Oleh: Martin Simamora
Roh
Memimpin Dia Ke Padang Gurun: Untuk Dicobai Iblis Sementara Berpuasa 40 Hari
Ilustrasi: daya dosa pada kedagingan kita dalam rupa godaan |
Segera sesudah itu Roh memimpin Dia ke padang gurun
Ini
adalah salah satu perjalanan yang sukar untuk dipahami begitu saja, sebab
pertama-tama injil menunjukan bahwa Roh memimpin Yesus ke padang gurun untuk
dicobai iblis? Bagaimana mungkin hal ini dapat terjadi, Allah memimpin Yesus
masuk ke dalam pencobaan. Injil Markus memberikan catatan yang lugas dan tajam
tentang perjalanan Yesus tersebut:
Markus
1:12-13 Segera sesudah itu Roh memimpin Dia ke padang gurun. Di
padang gurun itu Ia tinggal empat puluh
hari lamanya, dicobai oleh Iblis. Ia berada di sana di antara binatang-binatang liar
dan malaikat-malaikat melayani Dia.
Perjalanan
dalam pimpinan Allah ini telah memperhadapkan kepada kita sebuah kompleksitas
yang membuat siapapun tak mudah untuk memahami Allah sebagaimana Allah seharusnya
berdasarkan konsepsi manusia yang
meletakan perilaku Allah tak semestinya demikian. Tadi saya mengatakan
bahwa ini hanyalah salah satu perjalanan yang sukar untuk dipahami, dan untuk
memberikan spektrum yang lebih megah lagi, saya akan menggandengkannya dengan
satu kisah lain yang memiliki substansi yang sangat identik dalam hal relasi
Allah dengan iblis dalam sebuah kejanggalan yang memusingkan. Perhatikan tabel berikut
ini:
Roh Memimpin
|
Pikiran
Allah
|
|
Tetapi Yesus
Mengetahui Pikiran Mereka
|
||
Markus
1:12-13 Segera sesudah itu Roh
memimpin Dia ke padang gurun. Di padang gurun itu Ia tinggal empat puluh hari lamanya, dicobai oleh Iblis. Ia
berada di sana di antara binatang-binatang liar dan malaikat-malaikat melayani Dia.
|
Lukas
11:17-18 Tetapi
Yesus mengetahui pikiran …Sebab kamu berkata, bahwa Aku mengusir
setan dengan kuasa Beelzebul.
|
Lukas
11:18,20 Jikalau Iblis itu juga terbagi-bagi dan melawan dirinya sendiri,
bagaimanakah kerajaannya dapat bertahan?.. Tetapi jika Aku mengusir
setan dengan kuasa Allah, maka sesungguhnya Kerajaan Allah sudah datang
kepadamu.
|
Bagaimana mungkin
Allah dan kejahatan berjumpa dalam modus operandi seperti:
Roh memimpin dan pikiran Allah?
Karena
itulah peristiwa-peristiwa semacam ini dengan segera menimbulkan
pertanyaan-pertanyaan yang merepresentasikan ketakterjangkauan pikiran manusia
untuk mencoba memahami Allah, seperti dapatkah Allah dicobai dan berbuat dosa?
Atau seberapa banyak Yesus itu memang seperti kita? Dan bagaimana godaan atau
pencobaan dapat menimbulkan dosa bagi manusia? Dengan kata lain, isunya dapat
menjadi lebih besar dan lebih kompleks lagi. Tetapi untuk menjadi
peringatan bagi kita akan
ketakterjangkauan kita untuk memahami seutuhnya sementara penting bagi kita
untuk memahami dan memiliki pengenalan yang benar akan Yesus Kristus, hardikan
Yesus kepada Petrus kiranya menjadi pertimbangan yang sangat berharga bagi saya
dan anda: engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa
yang dipikirkan manusia.
