Oleh: Martin Simamora
YEDIJA:
“Dikasihi Allah Karena Karunia-Nya Pada Manusia Yang Berada Dalam
Kebinasaan, Bukan Karena Manusia Memperjuangkan Kebenarannya(6.G-4)”
Bacalah lebih
dulu: “Tinjauan Pengajaran Pdt.Dr.Erastus Sabdono Pada keselamatan Di Luar Kristen (6.G-3)”
Sekarang, apakah dasar
bagi Maria, tunangan Yusuf itu untuk mendapatkan kelayakan atau kepantasan sehingga
dapat menerima sebuah keistimewaan untuk mengandung Sang Mesias dari Allah?
Satu-satunya dasar yang membawa kehidupan seorang manusia untuk menjadi alat
penggenapan janji kelahiran Sang Mesias itu, adalah, karena waktu-Nya telah
genap dan berdasarkan pemilihan-Nya:
Lukas
1:26-27 Dalam bulan yang keenam Allah menyuruh
malaikat Gabriel pergi ke sebuah kota di Galilea bernama Nazaret, kepada
seorang perawan yang bertunangan dengan seorang
bernama Yusuf dari keluarga Daud;
nama perawan itu Maria.
Pertama:
kunjungan malaikat Gabriel untuk menjumpai Maria, tunangan Yusuf, berdasarkan pemilihan berdasarkan perintah
dan waktu Allah; kedua: kunjungan
malaikat Gabriel untuk menjumpai Maria, secara tunggal memperhitungkan bahwa ia
dan atau tunangannya
dari
trah Daud. Injil
Lukas,sebagaimana Matius, pun memberikan catatan kritikal akan siapakah
seharusnya Mesias itu. Mesias tak mungkin lahir dari luar bangsa Yahudi dan
apalagi dari sembarang trah sejauh itu bangsa Yahudi.
Bukan karena Maria
dan Yusuf dikenal begitu taat pada ketentuan-ketentuan hukum Taurat atau bahkan
berdasarkan kekudusannya, maka dipilih dan dengan demikian kehendak dan rencana
Allah bahwa Mesias lahir dari bangsa Israel dan dari trah Daud [sebagaimana
janji-Nya lebih lanjut] dapat diwujudkan, tetapi karena Allah berkehendak
sebagaimana yang telah direncanakan sebelumnya. Fakta bapa leluhur Yesus yang
begitu mematikan telah berbicara begitu kuat, jika bukan karena kasih karunia
Allah atas Daud dan Batsyeba isteri almarhum Uria yang dibunuh Daud agar dapat
dimilikinya, tak akan pernah ada yang disebut sebagai keturunan Daud, jikalau Allah tidak mengikatkan dirinya dengan sebuah janji semacam ini:
Maz89:28-37
Aku
akan memelihara kasih setia-Ku bagi dia untuk selama-lamanya, dan
perjanjian-Ku teguh bagi dia. Aku menjamin akan adanya anak cucunya sampai
selama-lamanya, dan takhtanya seumur langit. Jika anak-anaknya
meninggalkan Taurat-Ku dan mereka tidak hidup menurut hukum-Ku, jika
ketetapan-Ku mereka langgar dan tidak berpegang pada perintah-perintah-Ku,
maka
Aku akan membalas pelanggaran mereka dengan gada, dan
kesalahan mereka dengan pukulan-pukulan. Tetapi kasih setia-Ku tidak akan Kujauhkan dari padanya
dan Aku tidak
akan berlaku curang dalam hal kesetiaan-Ku. Aku
tidak akan
melanggar perjanjian-Ku, dan apa yang keluar dari bibir-Ku tidak akan
Kuubah. Sekali Aku bersumpah demi kekudusan-Ku,
tentulah Aku tidak
akan berbohong kepada Daud: Anak cucunya akan ada
untuk selama-lamanya, dan takhtanya seperti matahari di depan mata-Ku, seperti
bulan yang ada selama-lamanya, suatu saksi yang setia di awan-awan."
Malaikat Gabriel
sendiri, hanya memberikan satu dasar untuk keterpilihan dan kegenapan rencana Allah, yaitu berdasarkan kasih karunia:
Lukas
1:28-29 Ketika malaikat itu masuk ke rumah Maria, ia berkata: "Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan
menyertai engkau." Maria terkejut
mendengar perkataan itu, lalu bertanya di dalam hatinya, apakah arti salam itu.
