“Keselamatan
Kristus Juga Untuk Mereka Yang Tak Beriman Kepada-Nya”
Oleh: Martin Simamora
Bacalah
lebih dulu bagian 3M
Perbuatan-perbuatan
baik atau luhur atau penjunjungan relasi dan persaudaran yang bermoral mulia sesama manusia,
memang sebuah hal yang masih tetap dimiliki oleh manusia-manusia. Hati nurani
yang masih bekerja didalam keberdosaan manusia, itulah menjadi pandu moralitas,
sehingga di dalam dunia yang kian lama semakin pekat dengan kejahatan, hati
nurani berjuang keras menahan laju gerak
berbagai hasrat jahat di dalam diri setiap manusia sehingga setiap manusia dan
setiap masyarakat masih memiliki penghargaan, pengharapan dan kemauan untuk
mempraktikan nilai-nilai luhur di dalam kehidupan mereka. Perhatikan hal
berikut ini:
Roma
2:14-15 Apabila bangsa-bangsa lain
yang tidak memiliki hukum Taurat oleh dorongan
diri sendiri melakukan apa
yang dituntut hukum Taurat, maka, walaupun mereka tidak
memiliki hukum Taurat, mereka menjadi hukum Taurat bagi diri mereka
sendiri. Sebab dengan itu mereka menunjukkan,
bahwa isi
hukum Taurat ada tertulis
di
dalam hati mereka dan suara hati mereka turut bersaksi
dan pikiran
mereka
saling
menuduh atau saling membela
Sehingga di dunia
ini, pada orang-orang lain yang
bahkan tak beriman kepada Yesus Kristus, tak pernah mendengarkan
atau mengimani keutamaan-keutamaan iman dan kebenaran Kristen,tak perlu menjadi heran dan menjadi
ditakjubkan, terdapat orang-orang yang
sangat berbudi pekerti luhur dan memiliki
standard-standard dan praktik-praktik moral yang begitu hidup dan begitu
menyejukan bagi manusia-manusia yang membutuhkan kasih sayang dan kemanusiaan
yang menaungi, melindungi dan bahkan membentengi dari diskriminasi dan
intimidasi yang mengancam eksistensi dan jiwa mereka. Hal ini terjadi oleh
sebab: hukum Taurat – isinya- ada tertulis di dalam hati dan suara
hati mereka. Realita semacam ini sangat mungkin terjadi dan sudah menjadi kenyataan bahwa
orang-orang yang mengaku Kristen, mengaku murid Kristus, mengaku telah
diselamatkan dan mengaku pasti masuk sorga
bahkan berperilaku bukan saja lebih buruk namun brengsek. [Poin inilah
yang menjadi sudut tajam bagi pendeta Dr. Erastus Sabdono untuk mengajarkan
bahwa dengan demikian bahkan orang-orang
Kristen yang demikian-brengsek atau bahkan menjadi teladan bagi lingkungan sendiri gagal- tak kan pernah masuk sorga, apalagi sekedar dunia
baru]
Namun demikian,
disaat yang sama, harus diperhatikan bahwa hukum Taurat –isinya- yang tertulis
didalam hati dan suara hati pada
orang-orang dari bangsa lain
yang tak beriman kepada Yesus Kristus, tidaklah memerintah dan berkuasa
penuh didalam diri mereka, sebagai manusia-manusia yang murni atau steril dari
hasrat-hasrat dosa. Itulah sebabnya digambarkan bahwa isi hukum Taurat yang
bekerja didalam diri mereka bekerja didalam sebuah pertarungan pada internal
dirinya sendiri:
-Saling
menuduh
-Saling
membela
Apa
yang hendak ditunjukan oleh Paulus, kebenaran hukum Taurat atau moralitas-moralitas
Allah itu tidak dapat diikuti atau dipatuhi dalam sebuah kemerdekaan untuk berkehendak sekalipun nurani, suara hati
dan pikiran telah begitu tahu bahwa sebuah baik dan benar untuk dilakukan,
sementara yang lainnya tidak baik dan benar untuk dilakukan. Ini satu
catatan penting yang sama pentingnya untuk diperhatikan.
Apakah
teks
firman, semacam ini, secara
khusus menunjukan sebuah kebedaan
yang begitu khusus yang memisahkan? Bahwa manusia-manusia yang tak pernah mendengarkan Injil atau menolak kebenaran Kristus, dengan
demikian memiliki kebenarannya tersendiri tanpa Kristus, berdasarkan
perbuatan-perbuatan baiknya, dan itu menjadi
dasar penghakiman apakah masuk
masuk ke dunia yang akan datang?
