Oleh: Martin Simamora
Pengantar
Sebagaimana yang telah dijadwalkan, kini saya akan
menyajikan sebuah tinjauan terhadap sebuah pengajaran, yaitu pengajaran “Keselamatan
Diluar Kristen” yang dapat juga ditemui
dan dibaca di situs Gereja GBI Rhema "GBI RHEMA Church" yang beralamat di Australia. Dalam situs tersebut terdapat 12 bagian
(untuk kemudahan, anda dapat membacanya pada tautan
ini) mengenai pengajaran tersebut. Tinjauan ini memiliki tujuan tunggal untuk
mengetahui apakah Alkitab memang mendukung pengajaran yang hendak menyatakan sebuah
kemungkinan adanya keselamatan di luar Kristen? Dengan kata lain apakah
pengajaran yang diusung oleh Pdt.Dr Erastus Sabdono tersebut selaras dengan apa
yang diajarkan oleh Yesus Kristus dan oleh para rasul sebagaimana yang tercatat di dalam Alkitab?
Sebelum saya memulainya, terlebih dahulu hendak menyajikan sejumlah refleksi dengan mengutip
pandangan dua teolog Kristen
terkait subyek bahasan kali ini. Dua
pandangan ini merupakan kaca mata
kerangka berpikir dalam meninjau pengajaran tersebut.
Dr. R.C Sproul,
dalam “The Only Way To God”
It is in this discourse that we find the sixth “I
AM” statement: “I am the way, the truth, and the life” (John 14:6). This
particular statement has three different attributes, two of which we have
explored already in the past few days. Yesterday, we saw that Jesus is the
source and power of life. This is a clear affirmation of His own deity because
any reader of the Bible knows that only God is the source and power of life.
The “I AM” statement we find in 14:6 reinforces the fact of Jesus’ equality
with God when Jesus claims again to be the Life.
Likewise, we have also seen that Jesus is the only
way to the Father. He spoke of this before when He called Himself the Door of
the Sheep, and reiterates it again in 14:6 when He calls Himself the Way. This
statement was offensive to the pluralistic culture of that day and remains so
even in the twenty first century.
Ada di dalam
ulasan berseri ini bahwa kita menemukan
“pernyataan AKU ADALAH” yang keenam: “Aku adalah jalan, kebenaran, dan
hidup” (Yohanes 14:6). Pernyataan pokok ini memiliki tiga atribut berbeda, dua
diantaranya telah kita eksplorasi dalam beberapa hari lalu. Kemarin, kita telah
melihat bahwa Yesus adalah sumber dan kuasa hidup. Ini adalah sebuah afirmasi
yang jernih akan keilahiannya karena siapapun pembaca Alkitab mengetahui bahwa
hanya Allah sumber dan kuasa hidup. Pernyataan
“AKU ADALAH” yang kita jumpai dalam 14:6 mengokohkan fakta kesetaraan Yesus
dengan Allah ketika Yesus mengklaim
menjadi sang Hidup.
Demikian juga, kita telah melihat bahwa Yesus
adalah satu-satunya jalan menuju Bapa. Dia telah mengatakan hal ini sebelum
saat dia menyebut dirinya sendiri Sang Pintu Domba, dan menyatakannya kembali
dalam 14:6 kala dia telah menyebut dirinya sendiri Sang Jalan. Pernyataan
ini telah menyerang budaya pluralistik
pada waktu itu dan bahkan masih tetap
demikian dalam abad ke dua puluh satu.
Prof. Dr. John Warwick Montgomery (Ph.D., Chicago, D.Théol., Strasbourg, LL.D., Cardiff, Dr.
[h.c.], Institute for Religion and Law, Moscow), dalam “Defending The Hope That Is In Us: Apologetics For The 21st Century”
A second gross error of the religious liberal is to
capitulate to Postmodern thinking in its the refusal to take seriously the objective
character of external reality. It is the position of contemporary thinkers such
as Jacques Derrida that to try to find a core of objective meaning in the world
or in literary materialssuch as the Bible is a chimerical quest. There are
necessarily as many valid interpretations as there are interpreters, we are
told, and interpreters always approach objects of study from their own
personal, cultural, and presuppositional viewpoints. Moreover, in the case of
literary works, meanings are always multilayered and can never be fully understood
by efforts to get at an author’s original intention or purpose. Such a
perspective is, of course, very hospitable to the religious liberal, who has
never had a serious view of the unity of the Scriptures; has always regarded
the Bible as a product of diverse human cultural experiences; and has had a
powerful tendency to substitute for the doctrine that God created us in His image
a humanistic theology of our creating God (and theology) in our image
Sebuah kesalahan besar kedua agama liberal adalah
memberikan dirinya pada ketentuan-ketentuan pemikiran Postmoderen dalam
penyanggahannya dan mengambil secara
serius karakter obyektif pada realita
eksternal. Ini adalah posisi para pemikir
kontemporer semacam Jacques Derrida yang berupaya menemukan sebuah inti
makna obyektif di dalam dunia atau di
dalam tulisan-tulisan literatur seperti Alkitab, merupakan pencarian imajinari.