Ketika
Gabriel menjumpai Maria, salam yang disampaikan adalah sebuah ketetapan yang
memberikan informasi atau keterangan: mengapa
Maria yang mengandung Sang Mesias, bukan perempuan-perempuan lainnya, yaitu
karena: “Tuhan mengaruniakannya, Tuhan menyertainya.” Apakah dasarnya sampai
Maria disertai Tuhan? Kebaikannya atau ketaatannya pada hukum Taurat sehingga Allah memiliki dasar
untuk menggenapi rencana-Nya? Tidak, tetapi
karena Tuhan telah mengaruniainya. Jikalau dasarnya adalah kekudusan
yang dimiliki oleh Maria, maka pada dasarnya dalam ia mengandung Sang Mesias,
tak membutuhkan keselamatan dari Yesus yang sedang dikandungnya. Malaikat Gabriel sendiri menyatakan bahwa bayi
yang akan dikandungnya memang berasal dari trah Daud dan dengan demikian Maria
sendiri harus diperhitungkan sebagai dari trah Daud, tetapi juga bukan karena
Daud dan trahnya yang begitu istimewa maka pantas melahirkan Sang Mesias atau
karena trah ini begitu mulia dalam menaati kehendak Allah, bukan itu. Ini bukan saja begitu penting bagi kepentingan
Daud dan trahnya sampai selama-lamanya, tetapi ini menunjukan satu hal saja: sebagaimana
IA pada Daud tetap mempertahankan ke-trah-annya dalam ia seharusnya
binasa berdasarkan kasih karunia-Nya atau kemurahan hati-Nya untuk memberikan
kasih-Nya yang berkuasa untuk menghapus dosa pada yang dikasihi-Nya, maka
demikianlah juga pada Maria, mengapakah ia yang dipiliha Allah, itu berdasarkan
kasih karunia atau kemurahan Allah belaka:
Lukas
1:30-33 Kata malaikat itu kepadanya: "Jangan takut, hai Maria, sebab engkau
beroleh kasih karunia di hadapan Allah. Sesungguhnya
engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus.
Ia
akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi.
Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan
kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya,
dan
Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya
tidak akan berkesudahan."
Malaikat
Gabriel bukan saja menyatakan bahwa Yesus adalah keturunan Daud dan satu-satunya
yang berhak atas takhta Daud, bapa leluhur-Nya,
tetapi juga menyatakan bahwa Yesus adalah Anak
Allah Yang Mahatinggi; IA adalah Anak Allah Yang Mahatinggi,dengan
demikian, itu bukan dicapainya berdasarkan ketaatan-Nya
terhadap hukum Taurat, tepat sebagaimana Ia satu-satunya yang berhak untuk
menduduki takhta Daud, bukan berdasarkan ketaatan pada hukum Taurat atau
berdasarkan kelayakan yang harus dikejarnya sementara IA telah menjadi manusia.
Bukan demikian sama sekali, sebab telah dikatakan: “Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta
Daud, bapa leluhur-Nya. Terdapat sebuah signifikansi penting yang menunjukan
bahwa kebertakhtahan Yesus atas takhta Daud
adalah raja terakhir dan tak akan
pernah ada pengganti-penggantinya
sebagaimana sebelumnya. Ia bertakhta di atas takhta Daud dalam sebuah keabadian,
sebagaimana telah dinyatakan oleh malaikat Gabriel: “dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan.”
Salam malaikat Gabriel kepada Maria, sejak semula, bukan sebuah spekulasi baik pada
Marianya dan apalagi pada bayi yang dikandungnya, sebab ketetapan Allah di sorga itu sangat jelas dan
definitif. Dengan kata lain, sementara bayi itu belum juga dilahirkan, namun
keabadian dirinya sebagai raja atas kerajaan-Nya yang tidak akan berkesudahan
itu, telah disampaikan sebagai sebuah kedefinitifan berdasarkan ketetapan Allah
atas dunia ini. Namanya apakah, harus
diberikan berdasarkan kehendak Allah, bukan menurut keinginan Maria atau Yusuf:
“hendaklah engkau menamai Dia Yesus.”
Akan menjadi apakah dia kelak saat bertumbuh dewasa , sama sekali tak ada hak
bagi orang tuanya untuk turut menentukan, bahkan sebetulnya bukan sama sekali
yang dapat dijamah oleh manusia terutama pada aspek ilahinya:”Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak
Allah Yang Mahatinggi.” Dalam silsilah Yesus berdasarkan catatan Lukas,
teramat bernilai untuk diabaikan begitu saja, karena siapakah Yesus sementara
telah datang ke dunia ini menjadi manusia, telah digambarkan begini:” anak
Enos, anak Set, anak Adam, anak Allah-
Lukas 1:38,” ini bukan saja pengetahuan sebatas Maria, tetapi dalam pandangan
orang banyak:” Ketika
Yesus memulai pekerjaan-Nya, Ia berumur kira-kira tiga puluh tahun dan menurut
anggapan orang, Ia adalah anak Yusuf, anak Eli,-
Lukas 3:23.”
