke-Tuhan-annya, tanpa perlu berkata: “lihat
Aku ini Tuhan.” Karena Allah pada hakikatnya bukan Allah yang hanya
bercakap atau berbicara, tetapi berfirman (dengan demikian berfirman itu
tak terpisahkan dengan kuasa untuk menggenapi apa yang dikehendaki firman itu
sendiri) atau bekerja mewujudkan segala
ketetapan-ketetapan-Nya. Yesus dengan demikian, berdasarkan perbuatan dan
perkataannya dengan demikian menunjukan ke-siapa-an dirinya dihadapan semua manusia.
Tak ada sedikitpun kejengahan bagi dirinya sendiri untuk menuturkan perihal
dirinya dalam kemuliaan dan kemartabatan Allah Sang Pencipta Langit Bumi,
seperti ini: “Bapa-Ku bekerja sampai
sekarang, maka Akupun bekerja juga
- Yohanes 5:17.” Tak ada satu saja ruang penghakiman yang bisa dimunculkan
baginya.
Ia menunjukan bahwa
dirinya sendiri, bukan saja suci atau kudus, namun juga menunjukan bagaimanakah pewujudannya itu tak boleh meleset
sedikit saja, harus dalam kesempurnaan semacam ini: “Bapa-Ku bekerja sampai
sekarang, maka Akupun bekerja juga,” yang menunjukan sebuah unitas yang membuat
Kerajaan Allah memang begitu dekat [Markus 1:14-15; Matius 4:17] dengan manusia.
Kalau kesempurnaan adalah konsepsi (yang pada Yesus adalah sebuah
kehakikatannya!), maka itu bahkan tak pernah sebuah konsep batang besi yang
begitu lurus yang memorosi kehendak untuk suci dan daya mewujudkan kehendak
suci itu. Memperbandingkannya dengan Yesus,dengan demikian, bukan saja sukar
namun tak terhampiri bagi manusia manapun yang disebabkan kesehakikatan Yesus
dengan Allah, bahkan saat Ia Sang Firman menjadi manusia. Itu sebabnya Yesus
tak pernah mengajarkan kepada para murid-murid-Nya untuk menghampiri dan
memiliki kehidupan-Nya tanpa memiliki dirinya sendiri atau memiliki unitas atau
memiliki kesatuan yang diselenggarakan olehnya: “Inilah kehendak Dia yang telah mengutus Aku, yaitu supaya dari semua yang telah diberikan-Nya kepada-Ku jangan ada yang hilang- Yoh 6:39” (sehingga dapat dipahami Yesus menekankan
unitas atau kesatuan seorang murid dengannya untuk dapat berbuat selaras dengan
kehendak Bapa-Nya: Yohanes 15:5,7-9; Yohanes 6:48-58. Kesatuan ini pada
hakikatnya menunjukan kebergantungan total manusia Kristen sejati dalam
membangun kehidupan dalam keselamatan yang memuliakan Bapa : "Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan
firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan
kamu akan menerimanya. Dalam hal
inilah Bapa-Ku dipermuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan
demikian kamu adalah murid-murid-Ku-
Yoh 15:7-8.” Sehingga tak pernah keselamatan yang bersumber mutlak pada apa
yang telah dilakukan Yesus dan tetap setia mengasihi dan menjagai kita adalah
sebuah pengajaran yang “sok sekali
merasa telah ke sorga.” Tidak. Sebab Yesus memastikan saya dan anda
hidup berbuah; memastikan saya dan anda memiliki kehidupan yang memuliakan
Bapa!).
Pada Yesus tak dapat lagi dipisahkan pada
dirinya, manakah yang merupakan kehendak suci dan pewujudannya itu, karena
sejak mula ia berkata: “Janganlah kamu
menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi.
Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. Karena Aku
berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau
satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi
– Matius 5:17-18.” Atau dengan kata lain Ia tak memiliki kehendak diri
sendiri sebagaimana adanya manusia selama Ia melayani di bumi ini [Yohanes
4:34; 5:19; 5:30; 6:38] (Sebetulnya tak
usah menjadi perdebatan apakah Yesus memiliki kehendak didalam jiwanya sebagaimana
manusia, jelas ada. Tetapi di saat yang sama Yesus mengunjukan bahwa kehendak
manusia itu berada dibawah pemerintahan kehendak Allah yang berdaulat,
sebagaimana ditunjukannya di dalam doa yang diajarkan atau diteladankannya: “datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga- Mat 6:9”)
Inilah “Kesempurnaan tak bercela” yang dimaksudkan dan dikehendaki
Yesus, dan penghakiman dan segenap vonis yang telah dipalukan terhadap semua
jenis pohon kebenaran yang berada di luar dirinya sebagai menuju kebinasaan.