Seperti yang telah diajarkan pendeta
Dr.Erastus Sabdono pada paragraph 20 “Keselamatan Di Luar Kristen-03”:
Bagi
orang yang tidak mengenal Injil atau tidak mendengar Injil dengan
benar, perbuatan baik adalah
ciri atau tanda seseorang memberi diri untuk diperkenan masuk dunia yang akan
datang (Mat 25:31-46). Ini berarti mereka mendengar hati nurani mereka dan melakukan apa yang tertulis dalam hati nurani mereka, yaitu Torat Tuhan (Rom 2:12-15).
Apakah pendeta Erastus sedang mengajarkan hal ini sebagaimana yang dimaksudkan atau diajarkan oleh Paulus?
Tidak Ada Yang Benar Dihadapan Allah Berdasarkan Melakukan Hukum
Taurat
Faktanya,
teks firman Roma 2:12-15 sama sekali bukan
mengangkat sebuah kebedaan yang memisahkan dasar kebenaran pada orang-orang beriman kepada Kristus dan
yang tak beriman kepada Kristus. Mari kita lihat terlebih dahulu:
Roma 2:12-15 (12)
Sebab semua
orang yang berdosa tanpa
hukum Taurat akan binasa tanpa hukum Taurat; dan semua orang yang berdosa di
bawah hukum Taurat akan dihakimi oleh
hukum Taurat.(13) Karena bukanlah orang yang
mendengar hukum Taurat yang benar di hadapan Allah, tetapi orang yang
melakukan hukum Tauratlah yang akan dibenarkan.
(14) Apabila
bangsa-bangsa lain yang tidak memiliki hukum Taurat oleh dorongan
diri sendiri melakukan apa yang dituntut hukum Taurat, maka,
walaupun mereka tidak memiliki hukum Taurat, mereka menjadi hukum Taurat bagi
diri mereka sendiri.(15) Sebab dengan itu mereka menunjukkan,
bahwa isi hukum
Taurat ada tertulis di dalam hati mereka dan suara hati mereka turut bersaksi
dan pikiran mereka
saling menuduh atau saling membela.
Apakah
faktanya? Perhatikan poin-poin berikut ini:
-Semua
orang berdosa
-Semua
orang [tanpa hukum Taurat] binasa [tanpa hukum Taurat]
-Semua
orang [dibawah hokum Taurat] dihakimi [oleh hukum Taurat]
Sama
sekali tak ada pembedaan yang menunjukan pada bagaimana keselamatan dapat
diperoleh, sebab pada dasarnya Roma 2:12-15 membicarakan KEBINASAAN SEMUA ORANG
BERDOSA.
Bahkan
bagi bangsa Israel yang memiliki hukum Taurat, tak membuat keistimewaan itu
lantas membuat mereka kebal atau steril dari sebuah vonis yang mematikan: orang
berdosa. Sebuah vonis legal yang membuat Israel tak berbeda sama sekali
dengan orang-orang yang tak memiliki hukum Taurat kala mereka berdosa. Mengapa?
Karena, hukum Taurat memiliki sebuah tuntutan yang harus dipenuhi: “yang
melakukan hukum Taurat, yang akan dibenarkan.”
Hukum
Taurat bukan sekedar untuk dimiliki dan bukan untuk sekedar diperdengarkan
namun harus dilakukan atau menjadi hidup atau memerintah atau berkuasa atas
segenap kehidupan mereka.
Terkait
bangsa-bangsa lain yang tak memiliki
hukum Taurat, dinyatakan oleh Paulus, bilamana oleh dorongan diri sendiri
melakukan apa yang dituntut hukum Taurat, maka itu menunjukan isi hukum Taurat
ada tertulis di dalam hati dan pikiran mereka. Ada 2 hal yang yang sangat
luar biasa dalam hal ini:
1.Sekalipun
Israel adalah penerima dokumen moralitas manusia yang dikehendaki Allah, pada
bangsa-bangsa lain, Allah yang sama juga menjadi sumber moralitas bagi mereka,
walau dalam cara yang sangat jauh [tak
memiliki hubungan berdasarkan perjanjian oleh Allah dengan Allah bagi mereka]. Tak ada selain
Allah yang dapat menuliskan hukum-hukum moralitas itu di dalam hati dan pikiran
bangsa-bangsa yang tersebar di bola bumi, jika bukan Dia.