Bukan
Karena Dipelihara Oleh Hukum Taurat, Israel Lestari, Tetapi Karena Raja Dan
Kerajaan Daud Itu Sendiri Adalah Milik Allah, Bukan Milik Israel
Saat
malaikat Gabriel menyatakan bahwa “Ia
akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan,”
maka ini adalah penegasan dan penggenapan janji-Nya yang telah begitu purba:
2Sam7:13
Dialah
yang akan mendirikan rumah bagi nama-Ku dan Aku akan mengokohkan takhta
kerajaannya untuk selama-lamanya.
2Sam7:16
Keluarga dan kerajaanmu akan kokoh untuk selama-lamanya di hadapan-Ku, takhtamu akan kokoh untuk selama-lamanya."
Bicara
“keluarga dan kerajaanmu” kokoh untuk selama-lamanya, maka itu bukan sekedar
keabadian atau kelestarian atau kelanggenan eksistensi di bumi, bagaikan
kerajaan yang tak pernah dijungkalkan oleh lawan-lawannya, bukan itu kemuliaan
“selama-lamanya” pada keluarga dan kerajaan itu, tetapi keabadian yang sedang
dinyatakan, adalah keabadian di
hadapan Allah. Ketika dikatakan
bahwa keluarga dan kerajaan itu selama-lamanya di hadapan Allah, maka:
-keluarga dan kerajaan itu tak tergantikan
oleh keluarga lain
-keluarga dan kerajaan itu satu-satunya yang
telah ditetapan Allah terkait rencana-Nya
-kelanggengan keluarga dan kerajaan itu sama
sekali bukan bergantung pada ketaatan sehingga dikasihi atau pemberontakan
sehingga dimurkai dahsyat oleh Allah. Kedua situasi itu bukan dasar
keabadiannya tetapi berdasarkan tindakan Allah mengokohkannya.
Benarkah
2 Samuel itu membicarakan keluarga Daud dan kerajaan Daud? Perhatikanlah ini:
2Sam7:17
Tepat seperti perkataan ini dan tepat
seperti penglihatan ini Natan berbicara kepada Daud.
Perhatikan
juga respon Daud:
2Samuel
7:18-19 Lalu masuklah raja Daud ke dalam, kemudian duduklah ia di hadapan TUHAN
sambil berkata: "Siapakah aku ini, ya Tuhan ALLAH, dan
siapakah keluargaku, sehingga Engkau membawa aku sampai sedemikian
ini? Dan
hal ini masih kurang di mata-Mu, ya Tuhan ALLAH; sebab itu Engkau telah berfirman juga
tentang keluarga hamba-Mu ini dalam masa yang masih jauh dan telah
memperlihatkan kepadaku serentetan manusia yang akan datang, ya
Tuhan ALLAH.
Daud
tahu sekali, untuk janji semacam ini, tak ada dasar yang bagaimanapun bagi
manusia untuk menerimanya, apalagi berbicara keabadian yang bukan semata di
dunia ini namun bukan milik manusia,apalagi dihadapan Allah! Ada 2 hal yang
disadari Daud sebagai tak memiliki nilai intrinsik yang bagaimanapun pada
dirinya untuk dimegahkan dan dibanggakan dihadapan Allah sehingga layak untuk
menerima semacam itu: “siapakah aku ini dan siapakah
keluargaku.’ Bahkan Daud sangat memahami, kala keluarganya termasuk
yang akan dikokohkan untuk selama-lamanya, maka itu berbicara mengenai: “serentetan manusia
yang akan datang.” Daud telah memahami keabadian keluarga dan
kerajaan bukan pada satu orang yang
abadi, tetapi pada suksesi yang tak terputus di dalam keabadian kerajaannya.
Kerajaannya abadi namun bukan seorang
manusia yang abadi. Memang benar dalam sejarah kerajaan Daud, keabadian
kerajaannya tetap Tuhan jaga bahkan dalam pembuangan sekalipun.
Serentetan
manusia yang akan datang itu, pun dinyatakan dalam injil, sebagaimana ini:
Matius
1:17 Jadi seluruhnya ada: empat belas keturunan dari Abraham sampai Daud, empat
belas keturunan dari
Daud sampai pembuangan ke Babel, dan empat belas keturunan dari pembuangan ke Babel sampai
Kristus.