Semua, tak ada yang
masuk ke dalam kerajaan sorga, jika saja tidak ada yang seperti dirinya; semua
manusia tidak akan masuk ke dalam
kerajaan sorga atau masuk neraka[ Misal Mat 5:22; Mat 5:28:29]: ”Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar
dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya
kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga – Mat 5:22.“
Kehidupan dalam kebenaran
Taurat, hanya akan
menghasilkan kehidupan kekal yang membawa kedalam kerajaan sorga, bukan ke
neraja, jika bisa memenuhi kesempurnaan yang dikehendaki Yesus. Perhatikan, harus yang dikehendaki Yesus, oleh
sebab tunggal: Ia satu-satunya yang menggenapi hukum Taurat dan kitab para
nabi. Spektrum penggenapan yang berentang
pada hukum Taurat dan Kitab para nabi, telah membuat semua manusia
berada didalam penghakiman membinasakan.
Kesempurnaan yang
sedang dibicarakan oleh Yesus disini adalah kesempurnaan
yang tak bercela sama sekali, tak ada kemelencengan atau tak ada kecacatan
sekecil apapun dimulai dari jiwa manusia itu. Inilah kesempurnaan yang
dituntut oleh Yesus, harus sudah berlangsung sejak pada jiwa manusia itu.
Perhatikan perihal ini: “Kamu telah
mendengar yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan membunuh; siapa
yang membunuh harus dihukum. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang
yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata kepada
saudaranya: Kafir! harus dihadapkan ke Mahkamah Agama dan siapa yang berkata:
Jahil! harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala- Matius
5:21-22. Kalau para guru Taurat Yahudi hanya mengajarkan membunuh adalah tindak
pembunuhan aktual, maka Yesus menyingkirkannya dan membawa ke kedalaman jiwa,
bahwa kemarahan yang tak berdasar dan tanpa pertimbangan yang cermat, itu
sendiri sudah merupakan tindakan membunuh.
Dan hanya oleh sebuah kemarahan saja, maka
itu adalah sebuah tindakan yang tak ada bedanya dengan mencabut nyawa seseorang
tanpa sebuah dasar apapun dan untuk satu tindakan ini saja maka konsekuensinya:
diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala.
Dan memang menjadikan
Yesus sebagai teladan tunggal, maka penggenapan tuntutan hukum Taurat dan kitab
para nabi harus dimulai pada bagian dalam diri manusia, yang mengharuskan
manusia itu memiliki kehakikat yang kudus dalam segenap maksud yang bersemayam di
dalam diri setiap manusia yang mengharapkan kebenaran berdasarkan hukum Taurat.
Dalam hal ini, hanya [Matius 5:17-18]
Yesus. Yesus memiliki kekudusan dirinya sendiri bukan berasal dari dunia oleh karena
Ia bukan berasal dari dunia [Mat
6:10; Yohanes 6:38] ini, sementara penggenapan-penggenapan yang dilakukan oleh Yesus
itu, merupakan acuan atau ukuran tunggal kebenaran berdasarkan melakukan Taurat
[ ini juga merupakan bagian dari apa yang dikatakan oleh Yesus sebagai
tanda-tanda yang menunjukan siapakah dirinya itu (Yoh 5:30,36)]. Sehingga sangat
jelas, Yesus dalam pengajarannya sebagai seorang ahli Taurat, telah memulainya dari haruslah seseorang itu memiliki kesempurnaan
jiwa yang tak cemerlang tak bercacat; setitik noda saja kecacatan pada jiwa
manusia sudah cukup untuk membawanya ke neraka yang menyala,
sebab itu sudah melahirkan perbuatan-perbuatan yang kurang sempurna.
Ingatlah,
kurang sempurna di sini tak
sama sekali menunjukan bahwa orang tersebut lolos dari atau berpeluang luput
dari kematian kekal pada pengadilan akhir kelak. Sebaliknya, tak
sempurna dalam melakukan segala perintah Allah, ia kehilangan total pada
kehidupan kekal itu atau ia kehilangan harta di sorga yang kekal itu (hidup
kekal) [bandingkan dengan Matius 19:16, 18-21,22-23].
Prinsip ini jugalah
yang dijumpai dalam perihal sedekah, perihal berdoa, hal berpuasa, hal
mengumpulkan harta, hal kekuatiran,
hal menghakimi, hal yang kudus dan berharga dan hal pengabulan doa.
Pun
demikian dengan:
■Hal jalan yang benar
Matius
7:12-14 Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat
kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh hukum Taurat
dan kitab para nabi. Masuklah melalui pintu yang sesak itu,
karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan
banyak orang yang masuk melaluinya; karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan
yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya."
Sekarang,
ini sungguh mengagumkan. Dasar bagi saya untuk menyatakan ini sungguh
mengagumkan adalah, Yesus menunjukan hal-hal yang menakjubkan dalam relasi manusia dengan hukum
Taurat. Hakikat hukum adalah menempatkan
manusia berada dibawah segenap
tuntutan-tuntutan yang tertulis; manusia berkewajiban memenuhinya agar ia selaras dengan
tuntutan-tuntutan itu. Jadi, relasinya tidak pernah sebagai sebuah
hukum tertulis yang merefleksikan apa yang memang hakikat yang berada di dalam jiwa
atau natur manusia [jika demikian, maka tak perlu ada hukum]. Semua
manusia pada hakikatnya adalah taklukan atau budak dosa yang membuat
kehidupannya bagaikan dicucuk hidungnya, tak berdaya walau tak mau. Hukum Allah
telah menjadi sumber kehidupan kudus berkekuatan
hukum yang menggembalakan manusia-manusia yang diperbudak dosa. Berkekuatan hukum sebab selain
memberikan sanksi, juga menunjukan kecenderungan senantiasa manusia pada pelanggaran
terhadap kehendak Allah, pasti mendatangkan kemalapetakaan pada manusia-manusia
itu.