2.Bangsa-bangsa
lain dengan demikian, bilamana ia melakukan isi hukum Taurat, maka memiliki kesamaan dengan Israel pada
dasar kebenaran dihadapan Allah: yang melakukan isi
hukum Taurat, yang akan dibenarkan.“ Jadi penghakiman berdasarkan pada
apakah
melakukan isi hukum Taurat.
Sekarang,malahan,
bangsa-bangsa lain yang pada hati dan pikirannya memiliki kerja isi hukum Taurat,
malah hidup dan matinya sangat ditentukan oleh tuntutan yang bersumber
dari hukum Taurat itu sendiri. Pada poin
ini, rasul Paulus sedang menunjukan hukum Taurat otentik diberikan kepada Musa,
memang benar hanya bagi Musa, sehingga merupakan kekhususan, namun sekaligus
keuniversalan sebab Allah dalam cara yang sangat jauh menuliskan kandungan dan
tuntutan hukum Taurat itu di dalam hati dan pikiran mereka. Hati dan pikiran
bangsa-bangsa lain memiliki moralitas ilahi didalam diri mereka sehingga pada
setiap bangsa akan ditemukan moralitas atau kebijakan-kebijakan lokal yang
menakjubkan, sebab Allahlah yang menjadi sumbernya. Inilah dasar paling
fundamental untuk berlangsungnya penghakiman akhir atas segala bangsa
berdasarkan kebenaran yang bersumber pada hukum Taurat.
Keistimewaan
Israel pada dasarnya dimaksudkan agar apa yang
dimiliki dalam keontentikan dapat juga
diajarkan kepada bangsa-bangsa lain yang untuk sementara waktu telah memiliki
moralitas ilahi yang jauh didalam diri
mereka. Keistimewaan menerima hukum moralitas
ilahi agar semua bangsa pun menerima dan
hidup berdasarkan moralitas ilahi tersebut. Perhatikan hal yang ditunjukan oleh
rasul Paulus berikut ini:
Roma 2:17-24 (17)Tetapi,
jika kamu menyebut dirimu orang Yahudi dan bersandar kepada hukum Taurat, bermegah
dalam Allah,(18) dan tahu akan kehendak-Nya,
dan oleh karena diajar dalam hukum Taurat, dapat tahu mana yang baik dan mana yang
tidak,(19) dan yakin, bahwa engkau adalah penuntun orang
buta dan terang bagi mereka yang di
dalam kegelapan,(20) pendidik
orang bodoh, dan pengajar orang yang belum dewasa,
karena dalam hukum Taurat engkau
memiliki kegenapan segala kepandaian dan
kebenaran.(21) Jadi, bagaimanakah engkau yang mengajar
orang lain, tidakkah engkau mengajar dirimu sendiri? Engkau yang mengajar:
"Jangan mencuri," mengapa engkau sendiri mencuri?(22) Engkau yang berkata: "Jangan
berzinah," mengapa engkau sendiri berzinah? Engkau yang jijik akan segala
berhala, mengapa engkau sendiri merampok rumah berhala?(23) Engkau bermegah
atas
hukum Taurat, mengapa engkau sendiri menghina Allah dengan melanggar hukum
Taurat itu?(24) Seperti ada tertulis: "Sebab oleh
karena kamulah nama Allah dihujat di antara bangsa-bangsa lain."
Perhatikan
seksama! Israel itu: bersandar kepada hukum Taurat, bermegah dalam Allah,
tahu akan kehendak-Nya, diajar dalam hukum Taurat, dapat tahu mana yang baik
dan mana yang tidak, sehingga menjadi dasar yang kokoh untuk mengajarkan
orang-orang lain atau bangsa-bangsa lain.
Mengapakah,
jika telah dikatakan pada bangsa-bangsa lain pun isi hukum Taurat ada terdapat
di dalam hati dan pikiran mereka, masih perlu diajarkan hukum Taurat otentik?
Maka jawabnya: karena dalam hukum Taurat terdapat kegenapan segala
kepandaian dan kebenaran.