Namun,
keabadian takhta Daud dalam suksesi demi suksesi, berhenti pada Kristus: “empat belas keturunan dari pembuangan ke
Babel sampai
Kristus.” Dan dalam hal ini, malaikat Gabriel sudah menyatakan
bahwa demikianlah kerajaan Daud akan berada di tangan Kristus dihadapan Allah. Malaikat Gabriel dalam menyatakan:
”Tuhan Allah akan mengaruniakan
kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya,
dan
Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya
tidak akan berkesudahan,” sebagaimana yang pernah disampaikan Natan
kepada Daud, telah
menyingkapkan dimensi yang sempurna atau utuh pada apa yang dimaksud
dengan “serentetan manusia yang akan datang” dan “Keluarga dan kerajaanmu akan kokoh untuk selama-lamanya di hadapan-Ku,”
pada penekanan “selama-lamanya di
hadapan-Ku,” sebagai sebuah kekekalan sebagaimana Allah adanya di sorga, dengan
pernyataan Gabriel yang berbunyi: “akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi.”
Dalam
Mazmur 89 memang menunjukan keabadian takhta Daud berdasarkan suksesi turun
menurun:
Mazmur
89:3-4 Engkau telah berkata: "Telah Kuikat perjanjian dengan orang
pilihan-Ku, Aku telah bersumpah kepada Daud, hamba-Ku: Untuk
selama-lamanya Aku hendak menegakkan anak cucumu, dan membangun takhtamu turun-temurun."
Tetapi
dalam hal ini, pun tak bisa dijadikan dasar untuk menolak kesaksian Gabriel dan
kesaksian Injil yang menutup trah Daud, berhenti pada Yesus sebagai
satu-satunya raja terakhir dan tak akan ada lagi suksesor-suksesor lainnya yang
menggantikannya. Perhatikan bagaimana
janji-janji Mesias ini menunjukan pada sebuah keakhiran suksesi pada
seorang yang kekal yang kerajaannya sungguh berkuasa dan menaklukan
semua kerajaan di dunia ini:
Daniel
2:44 Tetapi pada zaman raja-raja, Allah semesta langit akan mendirikan suatu kerajaan yang tidak akan binasa
sampai selama-lamanya, dan kekuasaan tidak akan beralih lagi kepada
bangsa lain: kerajaan itu akan
meremukkan segala kerajaan dan menghabisinya, tetapi kerajaan itu sendiri akan tetap untuk selama-lamanya,
Dan
berbicara “kerajaan yang turun temurun dan tak
dapat binasa, maka pasti raja-Nya adalah pencipta dan penguasa langit dan bumi ini yang kerajaan itu adalah
kerajaan-Nya, sebagaimana digambarkan oleh raja Nebukadnezar dalam sebuah
penglihatan yang megah:
Daniel
4:34 Tetapi setelah lewat waktu yang ditentukan, aku, Nebukadnezar, menengadah
ke langit, dan akal budiku kembali lagi kepadaku. Lalu aku memuji Yang Mahatinggi
dan membesarkan dan memuliakan Yang Hidup kekal itu, karena kekuasaan-Nya
ialah kekuasaan yang kekal dan kerajaan-Nya turun-temurun.
Kerajaan
Daud dan suksesi turun temurun,dengan demikian, tak boleh dimaknai secara
eksklusif bahwa rajanya haruslah seorang manusia biasa atau Mesias yang
dinantikan atau penerus trah Daud itu tak boleh dipercayai sebagai kekal atau
ilahi, sebab dalam menggambarkan kerajaan Sang
Yang Hidup Kekal, dinyatakan:
“kerajaan-Nya turun-temurun,” mengalami suksesi demi suksesi. Suksesi
oleh serentetan manusia yang akan datang dalam kerajaan Daud, dengan demikian,
tak membuat Yesus yang ilahi menjadi begitu terlarang untuk bertakhta di atas
kerajaan-Nya sendiri, dengan demikian.
Memperhatikan
dan mempelajari semua ini, menjadi jelas bahwa penggenapan rencana Allah akan
kedatangan Mesias bukan bergantung pada
hukum Taurat yang melestarikan Israel sebagai bangsa yang akan
melahirkan Mesias. Suksesi demi suksesi dan generasi demi generasi Israel dan
kerajaannya tetap ada, bukan berdasarkan ketaatan pada hukum Taurat, tetapi
pada kehendak Allah untuk mengokohkan keluarga dan kerajaan Daud. Dan jika
Yesus sendiri berasal dari keluarga Daud dan Ia sendiri datang dari Allah Sang
Pemilik Kerajaan dan takhta Daud, maka tak ada sedikit saja alas an untuk
menolak-Nya.