Namun
di sini (pertama) [ini sangat identik dengan “tetapi aku berkata kepadamu”],
Yesus mengatakan atau mengajarkan
penggenapan atau implementasi hukum Taurat itu dalam sebuah cara yang mencengangkan. Perhatikan pola Yesus ini: “Segala sesuatu yang kamu kehendaki…… perbuatlah
demikian.”
Berbicara
apa yang saya atau anda kehendaki agar
orang lain lakukan bagi kita, maka jelas itu adalah kualitas-kualitas
perbuatan yang begitu tinggi dan begitu
sangat tinggi. Tetapi, ini bukan soal egoisme atau
ego-sentris yang sedang diajarkan oleh
Yesus, namun ini soal apa yang harus saya dan anda perbuat kepada
orang lain dalam sebuah kualitas sebagaimana anda menghendaki itu terjadi
padamu. Tak boleh sedikit saja berbeda, sehingga jika anda menghendaki padamu menerima yang terbaik
dari orang lain, maka berikanlah juga yang terbaik sebagaimana anda mampu
mengadakannya bagi dirimu sendiri! Bahwa perbuatan-perbuatan itu haruslah
dalam kualitas-kualitas perbuatan yang begitu
tinggi dan begitu sangat tinggi. Perbuatan baik kepada orang lain harus lahir dari hasrat-hasrat jiwa yang begitu mulia yang
memuliakan dirinya sendiri begitu tinggi. Tentulah
sangat mudah bagi saya dan anda untuk menghendaki bagaimana seharusnya orang-orang
berlaku kepadamu dan saya dalam sebuah apreasiasi yang nilainya ada dalam
penetapanmu! Dalam jiwa yang berapresiasi demikianlah juga, anda dan saya harus perbuat kepada
orang-orang lain. Bahwa anda harus sebegitu tingginya memuliakan orang-orang
lain dalam perbuatanmu, sebagaimana anda begitu tinggi mengapresiasi diri
sendiri. Tetapi inilah problem manusia: tak pernah bisa manusia itu berlaku
demikian. Jangan anda sangka ini main-main dan penekanan yang berlebihan.
Justru karena anda beranggapan ini mengada-ada hanyalah menunjukan mengapa anda
tak berdaya menyelamatkan dirimu sendiri. Bahkan Yesus harus mengajarkan ini melalui
sebuah perumpamaan!
Bukti bahwa ini memang utopia dalam
impian setiap manusia. Bacalah: Lukas 10:25-37.
Pengajaran Yesus ini,
bukanlah nasihat atau kata-kata bijaksana, namun berkekuatan sama dengan hukum Taurat dan kitab para nabi,
sebagaimana Ia mengatakannya: “Itulah isi seluruh hukum Taurat dan
kitab para nabi.”
Hal
berikutnya (kedua), Yesus ketika mengatakan “itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi,
ini secara tajam hendak menunjukan bahwa relasi manusia dengan segenap kehendak Allah
yang kudus itu haruslah sebuah kehidupan yang memang kesukaan atau kelaparan jiwanya,
sebagai telah diindikasikan oleh Yesus: “segala sesuatu yang kamu kehendaki… perbuatlah demikian.”
Kesempurnaan
dalam melaksanakan tuntutan hukum Taurat, dengan demikian, bukan saja terletak pada kepresesian dalam melakukannya, tetapi
harus merupakan refleksi jiwa yang tak punya kelaparan lain selain
melakukan kehendak yang dituntut hukum Taurat. Dengan kata lain, apapun
yang disebut dengan “tuntutan” hukum Taurat, tidak lagi pernah merupakan
tuntutan, tetapi sebuah kehidupan tak bercela pada jiwanya sendiri.
Jika
Yesus berkata mengenai dirinya dihadapan
hukum Taurat dan kitab para nabi:
■datang
untuk menggenapi (Mat 5:17)
■Penggenapan
dalam durasi: selama belum lenyap langit dan bumi ini
■Penggenapan
dalam pelaksanaan: satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari
hukum Taurat sebelum semuanya terjadi
Maka,
sebaliknya. Yesus berkata/bersabda mengenai diri manusia dihadapan hukum Taurat dan kitab para nabi:
●Dituntut
agar pelaksanaannya merupakan hal yang
dikehendaki dan dilangsungkan dalam
sebuah hasrat yang mulia kepada sesama manusia, sebagaimana dikehendakinya
bagi dirinya sendiri.
