Oleh: Martin Simamora
Ketika Allah Mempertontonkannya
(Refleksi)
Habakuk adalah nabi
yang harus menghadapi dan menatapi secara amat lekat akan setiap hal yang tak
dikehendaki setiap manusia:
Habakuk
1:2-4 Berapa lama lagi, TUHAN, aku berteriak, tetapi tidak Kaudengar, aku
berseru kepada-Mu:"Penindasan!" tetapi tidak Kautolong? Mengapa
Engkau memperlihatkan kepadaku kejahatan, sehingga aku memandang kelaliman? Ya,
aniaya dan kekerasan ada di depan mataku; perbantahan dan pertikaian terjadi. Itulah
sebabnya hukum kehilangan kekuatannya dan tidak pernah muncul keadilan, sebab
orang fasik mengepung orang benar; itulah sebabnya keadilan muncul terbalik.
Takkah ini begitu
dekat dengan realita kehidupan kita sehari-hari? Dalam pemberitaan tv, koran dan
media elektronik/internet begitu mudah untuk menonton: kekerasan, pertikaian, hukum
kehilangan kekuatannya, orang fasik mengepung orang benar, sehingga keadilan
muncul terbalik?
Itulah dunia Habakuk
yang pada hakikatnya menceritakan juga dunia kita saat ini, bahkan di negeri
kita sendiri. Frustasi adalah kealamian yang akan menimpa setiap orang yang
percaya bahwa TUHAN adalah mahakuasa dan berdaulat penuh, tak kecuali Habakuk: “berapa lama lagi TUHAN, aku berteriak tetapi
tidak Kaudengar?”
Berapa lamakah engkau
memperjuangkan keadilan bagi dirimu atau keluargamu, atau komunitas yang
kauwakili namun tak jua sukses, sekalipun sudah bertahun-tahun…tapi tak jua
membuahkan…. atau apapun juga hal lainnya? Tak jua Tuhan menjawab??
Tak hanya di situ,
Habakuk si nabi ini kemudian berkata: ”Mengapa
Engkau memperlihatkan kepadaku kejahatan, sehingga aku memandang kelaliman?
Bagi Habakuk, Allah berkuasa penuh untuk meniadakan segala kejahatan dan mengubah sejarah; dalam
hal ini, ia tak meragukan sedikit saja kedaulatan kemahakuasaan Allah di dalam
dunia yang jahat, namun jelas ia mempertanyakan Allah yang tak
mendengarkan ratapannya, tak berbuat
apa-apa sebagaimana kehendaknya, namun malah
mempertontonkan kejahatan kepada dirinya. Allahnya mempertontonkan itu
baginya. Untuk apakah?
Ada hal yang luar
biasa dalam episode Habakuk yang penuh kedukaan dan ketakmengertiannya atas realit
pahitnya. Pertama: sekalipun demikian adanya, Ia tahu Allahnya berdaulat dan
mahakuasa atas dunia jahat, Kedua: Allahnya adalah sumber damai dan keadilan, bahkan dalam tindakan-Nya yang mempertontonkan kejahatan, maksud Allah pada Habakuk agar ia: "memandang kelaliman” manusia-manusia itu hingga pada kegenapannya. Menunjukan bagaimanakah hakikat manusia itu pada dasarnya.
Allah dapat
menjawabnya dan juga dapat tak menjawabnya sesuai dengan kehendak-Nya; Allah berkuasa untuk menghentikan
kejahatan di dunia dan berkuasa untuk mempertontonkan realita manusia yang
dijejali kelaliman di hadapan anak-anak-Nya. Untuk menyingkapkan betapa hal itu atau
hakikat manusia itu adalah begitu mustahil untuk diharapkan sembuh pada
dirinya sendiri.
Perhatikan pernyataan Habakuk ini:
“Ya, aniaya dan kekerasan ada di depan mataku; perbantahan
dan pertikaian terjadi. Itulah
sebabnya hukum kehilangan kekuatannya dan tidak pernah muncul keadilan, sebab
orang fasik mengepung orang benar;
itulah sebabnya keadilan muncul
terbalik.”
Terhadap dunia
seperti inilah, Habakuk meratapinya yang mana baginya Allahnya itu begitu
lambat menjawab: “Aku berseru kepadamu “Penindasan!”
Tetapi tidak Kautolong?”
Habakuk tidak sedang
menuding Allah tidak berkuasa atau kemahakuasaannya terbatas, namun jelas ia
sedang mempertanyakan Allah, mengapa tak menolong, sebaliknya malah
mempertontonkan kejahatan dihadapannya?
