Oleh: Martin Simamora
Apakah
Politik & Mengapa Penting Bagi Kita?
Sebelumnya: Bagian1
Akan tetapi, hampir
keseluruhan paruh kedua abad keduapuluh,
disiplin ilmu politik tetap terbagi dua antara serangkaian variasi
pendekatan-pendekatan teoritikal dan metodologikal, yang bekerja hampir sama
sekali terisosikan satu sama lainnya (Almond,1998). Sebagai contoh, satu grup
ilmuwan telah mengadaptasi sejumlah gagasan-gagasan teoritikal tentang perilaku-perilaku aktor dalam ilmu ekonomi
untuk dalam upaya untuk menjelaskan perilaku para pemilih, partai-partai
politik, kelompok-kelompok
kepentingan, para wakil
rakyat/legislator/senator atau para
birokrat. Ini berdasarkan pada apa yang telah diasumsikan oleh kelompok
ilmuwan ini bahwa para aktor politik tersebut telah didorong oleh kepentingan
diri sendiri dan kalkulasi-kalkulasi strategi, pendekatan ini kemudian dikenal
sebagai “pendekatan pilihan rasional” dalam ilmu politik. Beberapa ilmuwan
terkemuka dalam pendekatan ini adalah Kenneth Arrow, Anthony Downs, William
Riker, Mancur Olson, William Niskanen dan Kenneth Shepsle.
Kelompok ilmuwan
politik lainnya telah mengadaptasi gagasan-gagasan teoritikal baru dalam ilmu Sosiologi tentang penentu-penentu sosial
dan budaya pada perilaku dalam upaya untuk menjelaskan formasi negara-negara,
perilaku dan organisasi partai-partai politik, bagaimana warga negara memilih
dalam pemilihan umum, dan mengapa sejumlah negara menjadi negara-negara demokrasi
yang stabil sementara lainnya tidak. Beberapa-beberapa pakar terkemuka dalam
gagasan ini lebih condong pada pendekatan sosiologikal terhadap perilaku adalahSeymour
Martin Lipset, Gabriel Almond, Philip Converse, Stein Rokkan, Samuel Huntington
dan Arend Lijphart. Untuk mendemukan lebih banyak lagi pemikiran-pemikiran dan
karya-karya ilmuwan-ilmuwan politik besar era 1950-an, 1960-an dan 1970-an,
anda bisa menemukannya di internet dengan memasukan nama-nama mereka pada
mesin-mesin pencari di internet.
Pada hampir
keseluruhan periode ini, dua pendekatan di atas tadi pada ilmu politik, secara
umum saling mengabaikan satu sama lainnya, bahkan ketika mereka melakukan riset dan menuliskan topik-topik
yang sama! Tetapi pada tahun 1980-an dan pada awal 1990-an, dua pendekatan ini
telah mulai lebih saling mengkomunikasikan satu sama lainnya. Dari satu sisi,
para penganut teori pilihan rasional telah menyadari bahwa model-model formal
perilaku politik yang mereka usung tidak terlalu efektif pada menjelaskan
hasil-hasil dunia nyatanya jika mereka tidak memasukan sejumlah pemahaman
bernuansakan pada bagaimana institusional memerintah dan memproduseri bagaimana
para actor berinteraksi. Dari sisi lainnya, para pakar dari tradisi yang lebih
sosiologikal telah menyadari bahwa sementara budaya dan masyarakat membentuk
institusi-institusi politik, institusi-institusi politik juga membentuk budaya
dan masyarakat. Jadi, beranjak dari titik-titik start yang berbeda,
ilmuwan-ilmuwan politik telah mulai untuk memfokuskan kembali pada peran
institusi-institusi politik, di bawah rubrik yang kemudian dikenal sebagai “institusional
baru” (bandingkan dengan Hall dan Taylor,1996).
Perilaku Politik?
|
Di
sini, perilaku politik itu merujuk pada keyakian-keyakinan dan
tindakan-tindakan aktor politik
yaitu warga negara, para pemilih, para pemimpin partai politik,
para
anggota parlemen, para menteri pemerintah, para
hakim, para aparatur sipil negara, atau anggota-anggota kelompok
kepentingan. Aktor-aktor ini memiliki “preferensi-preferensi politik” : kepentingan-kepentingan politik
mereka, nilai-nilai dan gol-gol. Sebagai contoh, sejumlah warga negara akan menyukai
pemerintahan untuk mengalokasi lebih banyak uang pada pendidikan dan perawatan
kesehatan, sementara lainnya akan menyukai pemerintahan untuk mengurangi pajak.
Kemudian bagaimana preferensi-preferensi diterjemahkan menjadi aksi-aksi?
