“Keselamatan Kristus
Juga Untuk Mereka Yang Tak Beriman Kepada-Nya”
Oleh: Martin Simamora
Bacalah
lebih dulu bagian 3Q-3c
Ketika siapapun
membaca Matius 7:24-29, sebagaimana dikutipkan oleh pendeta Dr. Erastus
Sabdono, sebagai salah satu kontruksi
pengajarannya yang membukakan pintu untuk keluarnya pengajaran semacam ini “Walaupun mereka tidak menerima
Yesus tetapi memperlakukan sesamanya secara benar” [paragraf 21] maka harus dicamkan bahwa Yesus sedang mendasarkan pengajarannya
pada fundamental tunggal: memiliki
kehidupan Kristus sehingga memiliki
kuasa untuk hidup berbuah. Kelihatan membosankan, bukankah, mendengarkan “pohon dan
buahnya?” Saya berharap jangan, sebab
hal ini adalah jiwa atau kehidupan dari sorga yang dibawa oleh Yesus kala Ia
lahir ke dunia ini. Mari terlebih dahulu membaca ini:
Matius
7:18 Tidak mungkin pohon yang baik itu menghasilkan buah yang tidak baik,
ataupun pohon yang tidak baik itu menghasilkan buah yang baik
Matius
7:19 Dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti
ditebang dan dibuang ke dalam api.
Ketika Yesus
membicarakan Matius 7:24-29, dan kemudian oleh pendeta Erastus diajarkan sebagai
manusia
harus berusaha berkenan kepada Allah agar digarap [bahkan untuk digarap
saja, manusia itu harus berjuang untuk berkilau agar menjadi titik perhatian
Tuhan yang bernilai untuk diperhatikan], maka
Yesus sama sekali tidak demikian. Ketika perbuatan-perbuatan baik tidak
juga dihasilkan oleh sebuah pohon, maka
bagi Yesus yang harus disalahkan adalah pohonnya. Pohonnya yang
diperiksa, bukan cabang! Mengapa demikian, bukankah Yesus pada Yohanes 15 menunjukan problem ada pada cabang yang tidak berada didalam Kristus?
Matius
7:24 “"Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan
melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di
atas batu.”
KJ
Therefore whosoever heareth these sayings of mine, and doeth them, I will
liken him unto a wise man, which built his house upon a rock:
Jika anda memahami apakah sesungguhnya “perkataan-perkataan-Ku ini” [jadi yang dimaksukan pada alkitab Indonesia, sesungguhnya bukan “perkataan”
saja], maka didalamnya kita akan menemukan begitu banyak poin yang
menunjukan pada “siapakah pohonnya.” Ada 2 hal
penting yang harus dipahami di
sini:
Pertama:“perkataan-perkataan-Ku ini” adalah “semua perkataan Yesus dalam pengajaran-Nya
kepada para murid-Nya” di hadapan orang banyak.” Jadi, ini sebetulnya
bukan pengajaran umum bagi orang banyak, saat Ia mengajar di atas bukit:
■Matius
5:1 Ketika Yesus melihat orang banyak itu, naiklah Ia ke atas bukit dan setelah
Ia duduk, datanglah murid-murid-Nya kepada-Nya.
Dan “perkataan-perkataan-Ku
ini” dimulai dari:
■Matius
5:2 Maka Yesuspun mulai berbicara dan mengajar mereka, kata-Nya:..
yang selesai pada:
■Matius
7:24 "Setiap orang yang mendengar perkataan-perkataan-Ku…..
[baca juga Matius 7:28-29]
[baca juga Matius 7:28-29]
disertai dengan peringatan!
Sehingga
apa yang Yesus maksudkan dengan “setiap
orang yang mendengar perkataan-perkataan-Ku ini -Matius7:24" atau permulaan ayat-ayat yang digunakan pendeta Erastus,” pada substansinya menunjuk pada
semua hal yang diajarkan oleh Yesus
selama Ia mengajar para murid di atas bukit. Inilah sebuah fondasi pertama yang harus dipahami
terlebih dahulu, sebelum kita mencari tahu, benarkah ini perihal manusia yang
berusaha untuk berkenan kepada Allah sehingga
akan digarap Allah untuk menjadi serupa dengan Yesus? Jangan keliru,
memang semua orang percaya dikehendaki Bapa untuk menjadi serupa dengan Yesus.