Apakah Allah hanya
hendak memperlihatkan ketakadilan yang dilahirkan oleh hakikat moral manusia adalah
lalim?
Tidak, Allah pun
bermaksud hendak memperlihatkan kepadanya bagaimanakah keadilan-Nya berlangsung
menurut kehendak-Nya.
Bangsa Garang Di Tangan Allah Menjadi Cambuk Keadilan-Nya
Jika pertanyaannya,
bagaimanakah kekuasaan Allah itu didalam dunia yang pada hakikat moralnya
adalah para penyinta ketakadilan itu, maka yang akan dijumpai adalah, pewujudan
kehendak Allah untuk mewujudkan keadilan-Nya taklah mudah untuk dicerna.
Perhatikan jawaban Allah kepada Habakuk:
Habakuk
1:5- Lihatlah di antara bangsa-bangsa dan perhatikanlah, jadilah heran dan tercengang-cengang,
sebab Aku melakukan suatu pekerjaan dalam
zamanmu yang tidak akan kamu percayai, jika diceriterakan.
Setiap orang
berkehendak Allah adil dan Allah menegakkannya, dan dalam hal ini tak akan ada
keberatan, namun apakah manusia-manusia akan senantiasa menyetujui pada
bagaimana Allah akan mewujudkannya? Ini sebuah problem, karena sebetulnya kala
berbicara kedaulatan Allah itu bukan belaka bahwa Ia satu-satunya yang disebut
Sang Pencipta Langit Bumi berserta isinya, tetapi bahwa Ia sendiri memiliki
maksud di dalam dirinya sebagai
satu-satunya Ia Sang Pencipta yang berkehendak atas apapun dan segala
sesuatunya.
Kalau memang begitu
adanya, maka ini menjadi terlampau keras dan sukar sebab pewujudan oleh Allah
tak sinkron dengan kehendak para manusia. Bahkan dalam kasus nabi Habakuk,
Allah begitu gamblang menyatakannya: “Aku
melakukan suatu pekerjaan dalam zamanmu yang tidak akan kamu percayai, jika diceriterakan.”
Apakah yang dilakukan
Allah dalam mewujudkan keadilan sehingga tidak akan mempercayainya jika
diceriterakan? Lihatlah ini:
Habakuk
1:6 Sebab, sesungguhnya, Akulah yang membangkitkan orang Kasdim,
bangsa yang garang dan tangkas itu, yang melintasi lintang bujur bumi untuk
menduduki tempat kediaman, yang bukan kepunyaan mereka.
Allah menjawab
permintaan atau seruan yang telah sekian lama diserukan Habakuk kepada
Allahnya, namun apa yang dilakukan Allah itu, tidak akan kamu percayai jika
diceriterakan, sebab Allah mewujudkan keadilan atas ketakadilan atau Allah
menjawab seruan Habakuk dengan cara: membangkitkan orang Kasdim, “Akulah yang
membangkitkan orang Kasdim.” Allah menggunakan orang Kasdim menjadi alat
keadilan ditangan-Nya.
Bangsa yang
bagaimanakah, orang Kasdim ini? Menariknya, inilah yang ditekankan pada bangsa
ini: “bangsa yang garang dan tangkas itu
yang melintasi lintang bujur bumi untuk menduduki tempat kediaman, yang bukan
kepunyaan mereka.” Ini adalah bangsa
penginvasi yang ganas dan menjelajahi bumi!
Bangsa ini, orang
Kasdim ini sungguh sangat menggentarkan untuk sekedar mendengarkan namanya:
Habakuk
1:7-11“Bangsa itu dahsyat dan menakutkan; keadilannya dan keluhurannya berasal
dari padanya sendiri. Kudanya lebih cepat dari pada macan tutul,
dan lebih ganas dari pada serigala pada waktu malam; pasukan berkudanya datang
menderap, dari jauh mereka datang, terbang seperti rajawali yang menyambar
mangsa. Seluruh bangsa itu datang untuk melakukan kekerasan, serbuan pasukan
depannya seperti angin timur, dan mereka mengumpulkan tawanan seperti banyaknya
pasir. Raja-raja dicemoohkannya dan penguasa-penguasa menjadi
tertawaannya. Ditertawakannya tiap tempat berkubu, ditimbunkannya tanah dan
direbutnya tempat itu. Maka berlarilah mereka, seperti angin dan bergerak
terus; demikianlah mereka bersalah dengan mendewakan kekuatannya.