Ada diperlukan banyak
interpretasi-interpretasi valid sehubungan adanya penafsir-penafsir, kita telah
diberitahukan, dan para penafsir selalu mendekati obyek-obyek studi mereka
dari pribadi mereka sendiri, budaya, dan
sudut pandang-sudut pandang presupoposional. Lebih lanjut, dalam kasus
karya-karya literatur, makna-makna senantiasa memiliki banyak substansi dan
tidak pernah dapat dipahami oleh upaya-upaya untuk mendapatkan sebuah apakah
maksud atau tujuan penulis asli. Perspektif semacam ini, tentu saja, sangat
bersahabat dengan agama liberal, yang tidak pernah memiliki sebuah pandangan serius kesatuan Firman-Firman Tuhan; senantiasa menilai
Alkitab sebagai sebuah produk beragam pengalaman-pengalaman budaya manusia; dan
memiliki sebuah kecenderungan yang sangat kuat untuk mensubstitusi doktrin
Allah yang telah menciptakan kita dalam citranya dengan sebuah teologi humanistik kita menciptakan
Allah (dan teologi) dalam citra kita.
Tentu saja, dalam melakukan tinjauan, saya tidak akan menggunakan
pendekatan yang sedemikian akademiknya walau memang godaan untuk melakukannya
sangat kuat, namun sangat perlu bagi saya mengutip dua tokoh Kristen yang
setia kepada kebenaran firman Tuhan, sebab menjadi representasi penting bagi
saya untuk membangun kerangka berpikir yang baik, dalam membangun sebuah tinjauan pengajaran semacam ini. Dengan kata lain,
kesederhanaan akan menjadi warna utama dalam tinjauan-tinjauan ini, namun
secara ketat memperhatikan bagaimana seharusnya Kristen, setia kepada segenap
maksud Kristus terhadap semua manusia, maksud Allah yang dinyatakan kepada
semua manusia sebagai kebenaran yang memiliki bobot setara, sebagaimana
adanya tanpa sebuah diferensiasi kala dikategorikan pada realita-realita dunia
global, yang pada akhirnya menghasilkan kebenaran-kebenaran dalam penakar-penakar dan penimbang-penimbang dunia
manusia.
Tinjauan Pada Bagian 1 Sebagaimana
Disajikan Oleh Situs
Paragraf 1-2
Menjadi pertanyaan yang terus terdengar dalam
berbagai diskusi dan seminar rohani: Apakah ada keselamatan di luar Kristus atau
apakah ada keselamatan di luar orang Kristen? Perdebatan sekitar hal
ini belum pernah selesai. Sebagian orang Kristen dan rohaniwan tidak merasa
perlu mempersoalkan. Ditambah lagi dengan alasan toleransi beragama serta
dihindarinya tindakan menyinggung dan melukai masyarakat yang beragama lain,
maka pokok ini dihindari untuk dibicarakan. Namun, bagaimanapun seharusnya kita
tidak boleh menghindarkan diri dari mempersoalkan pokok masalah ini, sebab ini
adalah pokok masalah penting yang harus dibedah dengan serius, jujur, analistis
argumentative dan yang paling utama berdasarkan kebenaran Alkitab.
Saya menyetujui pendapat ini, dan sebetulnya topik
ini sendiri sekalipun dikatakan sensitif bukan tidak dapat ditemukan dan bukan
tidak pernah diangkat dalam tulisan setidak-tidaknya, misalkan sebagai contoh:
-Yesus:Satu-Satunya Juruselamat, Dr.R.C. Sproul
- Apakah Kristus Satu-Satunya Jalan?-1 (bagian 1) : Jalan Sempit Vs Banyak Jalan MenujuTuhan, Dr. Ken Boa
- Yesus Kristus(1): Gagalnya Konspirasi Politik Melenyapkan Kebenaran Yesus Kristus!, Dr.
