Oleh: Martin Simamora
YEDIJA:
“Dikasihi Allah Karena Karunia-Nya Pada Manusia Yang Berada Dalam
Kebinasaan, Bukan Karena Manusia Memperjuangkan Kebenarannya(6.G-5)”
Bacalah lebih
dulu: “Tinjauan Pengajaran Pdt. Dr. Erastus Sabdono Pada Keselamatan Di Luar Kristen (6.G-4)”
Jika berdasarkan
perjalanan kelangsungan atau kelanggengan
takhta Daud bukan sama sekali sebuah kebenaran berdasarkan ketaatan: Daud,
monarkinya, dan keluarganya terhadap hukum Taurat, sehingga pun kelahiran
Mesias dari eksistensi bangsa ini, dengan demikian, tak terelakan berdasarkan kasih karunia Allah, lalu
bagaimana dengan eksistensi hukum Taurat itu, apakah relasinya dengan Yesus
Kristus, apakah hukum itu lenyap?
Relasi Yesus terhadap
hukum Taurat, bukan saja diungkapkan oleh Sang Mesias sendiri. Ia menautkan
dirinya dengan hukum Taurat dalam
kemanusiaannya yang sejati, namun tidak sama sekali dalam kegagalan demi
kegagalan. Tapi, itu pun tidak hendak
menyatakan sebuah kesempurnaan kemanusiaan di dalam atau berdasarkan kekuatan
atau ketekunan kemanusiaannya, tetapi
kesempurnaan keilahiannya atau kedivinitasan atau ketuhanannya yang begitu
berkuasa atau begitu berdaulat atas setiap perjalanan kehendak Yesus untuk
menaati semua yang telah dituliskan oleh Kitab Suci,sebagai manusia. Itu sebabnya, Ia,tak terhindarkan,
dihadapan para ahli Taurat dan orang-orang Farisi,bukan saja ditakar begitu
kurang ajar dalam ketentuan-ketentuan agama yang berlaku dan seharusnya pun
dihormatinya, tetapi telah ditakar sebagai ia yang walaupun manusia telah
menyamakan dirinya dengan Allah. Yesus Sang Mesias dalam Ia membangun relasinya
dengan Hukum Taurat, dalam semacam itu, karenanya telah menempatkan dirinya
mengatasi hukum Taurat itu dalam pengajaran-pengajarannya dan dalam
instruksi-instruksinya, sehingga Ia berkata penuh ketajaman bersabda: “Ikutlah
Aku” atau “Akulah kebenaran” atau “Akulah Jalan,” atau “Akulah hidup,” “Aku datang
untuk menggenapi hukum Taurat dan kitab nabi-nabi,” bahkan Ia pun merelasikan
dirinya dalam sebuah relasi yang begitu sukar untuk diterima,kala Ia juga
menempatkan dirinya dalam relasi dengan pra-hukum
Taurat. Bukan sekedar berbicara pra-eksistensinya, tetapi hendak menyatakan
bahwa saat Ia berkata: “Akulah kebenaran,” “Akulah jalan,” “Akulah hidup,” dan “Ikutlah
Aku,” pada dasarnya adalah kebenaran dirinya jauh sebelum hukum Taurat
itu ada diterima di era nabi Musa. Jika demikian, maka memang, relasi Yesus
terhadap hukum Taurat, pastilah bukan sebuah relasi semacam ini: “pra
eksistensi Yesus baru ada karena hukum Taurat
terlebih dahulu diadakan.” Pra
Eksistensi[eksistensi sebelum Ia
datang sebagai manusia]Yesus Sang Mesias, bukan ada
atau diadakan karena janji-Nya kepada Adam dan Hawa, Abraham,
Musa hingga dinantikan Simeon yang secara khusus ditetapkan Allah tidak akan
mati sebelum berjumpa dengan Sang Mesias.
Yesus memang memiliki
relasi yang begitu ketat dengan kitab suci: hukum Taurat, Kitab Para Nabi, dan
Mazmur. Simeon menunjukan kebenaran ini, Ia hidup dan beriman berdasarkan apa
yang telah dituliskan kitab sucinya mengenai kedatangan Sang Mesias. Mari kita
perhatikan hal ini melalui Simeon.