Saya tak perlu
menegaskan lebih dalam kegentaran-kegentaran apakah yang dibawa orang-orang
Kasdim kala mereka melintasi lintang bujur bumi. Apa yang jelas di sini,
siapakah yang bisa melihat Tuhan ada sedikit saja dalam cara seperti ini?
Siapakah? Ingat, bahkan Habakuk mengetahuinya, dikarenakan Allah menyatakannya; Ia hadir menegakkan keadilan
melalui bangsa yang kebuasannya menjelajahi bumi!
Bahkan Habakuk sekalipun akan begitu penuh dengan kesukaran untuk memahami cara Tuhan
ditengah-tengah pengakuan bahwa itulah jalan pilihan Allahnya, lihat ini:
Habakuk
1:12-13 Bukankah Engkau, ya TUHAN, dari dahulu Allahku, Yang Mahakudus? Tidak akan mati kami. Ya TUHAN, telah
Kautetapkan dia untuk menghukumkan; ya Gunung Batu, telah
Kautentukan dia untuk menyiksa. Mata-Mu
terlalu suci untuk melihat kejahatan dan Engkau tidak dapat memandang kelaliman. Mengapa Engkau memandangi orang-orang
yang berbuat khianat itu dan Engkau berdiam diri, apabila orang fasik menelan
orang yang lebih benar dari dia?
Jika ada yang berkata
“ Allah terlampu besar untuk dimasukan ke dalam sebuah agama tertentu saja,”
maka sebetulnya di sini, Alllah hendak berkata “ Anda terlampau kecil untuk
dapat mendefinisikan kehendak-Ku dan
bagaimanakah Aku mewujudkan-Nya.”
Habakuk begitu susah
untuk memahami bagaimana Allah mewujudkan kehendak-Nya untuk mewujudkan
keadilan dengan cara dan kehendak-Nya, menggunakan bangsa yang begitu garang
dan begitu biadab: “ Kudanya
lebih cepat dari pada macan tutul, dan lebih ganas dari pada serigala pada
waktu malam; pasukan berkudanya datang menderap, dari jauh mereka datang,
terbang seperti rajawali yang menyambar mangsa. Seluruh bangsa itu datang untuk
melakukan kekerasan, serbuan pasukan depannya seperti angin timur, dan mereka
mengumpulkan tawanan seperti banyaknya pasir.” Namun dalam kesusahannya itu, Habakuk menyatakan realitas “bagaimana Allah
mewujudkan kehendak keadilan-Nya” [manusia secara umum akan bersetuju dengan
Allah yang melawan ketakdilan, namun jika caranya dengan menggunakan orang
Kasdim??] dalam sebuah cara yang penuh penundukan dan menghempaskan haknya
untuk mempertanyakan lebih lanjut dengan berkata:
▓Ya
TUHAN, telah Kautetapkan dia untuk menghukumkan
▓Ya
Gunung Batu, telah Kautentukan dia untuk menyiksa
Apa yang dapat
menjadi teladan dari Habakuk bagi saya dan bagi segenap pembaca adalah sikap
Habakuk dalam memandang realita kehadiran Tuhan dalam menegakkan keadilan yang
mana mustahil untuk mengatakan dihadapan manusia, Tuhan hadir menjawab doaku,
ia tetap menyebut-Nya: “Ya TUHAN” dan “Ya Gunung Batu.” Menunjukan penundukan luar biasa dalam
kegelisahan imannya, bersujud kepada kehendak Allah yang sedang mewujudkan
seruannya/doanya dalam cara yang tak dikehendakinya.
Adalah kebenaran
universal dan kokoh bagaikan formulasi matematika bagi segenap manusia bahwa:
▓Allah Mahakudus sehingga matanya terlalu suci untuk
melihat kejahatan, sehingga
▓Allah
tak dapat memandang kelalilman
Tetapi kenyataannya
Ia bukan formula matematikamu! Sebagaimana Habakuk nyatakan. Ini tak hendak
menyatakan bahwa Allah mencintai dan melahirkan kelaliman, sebagaimana
dinyatakan oleh Habakuk, tadi. Susah dipahami bagaimana bisa Allah terlihat di matanya tak
berbuat apa-apa, lebih lagi kala orang Kasdim telah merangsek dan menghantam
secara ganas bangsa yang sedang dinubuatkannya (Habakuk 1:1); bagi Habakuk
bahkan bangsa yang sedang menjadi lawan Allah dalam nubuatnya itu, jauh lebih baik daripada orang Kasdim, sebagaimana tutur nubuatnya: “Mengapa
Engkau memandangi orang-orang yang berbuat khianat itu dan Engkau berdiam diri,
apabila orang fasik menelan orang yang
lebih benar dari dia.” Bagi Habakuk, bangsa yang sedang
dinubuatkannya jauh lebih baik dari Orang Kasdim yang ditetapkan Sang Gunung
Batu, namun mengapa wujud keadilan atau jawaban serunya begitu sumbang dan
begitu jahat dalam mata manusia?