Yang menjadi sorotan adalah, benarkah kedatangan-Nya ke dunia ini dan
pembangunan relasi antara Dia dengan manusia, harus ditentukan oleh manusianya,
apakah ia [orang percaya tersebut] berusaha ataukah tidak untuk melayakkan dirinya dihadapan Allah bagi kemurahan Allah memberikan hidup kekal itu?
Datang Dari Sorga Untuk
Mengatasi Maut & Memberikan Hidup Di Dalam Diri-Nya
Kedua: Mengapa Yesus pada kesempatan ini, membicarakan pohon
terkait hal berbuah? Mengapa bukan
cabang terkait buah yang
menjadi sorotan-Nya? Sebagaimana pada:
Yohanes
15:1 "Akulah pokok anggur yang benar dan Bapa-Kulah pengusahanya.
Yohanes
15:2 Setiap
ranting pada-Ku yang tidak berbuah, dipotong-Nya
dan setiap ranting yang berbuah, dibersihkan-Nya, supaya ia lebih banyak
berbuah.
Jikalau kita
memperhatikan pada salah satu poin dari “perkataan-perkataan-Ku ini” tepatnya
pada Matius 7:18 dan ayat 19 ada sebuah perbedaan tajam:
■pada
Yohanes 15, jika pohon anggur tidak berbuah maka yang menjadi sumber masalah adalah cabang.
Cabang dipotong. Menunjukan bahwa orang percaya itu tidak memiliki hubungan dan
bukan yang berada di dalam Kristus [Yoh 15:4-5]
■sementara
itu, pada Matius 7:18 berkata “Tidak
mungkin pohon yang baik itu menghasilkan buah yang tidak baik,
ataupun pohon yang tidak baik itu menghasilkan buah yang baik”, terkait buah atau keberbuahannya, Yesus
memerintahkan untuk melihat atau memeriksa pohonnya. Bahkan, Yesus menegaskan,
pohon yang tidak berbuah baik harus dibinasakan :”Dan setiap pohon
yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang
ke dalam api- ayat 19.” Ini sungguh berbeda dengan Yohanes 15, terkait keberbuahan, jika tidak berbuah sebagaimana dikehendaki atau seharusnya, maka cabangnyalah yang dibinasakan,
bukan pohonnya: “Barangsiapa tidak tinggal di dalam Aku, ia dibuang ke luar
seperti ranting dan menjadi kering, kemudian dikumpulkan orang dan dicampakkan
ke dalam api lalu dibakar- Yoh 15:6”
Memang benar, pada
pengajaran Yesus dalam Matius 7 ini, baik pohon yang baik dan yang tidak baik itu sama-sama berbuah, hanya saja sungguh berbeda hasilnya: baik dan tidak baik. Pertanyaan
pentingnya, mengapa Yesus di sini, membicarakan pohon sebagai sumber masalah? Ini
berbeda begitu tajam dengan Yohanes 14 yang menitikkan sumber masalah pada apakah ada
relasi dengan Yesus atau tidak memiliki:
■Yoh
15:4 demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku.
■Yoh
15:5 Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak
■Yoh
15:5 sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa
Sebuah Sabda Komando “Berbahagialah”
Kepada Ciptaan Baru Didalam Kristus
Apa yang harus
menjadi fokus tajam di sini adalah: pada Yohanes 15, Yesuslah satu-satunya pokok
anggur atau pohon yang benar yang ditempatkan Bapa di dunia ini [Yoh 15:1].
Hanya manusia-manusia yang tak memiliki Kristus dan tidak berada di dalam Kristus
akan memiliki masalah mendasar untuk dapat mendengar dan melakukan kehendak
Bapa, sebab jika tidak di dalam Kristus maka Ia tak dapat melakukan kehendak
Bapa itu dalam kehidupannya sebagai
orang beriman. Orang beriman berbuah atau hidup dalam kehendak Bapa, jika
berada di dalam Kristus. Ini poin inti Yohanes 15.