Perhatikan
pengajaran Yesus mengenai ini dalam perumpamaannya yang berikut ini:
Matius
21:33-39 Dengarkanlah suatu perumpamaan yang lain. Adalah seorang tuan tanah membuka kebun anggur dan
menanam pagar sekelilingnya. Ia menggali lobang tempat memeras
anggur dan mendirikan menara jaga di dalam kebun itu. Kemudian ia menyewakan
kebun itu kepada penggarap-penggarap lalu berangkat ke negeri lain. Ketika
hampir tiba musim petik, ia menyuruh hamba-hambanya kepada penggarap-penggarap
itu untuk menerima hasil yang menjadi bagiannya. Tetapi
penggarap-penggarap itu menangkap hamba-hambanya itu: mereka memukul yang
seorang, membunuh yang lain dan melempari yang lain pula dengan batu. Kemudian
tuan itu menyuruh pula hamba-hamba yang lain, lebih banyak dari pada yang
semula, tetapi merekapun diperlakukan sama seperti kawan-kawan mereka. Akhirnya
ia menyuruh anaknya kepada mereka, katanya: Anakku akan mereka segani. Tetapi
ketika penggarap-penggarap itu melihat anaknya itu, mereka berkata seorang
kepada yang lain: Ia adalah ahli waris, mari kita bunuh dia,
supaya warisannya menjadi milik kita.
Ini
adalah sebuah perumpamaan dan memang bukan berbicara mengenai kerajaan secara
khusus,namun kebun anggur. Tapi walau demikian, prinsip pengelolaan yang bercorak pemerintahan kerajaan nampak jelas, dimulai
dengan siapakah pembentuk “kebun anggur itu” beserta keluasan atau
batas-batasannya. Dalam perumpamaan itu ditunjukan siapakah
penentu para “pengelola kebun anggur dan yang mengambil hasilnya,” ditentukan oleh Sang Pemilik! Ciri khas pemerintahan bercorak kerajaan terlihat pada Anak
sebagi ahli waris! Dalam kebun anggur itu, juga ada manusia-manusia yang
memperlakukan kebun anggur itu sebagai milik kepunyaannya sendiri untuk diperlakukan menurut kehendaknya sendiri bukan menurut Sang Pemilik: “Ketika hampir tiba musim petik, ia
menyuruh hamba-hambanya kepada penggarap-penggarap itu untuk menerima hasil
yang menjadi bagiannya. Tetapi
penggarap-penggarap itu menangkap
hamba-hambanya itu: mereka memukul
yang seorang, membunuh yang lain dan
melempari yang lain pula dengan
batu.” Pada kerajaan Daud begitulah kepemilikannya dan pengelolaannya,
pun demikian, apalagi menghitung realitas Daud dan Batsheba itu pada hakikatnya, kehidupan mereka adalah
kehidupan yang diberikan berdasarkan belas kasihan untuk menyingkirkan
kebinasaan akibat kejahatan di mata Tuhan, yaitu membunuh panglimanya sendiri
demi mendapatkan isterinya. Demikian juga dengan kerajaan dan
takhtanya ada dan bahkan tetap disebut
berdasarkan namanya, tak lain tak bukan berdasarkan kehendak-Nya sebagai pemilik yang berdaulat
penuh untuk menentukan kelangsungan kerajaan milik-Nya itu. Bukankah IA berkuasa
untuk meniadakan, mengadakan atau mempertahankan kerajaan itu? Bukankah dengan
demikian kerajaan Daud dan Daud sendiri beserta para suksesornya tak lain dan
tak bukan bagaikan penggarap-penggarap kebun anggur itu, dan kedatangan Yesus
adalah kedatangan Sang Ahli Waris sejatinya. Para suksesor adalah para
penggarap kerajaan Allah yang di dunia ini, dikenali sebagai kerajaan Daud. Sejak
semula memang milik Tuhan, dalam pernyataan Natan kepada Daud telah dinyatakan bahwa Allahlah yang mengokohkan
eksistensinya, dan dengan demikian milik Allah, bukan milik para raja itu
sendiri [2 Samuel 7:13,16].
Dalam
perumpamaan ini, Yesus telah menggambarkan kedatangannya ke dunia ini sebagai “ahli waris’ atau pemilik sah apa yang menjadi
milik Bapanya yaitu Kerajaan-Nya di dunia yang namanya menurut nama Daud.