Apakah
maksudnya dengan kegenapan segala
kepandaian dan kebenaran? Kegenapan
kebenaran? Apakah itu? Penjelasan Yesus terhadap kitab-kitab Musa sunguh
sangat vital:
Yohanes
5:39-40;46 Kamu menyelidiki Kitab-kitab
Suci, sebab kamu menyangka bahwa oleh-Nya kamu mempunyai hidup yang kekal,
tetapi walaupun Kitab-kitab Suci itu memberi kesaksian tentang Aku, namun kamu
tidak mau datang kepada-Ku untuk memperoleh hidup itu. Sebab
jikalau kamu percaya kepada Musa, tentu kamu akan percaya juga kepada-Ku, sebab ia
telah menulis tentang Aku.
Hukum
Taurat yang diterima oleh Musa adalah sumber kebenaran moralitas, dan
orang-orang Israel diajar dan dididik berdasarkan segala perintah dan hukum dan
sabda Allah yang dapat mereka temukan dalam Kitab-Kitab Musa [dan juga dapat
ditemukan dalam kitab-kitab nabi dan Mazmur]. Israel memiliki hal ini,
sementara itu, bangsa-bangsa lain tidak memilikinya.
Sehingga hukum Taurat pada dasarnya bukan sekedar didikan dan ajaran moralitas, tetapi mengetahui kehendak Allah.
Mengetahui kehendak Allah berarti memiliki relasi dengan Allah yang memberikan hukum
dan menjadi pemimpin dan penuntun bagi Israel. Moralitas dengan demikian bukan
koin emas hukum Taurat, namun mengenal Allah dengan segala kehendak-Nya
sehingga melakukannya berdasarkan pengenalan atau relasi atau hubungan yang
penuh dengan percaya atau iman.
Apa
yang membuat Israel gagal memenuhi tuntutan hukum Taurat pun disebabkan mereka
melakukannya tanpa sebuah pengenalan akan kehendak Tuhan, sebab mereka hanya
sekedar mengajar, sekedar berkata, sekedar merasa jijik terhadap dosa namun
miskin tindakan yang selaras dengan apa yang diajarkan, dengan apa yang
dikatakan, dan dengan apa yang dinilai sebagai menjijikan. Mereka tak memiliki
sebuah relasi yang ,merasuki kehidupan mereka, tetapi sekedar legalistik. Hidup bersama hukum, bukan bersama dengan
Allah yang telah menjadi sumber moralitas itu.
Apa
yang tak dapat dimiliki oleh bangsa-bangsa lain, dengan demikian, adalah
KEGENAPAN KEBENARAN DAN KEPANDAIAN. Mereka dengan demikian tak memiliki kabar
baik keselamatan yang akan datang dari Allah kelak. Hanya kebenaran-kebenaran
moralitas dan tanpa janji Mesianik yang merupakan kandungan dalam pengajaran
Musa:
Lukas
24:26-27 Bukankah Mesias harus
menderita semuanya itu untuk masuk ke dalam kemuliaan-Nya?" Lalu
Ia menjelaskan kepada mereka apa yang
tertulis tentang Dia dalam seluruh Kitab Suci, mulai dari kitab-kitab Musa dan segala
kitab nabi-nabi.
Kita
baru saja melihat 3 hal teramat agung:
1.Universalitas
kebenaran berdasarkan hukum Taurat bagi segala bangsa
2.Penghakiman berdasarkan hukum Taurat, bukan saja bagi
Israel tetapi juga bagi bangsa lain
3.Kabar
baik atau Injil dalam Kitab-Kitab Musa, dengan demikian, juga ditujukan bagi
bangsa-bangsa lain
Di
sini, memang jelas bahwa penghakiman berdasarkan perbuatan baik pasti
berlangsung. Bangsa-bangsa lain pun, sekalipun tidak berada dalam jangkauan
fisik hukum Taurat pasti tak dapat mengelak kala Ia pun dihakimi berdasarkan
kebenaran yang senilai dengan kehendak dan maksud Allah di dalam kitab-kitab
Musa. Dan itu termasuk pada keselamatan hanya melalui Yesus Kristus, dengan demikian.
Namun, sekali lagi,
apakah dengan demikian, jika bangsa-bangsa lain itu pada akhirnya sama sekali
menolak kabar baik atau bahkan tak pernah sama sekali
mendengarkan Injil memiliki dasar kebenaran yang dapat membawanya,
setidak-tidaknya, masuk ke dalam dunia baru sebagai masyarakat kerajaan Allah?
Melanjutkan
pembacaan Roma ini, maka anda akan menemukan
fakta ini:”
Roma 3:10 seperti ada tertulis: "Tidak ada yang benar, seorangpun tidak.