Habakuk semakin sukar
untuk memahaminya, sebab Allah tak menjawabnya. Apa yang dapat diungkapkannya
adalah sebuah kegelisahan dan ketakberdayaan untuk memahami Allahnya yang
disebutnya Gunung Batu itu:
Habakuk
1:14-17 Engkau menjadikan manusia itu seperti ikan di laut, seperti
binatang-binatang melata yang tidak ada pemerintahnya? Semuanya
mereka ditariknya ke atas dengan kail, ditangkap dengan pukatnya dan
dikumpulkan dengan payangnya; itulah sebabnya ia bersukaria dan bersorak-sorai.
Itulah sebabnya dipersembahkannya korban untuk pukatnya dan dibakarnya korban
untuk payangnya; sebab oleh karena alat-alat itu pendapatannya mewah dan
rezekinya berlimpah-limpah. Sebab itukah ia selalu menghunus
pedangnya dan membunuh bangsa-bangsa dengan tidak kenal belas kasihan?
Manusia-manusia itu bagaikan binatang-binatang dihadapan Allah!
Sekali lagi, tak akan
ada satu saja yang sanggup berkata seperti Habakuk dari mulutnya: telah Kautetapkan dan Kautentukan
Orang Kasdim untuk menghukumkan dan
menyiksa. Habakuk
pasti disebut gila, sesat, sinting sebab menjadikan Allah begitu busuknya dan
begitu setannya. Allah menggunakan bangsa biadab sebagai alat keadilannya?
Ini tak akan pernah terjawabkan, sekalipun Habakuk tahu namun masih begitu
samudera ketaktahuannya itu.
Apakah Habakuk
menjadi begitu frustrasi dan kemudian
menjadi murtad?
Lihat hal
selanjutnya:
Habakuk
2:1 Aku mau berdiri di tempat pengintaianku dan berdiri tegak di menara, aku
mau meninjau dan menantikan apa yang akan difirmankan-Nya kepadaku,
dan apa yang akan dijawab-Nya atas pengaduanku.
Habakuk tidak menjadi
layu dan mati terhadap Allah, sekalipun begitu banyak yang tak dapat dipahaminya, sekalipun ia
mengetahuinya dalam ketakmengertian yang begitu dalam dan begitu tajam. Ia tak mau mendefiniskan Allah berdasarkan pada
apa yang dilihatnya, pada apa yang menurutnya Tuhan tak menjawab atau
mendiamkan kejahatan di dunia ini. Ia tak menjadi hakim atas perilaku Allah
yang demikian. Habakuk tetap menempatkan Tuhan sebagai pendefinisi bagi dirinya
sendiri, dan apa yang harus dilakukannya
adalah menerima sebagaimana dikehendaki-Nya:
Habakuk
1:2 Lalu TUHAN menjawab aku,
demikian: "Tuliskanlah
penglihatan itu dan ukirkanlah itu pada
loh-loh, supaya orang sambil lalu dapat membacanya.
Inilah relasi alami
antara Allah dan hamba-Nya, bahwa ia sebagai pelayan-Nya atau abdinya yang bisa
begitu sukar memahami Allah-Nya tetap
menantikan apakah titah-Nya-sabda-Nya-jawab-Nya. Dan Allah menjawabnya. Ini hal
yang begitu indah didalam kemencekaman Habakuk menjadi bagian penting dalam
tindakan penghakiman dan eksekusi penghukuman yang sedemikian. TUHAN menjawab
aku.
Ya….Ia menjawabnya
berdasarkan kehendak-Nya bukan sama sekali yang menjawab kegelisahannya:
Habakuk
1:3-4 Sebab penglihatan itu masih
menanti saatnya, tetapi ia bersegera menuju
kesudahannya dengan tidak menipu; apabila berlambat-lambat, nantikanlah itu, sebab itu
sungguh-sungguh akan datang dan tidak akan bertangguh. Sesungguhnya,
orang yang membusungkan dada, tidak lurus hatinya, tetapi orang yang benar itu akan hidup oleh percayanya.