Sementara pada Matius
5-7 yang berisikan pengajaran Yesus di bukit, Ia melakukan perbandingan tajam
pada dirinya terhadap:
■para
ahli Taurat dan orang-orang farisi
■nabi-nabi
palsu
■nilai-nilai
dan atau kebenaran-kebenaran yang dianut atau diyakini dunia
Ketiga hal tersebut juga adalah sumber pengajaran atau sumber kebenaran, yang sedang disorot [Yoh 1:4,5,9-10]
oleh Kristus.
Dan dengan demikian dalam Matius 5-7, yang
menjadi penekanannya adalah dirinya, bahwa Ia adalah sumber kebenaran sejati
, sementara
dunia tak mengaminkannya sebab lebih menyukai kebenaran yang dilahirkan
kegelapan yang menguasai dunia ini [Yoh 3:19-21]. Inilah yang pokok-pokok yang sedang disorot
oleh Yesus didalam pengajaran-Nya di bukit.
Itu sebabnya Yesus
memulai pengajaran dengan menyatakan bahwa Allah adalah sumber kehidupan yang
memberikan kemampuan untuk
dapat melakukan apa yang dikehendaki-Nya sekalipun sangat sukar dan mustahil pada manusia:
[mengapa sukar dan mustahil, akan turut dijelaskan]
■orang yang berdukacita – 5:4
■orang yang lemah lembut – 5:5
■lapar dan haus akan kebenaran –
5:6
■murah hati-5:7
■suci hatinya-5:8
■membawa damai-5:9
■yang dianiaya oleh kebenaran
-5:10
■dicela dan dianiaya serta
dilemparkan segala fitnah oleh sebab
Yesus Kristus-5:10
Perhatikan baik-baik, atas semua ini, Yesus berkata “berbahagialah.” Artinya bukan sama sekali perintah yang bernilai kewajiban legalistik, tetapi kehidupan dalam jiwamu atau memang jiwamu hidup bagi atau dipersembahkan bagi nilai-nilai demikian. Mana mungkin menjadi kebahagiaan kalau bukan sebuah kesukaan atau sebuah kehidupan jiwa!
Nilai-nilai
ini memang berbicara sebuah kemampuan jiwa untuk hidup di dalam nilai-nilai
demikian, dan juga melakukannya sebagai sebuah hasrat yang membahagiakan untuk dikerjakan,
seperti sebuah hal yang membahagiakan. Jiwanya berbahagia untuk melakukannya
karena memang dia diadakan untuk itu
semua:
■ “Kamu
adalah garam dunia”- Mat 5:13
■“Kamu adalah lampu
untuk menerangi dunia”- Mat 5:14
Garam
memang secara natural akan
mengasinkan dengan penuh kebahagiaan, tak perlu ia berusaha keras agar asin
keluar dari dirinya. Juga pada lampu, ia memang pada hakikat dapat bersinar.
Apa yang menjadi problem adalah jika “lampu
yang bersinar sebagaimana fungsi yang
melekat pada dirinya namun tidak pada tempat di mana ia harus berada” atau
dengan kata lain “orang tidak menyalakan
pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian
sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu”- Matius 5:15. Demikian
juga dengan “kamu adalah
garam dunia.” Sementara mereka pada dasarnya telah diciptakan menjadi “garam”
yang memang berkapasitas untuk mengasinkan namun mereka tidak mau mengasini dunia ini dengan bermurah hati, tidak suci hati, tidak
lemah lembut, tidak tetap berpengharapan atau berbahagia sementara penderitaan
melanda. Setiap yang menjadi murid telah
memiliki kuasa untuk hidup [ Yoh 1:12-13] sebagai anak-anak Allah, berperilaku
sebagai anak-anak Allah di dalam dunia ini di hadapan anak-anak dunia ini.