Apakah
tidak ada di sini menunjuk pada semua manusia di bola bumi ini? Maka jawabannya
ya? Tetapi apakah dasar hukumnya untuk menyatakan semua orang tidak ada yang
benar? Jelas, berdasarkan hukum-hukum Allah. Bukankah, hanya Israel saja yang
memiliki dasar hukum itu? Benar, namun tadi telah ditunjukan bahwa isi hukum Taurat
dapat bekerja pada diri orang-orang bangsa lain dalam hati dan pikirannya, dan
itulah dasar legal penghakimannya. Bagaimana jika sama sekali tak ada? Paulus
menunjukan, jika demikian yang terjadi pada bangsa-bangsa lain, maka mereka
akan binasa tanpa hukum Taurat [Roma 2:12].
Hal-
hal termegahnya adalah:
-Allah adalah sumber moralitas bagi
manusia berdosa
-Allah adalah sumber hukum bagi manusia
berdosa
-Manusia tak memiliki sumber moralitas
dan hukum pada dirinya sendiri untuk bahkan menyelamatkannya dari kehancuran
peradaban dirinya sendiri sebagai konsekuensi nurani dan pikiran yang tak
memiliki natur moralitas yang dapat mengendalikan kejahatan-kejahatan manusia [
perang, konflik, kebencian, kriminalitas, dan lain-lain].
-Manusia sepenuhnya bergantung pada
Allah, mulai dari perkara moralitas diri hingga mengenal apakah kehendak Allah yang harus dilakukan,
-Apa yang dituntut Allah bukan sekedar
menjadi manusia yang bermoral baik dan murni, tetapi mengenal kehendak Allah,
sebagaimana dikatakan tadi, dalam hokum Taurat terdapat kegenapan kebenaran dan kepandaian.
Sehingga
ada 2 hal istimewa terkait “tidak ada yang benar, seorang pun tidak”:
(1)Fakta
tak ada satu manusia yang benar
merupakan realita yang telah dituliskan oleh Allah sendiri : “seperti ada
tertulis,” merupakan realita global dimana dasar penghakimannya
berdasarkan moralitas Allah dan apakah melakukan kehendak Allah atas
seluruh manusia, sebab kebenara hukum Taurat juga menjangkau hati dan pikiran
orang-orang bangsa lain.
Bandingkan dengan
ini:
Mazmur 14:1 "Tidak ada
Allah." Busuk dan jijik perbuatan mereka, tidak ada yang berbuat baik.
Mazmur 14:2
TUHAN memandang ke bawah dari sorga kepada anak-anak manusia untuk
melihat, apakah ada yang
berakal budi dan yang mencari
Allah.
Mazmur 14:3 Mereka
semua telah
menyeleweng, semuanya telah bejat; tidak ada yang berbuat baik, seorangpun tidak.
Mazmur 53:1 Orang bebal berkata dalam hatinya: "Tidak
ada Allah!" Busuk dan jijik kecurangan mereka, tidak ada yang berbuat baik.
Mazmur 53:2
Allah memandang ke bawah dari sorga kepada anak-anak manusia, untuk
melihat apakah ada yang
berakal budi dan yang mencari
Allah.
Mazmur 53:3 Mereka
semua telah
menyimpang, sekaliannya telah bejat; tidak ada yang berbuat baik, seorangpun tidak.
(2)Pernyataan
“tidak
ada yang benar” ditujukan
baik untuk bangsa-bangsa lain yang tak memiliki Taurat namun oleh dorongan dirinya
sendiri melakukan apa yang dituntut dalam isi hukum Taurat, dan juga kepada orang-orang Yahudi itu sendiri sebagai
penerima hukum Taurat. Penghakiman ini didasarkan pada moralitas hukum Taurat
baik pada Israel dan bangsa-bangsa lain yang hati dan pikirannya memiliki isi hukum
Taurat itu.
Sehingga
Roma 2:12-15 sama sekali tidak menunjukan adanya kebenaran dihadapan Allah pada orang-orang
bukan Israel, sebaliknya berdasarkan tuntutan hukum Taurat yang sama: yang
melakukan hukum Taurat, yang akan dibenarkan, itulah dasarnya.