●Jika
manusia melakukan segala sesuatu yang
dikehendaki bagi dirinya agar dilakukan oleh orang lain itu, maka ia telah melakukan isi seluruh hukum Taurat
dan kitab para nabi.
●harus
dilakukan sebagai sebuah jiwa atau
kehidupan yang penuh semangat atau hasrat [segala sesuatu yang kamu kehendaki… perbuatlah demikian].
Yesus
tak pernah menempatkan manusia pada posisi penggenap-penggenap hukum Taurat dan
kitab para nabi; Yesus telah
menempatkan manusia pada posisi yang menunjukan bahwa manusia mengalami problem
yang begitu fatal dalam melaksanakan isi seluruh hukum Taurat, kala Ia
mengajarkan: “segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat
kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah
isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.” Manusia tidak pernah
berlaku demikian pada sesamanya sebagai
sebuah hakikatnya, harus diperintahkan, bahkan, sebagai sebuah hukum.
Bahkan, pada kenyataannya, Yesus tak akan pernah, baik dahulu, sekarang dan
kapanpun juga, memiliki contoh faktual
yang bisa dirujukannya terkait perlakukan
sesama manusia yang begitu memuliakan sebagaimana pada dirinya, selain
menyajikan sebuah perumpamaan yang begitu terkenal “ Orang Samaria Yang Baik
Hati” pada Lukas 10:25-37.
Sekarang,
setelah Yesus mengajarkan apa yang
begitu prinsipil, bagaimana
seharusnya relasi hukum Taurat dengan manusia-manusia, kini Yesus menyampaikan hal yang menjadi hukum mutlak
jika ingin masuk ke dalam kehidupan kekal:
Mat
7:13 Masuklah melalui pintu yang sesak itu,
Apakah
pintu yang sesak itu, dalam hal ini? Tentu saja: “segala sesuatu yang kamu
kehendaki…… perbuatlah demikian.
Itulah isi seluruh hukum Taurat dan Kitab para nabi.”
Sejatinya
sungguh hal yang menggusarkan kala Yesus menggambarkan “pintu” itu sebagai
sesak. Sesak artinya susah untuk dilalui. Secara tajam kesusahan itu sungguh
mematikan, karena sekalipun diberitahukan apakah yang harus dilakukan, Yesus,
menunjukan hal yang amat mencengangkan: ”karena lebarlah pintu dan luaslah jalan
yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk
melaluinya.” Sekalipun sudah ditunjukan, manusia-manusia, banyak
memilih jalan yang menuju kebinasaan!
Secara
faktual Yesus, di dalam pengajaran ini, menunjukan kondisi universal pada segenap manusia itu, tak pernah satu saja yang akan dapat
melakukan hal ini: “Segala sesuatu yang kamu kehendaki…perbuatlah demikian.”
Inilah
jalan yang sempit itu, tetapi faktanya secara
universal manusia memilih jalan yang menuju kepada kebinasaan.
Manusia pasti menginginkan untuk
mengalami kehidupan kekal, namun tak berdaya untuk mewujudkan “segala sesuatu yang kamu kehendaki…perbuatlah demikian.”
Ketika
Yesus berkata “jalan yang menuju kepada
kebinasaan, dan banyak orang melaluinya,” maka ini begitu identik dengan
sabda Yesus ini: “Terang telah datang ke
dalam dunia, tetapi manusia lebih menyukai kegelapan dari pada terang-
Yohanes 3:19.
Ketika
Yesus mengajarkan “segala sesuatu yang
kamu kehendaki..perbuatlah demikian. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan
Kitab para nabi.” Kemudian dilanjutkannya dengan “jalan yang menuju kebinasaan, dan banyak orang masuk melaluinya,”
sebetulnya, Yesus sedang menunjukan itulah
hakikat ketakberdayaan manusia yang begitu
mematikan, tak berdaya
total terhadap tuntutan keselamatan Tuhan berdasarkan perbuatan yang
harus dilakukan tanpa celah sedikitpun. Bahwa Yesus menunjukan apa yang harus
dilakukan bahkan memberikan arah atau jalan pastinya, namun, lihatlah respon
manusia-manusia itu, sungguh mengerikan: “memilih
menuju jalan yang menuju kebinasaan” dalam ketahuan mereka “ mengetahui jalan yang menuju kehidupan kekal.”
Dalam tak berdaya total, kemampuan manusia sebagai pribadi yang
sanggup membuat pilihan-pilihan, menjadi nyata hanya hidup bagi
kebinasaan dan mati bagi sekedar tawaran untuk hidup kekal.
Kegilaan
ini jangan ditanyakan kepada manusia, sebab yang mengetahui kegilaan semacam
ini hanyalah Yesus Sang Penggenap Taurat dan Kitab Para Nabi.