Sebagai contoh, ketika memberikan hak
suaranya dalam pemilihan umum, apakah kebanyakan warga negara memilih penuh
semangat berdasarkan kecenderungannya, bagi partai-partai yang memiliki
kebijakan-kebijakan yang paling mendekati
preferensi-preferensi politik mereka; atau apakah mereka memilih
secara strategis, bagi sebuah partai yang tidak terlalu mereka sukai tetapi
yang memiliki sebuah peluang lebih tinggi untuk menang? Dan, bagaimana
partai-partai ini merespon para pemilihnya? Apakah partai-partai tersebut
bertahan dengan kebijakan-kebijakan mereka dan berupaya membujuk para pemilih untuk mendukung
mereka atau apakah mereka mengadaptasikan kebijakan-kebijakan mereka untuk
mencoba memenangkan sebanyak mungkin suara? Dan, jika partai-partai melakukan
hal yang belakangan tersebut, apakah ini akan membawa partai berlabuh pada
titik pertemuan pada pemilih rata-rata (median) atau bergerak menuju
ekstrim-ekstrim? Kelompok-kelompok kepentingan adalah serangkaian aktor-aktor
politik lainnya. Mengapa sejumlah kelompok kepentingan lebih mampu untuk
mengorganisasi dan member pengaruh politik daripada yang lainnya? Jelas sekali
sejumlah kelompok kepentingan memiliki lebih banyak sumber-sumber finansial,
tetapi uang tidak dapat selalu menjamin pengaruh. Mengapa demikian?
Institusi-Institusi Politik
Perilaku
politik mengambil tempat didalam serangkaian lembaga-lembaga politik. Beberapa negara
memiliki sistem-sistem presidensial (sebagaimana negara kita Indonesia), dimana
ada sebuah pemisahan kekuasaan-kekuasaan antara eksekutif dan legislatif,
sementara negara-negara lainnya memiliki sistem-sistem parlementer, dimana
pemerintah bergantung pada dukungan parlemen dan pemerintah dapat membubarkan
parlemen dan menggelar pemilihan umum (sebagaimana umumnya di negara-negara Eropa).
Dalam kedua jenis rejim ini, beberapa pemerintahan terdiri dari sebuah partai politik
tunggal (sebagaimana di Inggris), sementara pada negara-negara lain dibagi antara
beberapa tingkat pemerintahan (sebagaimana dalam sistem federal, seperti Kanada
atau India). Dan, pada sejumlah Negara, politisi-politisi yang dipilih secara relatif
bebas dari pembatasan atau pengekangan kelembagaan eksternal; sementara itu di negara-negara
lain sebuah Mahkamah Agung dan/atau sebuah bank sentral independen membatasi
pilihan-pilihan kebijakan para politisi terpilih.
Serangkaian
isu umum merupakan topic-topik saling bersinggungan pada institusi-institusi
politik, yang berhubungan dengan konsekuensi-konsekuensi kebijakan dan political
pada kekuasaan terkonsentrasi pada tangan aktor politik tunggal-seperti satu
partai politik dalam pemerintahan bersistem parlementer-bandingkan dengan
pemisahaan kekuasaan antara sejumlah “pemain-pemain veto”-baik beberapa partai
dalam sebuah pemerintahan koalisi, atau eksekutif dan legislatur dalam sebuah sistem
presidensial, atau pemerintahan dengan tingkatan-tingkatan berbeda dalam sebuah
sistem federal, atau antara legislatur dan pengadilan-pengadilan yang berkuasa.
Hasil-Hasil
Politikal
Akhirnya, hasil-hasil politikal mencakup sebuah rentang luas isu-isu, dari hasil kebijakan spesifik seperti pertumbuhan
ekonomi atau pengeluaran publik yang lebih tinggi atau perlindungan lingkungan
yang lebih baik, hingga fenomena politik yang lebih luas seperti kesetaraan politik dan ekonomi, harmoni sosial
dan etnisitas, atau kepuasan dengan demokrasi dan pemerintahan, hingga fenomena
politik identitas sebagaimana di
Indonesia saat ini. Beberapa negara memiliki program kesejahteraan yang
melimpah sementara yang lainnya memiliki rejim yang kurang memberikan program
kesejahteraan bagi rakyatnya. Beberapa negara lebih terbuka terhadap para
imigran daripada yang lainnya, beberapa negara lebih baik dalam memberikan
perlindungan terhadap lingkungan hidup daripada yang lainnya. Dan di beberapa negara,
warga negaranya secara umum dipuaskan dengan bagaimana negara-negara mereka
diperintah, sementara itu di negara-negara lainya, warga negaranya sangat tidak puas.
Bersambung ke Bagian 3
Sumber utama
penulisan untuk bagian ini:
|
Introduction
to political Science, S.Hix and M.Whitting, Undergraduate Study in Economics,
Management, Finan ce and the Social Siences, University of
London-International Programmes
|
Diterjemahkan,
diedit dan diadaptasikan oleh
|
Martin
Simamora
|
No comments:
Post a Comment