Sementara
akan begitu banyak pertanyaan yang membutuhkan penjelasan yang utuh dan segera
terkait siapakah Yesus dalam Ia adalah Allah Sang Firman yang berinkarnasi
menjadi manusia, atau sebagaimana Yesus berkata bahwa Ia adalah Anak Allah yang
datang ke dalam dunia ini menjadi manusia (Yohanes 5:23,25; Yohanes 10:36;
Yohanes 19:7), maka satu-satunya kepentingan dan sumber problem bagi kita, pada
dasarnya, adalah: jika Yesus adalah seutuhnya manusia dan seutuhnya Allah, lalu
sebesar apakah ia menjadi manusia sama seperti kita? Menjawab ini nampaknya
memang melarang kita untuk mengisolasi Yesus adalah Allah yang menjadi manusia
pada ia menjadi manusia sehingga terlepas sama sekali dari keilahiannya yang
sama sekali tak berubah pada ia adalah Sang Mahakudus sementara ia adalah
manusia sama seperti kita. Di sini saja, bukankah sudah teramat memusingkan?
Menjadi sama seperti kita dalam kemanusiaannya tetapi sekaligus menakarnya
mahakudus? Jika demikian apakah ia memang benar-benar merasakan sengat dosa itu
pada dagingnya hari demi hari? Siapapun akan cenderung untuk berpikir secara
demikian karena jika mengukurkan kemanusiaan kita terhadap Yesus adalah Anak
Allah yang menjadi manusia sama seperti kita, maka bukankah tubuhnya juga turut
mengalami kelemahan-kelemahan hingga kegagalan-kegagalan terhadap dosa?
Pada
hakekatnya, perjalanan Yesus ke padang gurun Galilea ini, yang dipimpin oleh
Roh Kudus menyingkapkan kepada kita fakta tentang Yesus yang adalah Anak Allah
yang menjadi manusia. Pertama-tama: apakah Yesus benar-benar mengalami
kelemahan tubuh manusia sebagaimana semua manusia, kedua: apakah Yesus
benar-benar tidak dapat berdosa dalam kemanusiaannya dan jika ya demikian apakah yang membuat Yesus berbeda sementara Ia telah menjadi manusia sama seperti
manusia lainnya. Ini membutuhkan kita untuk memperhatikan seperti
apakah hakekat kemanusiaan Yesus sementara Ia adalah Anak Allah yang telah
berinkarnasi menjadi manusia, yaitu:
►Pertama: Ia sementara di bumi dan
adalah Allah yang menjadi manusia, tak
terpisahkan dari kesatuannya dengan Bapa. Injil Markus menyatakan fakta yang
mencengangkan: Roh memimpin dia ke
padang gurun. Perjalanan Yesus ke padang gurun, dengan demikian, bukan
keinginannya atau kehendaknya apalagi gagasan dirinya. Perjalanan tersebut
jelas bukan agendanya. Tetapi apakah Yesus senantiasa dalam relasi ilahi
seperti ini: Roh memimpin dia? Jika
ini menjadi hal yang sangat signifikan dalam kehidupan kemanusiaan Yesus maka
menjadi penting untuk mengetahui apakah
sumber atau apakah permulaan yang mensubstansikan atau mewujudkan ‘Roh
memimpin dia?’ Semakin mulia dan semakin kudus sumber yang mensubstansikan Roh
memimpin dia, maka ini harus senantiasa dilekatkan dalam setiap upaya untuk
menjelaskan kemanusiaan Yesus dalam aspek yang seluas apapun juga. Baiklah,
sekarang kita perlu memperhatikan segera
sesudah itu pada Markus 1:12, apakah peristiwa dibalik segera sesudah
itu yang nyata diletakan sebagai peristiwa yang penting dan bertemali dengan
Roh memimpin dia. Inilah peristiwa tersebut:
Markus
1:9-11 Pada waktu itu datanglah Yesus dari Nazaret di tanah Galilea, dan Ia
dibaptis di sungai Yordan oleh Yohanes. Pada saat Ia keluar dari air, Ia melihat langit terkoyak, dan Roh
seperti burung merpati turun ke
atas-Nya. Lalu terdengarlah suara dari sorga: "Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi,
kepada-Mulah Aku berkenan."
Apakah
sumber atau permulaan yang mensubstansikan ‘Roh memimpin dia’ terlihat sangat
jelas adalah: Roh turun ke atas-Nya.