Dalam
era Yesus sendiri selama di bumi, tak satupun ia menjumpai satupun manusia yang
dapat pada dirinya sendiri untuk “ dapat memilih jalan menuju kehidupan
kekal” bahkan dengan kehadiran dirinya sebagai Sang Pengajar dan Sang
Penggenap, seperti pada kasus ini:
Matius
19:16-17 Ada seorang datang kepada Yesus, dan berkata: "Guru, perbuatan baik apakah yang harus kuperbuat untuk memperoleh
hidup yang kekal?" Jawab Yesus: "Apakah sebabnya
engkau bertanya kepada-Ku tentang apa yang baik? Hanya Satu yang baik. Tetapi jikalau engkau ingin masuk ke
dalam hidup, turutilah segala
perintah Allah."
“jikalau engkau ingin masuk ke dalam hidup, turutilah perintah Allah,”dan jika mengacu pada
standard yang diajarkan para guru Taurat, ia adalah sempurna:
Matius
19:18-19 Kata orang itu kepada-Nya: "Perintah
yang mana?" Kata Yesus: "Jangan membunuh, jangan
berzinah, jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta, hormatilah
ayahmu dan ibumu dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri."
Kata
orang muda itu kepada-Nya: "Semuanya
itu telah kuturuti, apa
lagi yang masih kurang?"
Yesus
tak perlu memperdebatkan (sangat mungkin memang Ia memenuhinya berdasarkan
standard pengajaran para ahli Taurat) klaim orang itu “semuanya itu telah kuturuti.” Tetapi kepada orang yang
menakar dirinya sudah sempurna dalam
memenuhi perintah Allah [apalagi
yang masih kurang], jawaban Sang Penggenap telah menampar telak kebanggaan upaya dirinya untuk membenarkan diri dihadapan Kristus, saat
berkata: "Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah
segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga,
kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku- Matius 19:2021"
Pertama
dan satu-satunya problem semua
manusia manapun yang berupaya memenuhi
segala perintah Allah, tidak pernah itu, memberikan indikasi bahwa Ia sempurna. Yesus memiliki satu cara
tunggal terhadap manusia untuk
membuktikan ketaksempurnaan manusia itu: pada siapakah atau apakah yang paling dicintainya begitu kokoh mencengkram
jiwanya: “juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin
[bandingkan hal ini dengan Matius
5:29-30; Matius 6:24].” Camkan, Yesus
bukan sedang menjadikan murid-muridnya untuk tolol dan hidup memiskin secara
membabi buta; Yesus memerintahkan satu hal untuk dilepaskan agar dapat
menerima yang tak terbandingkan sebab tak berasal dari dunia ini: harta
di sorga.
Tetapi
memang, siapakah manusia yang dapat melepaskan segala kemuliaan harta benda
yang diraih dengan jerih payah atau
warisan kebesaran orang tua, untuk sesuatu yang tak dapat dilihat dan diterima
untuk kemudian dapat memberikan kemilau lahiriah yang lebih gemilang, sekalipun
itu memberikan kehidupan kekal bersama Bapa? Atau, dengan kata lain, siapakah yang sanggup
untuk memenuhi hal ini:
Mat
5:29-30 Maka jika matamu yang kanan
menyesatkan engkau, cungkillah
dan buanglah itu, karena
lebih
baik bagimu jika satu dari anggota tubuhmu binasa, dari pada tubuhmu dengan
utuh dicampakkan ke dalam neraka.
Dan jika tanganmu yang kanan menyesatkan engkau, penggallah dan buanglah itu,
karena lebih baik bagimu jika satu dari anggota tubuhmu binasa dari pada
tubuhmu dengan utuh masuk neraka.
Tidak
pernah demikian jiwa manusia itu pada
dirinya sendiri, mampu membuat pertimbangan yang menghasilkan kebijaksanaan kudus [Mat 5:29-30]
semacam itu [sebab tak mampu sebagaimana
Yesus, melihat akibat yang mematikan: kebinasaan kekal], dan
kemudian melakukan atau menggenapinya. Itu
karena hakikat manusia adalah memilih
jalan menuju kebinasaan, sekalipun
manusia itu sudah ditunjukan apa yang harus dilakukan untuk menuju hidup
kekal. Harta di sorga hanya dapat menjadi milik jika ia meninggalkan keandalan dan
pengandalan dirinya untuk memenuhi segala perintah Allah dan beralih kepada
keandalan dan pengandalan pada diri
Yesus; dan hal-hal ini hanya dapat terjadi jika ia dapat membuat
pertimbangan yang menghasilkan kebijaksaan kudus; tentu saja hanya dapat
terjadi jika ia pertama-tama adalah murid-murid (mengalami kesatuan dengan)
Kristus, bukannya manusia-manusia yang tak diserahkan oleh Bapa kepada Kristus
[Yohanes 6:36-37,42-44,65-67] untuk menjadi gembalaan atau milik Kristus [
Yohanes 17:6,8, 10-11,12; Yoh 10:7-9].
Harus
dicamkan, hal memenuhi segala perintah
Allah, itu sama sekali tak salah dan kudus adanya bahkan itu adalah
kehidupan Kristus bersama para murid-murid-Nya sebagai para domba gembalaan
Sang Gembala Yesus. Jangan pernah
realita ketakberdayaan manusia yang
terkandung didalam pengajaran Yesus ini, kemudian diaplikasikan sebagai
kehidupan para murid yang kemudian
setelah mengalami kesatuan dengan Kristus, tak lagi berlangsung didalam panduan Bapa yang
kudus.