John Piper
- Skandal Kekristenan (Yohanes 14:6) : Pencarian Manusia Terhadap Tuhan Berahir DidalamYesus Kristus!, Dr. Keith Krell
-Hubungan Yesus Dengan Allah, Martin Simamora
Menjawab pertanyaan tersebut di atas haruslah
dirumuskan apakah yang dimaksud dengan keselamatan itu. Tanpa memahami
pengertian keselamatan, maka persoalan ini tidak akan ditemukan jawabannya
secara benar. Sayang sekali banyak orang Kristen yang sebenarnya tidak atau
belum memahami dengan benar apa yang dimaksud dengan keselamatan itu, walaupun
mereka sering mendengar dan mengucapkannya. Mereka sudah memahaminya dengan
lengkap, sehingga mereka tidak merasa perlu menggali lebih mendalam pokok
masalah ini. Kebodohan tersebut terjadi atau berlangsung bertahun-tahun membawa
dampak yang sebenarnya sangat fatal. Kesalahan memahami keselamatan tidak
membangun pemahamannya mengenai pokok-pokok lain dalam Alkitab, juga mengenai
keselamatan orang-orang non Kristen.
Saya
menyetujui bahwa memang ada banyak orang Kristen yang belum memahami
secara tepat, apakah keselamatan itu. Ketidakmengertian betapa pentingnya
keselamatan itu memang memiliki dampak pada peremehan terhadap kebenaran terkait
keselamatan yang seharusnya digali pada Alkitab, sebagai satu-satunya sumber
tulisan yang paling otoratif bagi setiap orang percaya untuk menggali,
mempelajarinya, bahkan untuk menguji
para pengajar Kristen. Orang Kristen memang sepatutnya memiliki
pemahaman yang benar, yang menyeluruh, sehingga kebodohan yang bertahun-tahun dapat
dikoreksi. Keselamatan menurut siapakah?
Tentu bukan menurut pemikiranmu dan filsafat-filsafat dunia ini, namun mutlak menurut
Yesus dan tentu saja Alkitab, seperti:
- Apakah Kuasa Kebangkitan Yesus Juga terletak Pada "Kelulusan" & "Kesalehan" Dalam Memenuhi Segenap Kehendak Bapa?, Martin Simamora
-Pikiran-Ku Bukan Pikiranmu, Martin Simamora
-Janganlah Kamu Menyangka!, Martin Simamora
-Karena Kuasa Ilahinya Telah Menganugerahkan, Martin Simamora
-Selamat Natal, Martin Simamora
-Kamu Adalah Pelita Dunia, Martin Simamora
-Kerjakanlah Keselamatanmu, Martin Simamora
-Pertobatan Beriman, Dr. Henry Clarence Thiessen
Sehingga pandangan seperti ini, sebagaimana dalam paragraf 3 :
Biasanya orang memahami keselamatan sekedar
terhindar dari neraka dan diperkenankan masuk Sorga. Rumusan ini berangkat dari
pengertian kata selamat itu sendiri yang artinya terhindar dari musibah,
malapetaka atau bencana. Dikaitkan dengan keselamatan abadi, biasanya orang
memahami keselamatan sebagai terhindar dari bencana neraka. Pengertian
keselamatan yang dangkal ini, mengaburkan kebenaran mengenai keselamatan yang
ditawarkan Injil atau yang disediakan oleh Tuhan Yesus Kristus melalui
karya-Nya.
Dapat
dihindarkan
Selanjutnya, pengkhotbah mengajarkan demikian pada paragraf 4:
Sejatinya keselamatan adalah usaha Tuhan
mengembalikan manusia kepada rancangan-Nya. Untuk dapat kembali kepada
rancangan-Nya, dibutuhkan fasilitas yang ada dalam karya Kristus. Hanya
orang-orang yang menerima Yesus Kristus lah yang menerima “kuasa”
supaya menjadi anak-anak Allah (Yoh 1:12-13). Kuasa dalam teks ini adalah exousia yang menunjuk
kepada “hak” (right, istimewa). Di dalam hak tersebut terdapat penebusan
oleh darah Yesus, dimana orang percaya diberi peluang untuk
bisa dapat dikembalikan kepada rancangan semula Allah. Di dalam hak tersebut juga termuat Roh Kudus yang menuntun orang
percaya kepada segala kebenaran
(Yoh 16:13), Injil yang mendatangkan
iman (Rom 10:17) dan berkuasa menyelamatkan
(Rom 1:16-17). Di dalam hal tersebut juga termuat penggarapan Tuhan melalui segala kejadian dalam kehidupan
ini agar serupa dengan Tuhan
Yesus Kristus (Rom 8:28).