Dalam hal ini, ketika memahami keabadian kerajaan Daud dalam suksesi demi
suksesi, para suksesornya seperti Salomo,misalnya, bukanlah pemilik kerajaan
Daud atau takhta Daud itu, tetapi Tuhan sendiri. Dan ketika tiba saatnya Allah
untuk memimpin langsung kelangsungan kerajaan itu, siapakah yang dapat
menghalanginya?
Para
murid sangat memahami bahwa Yesus adalah
Mesias selama-lamanya, hanya saja tak mengerti secara sempurna, sebagaimana
saya dan anda, bagaimanakah kelak Anak benar-benar bertakhta atas kerajaan Daud
sebagaimana pengharapan mereka yang belum juga dijawab oleh Yesus bagi mereka:
Lukas
24:19-21 Kata-Nya kepada mereka: "Apakah itu?" Jawab mereka:
"Apa yang terjadi dengan Yesus orang Nazaret. Dia adalah seorang nabi,
yang berkuasa dalam pekerjaan dan perkataan di hadapan Allah dan di depan
seluruh bangsa kami. Tetapi imam-imam kepala dan
pemimpin-pemimpin kami telah menyerahkan Dia untuk dihukum mati dan mereka
telah menyalibkan-Nya. Padahal kami dahulu
mengharapkan, bahwa Dialah yang datang untuk membebaskan
bangsa Israel. Tetapi sementara itu
telah lewat tiga hari, sejak semuanya itu terjadi.
Kisah
Para Rasul 1:6-7 Maka bertanyalah mereka yang berkumpul
di situ: "Tuhan, maukah Engkau
pada masa ini memulihkan kerajaan bagi
Israel?" Jawab-Nya: "Engkau tidak perlu
mengetahui masa dan waktu, yang ditetapkan Bapa sendiri menurut kuasa-Nya.
Yesus
tidak menyalahkan atau melarang pengharapan itu pada para murid-Nya, akan
penggenapan:”memulihkan kerajaan bagi
Israel,” namun IA menegaskan mengenai hal itu: “Bapa sendiri yang akan menetapkan ketibaan masa dan waktu,
yang ditetapkan Bapa sendiri menurut kuasa-Nya.” Tentu saja dalam hal ini
pemulihan kerajaan Israel di sini bukan lagi soal siapakah keturunan Daud itu
dan benarkah Yesus sebagaimana yang dimaksudkan oleh janji-janji mesianik-Nya.
Bukan itu, tetapi mengenai apakah Yesus sebagai dia penerus trah Daud,
mau memulihkan eksistensi kerajaan Israel itu di muka bumi ini: “maukah Engkau pada
masa ini memulihkan kerajaan bagi Israel.” Pada masa ini, dengan demikian kerajaan itu adalah sebuah
kerajaan yang memang benar-benar
diperintah oleh seorang raja, yaitu: Yesus. Namun jelas penggenapan di sini,
tidak sama sekali berdasarkan pemikiran para murid-Nya. Sementara Yesus tak
menghardik pengharapan demikian, IA memastikan disain bangkitnya kerajaan itu
dari reruntuhan atau kematian, mutlak ditentukan Bapa yang telah mengirimkan
Anak-Nya. Setidaknya dalam keterbatasan informasi terkait ini, Yesus memberikan
dua hal mendasar:
-pertama: kerajaan Israel dalam Ia datang
sebagai penerus trah Daud namun belum memerintah, itu sama sekali tidak memerintah
berdasarkan maksud-maksud yang telah diteladankan oleh para suksesor terdahulu,
tetapi berdasarkan maksud Bapa untuk diwujudkan di dunia, karena kedatangan
Yesus itu membawa kehendak Bapa-Nya, bukan dirinya sendiri. Perhatikanlah hal
semacam ini:
Yohanes
6:38 Sebab Aku telah turun dari sorga
bukan untuk melakukan kehendak-Ku, tetapi untuk melakukan kehendak Dia yang telah
mengutus Aku.
Pernyataan
semacam ini, bukan saja krusial tetapi satu-satunya faktor yang menyebabkan
mengapa “penggenapan” kerajaan Israel bahkan menjelang saat-saat akhir Yesus
meninggalkan para murid, tidak bisa segera melihat pewujudannya atau begitu
saja memuaskan hasrat manusia.