Mengapa
Yesus mengajarkan hal-hal ini sebagai pembuka pengajarannya di atas bukit? Hal
terutama yang harus dicamkan, ini adalah
pengajaran khusus bagi para murid
di hadapan orang banyak. Matius 5:10
menunjukan kekhususan pengajaran ini hanya bagi para murid. Dengan demikian
kala Yesus mengucapkan serangkaian kata-kata berbahagialah, maka kita menjadi mengerti, semua itu adalah kehidupan
yang berdiam di dalam jiwa para murid, karena Yesus
memerintahkannya dengan awalan “berbahagialah”,
sebuah awalan sabda KOMANDO atau PERINTAH yang janggal pada hal yang secara cepat dapat dipahami sebagai sebuah hal
yang harus diperjuangkan untuk dilakukan pada diri manusia dengan kekuatan dan
kegigihannya. Satu-satunya penjelasan adalah: Yesus menyatakan bahwa setiap orang yang menjadi muridnya adalah
ciptaan-ciptaan Allah yang dipersiapkan untuk memberikan dampak bagi dunia, sehingga
Bapa dimuliakan dihadapan orang banyak, dalam segala tantangan dan risiko. Tak aneh dan sangat
rasional, Yesus menyebut mereka “kamu adalah terang dunia” dan “kamu adalah lampu/pelita yang
pada hakikatnya menunjukan pada benda yang memberikan kehidupan oleh karena
naturnya memang demikian.” Ia bersabda
untuk melahirkan kehidupan baru atas murid-murid-Nya. Sabdanya adalah
kehendak-Nya dan para murid menjadi murid-murid-Nya atau yang percaya
kepada-Nya , lahir dari kehendak-Nya:
“….diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu
mereka yang percaya dalam nama-Nya; orang-orang yang diperanakkan bukan dari
darah atau dari daging, bukan pula secara jasmani oleh keinginan seorang
laki-laki, melainkan dari Allah”-Yoh
1:12-13
Sehingga
memang benar, haruslah dipahami bahwa kala Yesus memerintahkan berbahagialah yang lemah lembut, yang suci hati dan yang dianiaya oleh kebenaran, tak perlu
bersusah payah untuk menyamarkan atau melemahkan perintah itu sebagai yang
bukan sebenarnya. Tak perlu kuatir bahwa itu semua adalah perintah Yesus yang
menunjukan bahwa manusia harus berjuang keras pada dirinya sendiri untuk
berkenan bagi Allah. Tidak sama
sekali, karena Yesus berkata “berbahagialah”
sebab inipun tidak boleh disamarkan maknanya sebagaimana tidak boleh
menyamarkan berbahagialah yang suci hatinya, sebab ini
bukan kemampuan dirimu. Hal semacam ini kemampuannya bersumber dari sabda Yesus
yang melahirkan anda didalam kehendak-Nya untuk melakukan sesuai dengan
firman-Nya. Firman-Nya menjadikan anda sebagai murid-murid yang makin bertumbuh
dan makin produktif bagi Tuhan dihadapan dunia [bandingkan perihal ini dengan “setiap ranting yang berbuah,
dibersihkan-Nya, supaya ia lebih banyak berbuah- Yoh 15:2”].
Jika melakukan sesuatu adalah
kebahagiaan: “berbahagialah orang yang suci hatinya” maka itu
pasti sesuatu yang begitu istimewa dan tak dapat dicapai oleh manusia manapun.
Ini hal yang senilai dengan “"Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab
bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga”
Mat 16:17.
Mengapa
semua perintah berbahagialah adalah hal
yang bagaikan “Simon dapat mengenali Yesus?” Tidak lain tidak bukan, karena
pada dasarnya semua “berbahagia” yang diucapkan oleh Yesus, adalah pemberian berdasarkan ketakberdayaan manusia.
Mari kita periksa pada:
Berbahagialah
orang yang suci hatinya, karena
mereka akan melihat Allah-
Mat 5:8
Tahukah
anda, bahwa Yesus, di sini, sedang membicarakan sebuah kesucian hati
yang bertautan dengan melihat Allah? Tunjukan pada saya, satu saja
manusia pada generasi manapun di luar Yesus
yang karena suci pada hatinya sendiri, berdasarkan kesucian hati dapat
melihat Allah? Bahkan para nabi kudus Allah tak ada yang dapat melihat Allah
bahkan berdasarkan sucinya hati mereka, kalaupun bias diraihnya! Ini poin nomor satu yang menunjukan bahwa kesucian
yang dibicarakan disini, bukan dari
dunia atau bernilai keduniaan ini.
Poin
nomor duanya adalah “melihat Allah.”
Tahukah anda bahwa Allah tak dapat
dilihat dan hanya Yesus yang dapat melihatnya?