Tetapi meterai divinitasnya yang
menjelaskan hakekat kemanusiaan Yesus sementara Ia adalah Allah yang menjadi
manusia sama seperti kita adalah relasi divinitas ini: “Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan.” Ini
adalah relasi yang hanya ada pada dan didalam diri Yesus, sehingga Roh turun ke
atas-Nya menjadi tidak dapat diporsikan atau ditakarkan dalam derajat yang
kemuliaan-Nya lebih rendah sehubungan Yesus juga adalah manusia. Itu sebabnya
peristiwa Roh turun ke atas-Nya disertai dengan sabda yang berbunyi ”Engkau
Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan.” Sumber keberkenanan Bapa
terhadap Yesus bukan karena Yesus baru
saja menerima Roh yang turun ke atas-Nya, tetapi karena siapakah Ia dalam
relasinya dengan Bapa yaitu bahwa “Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi,
kepada-Mulah Aku berkenan”, relasi yang ada sejak semula yaitu sebelum Ia datang ke dalam dunia ini (bandingkan
dengan pernyataan Yesus ini: Dan
bagaimanakah, jikalau kamu melihat Anak Manusia naik ke tempat di mana Ia
sebelumnya berada?- Yoh 6:62). Tetapi perlu menjadi
catatan penting bahwa bukan saja hakekat kemanusiaan Yesus harus
mempertimbangkan relasinya dengan Bapa yang tetap berlaku sementara ia dibumi,
siapapun harus mempertimbangkan substansiasi “kepada-Mulah Aku berkenan” pada
saat Ia berkata bahwa Ia adalah Peggenap nubuat nabi Yesaya ini:
Lukas
4:17-21 Kepada-Nya diberikan kitab nabi Yesaya dan setelah dibuka-Nya, Ia
menemukan nas, di mana ada tertulis: Roh
Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk
menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk
memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi
orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk
memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang." Kemudian Ia menutup kitab
itu, memberikannya kembali kepada pejabat, lalu duduk; dan mata semua orang
dalam rumah ibadat itu tertuju kepada-Nya. Lalu Ia memulai mengajar mereka,
kata-Nya: "Pada hari ini
genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya."
Yesus
adalah manusia yang dipimpin oleh Roh dalam sebuah kesehakekatan dengan Allah
sementara ia adalah juga manusia. Darimana kita dapat mengatakan bahwa Manusia
Yesus dalam kemanusiaanya bahkan tak mengalami reduksi atau penyusutan
keilahiannya yaitu bersehakekat dengan Allah? Maka kita harus menunjuk pada
setidak-tidaknya 2 hal ini:
●Ia
satu-satunya di bumi dan di sorga adalah manusia yang mana Allah berkenan dalam
relasi yang dimiliki sejak kekekalan: Engkaulah Anak-Ku yang Ku-kasihi.
●Ia
satu-satunya di bumi dan di sorga adalah manusia yang dapat berkata di hadapan
manusia dan di hadapan Allah berkata Roh Tuhan ada pada-Ku dan berkata pada
hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya terhadap nubuat mesianik
yang ilahi sebagaimana dicatat dalam kitab nabi Yesaya.
Bukankah ini membuat kemanusiaan Yesus bagaikan sandiwara belaka
jika demikian? Bukankah
hal-hal di atas membuat Yesus menjadi begitu mulia sehingga menguburkan fakta
bahwa ia juga adalah manusia? Sebelum menjadi terlampu kompleks dan
terlampau tehnik, ini pun telah menjadi sebuah konflik yang runcing bagi sesamanya
manusia di era Yesus, itu sebabnya Ia juga menunjukan ketakterpisahan dirinya
dengan Bapa dalam ia adalah manusia sebagai identitas hakekat kemanusiaannya
diantara manusia-manusia yang berdosa, sebagaimana ditunjukan pada episode-episode
ini:
-Lukas
4:22 Dan semua orang itu membenarkan Dia dan mereka heran akan kata-kata yang indah yang diucapkan-Nya,
lalu kata mereka: "Bukankah Ia
ini anak Yusuf?"
-Yohanes
5:23,25 supaya semua orang menghormati Anak sama seperti mereka menghormati
Bapa. Barangsiapa tidak menghormati Anak, ia juga tidak menghormati Bapa, yang
mengutus Dia. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya saatnya akan tiba dan sudah tiba, bahwa orang-orang mati akan mendengar
suara Anak Allah, dan mereka yang mendengarnya, akan hidup.