Perhatikan berikut ini:
Yakobus 2:10-11 (10)Sebab barangsiapa
menuruti seluruh hukum itu, tetapi mengabaikan
satu bagian dari padanya, ia bersalah
terhadap seluruhnya.(11) Sebab Ia
yang mengatakan: "Jangan berzinah", Ia mengatakan juga: "Jangan
membunuh". Jadi jika kamu tidak
berzinah tetapi membunuh, maka kamu menjadi pelanggar hukum juga.
Jika
hati
dan pikiran
seorang bangsa lain memiliki, misalkan, 3 kebenaran moralitas Allah
maka ia harus melakukan semuanya tanpa ada satu
di antaranya yang gagal, jika salah satu gagal walau yang lain ia “berprestasi”
pada moralitas-moralitas lainnya, tetap dikatakan sebagai pelanggar hukum juga.
Kerja hukum Allah yang demikian membuat
seorang berbudi pekerti luhur dapat tak ada bedanya dengan seorang pembunuh
berantai, dalam pandangan dan standard Allah. Inilah moralitas Allah yang
sebetulnya melampaui moralitas belaka sebab tak ada pembedaan yang
bagaimanapun. Demikianlah yang dimaksud yang melakukan hukum Taurat, yang
dibenarkan.
Sehingga, pernyataan
firman yang begitu tajam dan dapat menyinggung orang-orang bermoral,
yaitu: “tidak ada yang benar, seorang pun tidak,” memang bekerja
melampaui kerja moralitas manusia. Apalagi
kalau pengharapan kebenaran berdasarkan hukum Taurat itu pada
moralitas-moralitas Allah yang telah dikemilaukan Kristus hingga pada puncak
kemuliaan moralitas itu:
Matius
5:21-22 Kamu telah mendengar yang
difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan membunuh; siapa yang membunuh
harus dihukum. Tetapi Aku berkata
kepadamu: Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa
yang berkata kepada saudaranya: Kafir! harus dihadapkan ke Mahkamah Agama dan
siapa yang berkata: Jahil! harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala.
[Bacalah
“tinjauan bagian 1A” dan “tinjauan bagian 1G”]
Maka
memang secara alamiah, kerja hukum Taurat yang menuntut pelaksanaan secara
total pada semua lini moralitas yang dikehendaki Allah untuk dilakukan oleh
manusia, maka hasilnya hanya menunjukan keberdosaan demi keberdosaan manusia.
Tak pernah ada manusia yang berkata secara lantang: saya manusia tanpa
kelemahan, atau, saya manusia yang hanya memiliki sisi kuat saja, tak ada sisi
lemahnya, itulah manusia. Sebaik-baiknya manusia dan seteladan-teladannya
manusia, ia memiliki zona-zona rapuhnya.
Sementara hukum Taurat tidak memiliki toleransi atau adaptasi yang bagaimanapun
terhadap keadaan manusia ini. Hukum Taurat dengan demikian begitu sempurna
mengekspos keberdosaan dan ketakberdayaan manusia untuk membangun kebenaran
dihadapan Allah bahkan dalam kegigihan yang bagaimanapun juga.
Perhatikan
berikut ini:
Roma 3:20 Sebab tidak seorangpun yang dapat
dibenarkan di hadapan Allah oleh
karena melakukan hukum Taurat, karena justru
oleh hukum Taurat orang mengenal dosa.
Roma 5:20 Tetapi hukum Taurat
ditambahkan, supaya pelanggaran menjadi semakin
banyak
Roma 7:13 Jika demikian, adakah yang baik itu menjadi
kematian bagiku? Sekali-kali tidak! Tetapi supaya nyata, bahwa ia adalah dosa,
maka dosa mempergunakan yang baik untuk mendatangkan kematian bagiku, supaya oleh perintah itu dosa lebih
nyata lagi keadaannya sebagai dosa.
Hukum
Taurat pada prinsipnya hendak menyingkapkan realita semua manusia: orang-orang
Israel dan semua orang dari berbagai bangsa lainnya yang berada didalam perbelengguan dosa:
Roma
7:14 Sebab kita tahu, bahwa hukum Taurat adalah rohani, tetapi aku bersifat
daging, terjual
di bawah kuasa dosa.
Hukum
Taurat yang tidak menoleransi hakikat manusia yang tak sempurna dan tak
bersifat rohani, pada akhirnya menyingkapkan mengapa hukum Taurat yang rohani
dan baik itu malah mendatangkan kekelaman bagi diri manusia itu. Mendatangkan
kekelaman karena konsekuensi tak dapat memenuhi “dibenarkan karena melakukan.”