Saya dapat katakan tanpa keraguan, bahwa ini adalah
statement atau pernyataan yang sangat meninggikan atau memutlakan Allah sebagai sentralitas
keselamatan sejak semula hingga kesudahannya. Kepada siapa peluang keselamatan
itu tiba, pun bersumber pada penebusan
oleh darah Yesus, menjadi anak-anak
Allah pun tegas dikatakan sebagai pemberian bukan sebagai upaya, dan peran
Allah dalam keselamatan bukan saja dalam permulaan keselamatan namun juga dalam
kesinambungan keselamatan itu di dalam
diri orang percaya:“Roh Kudus yang berdiam didalam diri orang percaya menuntun selama-lamanya orang percaya kepada segala kebenaran (Yoh 14:16-18, Yoh 15:26, Yoh 16:13, 1Yoh 2:27, 1Yoh 3:24).” Firman sebagai
sentral berimannya seorang pun kokoh dipancangkan dengan menyatakan “Injil yang
mendatangkan iman (Roma 10:17, 1Tes 2:13).” Saya sengaja mewarnai frasa tersebut dengan
warna menyolok sebab poin ini akan banyak
ditautkan atau secara tak langsung tertautkan pada tinjauan
pengajaran ini pada seri-seri mendatang. Bahkan perjalanan kerberimanan
orang Kristen itu dalam pergumulan dan perjuangan iman di kancah dunia ini
dengan segala kompleksitas dan segala dilemanya telah dikatakan sebagai “penggarapan Tuhan” agar serupa dengan
Tuhan Yesus Kristus.
Namun sebuah distorsi atau penyimpangan tajam segera menyeruak dalam paragraf 5 sebagai berikut:
Kuasa atau hak (exousia) ini bila dimanfaatkan akan
menggiring seseorang sampai kepada kesempurnaan. Itulah sebabnya Tuhan Yesus
berkata bahwa orang percaya harus sempurna seperti Bapa di Sorga (Mat 5:48).
Karena Bapa tidak kelihatan, maka Tuhan
Yesus sebagai Anak Allah menunjukkan peragaan kesempurnaan yang dikehendaki
oleh Bapa. Dengan demikian setiap
orang percaya harus meneladani sikap hidup atau gaya hidup Tuhan Yesus sehingga
serupa dengan Tuhan (Rom 8:28-29). Hal ini bisa terjadi atau terpenuhi
dalam kehidupan orang percaya yang menggunakan “exousia” tersebut.
Ketika mengatakan bahwa “Kuasa atau hak (exousia) ini bila
dimanfaatkan akan menggiring seseorang
sampai kepada kesempurnaan,” maka secara tegas hendak menyatakan bahwa keselamatan bukan sepenuhnya usaha Tuhan, dan
ini bertolak belakang dengan apa yang baru saja dinyatakan pada paragraf 4.
Sehingga dapat dikatakan, paragraf 4 adalah argumentasi yang dibangun di atas
dasar firman Tuhan, dan pada paragraf 5, didasarkan pada pemikiran manusia yang
humanis.
Sehingga ketika pengkhotbah melanjutkannya dengan
mengutip perkataan Yesus: ”Itulah sebabnya Tuhan Yesus berkata bahwa orang
percaya harus sempurna seperti Bapa di Sorga (Mat 5:48)” sebagai dalam
satu bangunan konteks paragraf 4 menjadi
saling berkontradiksi, oleh sebab: Matius 5:48 digunakan sebagai teks untuk
menjelaskan “Kuasa atau hak (exousia).” Menggunakan Matius 5:48 untuk
menjelaskan “esxousia” seketika itu juga akan membuat kedua teks tersebut
saling menganulir satu sama lain dan kehilangan keharmonisan antar teks.
Matius 5:48
juga menjadi lebih kehilangan makna kontekstualnya setelah diimbuhkan
dengan “Karena Bapa tidak kelihatan, maka Tuhan Yesus sebagai Anak Allah
menunjukkan peragaan kesempurnaan yang dikehendaki oleh Bapa.” Bapa
memang tidak kelihatan, namun itu sama
sekali tak ada kaitannya dengan Matius 5:48 dengan makna: meneladani Yesus sebagai peraga kesempurnaan
Bapa yang tak kelihatan, sebagaimana dikehendaki Bapa agar diteladani oleh
orang percaya. Yesus diteladani secara sempurna sebagaimana Bapa sehingga
orang Kristen juga mutlak meneladani secara sempurna, bukan itu yang sedang dimaksud Yesus. Bukan itu sama
sekali!