-Yohanes
10:36 masihkah kamu berkata kepada Dia yang dikuduskan oleh Bapa dan yang telah
diutus-Nya ke dalam dunia: Engkau
menghujat Allah! Karena Aku
telah berkata: Aku Anak Allah?
-Markus
2:5-8 Ketika Yesus melihat iman mereka, berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu:
"Hai anak-Ku, dosamu sudah
diampuni!" Tetapi di situ ada juga duduk beberapa ahli Taurat, mereka
berpikir dalam hatinya: Mengapa orang ini berkata begitu? Ia menghujat Allah. Siapa yang
dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah sendiri? Tetapi Yesus
segera mengetahui dalam hati-Nya, bahwa mereka berpikir demikian, lalu Ia
berkata kepada mereka: "Mengapa
kamu berpikir begitu dalam hatimu?
Ia
telah sama menjadi seperti manusia pada Yesus, selain merupakan berita sukacita
sekaligus secara teologia merupakan akar masalah kepelikan memahami Yesus pada
kemanusiaannya. Pertama-tama tentu kepada apakah keberdosaan tak juga
seharusnya merupakan natur yang melekat pada dirinya. Sejak Ia adalah juga
manusia maka secara alami siapapun akan berpikir bahwa Yesus adalah sama
sebagaimana manusia lainnya akan memiliki problem terhadap dosa dan karena itu
untuk berpikir bahwa Yesus adalah mahakudus dan apalagi menguduskan manusia
lainnya dari dosa berdasarkan ucapannya sendiri adalah berbahaya dalam
pandangan para pakar teologia di zamannya yang berpendapat: Ia menghujat Allah.
Siapa yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah sendiri?
►Kedua: Ia adalah manusia yang dapat dicobai oleh iblis sementara Roh ada
padanya dan Roh memimpin perjalanannya. Statement
ini sendiri sudah sangat janggal bukan karena Yesus adalah manusia, tetapi
karena Roh ada pada Yesus dan Roh memimpinnya menuju ke tempat yang telah ditentukan ia harus
masuk ke dalam pencobaan.
Seperti
telah saya kemukakan sebelumnya, pada peristiwa pencobaan inilah, hakekat
kemanusiaan Yesus terungkapkan bahwa ia memang dapat dan telah dicobai dan dapat
mengalami penggodaan sebab ia adalah manusia sama seperti kita tetapi
dalam kesemua itu ia tidak ternodai
sedikitpun oleh bayang-bayang dosa, sebab padanya ada Roh dalam Ia adalah
manusia adalah sebagai Anak Allah, Ia hanya melayani Sabda Allah bukan iblis.
Bagaimanakah kongkritnya Yesus yang dengan demikian ketika
berelasi dengan Iblis dan daya goda dosa terhadap kedagingannya, dapat kita
tinjau dari rangkaian pencobaan yang
diujikan oleh iblis dalam pimpinan Roh atas Yesus yang dalam kemanusiaannya
harus menaklukan kedagingannya dalam pimpinan Roh:
Pencobaan
Iblis
|
Respon
Yesus
|
|||||||
1
|
Lalu
berkatalah Iblis kepada-Nya: "Jika Engkau Anak Allah, suruhlah batu ini
menjadi roti."- Lukas 4:3
|
Jawab
Yesus kepadanya: "Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti
saja."- Lukas 4:4
|
||||||
2
|
Kemudian
ia membawa Yesus ke suatu tempat yang tinggi dan dalam sekejap mata ia
memperlihatkan kepada-Nya semua kerajaan dunia. Kata Iblis kepada-Nya:
"Segala kuasa itu serta kemuliaannya akan kuberikan kepada-Mu, sebab
semuanya itu telah diserahkan kepadaku dan aku memberikannya kepada siapa
saja yang kukehendaki. Jadi jikalau
Engkau menyembah aku, seluruhnya itu akan menjadi milik-Mu." - Lukas 4:5-7
|
Tetapi
Yesus berkata kepadanya: "Ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan,
Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!"- Lukas 4:8
|
||||||
3
|
Kemudian
ia membawa Yesus ke Yerusalem dan menempatkan Dia di bubungan Bait Allah,
lalu berkata kepada-Nya: "Jika Engkau Anak Allah, jatuhkanlah diri-Mu