Perhatikan
hal ini:
Yohanes 5:37 Bapa yang mengutus Aku, Dialah yang bersaksi tentang Aku. Kamu tidak pernah mendengar suara-Nya,
rupa-Nyapun tidak pernah kamu
lihat,
Melihat Bapa,
bagi Yesus adalah melihat dirinya! Dan untuk dapat melihatnya, bukan hal
alami pada manusia:
Yohanes 14:8-11 Kata Filipus
kepada-Nya: "Tuhan, tunjukkanlah
Bapa itu kepada kami, itu sudah cukup bagi kami." Kata
Yesus kepadanya: "Telah sekian lama Aku bersama-sama kamu,
Filipus, namun engkau tidak mengenal Aku? Barangsiapa telah
melihat Aku, ia telah melihat Bapa; bagaimana engkau berkata: Tunjukkanlah Bapa
itu kepada kami. Tidak percayakah engkau, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam
Aku? Apa yang Aku katakan kepadamu, tidak Aku katakan dari diri-Ku sendiri,
tetapi Bapa, yang diam di dalam Aku, Dialah yang melakukan pekerjaan-Nya. Percayalah
kepada-Ku, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku; atau
setidak-tidaknya, percayalah karena pekerjaan-pekerjaan itu sendiri.
Mau
sesuci apakah manusia itu agar dapat melihat Dia yang memang pada
hakikat-Nya tak mungkin untuk dilihat?
Sebab manusia tak pernah
melihat. Jika tak pernah, apakah dasarnya untuk berkata: ya benar memang itu
Bapa, kalaupun benar ada yang mengaku melihat-Nya? Apakah rujukan bagi rupa-Nya
dan suara-Nya? Dan tak ada satupun tulisan suci yang memberikan rujukan raut
muka Dia Sang Yang Tak Terlihat itu!
Lagian
Yesus berkata “Jawab Yesus: "Mengapa kaukatakan Aku baik? Tak
seorangpun yang baik selain dari pada Allah saja”-Lukas 18:19.
Jika
tak ada yang baik, lalu apa lagi dasar bagi Yesus untuk masih berkata ada
manusia yang dapat suci hatinya. Dalam hal ini kita menjadi pasti bahwa “berbahagilah
yang suci hatinya” adalah hal yang ilahi, bukan sekedar kemuliaan pada
nilai-nilai luhur kemanusiaan. Bagi manusia berbicara kesucian hati dikaitkan
dengan dapat melihat Allah, sungguh tak manusia dan sebuah candu pada hal
Tuhan, sementara dapat dicapai tanpa Tuhan. Bagi manusia, kebaikan tak perlu
melibatkan Tuhan. Dalam hal ini kala Yesus berkata “berbahagialah yang suci
hatinya, akan melihat Allah,” Ia sedang berkata kepada dunia, bahwa hanya
kesempurnaan yang semacam ini saja yang berkenan kepada-Ku. Kalau dunia menilai
mampu untuk suci hati tanpa diri Kristus, maka memang dunia dapat mencapainya,
tetapi jangan pernah menyimpulkannya
sebagai memenuhi kehendak Allah. Karena kehendak Allah adalah kesempurnaan :
dapat melihat Allah.
Itu
semua Bukan Pintu [-Pintu] Lain Menuju Keselamatan Tanpa Yesus: “Faktor
Absolut Sekiranya Mengenal Yesus, Mengenal Bapa”
Pada
semua “berbahagialah,” disinilah
nilai atau poin sentral yang harus diperhatikan. Sehingga pada hal yang nampak
terlihat begitu normal seperti: “berdukacita”, “lemah lembut”, “lapar dan haus
akan kebenaran,” “murah hatinya,” tak boleh ditakar sebagai sebuah nilai umum
sebagaimana yang dikenal dunia, tetapi harus diperlakukan sebagai yang ilahi
atau setara dengan “ yang suci hatinya maka
melihat Allah,” “membawa damai akan
disebut anak-anak Allah,” “yang dianiaya oleh kebenaran akan menjadi empunya kerajaan Allah.”