Mari
kita meninjau sejumlah poin dibawah ini:
(1)Matius 5:3 Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan
Sorga. Jika dikatakan sebagai
simpulan, bahwa orang Kristen harus
mencapai kesempurnaan sebagaimana Bapa dengan meneladani Kristus secara
sempurna, maka ketika kita memperhatikan keseluruhan khotbah Yesus, ada bagian
lain yang berbicara mengenai mereka pemilik Kerajaan Sorga, bukan
karena menjadi sempurna sebagaimana
Bapa, namun karena miskin (rohani) di hadapan Allah. Kita harus menilai bahwa
2 ayat tersebut memiliki kemuliaan yang
sama, namun keduanya sama-sama menunjukan kebergantungan dengan anugerah Allah pada orang percaya untuk memiliki apa yang tidak dimiliki sebagai seorang
yang miskin rohani.
(2)Matius 5:10 Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah
yang empunya Kerajaan Sorga.
Jika dikatakan bahwa orang Kristen harus mencapai kesempurnaan sebagaimana Bapa
dengan meneladani Kristus secara sempurna/tanpa cela, namun bagian lain pada
Matius 5 yang berbicara “ke-empu-an Kerajaan Sorga, karena orang percaya itu
dianiaya oleh sebab kebenaran.” Sehingga kembali kedua teks tersebut harus dipandang sebagaimana poin 1
di atas.
(3)Demikian juga pada Matius 5:11-12 “Berbahagialah
kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala
yang jahat. Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya
nabi-nabi yang sebelum kamu." Kita melihat seorang percaya menerima upah
besar di sorga sebab dirinya dianiaya karena Yesus! Tidak dikatakan orang Kristen mendapat upah
di sorga karena SEMPURNA meneladani Bapa.
(4)Matius 5:8 Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka
akan melihat Allah. Adakah
yang dapat melihat Allah? Tentu tidak ada, sebab andaikan ada maka bukan saja
manusia Yesus yang dapat berkata “melihat Bapa.” Bahkan tidak juga tokoh
sekaliber Musa, yang oleh kasih karunia Allah dapat “melihat”
Allah, pun tidak pernah bisa melihat Allah dalam arti sebenarnya (terkait ini,
baca artikel
ini). Sehingga dapat dikatakan jika manusia senantiasa gagal untuk memiliki
hati suci, maka mustahil sekejab saja
melihat Allah. Maka sebetulnya juga, manusia siapapun dia sebagaimana Musa, sekalipun dalam kasih karunia Allah, tidak
mungkin dapat melihat Allah tanpa Yesus
(Yohanes 14:8),dan dengan demikian, manusia tanpa kasih karunia tak dapat
melihat kesempurnaan dalam diri Yesus yang sempurna meneladani Bapa. Bukankah
orang-orang Yahudi gagal melihat Yesus yang demikian?? (Yohanes 10:22-39).
Empat poin ini hendak memperingatkan kita, agar tidak gegabah dalam memahami apa yang Yesus
perintahkan. Dan juga tidak menggunakan teks ini untuk menjelaskan (exousia)
yang pada konteksnya menjelaskan bagaimana seorang dapat menjadi anak-anak
Allah? Karena diberi kuasa! Jadi kuasa di sini terkait menjadi anak-anak Allah
atau dilahirkan baru oleh Allah, bukan terkait
bagaimana menjadi sempurna sebagaimana Bapa. Tidak satu bentuk partisipasi yang bagaimanapun
dari manusia untuk menjadi anak-anak Allah. Usaha Allah!
Sekarang
harus diketahui dahulu, apakah
ukuran-ukuran sempurna yang dimaksud oleh Yesus dalam Matius 5:48 itu?
Apakah yang harus dilakukan agar dapat dikatakan seorang Kristen itu telah
sesempurna Bapa? Adakah ukuran-ukurannya? ADA!
Mari
kita lihat:
(1)
Matius 5:20 Maka Aku berkata kepadamu: Jika hidup
keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli
Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan
masuk ke dalam Kerajaan Sorga.
(2)Matius
5:21-22 Kamu telah mendengar yang
difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan membunuh; siapa yang
membunuh harus dihukum. Tetapi
Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah
terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya: Kafir!
harus dihadapkan ke Mahkamah Agama dan siapa yang berkata: Jahil! harus
diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala.