-Kedua: kerajaan Israel dalam Ia datang sebagai
trah Daud, sama sekali bukan raja dan
apalagi sebuah kerajaan yang berdimensi politik keduniaan ini, yang
melayani kepentingan rakyatnya, tetapi apakah yang menjadi kepentingan dan
disain Bapa yang mengutus Anak ke dunia ini. Perhatikan episode ini:
Yohanes
6:14-15Ketika orang-orang itu melihat mujizat yang telah diadakan-Nya, mereka
berkata: "Dia ini adalah benar-benar nabi yang akan datang ke dalam
dunia." Karena Yesus tahu, bahwa mereka hendak datang dan hendak membawa Dia dengan
paksa untuk menjadikan Dia raja, Ia
menyingkir pula ke gunung, seorang diri.
Yesus
sendiri tak menolak bahwa Ia adalah
keturunan Daud yang akan menduduki takhta Daud, selama-lamanya. Ia tak menolak juga bahwa kerajaannya
memang memiliki eksistensi jasmaniah di dunia ini, walau bahkan di
kedatangannya tak pernah mewujud dalam
rupa kemuliaan sehingga menjadi olokan,
misalkan dalam episode ini:
Yohanes
18:35-37 Kata Pilatus: "Apakah aku seorang Yahudi? Bangsa-Mu sendiri dan
imam-imam kepala yang telah menyerahkan Engkau kepadaku; apakah yang telah Engkau
perbuat?" Jawab Yesus: "Kerajaan-Ku
bukan dari dunia ini; jika Kerajaan-Ku dari dunia ini, pasti
hamba-hamba-Ku telah melawan, supaya Aku jangan diserahkan kepada orang Yahudi,
akan tetapi Kerajaan-Ku bukan dari sini." Maka
kata Pilatus kepada-Nya: "Jadi Engkau adalah raja?"
Jawab Yesus: "Engkau mengatakan, bahwa Aku adalah raja. Untuk
itulah Aku lahir dan untuk itulah Aku datang ke dalam dunia ini, supaya
Aku memberi kesaksian tentang kebenaran; setiap orang yang berasal dari
kebenaran mendengarkan suara-Ku."
Ketika
Pilatus bertanya konfirmatif: “Jadi Engkau raja?” Maka Yesus memberikan jawaban
yang tajam dan lugas tanpa memberikan ruangan untuk menduga-duga dengan berkata:
“Untuk itulah Aku lahir dan untuk itulah Aku datang ke dalam dunia
ini.” Menyatakan bahwa memang ia sendiri benar adalah raja dalam sebuah keberasalan yang definitif: untuk itulah Aku lahir.
Namun juga ada satu sisi yang membuat siapapun harus tidak boleh memberikan
definisi atau rupa yang semestinya
terkait raja dan kerajaannya ini, kala berkata: “untuk itulah Aku datang ke
dalam dunia ini,” sebab ini sedang menunjukan keberasalan raja dan juga sifat
kerajaannya tidak sebagaimana yang ada di dunia ini, sebagaimana sebelumnya
sudah ditegaskan-Nya: “Kerajaan-Ku bukan dari dunia ini,” ada di
dunia ini tetapi bukan dari dunia ini. Tepat sebagaimana Yesus berkata: “aku datang
dari atas,” sementara Ia di dunia ini:” Lalu
Ia berkata kepada mereka: "Kamu berasal dari bawah, Aku dari atas; kamu
dari dunia ini, Aku bukan dari dunia ini”-Yoh 8:32.
Kerajaan
yang dibicarakan Yesus bukanlah abstraksi dari realitas lazimnya kerajaan,
tetapi pada bagaimana kerajaan itu difondasikan dalam dimensi yang tak terpikirkan
oleh manusia. Ingat, Yesus memang benar-benar sedang memancangkan kerajaan
dalam sebuah makna yang begitu otentik dan orisinal dalam dunia yang dapat
dipahami manusia sekaligus begitu berlawanan dengan karakter kerajaan pada
umumnya yang menjunjung kewibawaan raja dan kerajaannya: “jika Kerajaan-Ku dari dunia ini, pasti hamba-hamba-Ku telah melawan, supaya Aku jangan
diserahkan kepada orang Yahudi, akan tetapi Kerajaan-Ku bukan dari sini-Yohanes 18.” Pada teks ini, Yesus adalah
raja dan para murid-Nya adalah anggota kerajaan-Nya di dunia ini. Sebagaimana
Yesus adalah otentik dan para murid otentik, maka demikian juga kerajaannya
otentik. Ada raja yang memimpin kerajaan-Nya, Sang Mesias, dan para pelayan
kerajaan yang tunduk dengan apa yang harus dialami Sang Raja: “pasti
hamba-hamba-Ku telah melawan, supaya Aku jangan diserahkan kepada orang Yahudi.”