Pada hal-hal yang ilahi ini pun bukan sebuah keilahian yang dapat dicapai oleh
manusia pada dirinya sendiri, atau tak
memerlukan perjumpaan dengan Kristus sama sekali dalam keberimanan atau
bahkan tak memerlukan keberimanan pada Kristus. Yang penting dari kejauhan,
orang tersebut melakukan apa yang dikatakan Yesus tanpa wajib memiliki Sang Sabda. Elemen-elemen “maka
melihat Allah,” “akan disebut anak-anak Allah,” “akan menjadi empunya kerajaan
Allah” bukanlah pintu-pintu keselamatan lain yang tetap terbuka bagi
siapapun yang sanggup untuk bersuci hati, yang sanggup menjadi juru-juru damai, dan yang sanggup bertahan
dalam aniaya demi sebuah kebenaran, sementara Yesus memang satu-satunya
juruselamat khusus untuk yang Kristen saja! Ini bukanlah sabda perjuangan hak-hak asasi manusia, kesetaraan
iman, toleransi iman, dan apalagi sabda pembangunan moral manusia.
Tidak sama sekali. Ini bukan sabda
perjuangan hak asasi manusia atau
kebenaran yang harus dilakukan demi
kemanusiaan. Tidak, sebab Yesus menjadi sentral dari deret
komando berbahagialah:
■Matius 5:16-19 Demikianlah hendaknya
terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu
yang baik dan memuliakan
Bapamu yang di sorga." "Janganlah kamu
menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi.
Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. Karena Aku
berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu
iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum
semuanya terjadi. Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum
Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang
lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga;
tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum
Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga.
Mengapa deret sabda bersifat komando "berbahagialah" itu bukan sabda
kebenaran universalitas? Karena Yesus sediri berkata “supaya mereka melihat perbuatanmu
yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.”
Ingat, orang-orang dunia tanpa Kristus dapat menunjukan kebaikan-kebaikannya, tetapi
apakah
dapat memuliakan Bapa di sorga? Bapa. Yesus menyebut Allah dalam sebuah relasi intim dengan Bapa.
Bagaimana
manusia dapat berelasi dengan Tuhan Alam
Semesta sehingga dapat memanggilnya Bapa? Lihatlah perkataan atau sabda Yesus
ini:
■Yohanes 14:6 Kata Yesus
kepadanya: "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.
■Yohanes 14:7 Sekiranya kamu mengenal Aku,
pasti kamu juga mengenal
Bapa-Ku. Sekarang ini kamu mengenal Dia dan kamu telah melihat
Dia."
Anda baru dapat memuliakan
Bapa jika mengenal Yesus; anda harus mengalami perjumpaan dengan
Yesus baru dapat mengenal Bapa sehingga perbuatan-perbuatan baikmu itu memuliakan
Bapa.
Apa yang begitu
frontal terhadap orang-orang tanpa Kristus, yaitu pada penggambaran mengenai siapakah
orang percaya dalam pandangan Yesus sendiri: “orang percaya itu memiliki terang” sehingga Yesus mendahului “perbuatan-perbuatan baik dihadapan orang itu
memuliakan Allah.” Dengan siapakah, saya dan anda dapat memiliki terang yang
dapat bersinar melawan dunia? Bagaimana bisa terjadi? Sekali lagi karena saya
dan anda memiliki Yesus:
■Yohanes
8:12 Maka Yesus berkata pula kepada orang banyak, kata-Nya: "Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan
berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai
terang hidup."
Tak
ada sama sekali, Yesus berbicara mengenai perbuatan-perbuatan baik
yang dapat menjadi pintu masuk ke kehidupan kekal dalam berkat- bukan dalam hukuman
abadi. Atau dengan kata lain, pengajaran di bukit oleh Yesus bukan pengajaran bagi orang yang baik namun
menolak Yesus atau tak mau beriman kepada Yesus. Hanya ajaran yang penuh
muslihat saja yang sanggup mengajarkan demikian.
Bersambung ke
“Tinjauan Pengajaran Pdt. Dr.Erastus Sabdono “Keselamatan Diluar Kristen”(3Q-3e):“Tidak
Ada Keselamatan Di Luar Kristen Tetapi Ada Keselamatan Di Luar Kristen”
AMIN
Segala
Pujian Hanya Kepada TUHAN
The
cross
transforms
present criteria of relevance: present criteria of relevance do not transform
the
cross
[oleh
seorang teolog yang saya lupa namanya]
No comments:
Post a Comment