(3)Matius
5:23-24 Sebab itu, jika engkau
mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan
sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah
berdamai dahulu dengan
saudaramu, lalu kembali untuk
mempersembahkan persembahanmu itu.
(4)Matius
5:25-26 Segeralah berdamai dengan
lawanmu selama engkau bersama-sama dengan dia di tengah jalan, supaya
lawanmu itu jangan menyerahkan engkau kepada hakim dan hakim itu menyerahkan
engkau kepada pembantunya dan engkau dilemparkan ke dalam penjara. Aku berkata kepadamu:
Sesungguhnya engkau tidak akan keluar dari sana, sebelum engkau membayar
hutangmu sampai lunas.
(5)
Matius 5:27-28 Kamu telah mendengar
firman: Jangan berzinah. Tetapi
Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang memandang perempuan serta
menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya.
(6)Matius
5:29-30 Maka jika matamu yang
kanan menyesatkan engkau, cungkillah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu jika
satu dari anggota tubuhmu binasa, dari
pada tubuhmu dengan utuh dicampakkan ke dalam neraka. Dan jika tanganmu yang kanan
menyesatkan engkau, penggallah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu jika satu dari anggota tubuhmu
binasa dari pada tubuhmu
dengan utuh masuk neraka.
(7)Matius
5:31 Telah difirmankan juga:
Siapa yang menceraikan isterinya harus memberi surat cerai kepadanya. Tetapi Aku berkata kepadamu:
Setiap orang yang menceraikan isterinya kecuali karena zinah, ia menjadikan
isterinya berzinah; dan siapa yang kawin dengan perempuan yang diceraikan, ia
berbuat zinah.
(8)Matius
5:33-37 Kamu telah mendengar pula
yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan bersumpah palsu,
melainkan peganglah sumpahmu di depan Tuhan. Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah sekali-kali bersumpah,
baik demi langit, karena langit adalah takhta Allah, maupun demi bumi, karena
bumi adalah tumpuan kaki-Nya, ataupun demi Yerusalem, karena Yerusalem adalah
kota Raja Besar; janganlah juga engkau bersumpah demi kepalamu, karena engkau
tidak berkuasa memutihkan atau menghitamkan sehelai rambutpun. Jika ya,
hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang
lebih dari pada itu berasal dari si jahat.
(9)Matius
5:38-39 Kamu telah mendengar firman:
Mata ganti mata dan gigi ganti gigi. Tetapi
Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu,
melainkan siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi
kirimu.
(10)Matius
5:40-41 Dan kepada orang yang hendak
mengadukan engkau karena mengingini bajumu, serahkanlah juga jubahmu. Dan siapapun yang memaksa engkau berjalan sejauh satu mil, berjalanlah bersama dia sejauh
dua mil.
(11)Matius
5:42 Berilah kepada orang yang
meminta kepadamu dan janganlah
menolak orang yang mau meminjam dari padamu.
(12)Matius
5:43-47 Kamu telah mendengar firman:
Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah
bagi mereka yang menganiaya kamu. Karena dengan
demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga,
yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan
menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar. Apabila kamu mengasihi orang
yang mengasihi kamu, apakah upahmu?
Bukankah pemungut cukai juga berbuat
demikian? Dan apabila kamu
hanya memberi salam kepada saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya dari pada perbuatan orang lain? Bukankah orang yang tidak
mengenal Allahpun berbuat demikian?
Perhatikan!
Jika ayat 48 yang berbunyi “Karena itu haruslah kamu sempurna, sama
seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna," dijelaskan
dengan ayat yang terdekat, yaitu ayat 47, maka ukuran kesempurnaan Bapa yang harus diteladani oleh orang percaya adalah
dalam hal Bapa yang mengasihi baik
kepada orang baik dan kepada orang jahat, dalam hal kehidupan dunia atau yang sesaat ini : “Bapamu yang di sorga,
yang menerbitkan matahari bagi orang yang
jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang
yang tidak benar.”
Dijelaskan
dengan ayat-ayat yang lebih jauh, yaitu ayat 21-46,
maka KESEMPURNAAN BAPA diindikasikan dengan firman Yesus yang berbunyi “Tetapi Aku berkata kepadamu.”