Yesus
dalam hal ini, tidak sedang melakukan
penistaan hukum tertulis Allah dan berdasarkan penistaan itu Ia kemudian
meninggikan dirinya. Tidak demikian.
Apa
yang menjadi fundamental bagi Yesus
untuk menjadi sentral keselamatan dan sumber kehidupan didalam keselamatan
dan sumber keamanan atau pemeliharaan selama
orang-orang tebusan itu di dunia
ini, adalah Yesus
sendiri sebagai Sang Pewujud dan pewujudan kehendak Bapa akan
bagaimana keselamatan itu harus berlangsung atau bagamana kehendak keselamatan Bapa itu diwujudkan
di dalam Kristus di dunia ini:
♦Yohanes
17:6 Aku telah menyatakan nama-Mu kepada
semua orang, yang Engkau berikan
kepada-Ku dari
dunia. Mereka itu milik-Mu
dan Engkau telah
memberikan mereka kepada-Ku dan mereka telah menuruti firman-Mu.
♦Yohanes
17:8 Sebab segala firman yang Engkau sampaikan kepada-Ku telah Kusampaikan
kepada mereka dan mereka telah menerimanya. Mereka tahu benar-benar,
bahwa Aku datang dari pada-Mu, dan mereka percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku.
♦Yohanes
17:12 Selama Aku bersama mereka, Aku
memelihara mereka dalam nama-Mu, yaitu nama-Mu yang telah Engkau
berikan kepada-Ku; Aku telah menjaga
mereka dan tidak ada seorangpun dari mereka yang binasa selain dari pada dia yang telah
ditentukan untuk binasa, supaya
genaplah yang tertulis dalam Kitab Suci.
♦Yohanes
17:20 Dan bukan untuk
mereka ini saja Aku berdoa,
tetapi juga untuk orang-orang,
yang
percaya kepada-Ku oleh
pemberitaan mereka;
♦Yohanes
17:24 Ya Bapa, Aku mau supaya, di manapun Aku berada,
mereka
juga berada bersama-sama dengan Aku, mereka yang telah Engkau
berikan kepada-Ku, agar mereka memandang kemuliaan-Ku yang telah
Engkau berikan kepada-Ku, sebab Engkau telah mengasihi Aku sebelum dunia dijadikan.
Pada
Yesus secara total terdapat keselamatan dan keamanan atas keselamatan yang
diberikannya, termasuk menjadi satu-satunya sumber kekuatan orang beriman untuk patuh, tunduk dan melatih dirinya hidup sebagai anak-anak Bapa (bukan dari dunia
ini: Yoh 15:18-20). Jadi bukan pada manusianya.
Saat
Yesus berkata “jikalau engkau hendak sempurna,” mengapakah Yesus untuk menjadi
sempurna,memerintahkannya untuk menjual
segala milik dan berikanlah kepada orang miskin?
Sementara
orang tersebut boleh mengklaim telah melakukan ini semua:“Jangan membunuh, jangan berzinah, jangan mencuri, jangan
mengucapkan saksi dusta, hormatilah ayahmu dan ibumu dan kasihilah sesamamu
manusia seperti dirimu sendiri,” sebagai sudah semua dilakukan, namun bagi
Yesus tak sempurna. Pada apakah? Maka jelas pada “kasihilah sesamamu manusia
seperti dirimu sendiri.” Bagaimanakah
orang kaya itu memperlakukan dirinya? Maka setidak-tidaknya Ia memuaskan
hasrat jiwanya dengan segala harta benda mulia yang dapat dibelinya untuk
dirinya. Tetapi, apakah Ia
sendiri, sudah mengasihi diri orang lain sebagaimana dirinya sendiri? Apakah Ia
yang sudah mengasihi dirinya dengan kekayaannya yang mulia itu, juga telah
mengasihi manusia sesamanya dalam cara yang sama, senilai, sekualitas?
Perintah Yesus
berbunyi: “jualah segala milikmu dan berikanlah
itu kepada orang-orang miskin.” Ini adalah penjualan yang tak
menyisakan bagi dirinya sendiri sedikit
saja, ini aktual, karena itu Yesus kemudian berkata “maka engkau akan beroleh harta di sorga.”
Perintah
Yesus ini, pada hakikatnya, senilai dengan perintah ini: “Segala sesuatu yang kamu
kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh
hukum Taurat dan kitab para nabi- Matius 7:12”
Orang
kaya itu bertanya: “perbuatan baik apakah yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang
kekal?" Dan Yesus sudah menunjukan apa yang harus
diperbuatnya, sayangnya tak sesuai dengan harapannya atau dambaan
jiwanya. Perintah Yesus itu, secara
keseluruhan, memenuhi hukum yang ditetapkan Yesus sendiri: “segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya
orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga.” Yesus
menyuruhnya untuk berbuat hal ini: jualah
semua segala miliknya [ini menyebabkan
ketakpunyaan total yang akut] dan dengan demikian maka Yesus akan berbuat
hal yang dikehendakinya [ ingin memperoleh hidup kekal- Mat 19:16]: “maka
engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan
ikutlah Aku.” Dia menginginkan
kehidupan kekal, Yesus memintanya untuk
melakukan sesuatu baginya yang juga merupakan perintah Allah yang
diklaimnya dihadapan Kristus sebagai semua sudah kulakukan:” kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu
sendiri.” Sayangnya tidak sama sekali!