Problem
terbesar dan tak terpecahkan pada manusia untuk memenuhi tuntutan moralitas
Allah adalah ini:
Roma
7:18 Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam aku sebagai manusia, tidak
ada sesuatu yang baik. Sebab kehendak memang
ada di dalam aku, tetapi bukan hal berbuat
apa yang baik.
Paulus
secara jitu menunjukan apakah maksud “terjual
di bawah kuasa dosa” bahwa sekalipun aku ini memang memiliki kehendak
namun realitanya tak pernah kehendak di dalam diriku menang bagi kehendak Allah, yaitu
melakukan tuntutan-tuntutan hukum kudus Allah.
Kala,
misalkan, aku tak berzinah, maka pada lini lain dosa telah kuperbuat tak peduli
setersembunyi apapun didalam hati dan pikiran. Padahal satu saja gagal dipenuhi
maka telah menjadikan aku seorang pelanggar.
Manusia
memiliki kehendak namun tak
merdeka, sebab pada dasarnya manusia telah terjual dibawah kuasa dosa.
Sehingga
dengan demikian, perbuatan baik bukan sebuah solusi untuk melepaskan diri dari
kuasa dosa. Jika perbuatan baik itu sangat bergantung pada kehendak manusia dan
kemampuan manusia untuk mewujudkan kehendak itu eksis sebagaimana dikehendaki,
maka sungguh celaka. Dua hal menjadi
masalah: pertama: kehendak
manusia tak dapat melayani kehendak Allah agar terwujud melalui
perbuatan-perbuatan yang melayani Allah, dan kedua: kehendak manusia itu harus bekerja dalam
tindakan-tindakan yang melayani dan menggenapi hukum-hukum Allah tanpa ada
satupun yang terabaikan!
Pada
keseluruhan dan pada setiap bagiannya, epistel Roma, tak pernah sama sekali
menyatakan bahwa orang-orang yang tak beriman kepada Kristus maka perbuatan
baik menjadi ciri atau tanda memberi diri agar diperkenan masuk ke dunia yang akan datang, sebagaimana
diajarkan oleh pendeta Dr. Erastus Sabdono, bukan saja melenceng atau
menyimpang; bukan saja menyesatkan diukur berdasarkan pengajaran rasul Paulus
yang dikutipnya, namun secara fundamental
membengkokkan fondasi iman Kristen itu sendiri:
Roma
3:20-25 Sebab tidak seorangpun yang dapat dibenarkan di hadapan Allah
oleh karena melakukan hukum Taurat,
karena justru oleh hukum Taurat orang mengenal dosa. Tetapi sekarang, tanpa
hukum Taurat kebenaran Allah telah dinyatakan, seperti yang disaksikan dalam
Kitab Taurat dan Kitab-kitab para nabi, yaitu kebenaran Allah karena iman dalam Yesus
Kristus bagi semua orang yang percaya. Sebab tidak ada perbedaan.
Karena
semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah, Kristus
Yesus telah ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian
karena iman, dalam darah-Nya. Hal ini dibuat-Nya untuk menunjukkan
keadilan-Nya, karena Ia telah membiarkan dosa-dosa yang telah terjadi dahulu
pada masa kesabaran-Nya.
Tidak
seorangpun, siapakah mereka? Jelas semua tanpa pengecualian! Baik yang beriman
kepada Kristus dan yang tak beriman kepada Kristus tak dapat dibenarkan karena
melakukan perbuatan-perbuatan baik? Mengapa? Sudah dijelaskan bahwa:
(1)kebenaran taurat bersifat totalitas tanpa ada satu saja yang diabaikan, dan
(2)kehendak manusia yang berada didalam perbudakan dosa, membuatnya mustahil
untuk dapat melakukan perbuatan-perbuatan baik dalam sebuah totalitas-tanpa ada
satupun yang terabaikan [=tak berbuat
dosa sama sekali, dengan demikian].