Ini konteksnya benar-benar kerajaan,
tetapi yang sukar untuk dimengerti adalah dinamika pemerintahan dan
kedaulatannya yang tak lazimnya para raja di dunia ini: “akan tetapi Kerajaan-Ku bukan
dari sini.”
Itu sebabnya dalam perjalanan
menuju Emaus, Sang Raja yang wafat dan kerajaan yang tak dipulihkan bagi para
murid adalah sebuah soal yang belum terselesaikan tuntas atau belum sepenuhnya
digenapi. Ini pun sebetulnya sebuah perjalanan raja dan kerajaan yang diakui
oleh Yesus dengan menekankan bahwa pemerintahan raja dan kerajaan-Nya harus
didahului dengn kesengsaraan dan kematiannya. Perhatikan hal ini:
Lukas 24:25-27 Lalu Ia berkata
kepada mereka: "Hai kamu orang
bodoh, betapa lambannya hatimu, sehingga kamu tidak percaya segala sesuatu,
yang telah dikatakan para nabi! Bukankah Mesias harus menderita
semuanya itu
untuk masuk
ke dalam kemuliaan-Nya?" Lalu
Ia menjelaskan kepada mereka apa yang tertulis tentang Dia dalam seluruh Kitab
Suci, mulai dari kitab-kitab Musa dan segala kitab nabi-nabi.
Apakah
kemuliaan Mesias itu? Kemuliaan di sini
erat dengan apa yang harus terjadi dalam seluruh Kitab Suci, pada bagaimana
Mesias itu akan memenuhi pengharapan yang juga dituliskan oleh Kitab Suci yang
sama. Jawaban Yesus yang begitu keras: hai
kamu orang bodoh, betapa lambannya hatimu,” itu terkait ketidakpercayaan. Ketidakpercayaan akan apa? Perhatikan
sebelumnya:
Lukas
24:19-24 Kata-Nya kepada mereka: "Apakah itu?" Jawab mereka: "Apa
yang terjadi dengan Yesus orang Nazaret. Dia adalah seorang nabi, yang berkuasa
dalam pekerjaan dan perkataan di hadapan Allah dan di depan seluruh bangsa
kami. Tetapi imam-imam kepala dan pemimpin-pemimpin kami telah menyerahkan Dia
untuk dihukum mati dan mereka telah menyalibkan-Nya. Padahal
kami dahulu mengharapkan, bahwa Dialah yang datang untuk membebaskan bangsa
Israel. Tetapi sementara itu telah lewat tiga hari, sejak semuanya itu terjadi.
Tetapi beberapa perempuan dari kalangan kami telah mengejutkan kami: Pagi-pagi
buta mereka telah pergi ke kubur, dan tidak menemukan
mayat-Nya. Lalu mereka datang dengan berita, bahwa telah kelihatan kepada
mereka malaikat-malaikat, yang mengatakan, bahwa Ia hidup. Dan
beberapa teman kami telah pergi ke kubur itu dan mendapati, bahwa memang benar
yang dikatakan perempuan-perempuan itu, tetapi Dia tidak mereka lihat."
Dua hal yang tidak mereka
percayai:
Pertama:
akan kebangkitan Yesus walau jasadnya tak ada, sebab tak melihat
Kedua:
akan pengharapan bahwa Yesus adalah pembebas Israel dalam makna utuh: dalam
pengimanan dan dalam perwujudannya sebagaimana yang diimani
Bagaimana
kerajaan dan raja itu masuk ke dalam
kemuliaan-Nya, sangat berdasarkan pada apa yang dinyatakan dalam kitab suci
sebagaimana para nabi telah menuliskannya. Kapankah saatnya? Ada dalam tangan
Bapa Sang pemilik kerajaan yang turun-temurun itu untuk mewujudkan-Nya.
Terkait
kedatangan Mesias melalui bangsa Israel, dengan demikian, sama sekali tak seperti
yang diajarkan oleh pdt.Dr. Erastus Sabdono: ditentukan oleh hukum Taurat yang melestarikan Israel sebagai
bangsa yang darinyalah Mesias dilahirkan, dan apalagi jika dikatakan
penggenapan rencana Allah itu,ditentukan oleh ketaatan bangsa ini sehingga terwujud,
sama sekali tidak berdasar.
Bersambung
ke 6.G-5
AMIN
Segala Pujian Hanya Kepada TUHAN
The cross transforms present criteria
of relevance: present criteria of relevance do not transform the cross
[dari seorang teolog yang saya lupa namanya]
No comments:
Post a Comment