Setiap kali anda membaca “tetapi aku berkata kepadamu” maka
ingatlah bahwa Yesus sedang memberikan sebuah kedalaman tak terduga dari apa
yang mejadi maksud Allah dari setiap ketentuan-ketentuan Allah yang kudus dalam
taurat! Dan Yesus berkata kepada setiap
pendengarnya bahwa setiap taurat yang tertulis harus dilaksanakan berdasarkan
firmannya, bukan pada apa yang diajarkan oleh para ahli Taurat. Yesus sedang
membentangkan sebuah kedalaman maksud Allah dibalik setiap huruf-huruf mati
pada taurat, Sang Firman/Logos sedang menginterpretasikan taurat bahkan bukan
sekedar penginterpretasi tetapi sebagai Dia Yang Berfirman!
Sekarang,
baik mengacu pada ayat yang terdekat dan ayat-ayat yang lebih jauh, kita sedang
melihat apa yang tak pernah selalu atau senantiasa dapat dilakukan manusia dan apa yang senantiasa
dikehendaki Bapa. Ketika Yesus berkata “Tetapi Aku Berkata Kepadamu” maka
Yesus sedang berkata apa yang tidak pernah dilakukan manusia satu kalipun pada
apa yang tak selalu berhasil dilakukan oleh manusia.
Jadi kita sudah melihat betapa dalamnya dan
agungnya kesempurnaan yang dikehendaki
Bapa dan yang dapat dilakukan oleh Yesus.
Yesus
memang harus menunjukan bahwa kehendak Bapa adalah sempurna dan tidak mungkin
diselaraskan dengan apa yang dapat dan tak dapat dilakukan manusia. Ketika
berbicara sempurna maka memang berbicara kesempurnaan tanpa sedikitpun
pengurangan yang sekecil apapun dari apa
yang dituntut Allah! Perhatikan
ini:
Matius
5:17-19 Janganlah kamu menyangka,
bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk
meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. Karena Aku berkata
kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota
atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat,
sebelum semuanya terjadi. Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah
hukum Taurat sekalipun yang paling
kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki
tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan
dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat
yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga.
Kesempurnaan?
Anda baru saja melihat kesempurnaan Yesus:” selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan
ditiadakan dari hukum Taurat. Ada 2
aspek kesempurnaan Yesus dalam memenuhi tuntutan taurat: (a)aspek waktu “selama belum lenyap langit dan bumi” dan (b) aspek kesanggupan memenuhi segenap
tuntutan tanpa setitikpun terlewatkan “satu iota atau satu titikpun tidak akan
ditiadakan dari hukum Taurat.” Dalam hal
inilah makna “Aku datang untuk
menggenapinya.” Dan kita telah melihat bahwa penggenapan yang Yesus
lakukan bukan sebatas pengertian hurufiah taurat tetapi pada apa yang sesungguhnya
dikehendaki Bapa (Tetapi aku berkata kepadamu) dan kesanggupan dia untuk
menggenapinya dalam konteks waktu “selama
belum lenyap langit dan bumi.” Dua aspek ini mustahil dipenuhi manusia oleh dua
hal ini, oleh sebab pada dasarnya “Yesus dan Bapa adalah Satu atau aku didalam
Bapa dan Bapa di dalam Aku.”
Konsekuensinya,
siapapun pembaca Alkitab harus memahami “Aku datang untuk menggenapi” sebagai
HANYA DIA YANG DAPAT! Ketika Yesus menuntut manusia-manusia untuk
sesempurna Bapa maka dia berkata sebagai
Juruselamat manusia dan sebagai dia yang
berada di dalam Bapa dan Bapa di dalam dia secara sempurna TANPA
KEPENGANTARAAN yang bagaimanapun antara dia dan Bapa. Ketika Yesus berkata
bahwa dia adalah Sang Penggenap maka dia sedang berkata bahwa dia adalah Sang
Kudus, Sang Tak Berdosa. Bukankah Yesus dikatakan oleh bapak pendeta Erastus Sabdono bahwa Kristus
meneladankan kesempurnaan Bapa yang tak terlihat itu?
Pada
akhirnya, kita sebetulnya dapat mengatakan bahwa Matius 5:48 memang harus
dikatakan sebagai tuntutan Bapa yang sempurna kepada manusia-manusia berdosa.
Hanya saja, manusia tak mungkin menjadi
penggenap pada dirinya sendiri sebab
kemampuan dirinya untuk menggenapi sangat bergantung pada Yesus sang Penggenap
atau manusia tidak memiliki kuasa untuk melakukannya atau menggenapi tuntutan
Taurat sebagai representasi sesempurna Bapa!
Dan pada bagian lain, melakukan seluruh hukum Taurat sangat erat hubungannya dengan hubungan sesama manusia:
Matius
7:12 Segala sesuatu yang kamu kehendaki
supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka.
Itulah isi
seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.