dari sini ke bawah,- sebab ada tertulis: Mengenai Engkau, Ia akan
memerintahkan malaikat-malaikat-Nya untuk melindungi Engkau, dan mereka akan
menatang Engkau di atas tangannya, supaya kaki-Mu jangan terantuk kepada
batu."Lukas 4:9-11
|
Yesus
menjawabnya, kata-Nya: "Ada firman: Jangan engkau mencobai Tuhan,
Allahmu!"- Lukas 4:12
|
Berdasarkan
tabel sederhana di atas, maka satu hal dapat dikatakan bahwa kemanusiaan Yesus adalah benar-benar
manusia sejati sebagaimana kita, sehingga ia sendiri dapat digoda dan dicobai iblis dalam ia
sendiri memiliki dan sedang mengalami kelemahan yang aktual: rasa lapar yang secara hebat mendera lengkap
dengan kondisi fisik dan psikologis yang tak prima untuk begitu mengagungkan
kebenaran dan ketaatan pada firman Allah sementara Ia sendiri sebagai Anak
Allah dalam kelemahannya sedemikian tetap berkuasa penuh untuk sekedar mengubah
batu untuk menjadi roti makanan pokok bagi kedagingannya sendiri. Darimanakah
datangnya kuasa ketaatan sedemikian itu? Darimanakah ia dapat memiliki kuasa ketaatan yang dapat mengatasi
kepungan kelemahan tubuh dan jiwa yang terakumulasi dalam puasa 40 hari di
gurun itu? Jawabnya bukan saja pada ia memutuskan untuk memilih lebih
mentaati firman Tuhan yang tertulis ketimbang iblis, tetapi karena dalam ia
memutuskan untuk memilih lebih mentaati firman Tuhan yang tertulis, ia sendiri pada hakekatnya adalah Anak Allah.
Dilema Ketakberdosaan Yesus: Ia manusia sama seperti kita dan Ia
adalah Anak Allah yang Mahakudus
Rangkaian
pencobaan itu berakhir dengan catatan yang luar biasa unik:
Lukas
4:13-14 Sesudah Iblis mengakhiri semua
pencobaan itu, ia mundur dari
pada-Nya dan menunggu waktu yang baik.
Dalam kuasa Roh kembalilah
Yesus ke Galilea. Dan tersiarlah kabar tentang Dia di seluruh daerah itu.
Sementara
dengan tetap menyadari bahwa sebagai manusia, kita akan begitu ahlinya untuk
meragukan Yesus untuk benar-benar tulen sama sekali tak bernoda dosa, dan
begitu terbatas untuk menjelaskan bagaimana bisa sementara Ia sama seperti
manusia lainnya tetapi ia sama sekali tak bernoda dosa maka ia tetap
benar-benar manusia tulen hingga memenuhi kebenaran: ia adalah manusia sama seperti kita, maka kita harus memperhatikan dua relasi
Yesus. Pertama relasi Yesus terhadap iblis pasca pencobaan dan relasi Yesus
terhadap Roh pasca pencobaan. Perhatikan
tabel berikut ini:
Relasi
Yesus Pasca Pencobaan Di Padang Gurun
|
|
dengan Iblis
|
dengan Roh
|
►Iblis
mundur daripada Yesus
|
► Dalam kuasa Roh Yesus ke
Galilea
|
►Iblis
menunggu waktu yang baik
|
Sementara
kita memiliki dilemma teologis semacam ini: ia
dapat dicobai iblis sekaligus dalam ia sama menjadi manusia karena dipimpin
oleh Roh maka ia walaupun dicobai dalam sudut-sudut kelemahan terlemah dalam
kemerosotan fisik dan jiwa/rohani, tidak dapat menjadi berdosa atau tercemari
sama sekali dalam cara bagaimanapun, kita akan menemukan realitas-realitas yang menuntut
pertimbangan sangat tinggi:
●Iblis mundur daripada Yesus: ini tanda
bahwa ia sama sekali tak berdosa sama sekali sementara ia dapat dicobai
●Iblis menunggu waktu yang baik: ini
adalah bukti bahwa Yesus adalah manusia
dan tubuhnya dapat mengalami sengat daya dosa yang hebat
●Dalam kuasa Roh Yesus ke Galilea: ini adalah: hakekat kemanusiaan
Yesus sebelum masuk ke dalam pencobaan gurun, hakekat kemanusiaan Yesus dalam
ia dalam pencobaan-pencobaan itu [perhatikan bahkan ia dalam hakekat Anak
Allah], ini adalah hakekat kemanusiaan Yesus yang mengakibatkan ia tidak dapat
dan tidak memiliki keinginan untuk berdosa.