Faktanya
memang demikian, manusia memang hanya menuntut agar dirinya dikasihi sebegitu
mulianya oleh orang lain, namun kala hal-hal yang dikehendakinya itu harus
dilakukan sama mulianya kepada orang lain,maka itu sebuah kemustahilan: “Ketika orang muda itu mendengar perkataan
itu, pergilah ia dengan
sedih, sebab banyak hartanya – Mat 19:22.”
“Pergilah ia dengan sedih.” Ini
sungguh tak terpahamkan atau sebuah kegilaan pada manusia yang menyingkapkan
rasionalitas manusia begitu bengkok kala berhadapan dengan kehendak kudus Allah
dalam keselamatan pada faktanya, sebab
yang sedang ia tinggalkan pergi adalah apa yang dikehendakinya: memperoleh kehidupan kekal. Ia tak
melakukan itu karena pada dirinya
ia
tak berdaya untuk memenuhi segala
perintah Allah, mulai pada kesempurnaan
jiwanya sebagai manusia dihadapan kehendak Allah yang kudus. Tak pernah
ada satu saja jiwa manusia yang sanggup menyantap segala perintah Allah sebagai
santapan yang begitu lezat, sebagaimana pada Yesus.
Setiap
kali keselamatan
diletakan pada ketentuan Taurat maka memang kebenarannya berdasarkan pada melakukannya. Jadi, memang ini sebuah pilihan untuk menaatinya ataukah untuk tidak
menaatinya. Tak ada celah sedikit saja untuk lalai pada satu bagian:
Yakobus
2:10-11Sebab barangsiapa menuruti seluruh hukum itu, tetapi mengabaikan satu
bagian dari padanya, ia
bersalah terhadap seluruhnya. Sebab Ia
yang mengatakan: "Jangan berzinah", Ia mengatakan juga:
"Jangan membunuh". Jadi
jika
kamu tidak berzinah tetapi membunuh,
maka kamu menjadi pelanggar hukum juga.
Kesempurnaan
semacam atau jenis ini tidak
bisa dicapai manusia manapun, sehingga ketika Kristus berkata keselamatanmu ada padaku dan di dalamku saja
[Yohanes 5:24; Yohanes 3:18; Yohanes 6:47,50-51,58; Yohanes 8:24; Yohanes
20:31], itu menunjukan realita
kematian kekal manusia yang tak tertolongkan pada dirinya sendiri. Bagaimanakah
pelaksanaan mengasihi sesama manusia itu menjadi kehidupan bagi setiap murid
Kristus, maka inilah yang menjadi landasan bagi setiap murid: ”segala sesuatu yang kamu
kehendaki….perbuatlah demikian.” Inilah kehidupan di dalam Kristus agar
semakin lama bukan dirinya yang makin hidup, tetapi kehendak Kristus; inilah
perjalanan seorang murid yang mengalami kesatuan dengan Kristus. Serupa dengan
Kristus dengan demikian adalah tidak lagi menganggap penting dirinya sendiri
oleh sebab memenuhi kehendak Bapa. Bandingkanlah dengan ini: “dan
janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi
kepentingan orang lain juga. Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh
pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun
dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik
yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan
mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia- Filipi 2:4-7”
Landasan yang suci, sebab merupakan kehidupan yang
bersumber dari Sang Kristus yang secara sempurna telah menggenapi hukum Taurat
dan kitab para nabi. Penggenapan yang diwujudkan dengan mengasihi sesama
manusia sebagaimana pada dirinya sendiri [lihatlah pernyataannya ini:"Aku mau, supaya dimanapun Aku berada, mereka juga berada bersama-sama dengan Ak" Yoh 17:24, pernahkah anda memberikan kepada sesamamu manusia didalam kekayaan/kebahagiaan/kesejahteraan/kehidupan yang sekualitas sebagaimana yang anda miliki? Untuk dapat turut dinikmati oleh mereka yang tak mampu bagaimanapun juga, berdasarkan kemurahan hatimu, sebagaimana diteladankan Yesus?]. Sebagaimana Bapa didalam Yesus Kristus
telah menunjukan kasihnya kepada sesama manusia tanpa sebuah kecelaan,
menjadikannya sebagai hakim yang sempurna untuk menghakiman semua pohon
kebenaran.