Bandingkan
dengan Matius 6:31 Dan sebagaimana
kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah juga demikian
kepada mereka.
Uniknya,
“sebagaimana kamu kehendaki” sama sekali tidak seperti yang dibayangkan oleh manusia
manapun! Perhatikan ayat sebelumnya, 30:
“Berilah
kepada setiap orang yang meminta kepadamu; dan janganlah meminta kembali kepada
orang yang mengambil kepunyaanmu.”
Dan
ayat sesudahnya,32-33: Dan jikalau kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu,
apakah jasamu? Karena orang-orang berdosapun mengasihi juga orang-orang yang
mengasihi mereka. Sebab jikalau kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat
baik kepada kamu, apakah jasamu? Orang-orang berdosapun berbuat demikian.
Sebagaimana
kamu kehendaki
bukan sama sekali apa yang ku-maui
tetapi apa yang dikehendaki-Nya! Semua perintah Yesus senantiasa dan melulu
berbicara kesempurnaan, tanpa memberi ruang sedikitpun bagi tak keberdayaan
manusia untuk mengejarnya. Tak ada ruang bagi ketakudusan dihadapan Bapa, semua
perilaku manusia harus dan mutlak berorientasi pada standard- standard Allah
Pencipta Langit dan Bumi, Pencipta seluruh ras manusia! Manusia Yesus satu-satunya
yang sempurna, Sang Penggenap, satu-satunya yang sanggup sesempurna Bapa dalam
standard ilahi sebagaimana Bapa, ilahi adanya dalam segenap aspeknya.
Jika
demikian apakah makna Matius 5:48? Maknanya sebagaimana ayat terdekat dan pada
ayat-ayat terjauh. Hanya saja Yesus sedari awal sudah menyatakan bahwa hanya
dialah PENGGENAP, dia telah datang menjadi Penggenap sebab tiada manusia yang mungkin
menjadi penggenap dalam 2 aspek yang begitu mulianya. Jadi memang sebagai orang
percaya anda harus menggunakan kasih (ayat 48) kepada setiap orang entah jahat
entah baik secara SEMPURNA! Sebagaimana Bapa. Dan, sebagai orang percaya anda
harus melakukan seluruh tuntutan hukum Taurat dalam konteks “TETAPI AKU BERKATA
KEPADAMU.” Inilah yang harus anda
renungkan dalam-dalam dan menimbang secara serius kepada Yesus sebagai sumber
kebenaranmu.
Sekarang,
apakah motivasimu hidup dalam kasih yang memang diperintahkan oleh Yesus?
Mengejar PENGGENAPAN agar sempurna seperti Bapa dalam standar Yesus yang
sepanjang zaman atau hingga kesudahan, dan dalam kesempurnaan tiada cela setitikpun? Hanya
jika anda mampu anda dapat, namun Yesus tidak hendak menuntut anda menjadi para
penggenap pada dirimu sendiri, sebab dia
telah datang untuk menjadi Penggenap.
Mengejar
kesempurnaan otentik atau terlepas dari apa yang telah dilakukan oleh Yesus
sebagai Penggenap untuk sesempurna Bapa, merupakah kesalahan pada realita apa
yang tak dapat dilakukan manusia yang berada didalam belenggu hasrat daging. Hasrat daging selaten apapun
(dalam pikiranmu atau dalam hatimu) telah membuat anda tak mungkin sesempurna
Bapa. Tuntutan Yesus berlaku bagimu untuk dilakukan dan ketika anda tahu
keadaanmu yang dipenjara hasrat daging yang
bahkan masih laten, maka anda tahu bahwa kesempurnaan Bapa yang kudus
dalam keilahiaannya bukan sebuah “skor” untuk dikejar, namun sebuah petunjuk
untuk memadang pada Yesus dalam melakukan kehendak Bapa yang kudus agar anda
hidup dalam kekudusan Bapa, oleh karena Kristus di dalammu memberikan kuasa bagi setiap orang percaya untuk bertumbuh atau hidup dalam Kristus (Kolose 1:25-29 Roma 8:10, 1Petrus 1:13-25). Perkataan Yesus bahwa dirinya datang sebagai
Penggenap telah menegaskan bahwa semua manusia selain dirinya, tidak dalam
posisi untuk menjadi penggenap perilaku
Bapa yang kudus. Kekudusan manusia tidak lahir dari diri manusia yang percaya padanya, namun lahir dari Kristus yang ada di dalamnya.
AMIN
Segala Pujian Hanya
Kepada TUHAN
No comments:
Post a Comment