Begitu kerasnya Allah
terhadap dunia berdosa ini dan begitu sukarnya memahami Allah berurusan dengan
dunia yang berdosa ini, apalagi memahami Allah hadir didalam fenomena
ketakadilan untuk menghabisi keadilan (dalam mata manusia akan terlihat seperti
itu kala bangsa yang buas menghantam bangsa yang jahat namun tak sebuas bangsa
penindasnya).
Kitapun, saya dan
anda akan lebih suka dan mudah untuk mengatakan bahwa Orang Kasdim melumat
bangsa yang dinubuatkan Habakuk itu sebagai tindakan yang berasal dari iblis.
Masakan Allah menggunakan bangsa biadab dan kebengisan untuk menghukum sebuah
bangsa yang lainnya?
Dimanakah keadilan?
Apakah dengan
demikian, Habakuk tak lagi percaya bahwa
Allah adalah kasih, atau sama seperti kebanyakan orang akan mengatakan, kalau
demikian mana bisa lagi, Ia adalah Allah yang kasih. Mari kita melihat doa
Habakuk ini:
Habakuk
3:2 TUHAN, telah kudengar kabar tentang Engkau, dan pekerjaan-Mu, ya TUHAN,
kutakuti! Hidupkanlah itu dalam lintasan tahun, nyatakanlah itu dalam lintasan
tahun; dalam murka ingatlah akan
kasih sayang!
Allah senatiasa ada didalam sepanjang sejarah dunia, bekerja dalam lintasan tahun-sejarah dunia, sejarah setiap bangsa, sejarah setiap manusia. Sejarah Habakuk yang harus menyaksikan setiap realita pewujudan kehendak Allah yang berseberangan dengan pengharapannya, juga saya dan anda!
Allah adalah Allah
yang penuh kasih sayang, kemurkaannya bukanlah sebuah peristiwa menguapnya
kasih sayangnya,namun karena Ia datang dari tempat yang mahakudus dan
keagungannya menutupi segenap langit (Habakuk 3:3 Allah datang dari negeri Teman dan Yang Mahakudus dari pegunungan
Paran. Sela. Keagungan-Nya menutupi segenap langit, dan bumipun penuh dengan
pujian kepada-Nya.). Segenap langit! Tak ada tempat pengagungan yang pantas
untuk selain Allah dan tak ada sumber kegentaran bagimu dan saya selain Allah,
dan tentu saja tak ada sumber jawaban
bagimu dan saya selain Allah saja.
Jika anda
mempertanyakan keadilan, perlindungan dan keandalan keselamatan atau proteksi
Allah, maka perhatikan ini:
Habakuk
1:12 Bukankah Engkau, ya TUHAN, dari dahulu Allahku, Yang Mahakudus? Tidak akan mati kami.
Bukankah Yesus
sendiri pun memberikan sebuah jaminan keselamatan yang begitu menjagaimu
sehingga tak perlu kuatir dan dicemaskan dengan
ketakadilan dan kejahatan serta kebengisan dunia ini? Sebagaimana dikatakan
Yesus:
Matius
10:28 Dan janganlah kamu takut
kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang tidak berkuasa membunuh
jiwa; takutlah terutama kepada Dia
yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka.
Apakah ketakadilan,
kebengisan yang merangsek bebas di dunia ini, persengkokolan gelap yang
menari riang di dunia ini membuatmu
begitu menyembah kegelapan dan segala bentuknya sehingga anda berkata Allah tak
mahakuasa dan tak perlu benar-benar mahatahu karena Ia tak bisa hadir di dalam
dunia kejahatan? Maka perhatikanlah Yesus, Ia berkata bahwa apapun yang anda
dan saya takuti, tak berkuasa untuk membunuh jiwamu! Kalau berbicara
kemahakuasaan maka Yesus berbicara pada tatar yang bahkan saya dan anda tak bisa
pahami: “takutlah kepada Dia yang
berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka.” Sebutkan
satu orang dihadapan-Nya yang tak dapat dibinasakannya!
Segala
Kemuliaan Hanya Bagi Allah
Referensi penunjang:
-Pulpit Commentary: "Habakuk 1"
-The Dead Sea Habakuk Scroll - oleh Prof F.F. Bruce, M.A., D.D.
-Habakuk - oleh bible.org
-Pulpit Commentary: "Habakuk 1"
-The Dead Sea Habakuk Scroll - oleh Prof F.F. Bruce, M.A., D.D.
-Habakuk - oleh bible.org
No comments:
Post a Comment