Perbuatan-perbuatan
baik, dengan demikian bukanlah jalan menuju kebenaran dihadapan Allah sehingga
diperkenankan masuk ke dalam dunia yang baru. Dalam kebenaran berdasarkan iman
kepada Yesus Kristus, perbuatan-perbuatan baik itu sendiri adalah sebuah kehidupan
yang dihasilkan dari keberimanan pada Kristus yang diwujudkan oleh orang-orang
beriman melalui kehendaknya yang
diwujudkan dalam perbuatan-perbuatannya yang memuliakan Tuhan. Jadi dalam
keberimanan ada sebuah relasi tak terputuskan dengan kehendak manusia beriman
untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik; dalam keselamatan berdasarkan iman,
kehidupannya akan membuahkan ketaatan kepada Allah berdasarkan pengenalan dan
kasih kepada Allah. Perhatikan hal berikut ini:
Roma
6:1-2 Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Bolehkah kita bertekun
dalam dosa, supaya semakin bertambah kasih karunia itu? Sekali-kali
tidak! Bukankah kita telah mati bagi dosa, bagaimanakah kita masih dapat hidup
di dalamnya?
Roma
6:6 Karena kita tahu, bahwa manusia lama kita telah turut disalibkan,
supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya, agar jangan kita menghambakan
diri lagi kepada dosa.
Roma
6:8-9 Jadi jika kita telah mati dengan Kristus, kita percaya, bahwa kita akan
hidup juga dengan Dia. Karena kita tahu, bahwa Kristus,
sesudah Ia bangkit dari antara orang mati, tidak mati lagi: maut tidak berkuasa
lagi atas Dia. Sebab kematian-Nya adalah kematian terhadap dosa, satu kali dan
untuk selama-lamanya, dan kehidupan-Nya adalah kehidupan bagi Allah.
Roma
6:11 Demikianlah hendaknya kamu memandangnya: bahwa kamu telah mati bagi dosa,
tetapi kamu hidup bagi Allah dalam Kristus Yesus.
Roma
6:12 -14Sebab itu hendaklah dosa jangan berkuasa lagi di dalam tubuhmu yang
fana, supaya kamu jangan lagi menuruti keinginannya. Dan janganlah kamu
menyerahkan anggota-anggota tubuhmu kepada dosa untuk dipakai sebagai senjata
kelaliman, tetapi serahkanlah dirimu kepada Allah sebagai orang-orang, yang
dahulu mati, tetapi yang sekarang hidup. Dan serahkanlah anggota-anggota
tubuhmu kepada Allah untuk menjadi senjata-senjata kebenaran. Sebab
kamu tidak akan dikuasai lagi oleh dosa, karena kamu tidak berada di bawah
hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia.
Roma
6:15 Jadi bagaimana? Apakah kita akan
berbuat dosa, karena kita tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah
kasih karunia? Sekali-kali tidak!
Ketika
pendeta Dr. Erastus Sabdono merendahkan Kristus sebagai satu-satunya solusi
bagi manusia berdosa, maka dapat dipahami Ia berhenti untuk melakukan
pemberitaan Injil Kristus. Kristus tak lagi penting dan sentral. Sebaliknya Ia
melakukan reduksi yang sangat berbahaya dengan mengatakan bahwa “orang-orang
tak beriman kepada Kristus memiliki ciri perbuatan baik pada dirinya sebagai
tanda memberikan diri diperkenan masuk
ke dalam dunia baru.
Jiwa
pengajaran yang mengesampingkan pemberitaan Injil kepada mereka yang belum
pernah sama sekali mendengarkan Injil dengan demikian turut menyeruak sebagai
sebuah konsekuensi pengajaran yang merendahkan Yesus sebagai sumber pembebasan
dari perbudakan dosa.
Apakah
ada manusia-manusia yang tak terbelenggu
dalam kuasa dosa? Hanya jika takterbelunggu kuasa dosa saja maka manusia tak memerlukan Yesus. Sehingga ini
adalah kondisi universal sebagaimana hukum
Taurat telah menunjukan keberdosaan pada semua manusia tanpa pengecualian
kebangsaan atau apapun juga, maka Yesus yang dikandung di dalam kitab-kitab
Musa adalah solusi universal bagi dunia ini. Tak ada jalan selain beriman
kepada Yesus Kristus.
Bersambung
ke “Tinjauan Pengajaran Pdt. Dr.Erastus Sabdono “Keselamatan Diluar Kristen” (3”O”):“Tidak
Ada Keselamatan Di Luar Kristen Tetapi Ada Keselamatan Di Luar Kristen”
AMIN
Segala
Pujian Hanya Kepada TUHAN
The cross
transforms present criteria of relevance: present criteria
of relevance do not transform
the cross
[oleh seorang teolog yang saya lupa namanya]
No comments:
Post a Comment