Kita
sangat sukar untuk mengabaikan bahwa hakekat Yesus itu tak sekedar dipimpin Roh
tetapi Ia adalah Anak Allah untuk
senantiasa diperhitungkan pada kemanusiaan Yesus untuk menjelaskan mengapa
Yesus sama sekali tak bernoda dihadapan iblis sehingga iblis undur darinya, tepat sebagaimana siapapun harus
berpikir bahwa hakekat kemanusiaan Yesus haruslah sejati dalam artian sama
seperti kita dapat diperdaya oleh daya dosa pada daging agar jatuh ke dalam
perhambaan maut. Sebagaimana anda
berpikir bahwa mustahil Yesus benar-benar tulen manusia jika tak dapat
berdosa, maka anda pun harus berpikir mustahil Yesus benar-benar tulen Anak
Allah jika Iblis dengan segenap kuasa dan otoritas termulianya bahkan tak
sanggup setitik saja menodai kemuliaan Yesus yang adalah Anak Allah sementara
Ia datang ke dalam dunia ini sama seperti kita menjadi manusia.
Perjalanan
Yesus satu ini, jelas menunjukan relasi Yesus terhadap iblis dan terhadap Bapa
dalam sebuah dimensi yang tak terjangkaukan, selain menjangkau apa yang
dinyatakan kitab suci: bahwa iblis harus
undur dari-Nya, tanda tak berkuasa untuk menekuknya agar takluk kedalam pelukan dan pemerintahannya, padahal Ia sedang mengenakan tubuh
kemanusiaan yang bekerja terhadap daya dosa untuk membuatnya dalam perhambaan
maut. Relasinya yang paling penting, bukan pada apakah ia dengan demikian
dapat berdosa atau tidak dapat sehingga menelurkan begitu kaya dengan
kemungkinan keberdosaan dalam khasanah moralitas dunia manusia, tetapi apakah
tujuan Bapa yang dikandungnya selama di
bumi ini dalam ia harus taat kepada Bapa dan firman tertulis sebagai Ia adalah satu-satunya
manusia yang berkuasa menggenapi maksud Allah sebagaimana kitab suci
menyatakannya, bagi manusia berdosa.
Tetapi Dia, yang untuk waktu yang
singkat dibuat sedikit lebih rendah dari pada malaikat-malaikat, yaitu Yesus,
kita lihat, yang oleh karena penderitaan maut, dimahkotai dengan kemuliaan dan
hormat, supaya oleh kasih karunia Allah Ia mengalami maut bagi semua manusia. Sebab
memang sesuai dengan keadaan Allah--yang bagi-Nya dan oleh-Nya segala sesuatu
dijadikan--,yaitu Allah yang membawa banyak orang kepada kemuliaan, juga
menyempurnakan Yesus, yang memimpin mereka kepada keselamatan, dengan
penderitaan… Karena anak-anak itu adalah anak-anak dari darah dan daging, maka
Ia juga menjadi sama dengan mereka dan mendapat bagian dalam keadaan mereka,
supaya oleh kematian-Nya Ia memusnahkan dia, yaitu Iblis, yang berkuasa atas
maut; dan supaya dengan jalan demikian Ia membebaskan mereka yang seumur
hidupnya berada dalam perhambaan oleh karena takutnya kepada maut.- Ibrani
2:9-10, 14-15
Soli Deo Gloria
No comments:
Post a Comment