Mengasihi
sesama manusia, bukan sama sekali seperti
yang diajarkan dunia ini. Pada Yesus mengasihi sesamamu manusia adalah kehidupan yang sama sekali mengunjukan kasih yang begitu besar kepada
sesama manusia, sehingga apapun yang paling berharga pada dirinya,
diberikannya [Ini pola Bapa: Ia menyerahkan
Anak-Tunggal-Nya yang dikasihi-Nya kepada dunia ini: Yohanes 3:16, juga pola
Yesus yang memberikan hal yang paling berharga pada dirinya: nyawanya –Yoh
15:13 sebagai bentuk kasih-Nya. Ini adalah hukum agung bahwa, oleh
karena Allah lebih dulu mengasihi maka kita dapat mengasihi-Nya –
1Yohanes 4:19. Sekaligus menunjukan bahwa manusia memang tak berdaya sama
sekali].
Pada
hakikatnya, jalan
itu sempit bukan semata-mata
soal kesukaran untuk memenuhi pada apa
yang dituntut, namun pada natur atau hakikat manusia yang
menurut Yesus: berjalan menuju
kebinasaan, sekalipun sudah diberitahukan dan sudah diperintahkan begitu jelas.
Bahkan pada dasarnya diinginkan, namun
tak berdaya untuk memilihnya
dan mewujudkannya.
Tetapi
sekalipun demikian natur manusia itu, Yesus memberikan penanggulangan yang tak
bisa diberikan oleh pohon-pohon kebenaran dunia yang manapun juga, yaitu sebuah pengharapan yang pasti
ditengah-tengah realita manusia memilih jalan yang menuju kebinasaan, sekalipun
Yesus sudah menunjukan jalan yang harus dilalui untuk menuju hidup. Inilah
pengharapan itu:
Matius
7:14 karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit
orang yang mendapatinya."
Jalan
yang sempit menunjukan tidak ada satu saja ruang bagi kesalahan manusia, bahwa
manusia-manusia itu harus senantiasa berjalan lurus dan harus
senantiasa mengikuti panduan Allah sebagaimana
Kristus menunjukan kepada para murid-muridnya. Situasi tak
memberi ruang penyimpangan ini, bisa digambarkan seperti ini, melalui
teks ini untuk membantu:
Bilangan
22:26 Berjalanlah pula Malaikat TUHAN terus dan berdirilah Ia pada suatu tempat yang sempit, yang tidak
ada jalan untuk menyimpang ke kanan atau ke kiri.
Melakukan
segala perintah Allah itu, berarti sebuah
kesempurnaan yang standard kesempurnaannya ditetapkan dan dijaga oleh Allah.
Manusia tak boleh menyimpangkannya ke kanan
atau ke kiri. Tak ada kebenaran yang diselaraskan dengan kepentingan
manusia, tetapi manusia harus memenuhi kehendak atau tuntutan Allah, tanpa ada
ruang sedikit saja untuk meredakan/menyurutkan atau melunakan.
Inilah jalan keluar
Yesus itu, bagi manusia, kala ia berkata: Aku datang untuk menggenapi apapun yang dikehendaki Bapa dan dinyatakan
kepada manusia oleh kitab Taurat dan Kitab para nabi.
Jadi, bagaimana bisa
ada sedikit orang yang mendapatinya? Fondasinya bukan
pada manusianya. Dan hanya satu alasan untuk menyatakannya seperti itu, dan itu
tepat pada pernyataan Yesus sendiri: “Aku datang untuk menggenapi.”
Tak ada manusia yang
dapat memenuhi kehendak atau tuntutan Taurat sehingga pada hakikatnya semua
sudah berada di dalam penghakiman Kristus: semua tidak ada yang dapat masuk
ke dalam kerajaan Allah: “Jika hidup
keagamaanmu tidak lebih benar dari
pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk
ke dalam Kerajaan Sorga- Mat 5:20.
Fondasinya adalah: hanya
mereka yang dapat menerima mutiara dan barang kudus [Matius 7:6] dari
Yesus, yaitu Yesus sendiri. Hanya
jika mereka sudah dilepaskan dari keadaan bagaikan babi dan anjing,
maka Ia dapat memiliki kehidupan kekal, yaitu dirinya sendiri. Tepat seperti Yesus
yang berkata kepada orang yang kaya: maka engkau akan menerima harta di sorga:
“Kata Yesus kepadanya: "Jikalau
engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu
kepada orang-orang miskin, maka engkau
akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku- Mat 19:21."
Memperoleh harta di
sorga hanya dapat berlangsung kala seseorang dapat mendatangi Yesus dan
mengikut diri-Nya. Tentu saja ia, pertama-tama, harus lepas dahulu dari
hakikatnya yang bagaikan babi dan
anjing.
Bersambung
ke “Tinjauan Pengajaran Pdt. Dr.Erastus Sabdono “Keselamatan DiluarKristen”(3Q-3g6):“Tidak Ada Keselamatan Di Luar Kristus Tetapi Ada Keselamatan
Di Luar Kristen”
AMIN
Segala
Pujian Hanya Kepada TUHAN
The
cross
transforms
present criteria of relevance: present criteria of relevance do not transform
the
cross
[oleh
seorang teolog yang saya lupa namanya]
No comments:
Post a Comment